Di tengah isak tangisnya yang tersedu-sedu, tiba-tiba furqon merasa ada sesuatu yang hangat menyentuh pundaknya.
“Tangan?” furqon membatin, lalu dengan sigap ia menagkap tangan itu dan membanting tubuh orang itu ketanah.
“Awwww” teriak perempuan itu.
“Siapa kamu” tanya furqon sinis.
“Seharusnya minta maaf dulu, baru bertanya siapa aku” jawab perempuan itu.
Furqon tidak menjawab dan bahkan tidak menolongnya, ia hanya menatap sinis perempuan itu. melihat furqon hanya diam saja, perempuan itu lalu berdiri dan menepuk-nepuk kecil pakaian yang ia kenakan agar tanah yang lengket tadi bisa bersih.
“Kamu kasar sekali” ucap perempuan itu lagi. furqon hanya diam saja. lalu perempuan itu bersuara.
“Apa kamu yatim piatu? apa mereka baru saja meninggal?” tanya perempuan itu lalu melihat kearah batu nisan.
“Ohhh 2010 yaa, sekarang 2015 bearti sudah lima tahun&rdquo
Perempuan itu berkata “Aku suka, tapi sekarang aku sangat membenci keramaian, aku ingin tempat yang sepi dimana hanya ada ketenangan”.Mendengar hal itu Furqon jadi mengingat dirinya sendiri hingga tanpa sadar ia berkata “Apa kamu mau tinggal bersamaku?”.“Hahaha bagaimana mungkin? apa kamu mau menikahiku?” ucap perempuan itu dengan mudahnya sambil tertawa.Lalu Perempuan itu menoleh kearah makam kedua orang tua Furqon lalu berkata “Om, tante, apa aku ini calon menantu idaman bagi kalian?” ucapnya tersenyum jahil tapi terlihat sangat manis sekali.Furqon yang menyadari kebodohannya lalu tersenyum kecil, dan berkata “Aku tinggal sendiri bersama para pembantu dirumahku. Dan orang tuaku juga sedang berpiknik disini”, ucap furqon sambil menoleh kearah makam kedua orang tuanya.“Hmm aku… aku .. mau… tapi aku tidak bisa pindah begitu saja dari panti asuhan, banyak prosedur ya
Setelah pergi ke kamarnya, larasati bertanya pada dirinya sendiri “Apa Tuan muda Furqon tidak mencintaiku lagi? atau memang tidak pernah mencintaiku?” larasati jadi terbayang masa lalunya dengan Furqon.*Flash back On*Saat pertama kali Larasati pindah ke rumah Furqon, ketika mereka berusia sebelas tahun, ia melihat Furqon hanya terdiam membeku didepan jendela dengan pandangan kosong.“Ibu, dia siapa?” sambil melihat kearah jendela tepat dimana furqon berdiri.“Dia adalah Tuan muda sekaligus pemilik rumah ini sekarang” jawab Bu diyah.Lalu Larasati hanya menoleh dan tersenyum kearah Furqon, lalu setelah beberapa saat Furqon pun tersenyum.Setiap harinya Furqon tidak pernah tersenyum atau bicara kepada siapapun, tapi setiap kali ia berpapasan dengan Larasati ia selalu membalas senyum Larasati.Ketika Larasati menangis, Furqon datang dengan sapu tangan khususnya dan memberinya kepada Larasati. Ia deng
Setelah semua orang pergi, ia berkata lirih “Apakah pembunuh itu kembali? Apakah Pak seno??”Tubuhnya membeku masa lalu seolah langsung terpapar nyata dihadapannya. Kepalanya langsung sakit melihat darah pak seno yang masih dilantai. Ia meremas kuat rambutnya menahan sakit kepala. “Jaaangaaannn …. Tuaann haliiimmm…. Tooloonggg…” Tiba-tiba ia mendengar suara teriakan putri pak seno. Ia melihat ke kiri dan kekanan, di setiap sisi ia melihat putri pak seno yang berteriak ketakutan.“berhentilah memanggil nama ayah ku, ayahku tidak pernah dan tidak akan pernah melakukan hal itu…!!!” Furqon berteriakTiba-tiba ia melihat pak seno yang menancapkan pisau berkali-kali sambil tertawa terbahak-bahak dan ibunya tergeletak dilantai bersimbahkan darah. Semua pandangan yang menghantuinya selama ini bermain-main didepan matanya.Ia tidak tahan hingga akhirnya ia merasakan kakinya berjalan keluar rumah
“Kakek dari tadi bersama aku disini, memangnya kenapa fur?” tanya Rahelsa kepada Furqon.“Ohhh.. tidak ada apa-apa. Tadi aku melihat korban kecelakaan dan aku pikir tadi itu pak lukman,” jawab furqon terbata.“Tapi kamu lebih terlihat sedang mencari tersangka dari pada korban kecelakaan itu!” sanggah Rahelsa.Furqon yang terkejut mendengar penuturan Rahelsa jadi salah tingkah. Ia menatap Rahelsa dan pak Lukman secara bergantian, hingga akhirnya sebuah kalimat terlontar dari bibirnya “Kalau begitu saya permisi pak, maaf mengganggu.”“Masuk dulu nak, kamu terlihat sangat kelelahan sekali,” ucap pak Seno yang melihat keringat sebesar biji jagung di kening dan diujung pelipis matanya.“Tidak pak, terima kasih” ucap Furqon lalu segera membalikkan badan meninggalkan kediaman pak Seno.Furqon segera berlari ke jalan raya dan memanggil sebuah Taxi. Ia segera menyusul
“Apakah itu orang yang sama Fur?” tanya pangeran.“Tidak, sepertinya orang yang ada di CCTV masih berusia dua puluh tahunan” ucap Furqon.“Apa mungkin itu adalah anak dari sang pembunuh?” tanya Pangeran lagi.Furqon mencoba mengingat pak Seno, yang dia tahu anaknya yang paling muda adalah putrinya yang sekarang mengidap gangguan jiwa.“Apa mungkin pak Seno punya punya anak yang lain lagi?” Furqon berucap pelan, tapi masih terdengar oleh Pangeran.“Pak Seno? Siapa dia?” tanya pangeran sambil melihat kearah Furqon yang terlihat sedang berpikir.Tiba-tiba ponsel Pangeran bordering, ia langsung mengangkat.“Iyaa, Aku dan Furqon baik-baik saja… Aku akan kesana lima belas hari lagi… Okay….” Pangeran menutup ponselnya.“Fur, tadi Abangku, Sultan titip salam, dia minta kamu makan teratur!” Ucap Pangeran sambil tersenyum kearah Furqo
Furqon dengan cepat melajukan motornya menuju ketempat seseorang yang tadi ia hubungi melalui telepon. Ia sampai di sebuah toko elektronik dan langsung disambut hangat oleh sang pemilik toko.“Haiii tuan muda Hadinata Furqon Utama, bagaimana kabarmu?” kata sang pemilik toko.“Aku baik tuan Haidar, bagaimana kabarmu?” sahut urqon. Ya dia adalah Hairdar Smith seorang pebisnis elektronik. Yang berdarah indo dan inggris. Furqon terbiasa memanggilnya Haidar bukan smith karena itu adalah permintaan dari Haidar.“kabarku baik, apa kamu membutuhkan sesuatu tuan Utama? tanya Haidar.“Aku membutuhkan kamera tersembunyi berukuran kecil dengan kualitas terbaik,” jawab Furqon.“Ohhh kamu bisa memilih sesukamu” ucap Haidar lalu menunjukkan koleksi kameranya yang hampir lengkap dari semua merk seluruh dunia mulai dari harga terendah hingga harga tertinggi.Furqon hanya mencari kamera dengan kualitas yan
Setelah matahari mulai tenggelam, Pangeran menghempaskan tubuhnya di sofa mewah yang ada di ruang tamu ia lelah karena telah melalui hari yang sangat panjang dan berat. Baru saja pangeran hendak memejamkan matanya, Furqon langsung muncul dihadapannya.“Apa kamu menemukan sesuatu?” tanya Furqon.“Sesuatu?” tanya pangeran yang dalam keadaan lelah dan teramat malas.“Yaa dari CCTV para tetangga…” jawab Furqon.“Ohhh iyaa.. aku sudah melihat wajah pembunuh itu dan juga nomer plat motornya” ujar Pangeran.“Bagus, kita langsung hubungi polisi saja” jawab Furqon.“Ohh… aku pikir kamu akan melarangku, dan mencari orang itu sendiri,” seru Pangeran sambil terkekeh.“Semakin banyak yang mencarinya maka akan semakin cepat ia tertangkap!” ucap Furqon.“Iyaa sih… lagi pula kita tidak boleh sok jagoan dan mengabaikan polisi yang dise
Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Perut yang keroncongan membuat Pangeran akhirnya membuka matanya.“Apa? sudah jam sepuluh pagi…” mata Pangeran membulat tidak percaya. Ia seharusnya tidak membuang waktu dan mencari petunjuk tentang datang penyerangan pak Lukman.Pangeran segera berlari kekamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Sekitar sepuluh menit ia didalam kamar mandi, lalu ia keluar dan segera mengenakan pakaiannya. Pangerann terlihat tampan dengan baju kaos putih dan celana chino hitam longgar yang ia gunakan.Segera ia lajukan motornya menuju kantor polisi.“Pagi pak, saya Pangeran Mirza Haris, sepupu dari Hadinata Furqon Utama. Bagaimana dengan kasus penyeran terhadap sopir kami? Apa sudah ada perkembangannya?” tanya Pangeran pada kepala polisi yang duduk di depannya.“Begini dik, kami masih dalam proses investigasi dan sedang berusaha mencari barang bukti dan pelaku berdasarkan keterangan yang
Saat bu Diyah dan Pak Lukman mengangkat tubuh Furqon, tiba-tiba langkah pak Lukman terhenti.“Bu, Bagaimana kalau Tuan Furqon sudah melaporkan kita ke polisi?” ujar pak Lukman tiba-tiba.“Huh? apa itu mungkin?” tanya bu Diyah dengan ragu.“Apa nya yang tidak mungkin, Bu? Ibu lihat sendirikan bagaimana dia seperti kerasukan tadi saat memanggil nama kita,” tukas pak Lukman dengan wajah serius.“Iya sih, Pak, tadi dia bilang ke Hasan untuk melaporkan kita ke polisi. Jadi ini bagaimana, Pak? Apa kita bunuh saja?” tanya bu Diyah yang sudah mulai panik.“Ibu, sih. Tadi kan Bapak juga udah bilang, harusnya dibunuh saja! tapi ibu bilang harus tunggu amnesia dulu,” gerutu pak Lukman yang mulai kesal.“Jadi ini bagaimana Pak?” ujar bu Diyah.“Sekarang kalau kita membunuh Tuan Furqon, itu tidak akan menguntung apapun bagi kita, jika kita biarkan hidup pun, kita juga pasti akan dipenjara,” ujar Pak Lukman dengan menatap tajam pada bu Diyah.“Ya sudah, bunuh saja, Pak, karena keadaan kita tidak ak
“Pangeran!” teriak Furqon menggelegar setiap cangkul itu melayang ke udara. “Kharisma!” teriak Furqon lagi. Furqon terus menggali tanah itu semakin lama tanah itu terasa semakin padat, “Apa ini? kenapa tanah ini semakin padat?” ucap Furqon. Tanpa mempedulikan kejanggalan itu, Furqon terus menggali tanah itu. Brukkk! Tiba-tiba ada yang memukul kepala Furqon, “Akh!” lirih Furqon. Seketika tubuh Furqon ambruk ke tanah. Pandangan Furqon menjadi buram dan berputar-putar, ia merasa pitam. Lalu ia mencoba untuk bangun, tiba-tiba tubuhnya ambruk lagi kerena tendangan dari seseorang dari belakang. Furqon seketika menggenggam erat tanah bekas cangkulannya, dengan sigap ia lempar tanah liat yang lembek itu kearah belakang. Namun Furqon sama sekali tidak mengenai targetnya. Dengan buram ia melihat bayangan seseorang “Pak Luk…man…” ujar Furqon, pandangan Furqon juga beralih kearah tangan pak Lukman yang memegang palu. Furqon tersenyum kecut, dan memegang belakang kepalanya, “Hanya luka keci
Brummm Brummm, “Cepat buka, Brengsek!” teriak Furqon dari luar pagar.Hasan yang saat itu bertugas menjadi kelabakan, dengan cepat ia membuka pagar yang telah di tabrak Furqon beberapa kali.“Hati-hati, Tuan, sabar, nanti pagar sama motornya sama-sama hancur…” lirih Hasan yang masih gemetar karena terkejut juga takut melihat reaksi Furqon.Dengan gas full Furqon segera sampai kedepan pintu rumah, “Lukman! dimana kamu? Diyah! Dasar kalian brengsek! Pangeran! Kharisma! Kalian dimana?” teriak Furqon.Hasan tiba-tiba datang dengan napas yang terengah-engah karena dari tadi ia berusaha mengejar Furqon.“Tuan muda, ad ada apa sebenarnya?” tanya Hasan dengan suara yang terpenggal-penggal.“Telepon polisi! Cepat!” perintah Furqon.“Cepat telepon, beritahu kalau Lukman dan Diyah sedang berusaha membunuh saudara-saudaraku! Cepat!” teriak Furqon.Furqon berlari Ke arah dapur dan meninggalkan Hasan, ia melihat bahwa dapur dalam keadaan kosong! Ia lalu berlari kearah gudang.“Pangeran! Kharisma! K
Furqon mendorong motornya menuju ke Pom bensin terdekat, atau tempat penjual bensin eceran. Suasana sangat ramai sekali, motor-motor lewat tanpa ada yang bertanya atau menawarkan bantuan pada Furqon. Furqon juga tidak memiliki teman atau kerabat yang bisa dimintai tolong selain Pangeran. “Ahh Pangeran, mungkin mereka sudah sampai di sebuah cafe atau rumah makan…” ujar Furqon.Furqon berlari kecil mendorong motor kesayangannya, ia ingin cepat menemui penjual bensin terdekat, karena ia mengkhawatirkan keadaan sepupunya itu, “Tapi aneh sekali, biasanya dia akan memberitahuku kemanapun dan kapanpun dia akan pergi, atau pulang kerumah…” ujar Furqon.Furqon berhenti mendorong motornya, ia mengeluarkan ponsel dari saku celannya dan mencari nama Pangeran.Teettttt Teetttt Teeetttt“Kenapa belum diangkat? apa mereka masih diperjalanan?” gumam Furqon. Furqon mendorong motornya sambil berlari, ia sangat khawatir dan perasaannya tidak enak, “Aku harap mereka baik-baik saja…” gumam Furqon.“Hei F
“Abang!!!” teriak Kharisma melihat tubuh Pangeran yang menggelinding dari atas, Kharisma yang berdiri di tengah-tengah anak tangga juga tidak bisa mengelak tubuh Pangeran mengenai kakinya hingga Kharismapun ikut terjatuh. Di anak tangga terakhir, Pangeran telah tidak sadarkan diri dan pendarahan di kepalanya juga tidak berhenti. Kharisma masih separuh sadar, pandangannya mulai buram, “Abang….” Gumamnya ketika melihat Pangeran yang tergeletak tidak sadarkan diri, perlahan kesadaran Kharismapun menghilang. Dringgg Dringgg nada dering dari ponsel Pangeran berbunyi, “Pak, Tuan Muda nelpon?” gumam bu Diyah seraya memandang pak Lukman dengan tatapan khawatir. “Jangan diangkat, Bu...” jawab pak Lukman dengan bergantian menatap bu Diyah dan posel Pangeran. Dringg Driing Dringg…. Suara telepon rumah berbunyi. Bu Diyah kembali memandang ke arah pak Lukman, “Angkat! Pasti itu Tuan Muda…” seru pak Lukman. Bu Diyah dengan cepat bergegas mengangkat telepon rumah, “Hallo, iyaa tuan. Tuan Panger
Pak Lukman menghampiri Pangeran yang masih berdiri di depan pintu kamar Kharisma, “Tuan, Hari ini saya memancing, jadi apa tuan mau ikut bakar-bakar ikan dengan kami?” tanya pak Lukman pada Pangeran. “Oh, Boleh Pak, tapi nanti saja setelah Furqon pulang. Saya takut kalau nanti Furqon marah. Bapak tau sendirikan bagaimana Furqon?” jawab Pangeran dengan santai. Pak Lukman menghembuskan napas pelan, “Hmm baiklah kalau begitu…” pak Lukman menunduk dan memasukkan kedua tangannya ke saku celananya. Timbul rasa iba dari hati Pangeran melihat pak Lukman. Lalu tiba-tiba ponsel Pangeran berdering, Pangeran menjauhi pak Lukman beberapa langkah, “Halo maa, Akkhh!” Pangeran tiba-tiba merasakan rasa sakit dan nyeri yang menghantam kepalanya. Pangeran memegang belakang kepalanya, terasa cairan hangat membasahi tangannya, “Darah?” “Aaaaaaa Abang!” teriak Kharisma yang baru saja membuka pintu kamarnya. “Abang, kamu tidak apa-apa?” tanya Kharisma dengan panik. Ia menopang tubuh Pangeran yang hampir
Pak Lukman seketika membeku, namun dengan cepat ia mengubah ekspresinya dan menguasai situasi, “Tabung gas apa maksudnya, Non?” tanya pak Lukman.“Empp tidak ada Pak, sepertinya saya salah lihat. Bapak mirip dengan pria yang selalu mengantar tabung gas di kompleks kami…” jawab Kharisma terbata dengan senyum yang terpaksa.Pak Lukman bisa melihat tangan Kharisma yang gemetar dan wajah yang terlihat pucat pasi, “Apa kamu baik-baik saja?” tanya pak Lukman dengan tatapan curiga pada Kharisma.“Empp empp se sebenarnya aku, kondisiku kurang baik, Pak. Aku sedang megalami nyeri haid…” jawab Kharisma sekenanya, karena ia menyadari bahwa pak Lukman mencurigainya.Tanpa sengaja pak Lukman melihat bercak darah merah pada celana putih Kharisma yang bagian betis, “Ohh, pantesan saja wajah kamu terlihat pucat sekali, tubuh kamu juga gemetar begini. Coba tanyakan ke istri saya apa obat untuk nyeri haid, istri saya lumayan mengerti kalau masalah obat herbal atau jamu-jamu gitu…” jawab pak Lukman.Men
Kharisma mengangguk, lalu setelahnya Pangeran mengacak rambut Kharisma, dan ia segera keluar kamar. Kharisma mendengus kesal karena rambutnya yang teracak. Ia pun segera mengunci pintu.Kharisma kembali berjongkok menahan nyeri perutnya. Tapi seketika ia merasa ada yang aneh di sini, “Memangnya kenapa sih aku tidak boleh membuka pintu selain untuk Pangeran dan Furqon. Ada sesuatu yang aneh sekali disini. Mereka bertingkah seolah-olah pembantu mereka adalah pembunuh. Jangan makan apapun, jangan ini, jangan itu, bahkan makan malampun beli di luar!” Kharisma bermonolog.“Tapi jika memang pembantu mereka orang yang berbahaya, kenapa mereka masih memperkerjakan pembantu itu? atau….” Seketika Kharisma menutup mulutnya, matanya membulat seakan menyadari sesuatu.“Mereka semua berbahaya, dan aku, Ahh tidak mungkin manusia es dan Pangeran itu juga berbahaya. Atau aku hanya dijadikan umpan? Ahh rasanya tidak mungkin...” Kharisma mengelus dadanya sendiri, ia mencoba untuk bersikap tenang.Mata K
Ketiga insan itu kembali ke kediaman Furqon setelah sebelumnya mereka makan siang diluar. Pak Hasan yang telah mulai bekerja kembali, segera membuka pintu melihat motor Pangeran dan mobil Furqon di depan pagar.Mobil dan motor itupun sampai di garasi.“Kapan pak Hasan kembali, Fur?” tanya Pangeran begitu Furqon keluar dari mobil.“Tadi pagi,” jawab Furqon singkat, lalu mengajak Kharisma masuk, “Ayo!”Pangeran dan Kharisma pun mengikuti langkah Furqon. Sesampainya di pintu masuk, mereka di sambut hangat oleh bu Diyah.“Tuan muda udah pulang, silahkan masuk tuan…” sambut bu Diyah. Matanya menyipit melihat Kharisma di belakang Furqon.Furqon mengerti maksud dari pandangan bu Diyah, lalu berkata, “Dia tamuku! Dia akan tinggal di sini untuk sementara ini…”Diyah kembali tersenyum melihat Kharisma, “Ohh baiklah, tuan… silahkan masuk! Makan siang sudah saya siapkan…”“Kami sudah makan siang…” jawab Furqon singkat lalu melangkah menuju lantai atas.“Karisma, ini kamarmu, kunci khususmu belum