Furqon dengan cepat melajukan motornya menuju ketempat seseorang yang tadi ia hubungi melalui telepon. Ia sampai di sebuah toko elektronik dan langsung disambut hangat oleh sang pemilik toko.
“Haiii tuan muda Hadinata Furqon Utama, bagaimana kabarmu?” kata sang pemilik toko.
“Aku baik tuan Haidar, bagaimana kabarmu?” sahut urqon. Ya dia adalah Hairdar Smith seorang pebisnis elektronik. Yang berdarah indo dan inggris. Furqon terbiasa memanggilnya Haidar bukan smith karena itu adalah permintaan dari Haidar.
“kabarku baik, apa kamu membutuhkan sesuatu tuan Utama? tanya Haidar.
“Aku membutuhkan kamera tersembunyi berukuran kecil dengan kualitas terbaik,” jawab Furqon.
“Ohhh kamu bisa memilih sesukamu” ucap Haidar lalu menunjukkan koleksi kameranya yang hampir lengkap dari semua merk seluruh dunia mulai dari harga terendah hingga harga tertinggi.
Furqon hanya mencari kamera dengan kualitas yan
Setelah matahari mulai tenggelam, Pangeran menghempaskan tubuhnya di sofa mewah yang ada di ruang tamu ia lelah karena telah melalui hari yang sangat panjang dan berat. Baru saja pangeran hendak memejamkan matanya, Furqon langsung muncul dihadapannya.“Apa kamu menemukan sesuatu?” tanya Furqon.“Sesuatu?” tanya pangeran yang dalam keadaan lelah dan teramat malas.“Yaa dari CCTV para tetangga…” jawab Furqon.“Ohhh iyaa.. aku sudah melihat wajah pembunuh itu dan juga nomer plat motornya” ujar Pangeran.“Bagus, kita langsung hubungi polisi saja” jawab Furqon.“Ohh… aku pikir kamu akan melarangku, dan mencari orang itu sendiri,” seru Pangeran sambil terkekeh.“Semakin banyak yang mencarinya maka akan semakin cepat ia tertangkap!” ucap Furqon.“Iyaa sih… lagi pula kita tidak boleh sok jagoan dan mengabaikan polisi yang dise
Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Perut yang keroncongan membuat Pangeran akhirnya membuka matanya.“Apa? sudah jam sepuluh pagi…” mata Pangeran membulat tidak percaya. Ia seharusnya tidak membuang waktu dan mencari petunjuk tentang datang penyerangan pak Lukman.Pangeran segera berlari kekamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Sekitar sepuluh menit ia didalam kamar mandi, lalu ia keluar dan segera mengenakan pakaiannya. Pangerann terlihat tampan dengan baju kaos putih dan celana chino hitam longgar yang ia gunakan.Segera ia lajukan motornya menuju kantor polisi.“Pagi pak, saya Pangeran Mirza Haris, sepupu dari Hadinata Furqon Utama. Bagaimana dengan kasus penyeran terhadap sopir kami? Apa sudah ada perkembangannya?” tanya Pangeran pada kepala polisi yang duduk di depannya.“Begini dik, kami masih dalam proses investigasi dan sedang berusaha mencari barang bukti dan pelaku berdasarkan keterangan yang
“Permisi…..” ucap pangeran dibalik pintu, lalu ia mengetuk pintu hingga panggilan ketiga kalinya, pintu tetap tidak terbuka. Lalu ia mengintip melalui jendela kaca rumah pak Seno. ia hanya melihat ruangan kosong. Samar samar ia melihat seseorang gadis yang terpasung kakinya, yang mencoba bergerak dengan cara merayap dilantai. “Siapa itu?” gumam Pangeran. Lalu tiba-tiba matanya melotot dan terlintas sesuatu dipikirannya. Lalu ia mendobrak pintu rumah pak Seno. Brakkkkk pintu rumah pak Seno pun berhasil dibuka paksa oleh Pangeran. “Si… siapa kamu?” tanya wanita itu. Lalu Pangeran buru-buru menghampiri wanita itu, “Mbak tidak apa-apa? apa yang terjadi? Apa mbak diculik?” tanya Pangeran bertubi-tubi. “Siapa kamu? Jangan mendekat!” ucap wanita itu ketakutan. “Tidak mbak, aku bukan orang jahat, aku mau menolong mbak…” ucap Pangeran sambil menatap wanita itu. ia pun bergegas mencari sesuatu untuk menghancurkan gembok besar yang mengun
Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, suasana rumah yang sunyi mencengkam terlihat sangat menyeramkan.Kesunyian itu menyelimuti Furqon yang duduk di meja makan. Pertama kalinya ia makan tanpa merasa takut akan mati karena keracunan.Suara bel memecahkan sunyian itu, Furqon sudah menebak siapa yang akan datang. Ia dengan langkah santai membuka pintunya. Ternyata dugaannya benar, itu adalah Pangeran.“Sudah makan?” tanya Furqon. Ia tidak menanyakan kenapa hari ini Pangeran pulang malam, karena ia berpikir pasti Pangeran berusaha membantunya mencari bukti.“Tadi… Aku bertemu Pak Seno…” ujar pangeran sambil menatap kosong kedepan.Furqon yang telah duduk di kursi meja makan mulai menyantap kembali makanannya, lalu tiba-tiba saja ia terhenti karena ucapan Pangeran, “Tadi aku bertemu Pak Seno dirumahnya…” ucap Pangeran dengan wajah sendu.“Lalu…” tanya Furqon dengan
Mata tajam Intan menatap nanar pada Rahelsa.“Kenapa juga si Rahelsa ikut campur. Sok jadi pahlawan…” Intan gergumam halus.“Aku tanya sekali lagi, sejak kapan kemewahan tampilan jadi indikator kesopanan?” tanya Rahelsa sambil dengan menatap sinis Salsa, Intan dan Irma.“Sudah, jangan ikut campur! Kamu tidak usah sok jadi pahlawan disin!” jawab Salsa dengan menyunggingkan senyum sinis seolah dia juga meremehkan Rahelsa.“Apa? Pahlawan?” sahut Rahelsa sambil alisnya terangkat sebelah menandakan ia heran dengan jawaban Salsa.“Iyaa nih, kamu tidak akan mengerti karena kamu sama saja dengan dia, beberapa orang dari golongan rendah tidak akan mengerti cara bersikap sopan santun…” Lagi-lagi Rahelsa diberi sunggingan senyum yang sangat menyayat hati teman Intan yang lainnya yaitu Irma.“Hahaha ehhmm…” Rahelsa merasa hatinya sangat geli hingga ia sedikit te
“Halo… gadis itu sudah di dalam mobil…” sahut seorang lelaki berkulit kulit langsat, bertubuh tinggi dan menggunakan seragam sopir.“Yaa sudah, bawa dia ke salah satu hotel yang kedap suara…” jawab seoseorang dibalik telepon…“Yaa, baik lah Nona…” jawab Sopir itu. ia langsung masuk ke mobil dan melajukan mobilnya ke hotel terdekat.Rahelsa merasa hidungnya gatal karena bau sebuah sapu tangan yang berkeringat, ia berusaha menahan reaksi hidungnya yang seketika ingin bersin. Ia menahan napasnya dan akhirnya angina itu keluar dari bawah.“Pouttt!” suara kentut Rahelsa terdengar jelas sekali oleh sang supir.“What? Anak gadis kok tidur sambil kentut…” sahut sang supir kesal dan membuka penutup mobil.Yaa Rahelsa sebenarnya tidak pingsan sama sekali.*Flash Back*Ketika Rahelsa ingin membersihkan bajunya, tiba-tiba mulutya disumpal
Tubuh Rahelsa tergeletak dikursi belakang mobil. Sesekali ia melirik kearah sopir yang tidak menyadari bahwa sanderanya hanya pura-pura pingsan.Setelah sampai ditempat tujuan, Sopir itu membuka sedikit jendela mobil miliknya agar Rahelsa bisa bernapas.Selesai melakukan check in, sopir itu membopong tubuh Rahelsa dibahunya. Tubuh Rahelsa diletakkan dengan pelan diatas kasur persegi panjang milik hotel itu.“Apakah aku akan diperkosa?” Rahelsa membatin. Jantungnya berdetak kencang, antara takut dan nekat.“Hmmm kasihan sekali kamu nona, aku tidak bisa menentang permintaan Bosku, Orang tuaku sedang sakit dan butuh uang…” laki-laki itu bergumam.Kemudian ia menatap lirih kearah Rahelsa, “Aku harap sesuatu yang buruk tidak akan menimpamu…” ucap Sopir itu dengan hati yang sangat berat dan rasa bersalah menyergap dirinya.Sopir itu pelan dengan langkah yang teramat berat ia berjalan menuju pintu,
“Irma??? Kamu tidak apa-apa?” teriak Salsa lalu berlari menghampir Irma yang masih meringis. Lalu ia beralih menatap Rahelsa dan berteriak“Heiii apa kamu Psikopath? Haa?”Rahelsa lalu mencibir, hatinya terasa bagai digelitik oleh kalimat salsa, “Apa kalian tidak sadar, sejak dipesta tadi sampai sekarang, kalian hanya mengatakakan kata-kata yang seharusnya untuk diri kalian…” ucap Rahelsa sambil matanya nanar menatap Salsa.Rahelsa memutar bokongnya yang awalnya menghadap Intan didepan kasur, sekarang posisinya berada ditepi kasur. Kakinya menjajaki lantai kamar hotel itu. dengan lihai tangannya memutar benda pipih miliknya.“Awalnya sih, aku mau menyuruh seseorang untuk meniduri dia, tapi aku tidak setega itu… bisa-bisa dia tidak tersiksa tapi malah enak-enakan hahahha…”“Baiklah, jadi harus kita apakan?”“Aku hanya akan membuat dia menuruti segala permintaanku&h
Saat bu Diyah dan Pak Lukman mengangkat tubuh Furqon, tiba-tiba langkah pak Lukman terhenti.“Bu, Bagaimana kalau Tuan Furqon sudah melaporkan kita ke polisi?” ujar pak Lukman tiba-tiba.“Huh? apa itu mungkin?” tanya bu Diyah dengan ragu.“Apa nya yang tidak mungkin, Bu? Ibu lihat sendirikan bagaimana dia seperti kerasukan tadi saat memanggil nama kita,” tukas pak Lukman dengan wajah serius.“Iya sih, Pak, tadi dia bilang ke Hasan untuk melaporkan kita ke polisi. Jadi ini bagaimana, Pak? Apa kita bunuh saja?” tanya bu Diyah yang sudah mulai panik.“Ibu, sih. Tadi kan Bapak juga udah bilang, harusnya dibunuh saja! tapi ibu bilang harus tunggu amnesia dulu,” gerutu pak Lukman yang mulai kesal.“Jadi ini bagaimana Pak?” ujar bu Diyah.“Sekarang kalau kita membunuh Tuan Furqon, itu tidak akan menguntung apapun bagi kita, jika kita biarkan hidup pun, kita juga pasti akan dipenjara,” ujar Pak Lukman dengan menatap tajam pada bu Diyah.“Ya sudah, bunuh saja, Pak, karena keadaan kita tidak ak
“Pangeran!” teriak Furqon menggelegar setiap cangkul itu melayang ke udara. “Kharisma!” teriak Furqon lagi. Furqon terus menggali tanah itu semakin lama tanah itu terasa semakin padat, “Apa ini? kenapa tanah ini semakin padat?” ucap Furqon. Tanpa mempedulikan kejanggalan itu, Furqon terus menggali tanah itu. Brukkk! Tiba-tiba ada yang memukul kepala Furqon, “Akh!” lirih Furqon. Seketika tubuh Furqon ambruk ke tanah. Pandangan Furqon menjadi buram dan berputar-putar, ia merasa pitam. Lalu ia mencoba untuk bangun, tiba-tiba tubuhnya ambruk lagi kerena tendangan dari seseorang dari belakang. Furqon seketika menggenggam erat tanah bekas cangkulannya, dengan sigap ia lempar tanah liat yang lembek itu kearah belakang. Namun Furqon sama sekali tidak mengenai targetnya. Dengan buram ia melihat bayangan seseorang “Pak Luk…man…” ujar Furqon, pandangan Furqon juga beralih kearah tangan pak Lukman yang memegang palu. Furqon tersenyum kecut, dan memegang belakang kepalanya, “Hanya luka keci
Brummm Brummm, “Cepat buka, Brengsek!” teriak Furqon dari luar pagar.Hasan yang saat itu bertugas menjadi kelabakan, dengan cepat ia membuka pagar yang telah di tabrak Furqon beberapa kali.“Hati-hati, Tuan, sabar, nanti pagar sama motornya sama-sama hancur…” lirih Hasan yang masih gemetar karena terkejut juga takut melihat reaksi Furqon.Dengan gas full Furqon segera sampai kedepan pintu rumah, “Lukman! dimana kamu? Diyah! Dasar kalian brengsek! Pangeran! Kharisma! Kalian dimana?” teriak Furqon.Hasan tiba-tiba datang dengan napas yang terengah-engah karena dari tadi ia berusaha mengejar Furqon.“Tuan muda, ad ada apa sebenarnya?” tanya Hasan dengan suara yang terpenggal-penggal.“Telepon polisi! Cepat!” perintah Furqon.“Cepat telepon, beritahu kalau Lukman dan Diyah sedang berusaha membunuh saudara-saudaraku! Cepat!” teriak Furqon.Furqon berlari Ke arah dapur dan meninggalkan Hasan, ia melihat bahwa dapur dalam keadaan kosong! Ia lalu berlari kearah gudang.“Pangeran! Kharisma! K
Furqon mendorong motornya menuju ke Pom bensin terdekat, atau tempat penjual bensin eceran. Suasana sangat ramai sekali, motor-motor lewat tanpa ada yang bertanya atau menawarkan bantuan pada Furqon. Furqon juga tidak memiliki teman atau kerabat yang bisa dimintai tolong selain Pangeran. “Ahh Pangeran, mungkin mereka sudah sampai di sebuah cafe atau rumah makan…” ujar Furqon.Furqon berlari kecil mendorong motor kesayangannya, ia ingin cepat menemui penjual bensin terdekat, karena ia mengkhawatirkan keadaan sepupunya itu, “Tapi aneh sekali, biasanya dia akan memberitahuku kemanapun dan kapanpun dia akan pergi, atau pulang kerumah…” ujar Furqon.Furqon berhenti mendorong motornya, ia mengeluarkan ponsel dari saku celannya dan mencari nama Pangeran.Teettttt Teetttt Teeetttt“Kenapa belum diangkat? apa mereka masih diperjalanan?” gumam Furqon. Furqon mendorong motornya sambil berlari, ia sangat khawatir dan perasaannya tidak enak, “Aku harap mereka baik-baik saja…” gumam Furqon.“Hei F
“Abang!!!” teriak Kharisma melihat tubuh Pangeran yang menggelinding dari atas, Kharisma yang berdiri di tengah-tengah anak tangga juga tidak bisa mengelak tubuh Pangeran mengenai kakinya hingga Kharismapun ikut terjatuh. Di anak tangga terakhir, Pangeran telah tidak sadarkan diri dan pendarahan di kepalanya juga tidak berhenti. Kharisma masih separuh sadar, pandangannya mulai buram, “Abang….” Gumamnya ketika melihat Pangeran yang tergeletak tidak sadarkan diri, perlahan kesadaran Kharismapun menghilang. Dringgg Dringgg nada dering dari ponsel Pangeran berbunyi, “Pak, Tuan Muda nelpon?” gumam bu Diyah seraya memandang pak Lukman dengan tatapan khawatir. “Jangan diangkat, Bu...” jawab pak Lukman dengan bergantian menatap bu Diyah dan posel Pangeran. Dringg Driing Dringg…. Suara telepon rumah berbunyi. Bu Diyah kembali memandang ke arah pak Lukman, “Angkat! Pasti itu Tuan Muda…” seru pak Lukman. Bu Diyah dengan cepat bergegas mengangkat telepon rumah, “Hallo, iyaa tuan. Tuan Panger
Pak Lukman menghampiri Pangeran yang masih berdiri di depan pintu kamar Kharisma, “Tuan, Hari ini saya memancing, jadi apa tuan mau ikut bakar-bakar ikan dengan kami?” tanya pak Lukman pada Pangeran. “Oh, Boleh Pak, tapi nanti saja setelah Furqon pulang. Saya takut kalau nanti Furqon marah. Bapak tau sendirikan bagaimana Furqon?” jawab Pangeran dengan santai. Pak Lukman menghembuskan napas pelan, “Hmm baiklah kalau begitu…” pak Lukman menunduk dan memasukkan kedua tangannya ke saku celananya. Timbul rasa iba dari hati Pangeran melihat pak Lukman. Lalu tiba-tiba ponsel Pangeran berdering, Pangeran menjauhi pak Lukman beberapa langkah, “Halo maa, Akkhh!” Pangeran tiba-tiba merasakan rasa sakit dan nyeri yang menghantam kepalanya. Pangeran memegang belakang kepalanya, terasa cairan hangat membasahi tangannya, “Darah?” “Aaaaaaa Abang!” teriak Kharisma yang baru saja membuka pintu kamarnya. “Abang, kamu tidak apa-apa?” tanya Kharisma dengan panik. Ia menopang tubuh Pangeran yang hampir
Pak Lukman seketika membeku, namun dengan cepat ia mengubah ekspresinya dan menguasai situasi, “Tabung gas apa maksudnya, Non?” tanya pak Lukman.“Empp tidak ada Pak, sepertinya saya salah lihat. Bapak mirip dengan pria yang selalu mengantar tabung gas di kompleks kami…” jawab Kharisma terbata dengan senyum yang terpaksa.Pak Lukman bisa melihat tangan Kharisma yang gemetar dan wajah yang terlihat pucat pasi, “Apa kamu baik-baik saja?” tanya pak Lukman dengan tatapan curiga pada Kharisma.“Empp empp se sebenarnya aku, kondisiku kurang baik, Pak. Aku sedang megalami nyeri haid…” jawab Kharisma sekenanya, karena ia menyadari bahwa pak Lukman mencurigainya.Tanpa sengaja pak Lukman melihat bercak darah merah pada celana putih Kharisma yang bagian betis, “Ohh, pantesan saja wajah kamu terlihat pucat sekali, tubuh kamu juga gemetar begini. Coba tanyakan ke istri saya apa obat untuk nyeri haid, istri saya lumayan mengerti kalau masalah obat herbal atau jamu-jamu gitu…” jawab pak Lukman.Men
Kharisma mengangguk, lalu setelahnya Pangeran mengacak rambut Kharisma, dan ia segera keluar kamar. Kharisma mendengus kesal karena rambutnya yang teracak. Ia pun segera mengunci pintu.Kharisma kembali berjongkok menahan nyeri perutnya. Tapi seketika ia merasa ada yang aneh di sini, “Memangnya kenapa sih aku tidak boleh membuka pintu selain untuk Pangeran dan Furqon. Ada sesuatu yang aneh sekali disini. Mereka bertingkah seolah-olah pembantu mereka adalah pembunuh. Jangan makan apapun, jangan ini, jangan itu, bahkan makan malampun beli di luar!” Kharisma bermonolog.“Tapi jika memang pembantu mereka orang yang berbahaya, kenapa mereka masih memperkerjakan pembantu itu? atau….” Seketika Kharisma menutup mulutnya, matanya membulat seakan menyadari sesuatu.“Mereka semua berbahaya, dan aku, Ahh tidak mungkin manusia es dan Pangeran itu juga berbahaya. Atau aku hanya dijadikan umpan? Ahh rasanya tidak mungkin...” Kharisma mengelus dadanya sendiri, ia mencoba untuk bersikap tenang.Mata K
Ketiga insan itu kembali ke kediaman Furqon setelah sebelumnya mereka makan siang diluar. Pak Hasan yang telah mulai bekerja kembali, segera membuka pintu melihat motor Pangeran dan mobil Furqon di depan pagar.Mobil dan motor itupun sampai di garasi.“Kapan pak Hasan kembali, Fur?” tanya Pangeran begitu Furqon keluar dari mobil.“Tadi pagi,” jawab Furqon singkat, lalu mengajak Kharisma masuk, “Ayo!”Pangeran dan Kharisma pun mengikuti langkah Furqon. Sesampainya di pintu masuk, mereka di sambut hangat oleh bu Diyah.“Tuan muda udah pulang, silahkan masuk tuan…” sambut bu Diyah. Matanya menyipit melihat Kharisma di belakang Furqon.Furqon mengerti maksud dari pandangan bu Diyah, lalu berkata, “Dia tamuku! Dia akan tinggal di sini untuk sementara ini…”Diyah kembali tersenyum melihat Kharisma, “Ohh baiklah, tuan… silahkan masuk! Makan siang sudah saya siapkan…”“Kami sudah makan siang…” jawab Furqon singkat lalu melangkah menuju lantai atas.“Karisma, ini kamarmu, kunci khususmu belum