Steven sudah menunggu selama setengah jam ketika akhinya perawat ICU memanggilnya masuk ke dalam. "Dengan berat hati saya beritahukan bahwa Ibu Lisa masih dalam keadaan koma Pak." jelas dokter jaga sambil melepaskan steteskop dari lehernya. "Tapi hari ini keadaan Ibu Lisa meningkat sangat pesat. Ibu Lisa sudah mampu bernafas spontan, artinya tidak perlu menggunakan alat bantu pernafasan lagi. Detak jantungnya juga meningkat." lanjut dokter, melihat senyuman basa-basi di wajah Steven, dokter sadar bahwa bukan ini berita yang Steven harapkan. "Terima kasih dok." jawab Steven datar. Dia senang Lisa mengalami peningkatan tapi yang dia inginkan bukan sekedar peningkatan, dia ingin Lisa sadar. "Malam ini bapak masih boleh disini menemani Ibu Lisa. Saya rasa pengaruh bapak sangat besar terhadap peningkatan keadaan Ibu Lisa." hibur dokter sebelum meninggalkan Steven yang kembali duduk di samping tempat tidur Lisa. -2007- Lisa terbangun dengan tubuh kesakitan. Tangannya keram, kepalanya s
Rebekha segera mengirimkan pesan singkat kepada kedua sahabatnya. [Cari tahu tempat tinggalnya Andrew, kita kesana malam ini. Gue takut dia nyulik Lisa.] Tidak berapa lama kemudian Rebekha mendapat balasan dari Donna yang mengatakan dia sudah mendapatkan alamat tempat kost Andrew. "Om, Tante, saya coba cari Lisa dulu ya sama teman-teman. Mudah-mudahan ketemu." terang Rebekha kepada kedua orangtua Lisa. "Iya, tolong ya nak. Semoga Lisa belum ngelakuin hal yang aneh-aneh sama laki-laki." jawab Bu Gayatri. "Ma, cukup!" hardik Pak Adhitama kesal. Rebekha segera meninggalkan pasangan yang sedang berdebat itu. Mereka bertiga berjanji bertemu di halte dekat kampus karena Andrew kost di sekitar wilayah itu. Setelah bertemu mereka langsung mendatangi tempat kost Andrew. "Andrew!" teriak Rebekha dari depan pagar hitam yang mereka yakini sebagai tempat kost Andrew. Ersa dan Rebekha tampak sangat marah. Sebaliknya, Donna terlihat sangat tenang, dia yakin Lisa hanya sedang bersembunyi
"Bagus, kalau semua ada disini. Hahaha!" teriak suami Ibu Rebekha dengan tawa mengerikan. "Kalian bisa sama-sama berangkat ke neraka." lanjutnya sambil memainkan pisau yang dipegangnya. Lisa bergidik melihat wajah pria itu. "Lo bisa berdiri sendiri?" bisik Donna yang masih menopang Lisa. "Bisa, lo mau ngapain?" tanya Lisa panik. Pria itu tidak mabuk dan tampak gila, Lisa takut dia akan berbuat nekat jika Donna macam-macam. "Tunggu aja." jawab Donna sambil melepaskan tubuh Lisa perlahan. "Kamu! Jangan bergerak! Jangan berani mendekat atau berbuat macam-macam, kalau tidak pisau ini akan menancap di leher istriku tercinta ini." ancam pria itu kepada Donna. Lisa segera memegang tangan Donna. Donna menghentikan gerakannya. Dia juga bisa melihat bahwa pria ini tidak mabuk tapi tampak putus asa, sehingga kemungkinan dia kehilangan akal dan menyakiti istrinya sangat besar. "Kamu mau apa?" tanya Donna tenang, mencoba mencari celah untuk menyerang. "Terserah saya mau apa! Bukan urusanm
"Mama, bangun ma." teriak Rebekha panik melihat ibunya pingsan. Steven segera memapah Ibu Rebekha dan membawanya menjauhi kerumuman warga yang semakin ramai. "Sebaiknya kita bawa dia ke rumah sakit." usul Steven. "Baik, sekalian gue mau lihat keadaan monster gila itu. Kalau orang normal harusnya sih udah mati dalam api sebesar itu. Tapi ternyata iblis masih melindungi nyawanya." jawab Rebekha dengan kemarahan yang tidak dapat dia tahan lagi. Sesampainya di rumah sakit, Ibu Rebekha siuman dan menolak keluar dari taksi yang mereka tumpangi, namun tidak mengatakan sepatah kata pun. Akhirnya Rebekha meminta para sahabatnya menemani ibunya di dalam taksi, sementara dia berusaha mencari tahu keadaan suami ibunya yang sedang berada di UGD. "Maaf, keluarganya siapa?" tanya perawat yang melihat Rebekha celingukan mencari sesuatu. "Saya keluarga laki-laki yang tadi terbakar." jawabnya dengan jijik. 'Keluarga cih najis!' makinya dalam hati. "Oh, akhirnya. Kami dari tadi memang mencari kel
Duduk dalam diam bersama Lisa, membuat Steven semakin menyadari perasaannya kepada Lisa. Perasaan yang tidak dapat Steven jelaskan. Bukan cinta dengan romantisme yang menggebu-gebu. Tapi perasaan hangat yang kuat sekaligus emosi yang lunak. Perasaan yang membuatnya bersemangat sekaligus ketakutan menjalani setiap detik dalam hidupnya. Steven benar-benar tidak mengerti bagaimana cara menggambarkannya. Tapi ini adalah perasaan yang baru pertama kali dia rasakan. Mereka duduk diam di tepi pantai hingga matahari mulai terbit. 'Sudah tujuh hari.' guman Lisa dalam hati sambil memandang mentari yang perlahan muncul dari ujung pantai. Sudah tujuh hari jiwanya berkelana ke masa lalu sementara tubuhnya terkulai lemah. Lisa tidak tahu apakah ini sebuah hukuman atau kesempatan kedua. Dia bingung apakah harus takut atau bahagia. Apakah dia akan selamanya berada di tempat ini, ataukah dia dapat kembali memeluk kedua anak dan suaminya. Atau bahkan dia akan menghilang dan tidak berada di manapun.
"Ada apa Ma?" tanya Lisa datar begitu melihat ibunya keluar dari kamar. Bu Gayatri tampak kaget melihat Lisa. "Nggak ada apa-apa." jawabnya ketus berusaha menutupi sesuatu. Lisa kembali menatap piringnya dan melanjutkan makan. Kalau ibunya tidak ingin bicara maka tidak akan ada satu manusiapun di dunia ini yang bisa memaksanya. Karena itu Lisa memilih untuk mengacuhkannya. Meskipun rasa ingin tahunya semakin besar. Lisa menyelesaikan makan siangnya dan langsung kembali ke kamar. Dia berencana menghubungi Rebekha dan mencari tahu keadaannya. Lisa baru saja masuk ke kamar ketika telepon genggamnya berbunyi. "Wah panjang umur." gumannya melihat nama yang muncul di layar teleponnya. "Bek, gimana kedaaan lo?" tanya Lisa begitu menerima telepon dari Rebekha. "Ok. Gue baru selesai ngobrol sama polisi yang menyelidiki kebakaran semalam." jawab Rebekha tenang. "Tapi semuanya bisa terkendali kok. Nyokap punya cerita versi dia sendiri dan kayaknya polisi percaya. Gue cuma tinggal ngebujuk S
Hati Lisa yang tadinya berbunga-bunga, kini seperti tersambar petir. Berbagai pertanyaan muncul dalam benaknya. Mengapa Angel memegang telepon Steven saat dia ke toilet? Untuk apa mereka bertemu? Apakah ada sesuatu antara Angel dan Steven? Lisa memijat pelipisnya. Dia sangat marah. 'Takdir omong kosong!' maki Lisa dalam hati. Tiba-tiba dia kembali teringat semua permasalahan yang harus dia hadapi setelah menjadi istri Steven. Dia merasa tadi dia terlalu terbawa perasaan. 'Aku harus berpikir dengan jernih. Kalau aku tidak menikahi Steven mungkin di masa depan karirku akan secerah Donna dan Rebekha. Atau setidaknya aku akan menikahi pria kaya raya seperti Ersa.' gumannya dalam hati. Lisa meyakinkan dirinya bahwa Steven adalah penghalang kesuksesannya di masa depan. "Lisa." Pak Adhitama mengetuk pintu kamar Lisa. Lisa segera beranjak dan membuka pintu kamarnya. "Kenapa Pa?" Lisa tiba-tiba teringat rahasia yang dibicarakan ibunya di telepon siang tadi. "Apa Papa mau ngasih tau s
"Mungkin dia akan kecewa, tapi pada akhirnya dia pasti akan mengerti." jawab Pak Adhitama mencoba membujuk istrinya. Lisa yang tidak percaya dengan apa yang dia dengar perlahan mundur dan tidak sengaja menabrak kursi yang membuat suara berdecit cukup keras. Pak Adhitama dan Bu Gayatri segera keluar dan melihat Lisa yang sedang berdiri terpaku menatap mereka berdua dengan pandangan tidak percaya. "Lisa." panggil Pak Adhitama lembut. Dia tidak tahu sudah berapa lama Lisa berada disana menguping pembicaraan antara dia dan istrinya. Tapi melihat reaksi Lisa, dia yakin Lisa sudah mengetahui kebenarannya. "Siapa yang lahir di luar nikah Pa? Aku?" tanya Lisa dengan tatapan sinis. "Ayo duduk dulu, biar kami jelaskan." bujuk Bu Gayatri dengan wajah memohon. "Tidak perlu duduk. Jelaskan saja semuanya sekarang!" teriak Lisa sambil menghentakkan kakinya. Bu Gayatri memandang suaminya dengan perasaan campur aduk. Memohon dengan matanya agar suaminya yang menjelaskan semuanya karena dia tidak
"Dari situ aja sebenarnya lo bisa mengambil kesimpulan, kenapa kami menjauh," lanjut Donna memandang Lisa dengan tajam. "Karena pada dasarnya lo cuma mikirin diri lo sendiri. Bersahabat dengan kami pun itu demi diri lo sendiri," jelas Donna dengan gamblang. "Kenapa kalian bisa mengambil kesimpulan begitu? Gue tulus sayang sama kalian sebagai sahabat. Tapi kalau kalian menjauh, gue bisa apa? Kalau kalian memang nggak mau bersahabat lagi, untuk apa gue peduli?" jawab Lisa yang ikut terpicu amarahnya mendengar kata-kata Donna. "Karena itu bukan sekedar kesimpulan yang kami buat, tapi kenyataan. Kita berteman sejak masuk kuliah sampai hampir lulus. Lu tahu enggak kalau Rebekha pernah hampir diperkosa bapak tirinya? Lo tahu enggak kalau Ersa sering nangis karena sampai dewasa pun masih dimarahi orangtuanya kalau nilai ujiannya jelek? Enggak tahu kan?" Lisa diam. Dia memang tidak tahu semua kejadian itu. "Tapi lo pasti tahu dong kalau gue pernah naksir Steven? Tapi lo pura-pura enggak t
"Gue ngerti dan lagi-lagi gue iri dengan apa yang lo punya. Tapi yah, namanya hidup. Yang gue punya lo enggak punya, begitu juga sebaliknya. Sekarang mari kita nikmati hidup kita masing-masing dan melakukan yang terbaik dengannya," ujar Rebekha sebelum mereka saling berpelukan dan berpisah ke arah tujuan mereka masing-masing. Setelah berbicara banyak dan terbuka dengan Rebekha, Lisa merasa sangat lega. Dia menyesal mengapa selama ini terkurung dalam pikiran yang negatif. Dia selalu merasa sebagai korban, menyalahkan orang lain, tidak mempercayai siapapun bahkan dirinya sendiri dan terbenam dalam ketidak percayaan diri. Ternyata, kematian ibunya meski memunculkan rasa sakit baru, namun telah menjadi obat untuk semua rasa sakitnya selama ini. Lisa membayangkan andaikan dia bisa memandang hidup dari sudut yang lebih positif bersama ibunya, pasti semuanya lebih sempurna. *** "Bang Gerard mau menikah dengan Donna, rencananya besok dia mau membicarakan dengan papa dan mama," lapor Steve
"Lisa, sorry gue baru dengar kabar tentang tante Gayatri. Turut berdukacita ya," ucap Rebekha tulus. Lisa membuang napas panjang."Thank you," jawab Lisa singkat."Boleh enggak kita ketemu? Sejak kita bertengkar, gue ngerasa enggak tenang. Sepertinya kita harus bicara dan membereskan semuanya. Bagaimana?" Lisa diam sejenak."Oke, kapan? Dimana?" "Kalau sekarang? Di Kafe Kofee aja dekat rumah lo, gimana?" Lisa setuju lalu segera bersiap-siap setelah menutup teleponnya.Lisa tiba duluan karena tempat mereka bertemu sangat dekat dengan rumahnya. Dia segera memesan minuman coklat dingin dan beberapa camilan untuk menemaninya menunggu Rebekha. Ternyata Lisa tidak menunggu terlalu lama."Hai," sapa Rebekha. Lisa hanya menganggukkan kepalanya. Rebekha duduk di hadapan Lisa dengan canggung."Elo udah tahu belum kalo Donna udah dilamar?" tanya Rebekha mencoba mencari bahan pembicaraan."Belum," jawab Lisa singkat."Rencananya mereka mau menikah secepatnya, secara sederhana." Lisa menganggukan
"Mama ...," raung Lisa setelah video itu berakhir. Steven menutup matanya berusaha menahan tangis. Hatinya benar-benar hancur melihat airmata Lisa. "Mama, maafkan aku. Maafkan aku karena hanya memikirkan diriku sendiri." Lisa terus meraung. Steven tidak mengatakan apa-apa, dia hanya menggenggam tangan Lisa dan membiarkan istrinya mengeluarkan semua kesedihan, kemarahan dan penyesalannya. Lisa berusaha keras menghentikan tangisnya. Dia mengumpulkan semua sisa kekuatannya untuk menahan rasa kehilangan yang sangat menyakitkan. Lisa kembali membereskan barang-barang ibunya. Dia memasukkan baju-baju ibunya ke dalam kardus. Rencananya Lisa akan menyumbangkan semua pakaian ibunya. Sementara Steven membereskan barang-barang lain dan menyusunnya dengan rapi agar Lisa dapat memilih dan memutuskan akan melakukan apa dengan barang-barang itu. "Lisa, sepertinya kamu harus baca ini." Steven menyerahkan selembar kertas kepada Lisa. Kertas dengan tulisan tangan ibu Lisa yang dibuat terburu-buru.
"Ada apa bang?" tanya Steven kaget."Bu Gayatri meninggal dunia," jawab Gerard dengan wajah menyesal. Steven tidak punya waktu untuk bertanya lebih lanjut dan langsung berlari menuju mobilnya dan bergegas pulang ke rumah.Dia sudah meminta Gerard untuk menghubungi papa dan mamanya agar mereka bersiap-siap. Steven juga minta papa dan mamanya untuk merahasiakan berita ini. Steven ingin Lisa mendengar kabar ini dari mulutnya.Steven merasa sangat terpukul dengan kematian mertuanya. Membayangkan reaksi istri dan anak-anaknya, membuat Steven lebih tertekan lagi. Steven tahu anak-anaknya lebih dekat dengan mertuanya daripada dengan orangtua Steven, selain itu mereka yang menemukan omanya tidak sadarkan diri. Anak-anaknya pasti akan sangat sedih. Sementara Lisa dia pasti akan menyesali kemarahan yang masih dia simpan, hingga tidak mau mengunjungi ibunya."Aaah!" teriak Steven, kepalanya terasa mau pecah membayangkan apa yang akan terjadi."Mana Lisa?" tanya Steven kepada ayah dan ibunya yang
"Anak-anak bagaimana?" tanya Steven yang membayangkan kepanikan anak-anaknya karena ibu dan omanya sama-sama berada di rumah sakit."Mereka ketakutan, apalagi mereka yang pertama kali menemukan bu Gayatri," jawab Ibu Steven dengan nada sedih."Kalau bisa, tolong antarkan mereka kesini. Lebih baik mereka bersama aku disini, supaya mereka tidak terlalu ketakutan," pinta Steven. Berada di samping ayah mereka pasti akan membuat kedua anaknya tenang."Oke, kami hanya akan memastikan keadaan mertuamu, lalu segera kesana." Bu Gayatri mematikan teleponnya, lalu memeluk kedua cucunya agar mereka tidak terlalu ketakutan.***"Kamu sudah enakkan?" tanya Steven kepada Lisa yang sudah sadar. Steven diperbolehkan masuk sebentar, sebelum diadakan pemeriksaan radiologi untuk mengetahui alasan kepala Lisa tadi terasa sangat sakit."Iya, tadi kepalaku tiba-tiba sakit sekali. Tapi sekarang rasa sakitnya benar-benar hilang." Lisa memegang kepalanya dengan tangan yang tidak diinfus."Tapi kamu tetap harus
Lisa bersikeras untuk tinggal. Dia sama sekali tidak menggerakkan kakinya. Dia tidak akan pernah lari lagi dari pertengkaran mereka. "Aku bilang tidak. Aku tidak akan pernah pergi, sebelum aku semuanya selesai," jawab Lisa keras kepala. "Apa yang mau kamu selesaikan? Semua kemarahan yang ada di kepalamu selama ini? Baik, silakan. Keluarkan saja semua makian yang kau punya. Lalu kalau sudah selesai, segera tinggalkan rumah ini." "Aku tidak ingin memaki, aku hanya ingin tahu bagaimana rasanya menjadi ibu yang kejam?" ucap Lisa tanpa ampun. Bu Gayatri memandang Lisa dengan marah. "Kali ini kamu sudah keterlaluan. Bagaimana kamu bisa mengatakan mama kejam, setelah semua yang mama lakukan untukmu dan keluargamu? Apakah kamu ibu yang baik? Apakah kamu lebih baik dari mama?" "Aku berusaha agar tidak menjadi seperti mama. Tapi trauma yang mama timbulkan membuat emosiku tidak stabil. Kalau aku terkadang tidak bisa mengendalikan diri, itu karena apa yang sudah mama buat di masa lalu," ja
"Memangnya apa yang sudah mama lakukan? Mama tidak pernah memukulmu. Mama selalu memenuhi semua kebutuhanmu bahkan melebihi kebutuhanmu. Mama selalu merawat kamu ketika sakit. Mama juga yang selalu mengurusmu sejak kecil. Lalu dimana kesalahannya? Apa yang kamu benci? Bahkan sekarang anak-anakmu pun mama yang urus. Tapi mereka bahagia, tidak seperti kamu yang selalu menyalahkan sekelilingmu," sahut Bu Gayatri sambil melemparkan benang dan jarum rajitannya ke samping."Hidupmu terlalu enak. Kamu kurang bersyukur dengan semua yang sudah kamu miliki. Sekarang kamu mau menyalahkan mama untuk kesalahan yang kamu buat?" bentak Bu Gayatri. Lisa merasa tiba-tiba dia kembali menjadi gadis muda yang membenci ibunya."Kamu terluka karena mama? Kamu terluka karena keputusan-keputusan yang kamu buat tanpa berpikir. Mama sudah memberitahu apa yang harus kamu lakukan, tapi kamu memberontak. Sekarang kamu menerima konsekuensi dari keputusanmu dan kamu menuduh Mama yang merusak masa lalumu?" sambung B
"Udah gila lo!" seru Lisa tidak percaya dengan apa yang di dengarnya. Rebekha tersenyum mengejek dengan penuh percaya diri. Sudah lama dia menyimpan kata-kata itu. Tapi tidak pernah sanggup mengatakannya karena Lisa adalah sahabatnya. "Mulai hari ini kita adalah orang asing. Jangan pernah lagi sebut gue temen lo!" lontar Lisa dengan marah. Lisa tidak menyangka Rebekha sahabatnya yang paling pengertian diatara mereka berempat kini berubah menjadi seseorang yang sanggup berkata sekejam itu."Sebenarnya memang sudah lama lo bukan temen gue, bahkan bukan bagian dari empat sekawan. Cuma Ersa yang masih pasang badan demi elo. Demi Ersa juga gue dan Donna masih mau berhubungan sama lo." Rebekha terus menyerang Lisa dengan kata-kata tajamnya."Kalau sudah tidak ada lagi yang mau lo omongin, silakan keluar dan bereskan semua barang-barang lo. Mulai hari ini lo gue pecat!" tegas Rebekha lalu membalikkan badan. Lisa segera meninggalkan ruangan Rebekha dengan sangat marah."Kamu mau kemana?" tan