“Pangeran!” teriak Furqon menggelegar setiap cangkul itu melayang ke udara. “Kharisma!” teriak Furqon lagi. Furqon terus menggali tanah itu semakin lama tanah itu terasa semakin padat, “Apa ini? kenapa tanah ini semakin padat?” ucap Furqon. Tanpa mempedulikan kejanggalan itu, Furqon terus menggali tanah itu. Brukkk! Tiba-tiba ada yang memukul kepala Furqon, “Akh!” lirih Furqon. Seketika tubuh Furqon ambruk ke tanah. Pandangan Furqon menjadi buram dan berputar-putar, ia merasa pitam. Lalu ia mencoba untuk bangun, tiba-tiba tubuhnya ambruk lagi kerena tendangan dari seseorang dari belakang. Furqon seketika menggenggam erat tanah bekas cangkulannya, dengan sigap ia lempar tanah liat yang lembek itu kearah belakang. Namun Furqon sama sekali tidak mengenai targetnya. Dengan buram ia melihat bayangan seseorang “Pak Luk…man…” ujar Furqon, pandangan Furqon juga beralih kearah tangan pak Lukman yang memegang palu. Furqon tersenyum kecut, dan memegang belakang kepalanya, “Hanya luka keci
Saat bu Diyah dan Pak Lukman mengangkat tubuh Furqon, tiba-tiba langkah pak Lukman terhenti.“Bu, Bagaimana kalau Tuan Furqon sudah melaporkan kita ke polisi?” ujar pak Lukman tiba-tiba.“Huh? apa itu mungkin?” tanya bu Diyah dengan ragu.“Apa nya yang tidak mungkin, Bu? Ibu lihat sendirikan bagaimana dia seperti kerasukan tadi saat memanggil nama kita,” tukas pak Lukman dengan wajah serius.“Iya sih, Pak, tadi dia bilang ke Hasan untuk melaporkan kita ke polisi. Jadi ini bagaimana, Pak? Apa kita bunuh saja?” tanya bu Diyah yang sudah mulai panik.“Ibu, sih. Tadi kan Bapak juga udah bilang, harusnya dibunuh saja! tapi ibu bilang harus tunggu amnesia dulu,” gerutu pak Lukman yang mulai kesal.“Jadi ini bagaimana Pak?” ujar bu Diyah.“Sekarang kalau kita membunuh Tuan Furqon, itu tidak akan menguntung apapun bagi kita, jika kita biarkan hidup pun, kita juga pasti akan dipenjara,” ujar Pak Lukman dengan menatap tajam pada bu Diyah.“Ya sudah, bunuh saja, Pak, karena keadaan kita tidak ak
Suasana jam terakhir di kelas sangat gerah. Di antara perut yang lapar dan bosan para siswa mengikuti pelajaran bahasa Indonesia, bu guru meminta siswa untuk membaca satu-persatu pekerjaan rumah yang ia berikan minggu lalu, yaitu tentang impian. “Ruqayya, maju ke depan!” Jantung ruqayya berdegup kencang, ia memejamkan matanya seakan waktu berhenti berputar beberapa saat “Diam semuanya!!! Dengarkan teman kalian membaca!” Bu guru yang mencoba menenangkan hiruk pikuk nya suasana kelas yang gerah. “Nama saya Ruqayya, waktu saya berumur 5 tahun, saya melihat peta dunia milik kakak saya, saya tidak begitu mengerti saat kakak saya menjelaskan apa itu peta, tapi saya sangat suka dengan warna-warna yang ada dipeta itu. Warna-warna itu begitu indah, saya berlari ke jendela dan melihat halaman rumah dan berfikir, apakah rumput disini sama hijau nya dengan rumput di amerika? Apakah awan-awan di mekah juga terlihat sama? Di langit sebelah sana ada apa ya? Saya sa
Ruqayya pulang sekolah dengan berjalan kaki, ia menghemat uang jajannya bahkan untuk tidak naik angkot. Cuaca sangat panas sekali, bahkan terasa hingga ketengkorak kepalanya. tubuh yang terasa lemah lunglai kerena lelah dan lapar, rasanya tak sanggup untuk menyeret kaki ini untuk berjalan lagi. “Ahhhh panas sekali hari ini”!!! “Iyaa, Sepertinya nereka lagi bocor” tiba-tiba suara judes rahel terdengar di telinga ruqayya. “Rahel?” ruqayya mencoba melihat dengan jelas orang yang mendorong sepeda di sampingnya. “Iya, aYO bocengan! Aku Tidak tega melihat keadaan mu. Ayo cepat naik, jangan menolak, yang ada nanti kamu pingsan!” Ajak Rahel walaupun dengan raut wajah yang tidak bersahabat, tapi ia tulus. Tanpa berpikir panjang ruqayya hanya menurut. Mereka terlihat seperti dua sahabat yang akrab, walaupun kenyataannya sangat berbeda. Karena tidak sabar ingin segera sampai ke rumah, Rahel mempercepat laju sepedanya tiba-tiba “bruukkkk” kepala rah
Brum brumm…. Bunyi halus motor mewah milik Pangeran sudah memasuki gerbang rumah mewah milik sepupunya. seisi rumah sangat mengenal Pangeran Mirza Haris “Maaf tuan, tuan muda lagi tidak ada di rumah,” Bu Diyah menyapa pangeran dengan suara cemas, karena si pemilik rumah tidak pernah mengizinkan siapapun masuk ke rumah termasuk sepupu, paman dan bibinya kecuali jika ia berada di rumah. “Tidak apa-apa bi, nanti kalau furqon marah, aku yang tanggung jawab” jawab pangeran sambil menghempaskan tubuhnya ke sofa mewah berukuran jumbo. bu diyah pergi ke dapur tanpa menawari pangeran makan atau minum karena takut akan dimarahi oleh sang majikan. Di rumah itu semua pembantu dilarang keras menjamu makanan ataupun melayani keluarga yang datang berkunjung. Jika butuh sesuatu tamu tersebut harus mengambil sendiri atau memasak sendiri apa yang ingin dimakan atau dibutuhkan. Pangeran yang sudah sangat paham dengan kondisi dan aturan-aturan rumah itu segera menuju ke da
“Fur.!!! Kalau kamu takut para pembunuh itu kembali, kenapa kamu tidak pindah dari sini, kenapa hanya melarang kami untuk berkunjung? Atau kamu memang menunggu pembunuh itu datang?" Pangeran menghela napas "Apa kamu fikir kamu bisa menghadapinya sendiri? Kamu juga harus memikir keselamatan mu fur.!” “Terima kasih mie nya,” furqon hanya menjawab singkat lalu beranjak ke kamarnya. "Furqon, tunggu.!" furqon lalu berhenti melangkah dan melihat ke arah pangeran. "Furqon, kamu tahukan kalau aku sangat ahli dalam karate, kamu bisa mengandalkan aku. aku akan siap membantumu kapanpun dan dimanapun." pangeran mencoba untuk berusaha menyadarkan sepupunya itu kalau dia tidak sendirian, masih ada orang yang akan selalu siap sedia membela dan membantunya. Furqon hanya melihat ke arah pangeran tanpa pangeran tahu apa arti tatapan furqon, sangat sulit di artikan karena furqon memiliki pribadi yang sangat dingin. "Kamu harus kembali ke kotamu besok" selesai meng
Di dalam kamarnya, Furqon duduk termenung, ingatan bahwa, seorang lelaki paruh baya yang datang ke rumahnya, membunuh ibunya dengan sangat sadis itu selalu muncul dan tidak bisa ditepiskan. ia masih mengingat setiap detil kejadian itu. saat itu ia masih berumur 11 tahun. Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana ibunya berlari mengelilingi meja makan sambil memegang pisau sebagai alat pertahanan dan alat membela diri. Saat itu furqon bersembunyi di dalam lemari dapur yang terletak tepat di belakang meja makan yang berbentuk persegi panjang. Ia mengintip melalui lubang kecil dari lemari yang terbuat dari kayu itu. Ia melihat dengan jelas bagaimana pembunuh itu menampar dan memukul ibunya, lalu ibu nya membalas dengan menggoreskan pisau ke wajah pria itu hingga pria itu berlumurkan darah. Lalu secara membabi buta pria itu mengarahkan pisau nya hingga menggoreskan leher ibunya furqon, sehingga darahnya terjiprat keluar dan beberapa bagian tubuh yang lain juga ter
“Bu,” laras yang berdiri sambil mengagumi piring keramik yang ia tatap, tiba-tiba memanggil ibunya dengan pelan, sungguh sosok yang sangat anggun dan tenang. “Iya? ada apa nak?” jawab bu sari menoleh ke arah laras sambil menata piring-piring ke rak piring. “kenapa tuan Furqon tidak pernah mengizinkan kita semua melayani tamunya?, apa ada sesuatu?” Tanya larasati yang penasaran Ibunya yang sudah selesai menata piring-piring itu, lalu duduk di depan laras, menghela napas panjang “Laras, tuan muda memiliki masa lalu yang sangat suram, masa lalu yang penuh dengan kisah berdarah” jawab bu diyah tertunduk Laras sudah pernah mendengar cerita tentang itu, tapi ia tidak pernah bertanya detil ceritanya, karena ia baru 5 tahun tinggal di kediaman keluarga furqon, “Bu, bolehkah laras tahu bagaimana masa lalu tuan?” Bu diyah tidak ingin menjawab, tapi anak gadisnya itu sangat jarang berbicara, dan bu diyah tidak ingin menolak rasa ingin tahunya, “L
Saat bu Diyah dan Pak Lukman mengangkat tubuh Furqon, tiba-tiba langkah pak Lukman terhenti.“Bu, Bagaimana kalau Tuan Furqon sudah melaporkan kita ke polisi?” ujar pak Lukman tiba-tiba.“Huh? apa itu mungkin?” tanya bu Diyah dengan ragu.“Apa nya yang tidak mungkin, Bu? Ibu lihat sendirikan bagaimana dia seperti kerasukan tadi saat memanggil nama kita,” tukas pak Lukman dengan wajah serius.“Iya sih, Pak, tadi dia bilang ke Hasan untuk melaporkan kita ke polisi. Jadi ini bagaimana, Pak? Apa kita bunuh saja?” tanya bu Diyah yang sudah mulai panik.“Ibu, sih. Tadi kan Bapak juga udah bilang, harusnya dibunuh saja! tapi ibu bilang harus tunggu amnesia dulu,” gerutu pak Lukman yang mulai kesal.“Jadi ini bagaimana Pak?” ujar bu Diyah.“Sekarang kalau kita membunuh Tuan Furqon, itu tidak akan menguntung apapun bagi kita, jika kita biarkan hidup pun, kita juga pasti akan dipenjara,” ujar Pak Lukman dengan menatap tajam pada bu Diyah.“Ya sudah, bunuh saja, Pak, karena keadaan kita tidak ak
“Pangeran!” teriak Furqon menggelegar setiap cangkul itu melayang ke udara. “Kharisma!” teriak Furqon lagi. Furqon terus menggali tanah itu semakin lama tanah itu terasa semakin padat, “Apa ini? kenapa tanah ini semakin padat?” ucap Furqon. Tanpa mempedulikan kejanggalan itu, Furqon terus menggali tanah itu. Brukkk! Tiba-tiba ada yang memukul kepala Furqon, “Akh!” lirih Furqon. Seketika tubuh Furqon ambruk ke tanah. Pandangan Furqon menjadi buram dan berputar-putar, ia merasa pitam. Lalu ia mencoba untuk bangun, tiba-tiba tubuhnya ambruk lagi kerena tendangan dari seseorang dari belakang. Furqon seketika menggenggam erat tanah bekas cangkulannya, dengan sigap ia lempar tanah liat yang lembek itu kearah belakang. Namun Furqon sama sekali tidak mengenai targetnya. Dengan buram ia melihat bayangan seseorang “Pak Luk…man…” ujar Furqon, pandangan Furqon juga beralih kearah tangan pak Lukman yang memegang palu. Furqon tersenyum kecut, dan memegang belakang kepalanya, “Hanya luka keci
Brummm Brummm, “Cepat buka, Brengsek!” teriak Furqon dari luar pagar.Hasan yang saat itu bertugas menjadi kelabakan, dengan cepat ia membuka pagar yang telah di tabrak Furqon beberapa kali.“Hati-hati, Tuan, sabar, nanti pagar sama motornya sama-sama hancur…” lirih Hasan yang masih gemetar karena terkejut juga takut melihat reaksi Furqon.Dengan gas full Furqon segera sampai kedepan pintu rumah, “Lukman! dimana kamu? Diyah! Dasar kalian brengsek! Pangeran! Kharisma! Kalian dimana?” teriak Furqon.Hasan tiba-tiba datang dengan napas yang terengah-engah karena dari tadi ia berusaha mengejar Furqon.“Tuan muda, ad ada apa sebenarnya?” tanya Hasan dengan suara yang terpenggal-penggal.“Telepon polisi! Cepat!” perintah Furqon.“Cepat telepon, beritahu kalau Lukman dan Diyah sedang berusaha membunuh saudara-saudaraku! Cepat!” teriak Furqon.Furqon berlari Ke arah dapur dan meninggalkan Hasan, ia melihat bahwa dapur dalam keadaan kosong! Ia lalu berlari kearah gudang.“Pangeran! Kharisma! K
Furqon mendorong motornya menuju ke Pom bensin terdekat, atau tempat penjual bensin eceran. Suasana sangat ramai sekali, motor-motor lewat tanpa ada yang bertanya atau menawarkan bantuan pada Furqon. Furqon juga tidak memiliki teman atau kerabat yang bisa dimintai tolong selain Pangeran. “Ahh Pangeran, mungkin mereka sudah sampai di sebuah cafe atau rumah makan…” ujar Furqon.Furqon berlari kecil mendorong motor kesayangannya, ia ingin cepat menemui penjual bensin terdekat, karena ia mengkhawatirkan keadaan sepupunya itu, “Tapi aneh sekali, biasanya dia akan memberitahuku kemanapun dan kapanpun dia akan pergi, atau pulang kerumah…” ujar Furqon.Furqon berhenti mendorong motornya, ia mengeluarkan ponsel dari saku celannya dan mencari nama Pangeran.Teettttt Teetttt Teeetttt“Kenapa belum diangkat? apa mereka masih diperjalanan?” gumam Furqon. Furqon mendorong motornya sambil berlari, ia sangat khawatir dan perasaannya tidak enak, “Aku harap mereka baik-baik saja…” gumam Furqon.“Hei F
“Abang!!!” teriak Kharisma melihat tubuh Pangeran yang menggelinding dari atas, Kharisma yang berdiri di tengah-tengah anak tangga juga tidak bisa mengelak tubuh Pangeran mengenai kakinya hingga Kharismapun ikut terjatuh. Di anak tangga terakhir, Pangeran telah tidak sadarkan diri dan pendarahan di kepalanya juga tidak berhenti. Kharisma masih separuh sadar, pandangannya mulai buram, “Abang….” Gumamnya ketika melihat Pangeran yang tergeletak tidak sadarkan diri, perlahan kesadaran Kharismapun menghilang. Dringgg Dringgg nada dering dari ponsel Pangeran berbunyi, “Pak, Tuan Muda nelpon?” gumam bu Diyah seraya memandang pak Lukman dengan tatapan khawatir. “Jangan diangkat, Bu...” jawab pak Lukman dengan bergantian menatap bu Diyah dan posel Pangeran. Dringg Driing Dringg…. Suara telepon rumah berbunyi. Bu Diyah kembali memandang ke arah pak Lukman, “Angkat! Pasti itu Tuan Muda…” seru pak Lukman. Bu Diyah dengan cepat bergegas mengangkat telepon rumah, “Hallo, iyaa tuan. Tuan Panger
Pak Lukman menghampiri Pangeran yang masih berdiri di depan pintu kamar Kharisma, “Tuan, Hari ini saya memancing, jadi apa tuan mau ikut bakar-bakar ikan dengan kami?” tanya pak Lukman pada Pangeran. “Oh, Boleh Pak, tapi nanti saja setelah Furqon pulang. Saya takut kalau nanti Furqon marah. Bapak tau sendirikan bagaimana Furqon?” jawab Pangeran dengan santai. Pak Lukman menghembuskan napas pelan, “Hmm baiklah kalau begitu…” pak Lukman menunduk dan memasukkan kedua tangannya ke saku celananya. Timbul rasa iba dari hati Pangeran melihat pak Lukman. Lalu tiba-tiba ponsel Pangeran berdering, Pangeran menjauhi pak Lukman beberapa langkah, “Halo maa, Akkhh!” Pangeran tiba-tiba merasakan rasa sakit dan nyeri yang menghantam kepalanya. Pangeran memegang belakang kepalanya, terasa cairan hangat membasahi tangannya, “Darah?” “Aaaaaaa Abang!” teriak Kharisma yang baru saja membuka pintu kamarnya. “Abang, kamu tidak apa-apa?” tanya Kharisma dengan panik. Ia menopang tubuh Pangeran yang hampir
Pak Lukman seketika membeku, namun dengan cepat ia mengubah ekspresinya dan menguasai situasi, “Tabung gas apa maksudnya, Non?” tanya pak Lukman.“Empp tidak ada Pak, sepertinya saya salah lihat. Bapak mirip dengan pria yang selalu mengantar tabung gas di kompleks kami…” jawab Kharisma terbata dengan senyum yang terpaksa.Pak Lukman bisa melihat tangan Kharisma yang gemetar dan wajah yang terlihat pucat pasi, “Apa kamu baik-baik saja?” tanya pak Lukman dengan tatapan curiga pada Kharisma.“Empp empp se sebenarnya aku, kondisiku kurang baik, Pak. Aku sedang megalami nyeri haid…” jawab Kharisma sekenanya, karena ia menyadari bahwa pak Lukman mencurigainya.Tanpa sengaja pak Lukman melihat bercak darah merah pada celana putih Kharisma yang bagian betis, “Ohh, pantesan saja wajah kamu terlihat pucat sekali, tubuh kamu juga gemetar begini. Coba tanyakan ke istri saya apa obat untuk nyeri haid, istri saya lumayan mengerti kalau masalah obat herbal atau jamu-jamu gitu…” jawab pak Lukman.Men
Kharisma mengangguk, lalu setelahnya Pangeran mengacak rambut Kharisma, dan ia segera keluar kamar. Kharisma mendengus kesal karena rambutnya yang teracak. Ia pun segera mengunci pintu.Kharisma kembali berjongkok menahan nyeri perutnya. Tapi seketika ia merasa ada yang aneh di sini, “Memangnya kenapa sih aku tidak boleh membuka pintu selain untuk Pangeran dan Furqon. Ada sesuatu yang aneh sekali disini. Mereka bertingkah seolah-olah pembantu mereka adalah pembunuh. Jangan makan apapun, jangan ini, jangan itu, bahkan makan malampun beli di luar!” Kharisma bermonolog.“Tapi jika memang pembantu mereka orang yang berbahaya, kenapa mereka masih memperkerjakan pembantu itu? atau….” Seketika Kharisma menutup mulutnya, matanya membulat seakan menyadari sesuatu.“Mereka semua berbahaya, dan aku, Ahh tidak mungkin manusia es dan Pangeran itu juga berbahaya. Atau aku hanya dijadikan umpan? Ahh rasanya tidak mungkin...” Kharisma mengelus dadanya sendiri, ia mencoba untuk bersikap tenang.Mata K
Ketiga insan itu kembali ke kediaman Furqon setelah sebelumnya mereka makan siang diluar. Pak Hasan yang telah mulai bekerja kembali, segera membuka pintu melihat motor Pangeran dan mobil Furqon di depan pagar.Mobil dan motor itupun sampai di garasi.“Kapan pak Hasan kembali, Fur?” tanya Pangeran begitu Furqon keluar dari mobil.“Tadi pagi,” jawab Furqon singkat, lalu mengajak Kharisma masuk, “Ayo!”Pangeran dan Kharisma pun mengikuti langkah Furqon. Sesampainya di pintu masuk, mereka di sambut hangat oleh bu Diyah.“Tuan muda udah pulang, silahkan masuk tuan…” sambut bu Diyah. Matanya menyipit melihat Kharisma di belakang Furqon.Furqon mengerti maksud dari pandangan bu Diyah, lalu berkata, “Dia tamuku! Dia akan tinggal di sini untuk sementara ini…”Diyah kembali tersenyum melihat Kharisma, “Ohh baiklah, tuan… silahkan masuk! Makan siang sudah saya siapkan…”“Kami sudah makan siang…” jawab Furqon singkat lalu melangkah menuju lantai atas.“Karisma, ini kamarmu, kunci khususmu belum