“Irma??? Kamu tidak apa-apa?” teriak Salsa lalu berlari menghampir Irma yang masih meringis. Lalu ia beralih menatap Rahelsa dan berteriak“Heiii apa kamu Psikopath? Haa?”
Rahelsa lalu mencibir, hatinya terasa bagai digelitik oleh kalimat salsa, “Apa kalian tidak sadar, sejak dipesta tadi sampai sekarang, kalian hanya mengatakakan kata-kata yang seharusnya untuk diri kalian…” ucap Rahelsa sambil matanya nanar menatap Salsa.
Rahelsa memutar bokongnya yang awalnya menghadap Intan didepan kasur, sekarang posisinya berada ditepi kasur. Kakinya menjajaki lantai kamar hotel itu. dengan lihai tangannya memutar benda pipih miliknya.
“Awalnya sih, aku mau menyuruh seseorang untuk meniduri dia, tapi aku tidak setega itu… bisa-bisa dia tidak tersiksa tapi malah enak-enakan hahahha…”
“Baiklah, jadi harus kita apakan?”
“Aku hanya akan membuat dia menuruti segala permintaanku&h
Garpu itu tertancap sebagian di tangan putih mulus milik Salsa. Salsa merasakan sakit yang menjalar keseluruh tubuhnya, “Aaaaaa….” Hanya teriakan itu yang mampu diucapkan Salsa.Tubuh gemetaran menahan sakit yang teramat sangat di tangannya. Seluruh wajahnya memerah, tubuhnya tertatih berjalan mundur kebelakang. Intan, Irma dan Rahelsa bisa melihat dengan jelas bibir Salsa yang gemetar menahan sakit, perlahan bulir-bulir air mata jatuh tanpa penghalang membanjiri seluruh wajah Salsa.“Saaakkkiiittttt Aaaaaaaaaa” teriak Salsa tak tertahankan. Intan dan Irma panik, begitupun Rahelsa. Ia tidak bermaksud mencelakai Salsa, ia hanya ingin menghentikan Salsa.Irma yang reflek langsung berlari kearah Salsa, “Saa… Aku cabut ya garpunya, kamu tenang ya…” ucap Irma dengan tubuh gemetaran.Intan yang jadi pikirannya kacau antara takut dan panik, tiba-tiba teringan dengan Rahelsa. Matanya dengan sinis langsung m
Napas Intan memburu hingga tubuhnya juga ikut bergerak seiring napasnya yang naik turun. “Irma, ayo kita keluar dari sini, kita harus bawa Salsa kerumah sakit…” ucapan Intan dengan suara yang terputus-putus karena kelelahan akibat terkurasnya emosi dan tenaganya.Intan melangkahkan kakinya yang hampir tak mampu menopang tubuhnya kearah Salsa dan Irma. Salsa masih meringis karena sakit yang menjalar keseluruh tangannya, darah yang tak berhenti mengalir juga membuat dadanya bergemuruh seperti badai.“Salsa, Irma… Ayo kita segera pergi, sebelum ada masalah lain yang akan muncul…” ucap Intan yang masih berdiri dihadapan kedua sahabatnya itu. Irma dan Salsa hanya mengangguk, lalu mereka mencoba berdiri dengan tubuh yang terasa lebih bera.“Tapi Intan… Bagaimana dengan Rahelsa? Apakah dia mati?” ucapan Irma seketika membuat darah Intan dan Salsa berdesir.“Aku… Aku… tidak bermak
Airin yang baru saja berhasil mengunggah foto pesta ulang tahunnya di Aplikasi Face***k terheran melihat akun atas nama Rahelsa Anshari mengunggah video Intan, Irma dan Salsa.Airin langsung saja mengklik tombol putar video dan suara.“Awalnya sih, aku mau menyuruh seseorang untuk meniduri dia, tapi aku tidak setega itu… bisa-bisa dia tidak tersiksa tapi malah enak-enakan hahahha…”“Baiklah, jadi harus kita apakan?”“Aku hanya akan membuat dia menuruti segala permintaanku…” ucap Intan dengan menyeringai jahat.“caranya bagaimana?”“Lucuti seluruh pakaiannya, aku akan memfotokan tubuh Tela***ngnya, aku bisa mengancamnya dengan itu…”Airin langsung menutup mulut dengan kedua tangannya. Benar saja, bukan hanya Airin, banyak yang tertarik untuk melihat video itu, karena Rahelsa yang terkenal judes mengunggah video brand Ambassador sekolah mereka yang t
Intan melihat tubuh Rahelsa yang tergeletak dilantai, Matanya tak lepas dari Rahelsa untuk waktu beberapa saat. Salsa dan Irma juga saling melempar pandangan melihat Intan yang dalam menatap lekat Rahelsa.“Intan, Apa kamu baik-baik saja? apa maksudnya kalau kita yang menjadi korban?” ujar Irma yang menatap heran kearah Intan. Dalam hati Irma sudah mulai takut dan curiga pada gelagat Intan.Intan segera menoleh kearah kiri meneliti setiap benda yang ada, lalu pandangannya beralih ke kiri. Disana matanya menangkap sebuah bendah pipih, yaa itu adalah remote AC.Intan melangkah dengan cepat lalu menggapai remote itu. Salsa dan Irma saling berpandangan saat mata Intan menatap lekat remote itu dan senyum jahat Intan terukir di wajahnya yang sudah acak-acakan karena keringat dan air mata.Ia kembali menoleh kearah Rahelsa yang masih tergeletak tidak bergerak di lantai. Dengan tatapan nanar dan senyum yang sangat ngeri, Intan berjalan menuju kearah R
Pangeran dan Furqon baru saja selesai makan malam, Furqon langsung naik ke kamar sementara Pangeran seperti biasa, dia ingin menonton TV diruang tamu.Pangeran sambil menyentuh TV itu pelan, kulitnya seperti tersengat rasa dingin saat kulitnya menyentuh TV dan receiver itu. “Kasian sekali kamu, TV. kamu dingin sekali, sudah seperti Freezer… kalau tidak ada aku, kamu mungkin tidak akan pernah digunakan, hanya dijadikan pajangan saja…” ucap Pangeran.Biasanya dirumahnya, ia bahkan tidak pernah peduli dengan barang apapun, hanya pergi sekolah dan pulang makan mandi dan pergi lagi untuk latihan sepak bola. Semua keperluannya dirumah sudah disiapkan oleh orangtuanya dan pembantunya. Tapi semenjak ia berada dirumah Furqon, ia jadi memperhatikan segalanya.Pangeran langsung menjatuhkan tubuhnya ke sofa big size itu, ia memilih chanel favoritnya. Sekitar jam Sembilan malam, ia mendapatkan notifikasi pesan dari aplikasi obrolan yang berlogo hija
Pangeran membuka kunci pintu hotel lalu mebukanya dengan keras hingga dentuman pintu ke dinding itu mengalihkan perhatin ketika gadis itu.“Siapa kalian???” ucap Intan yang berdiri searah pintu,“Apaa… Polisi???” Irma bergumam pelan.Mata pangeran langsung menangkap sosok yang tergeletak dilantai, pangeran langsung berlari kearah Rahelsa,“Heiii…. Bangun… heiii....” ucap Pangeran sambilmengguncangkan tubuh Rahelsa.“Bukan aku yang membunuhnya…” teriak Salsa yang berdiri tak jauh dari pintu kamar mandi.“Apa? membunuh?” ucap Pangeran, tangan pangeran langsung meraih jemari Rahelsa dan memeriksa denyut nadinya.“Pak, dia masih hidup…” ucap Pangeran.“Apaa??? Masih hidup???” sahut ketiga perempuan itu hampir bersamaan.Pangeran langsung mengangkat dan menggendong tubuh Rahelsa, “Pak, saya akan bawa di
Pak Bagas dengan hati yang bergemuruh, urat tangan dan pelipisnya terlihat menonjol dengan lengan gagahnya ia langsung mencengram kerah baju Pangeran“Ohhhh jadi kamu yang menelpon saya? apa yang terjadi dengan anak saya? apa kamu pelakunya?”Mata pangeran langsung membulat sempurna dan menggelengkan kepalanya cepat “Bukan saya pak, saya malahan yang menolong putri bapak…” ucap Pangeran cepat.Bu Nilam dengan cepat meraih lengan suaminya itu “Pak… Sabar… jangan gegabah, nanti bapak malah salah memukul orang…” ucap Bu Nilam dengan lembut agar suaminya yang panik itu bisa berpikir jernih.Bu Nilam tetap bertahan memegang lengan suaminya yang masih mencengram kerah baju pangeran.Huffffff Huufff Pak Bagas mengatur napasnya naik dan turun, perlahan cengkraman jari pak Bagas di kerah Pangeran mulai melonggar, perlahan lalu Pak Bagas melepaskan Pangeran.Terdengar pelan hembusan
Disisi lain, Intan dan kedua temannya it uterus saja berisik dibalik jerusi besi.“Pak… kami tidak bersalah, kami juga korban pak… bapak tidak lihat tubuh kami juga luka pak, juga memar…” ujar Intan sabil terus memperlihatkan lengannya yang mulai membiru.“Iyaaa pak, tolong dengar dulu penjelasan kami pak, bukan kami yang ingin mencelakai Rahelsa, kami bahkan yang menyelamatkannya dari penculikan…” sahut Irma.“Eiisshh Kalian berdua bisa diam tidak, nanti ada saatnya kalian akan berbicara. Tunggu saja orang tua kalian datang!”“Salsa, kamu kenapa diam saja sih, kamu tidak ingin bebas memangnya…” tanya Irma yang terheran melihat Salsa yang hanya diam saja.“Apa gunanya berteriak, nanti juga kita dikasi kesempatan berbicara…”jawab Salsa yang sudah sangat pasrah dengan keadaan saat itu.Baru saja intan ingin angkat suara, terdengar suara nyarin
Saat bu Diyah dan Pak Lukman mengangkat tubuh Furqon, tiba-tiba langkah pak Lukman terhenti.“Bu, Bagaimana kalau Tuan Furqon sudah melaporkan kita ke polisi?” ujar pak Lukman tiba-tiba.“Huh? apa itu mungkin?” tanya bu Diyah dengan ragu.“Apa nya yang tidak mungkin, Bu? Ibu lihat sendirikan bagaimana dia seperti kerasukan tadi saat memanggil nama kita,” tukas pak Lukman dengan wajah serius.“Iya sih, Pak, tadi dia bilang ke Hasan untuk melaporkan kita ke polisi. Jadi ini bagaimana, Pak? Apa kita bunuh saja?” tanya bu Diyah yang sudah mulai panik.“Ibu, sih. Tadi kan Bapak juga udah bilang, harusnya dibunuh saja! tapi ibu bilang harus tunggu amnesia dulu,” gerutu pak Lukman yang mulai kesal.“Jadi ini bagaimana Pak?” ujar bu Diyah.“Sekarang kalau kita membunuh Tuan Furqon, itu tidak akan menguntung apapun bagi kita, jika kita biarkan hidup pun, kita juga pasti akan dipenjara,” ujar Pak Lukman dengan menatap tajam pada bu Diyah.“Ya sudah, bunuh saja, Pak, karena keadaan kita tidak ak
“Pangeran!” teriak Furqon menggelegar setiap cangkul itu melayang ke udara. “Kharisma!” teriak Furqon lagi. Furqon terus menggali tanah itu semakin lama tanah itu terasa semakin padat, “Apa ini? kenapa tanah ini semakin padat?” ucap Furqon. Tanpa mempedulikan kejanggalan itu, Furqon terus menggali tanah itu. Brukkk! Tiba-tiba ada yang memukul kepala Furqon, “Akh!” lirih Furqon. Seketika tubuh Furqon ambruk ke tanah. Pandangan Furqon menjadi buram dan berputar-putar, ia merasa pitam. Lalu ia mencoba untuk bangun, tiba-tiba tubuhnya ambruk lagi kerena tendangan dari seseorang dari belakang. Furqon seketika menggenggam erat tanah bekas cangkulannya, dengan sigap ia lempar tanah liat yang lembek itu kearah belakang. Namun Furqon sama sekali tidak mengenai targetnya. Dengan buram ia melihat bayangan seseorang “Pak Luk…man…” ujar Furqon, pandangan Furqon juga beralih kearah tangan pak Lukman yang memegang palu. Furqon tersenyum kecut, dan memegang belakang kepalanya, “Hanya luka keci
Brummm Brummm, “Cepat buka, Brengsek!” teriak Furqon dari luar pagar.Hasan yang saat itu bertugas menjadi kelabakan, dengan cepat ia membuka pagar yang telah di tabrak Furqon beberapa kali.“Hati-hati, Tuan, sabar, nanti pagar sama motornya sama-sama hancur…” lirih Hasan yang masih gemetar karena terkejut juga takut melihat reaksi Furqon.Dengan gas full Furqon segera sampai kedepan pintu rumah, “Lukman! dimana kamu? Diyah! Dasar kalian brengsek! Pangeran! Kharisma! Kalian dimana?” teriak Furqon.Hasan tiba-tiba datang dengan napas yang terengah-engah karena dari tadi ia berusaha mengejar Furqon.“Tuan muda, ad ada apa sebenarnya?” tanya Hasan dengan suara yang terpenggal-penggal.“Telepon polisi! Cepat!” perintah Furqon.“Cepat telepon, beritahu kalau Lukman dan Diyah sedang berusaha membunuh saudara-saudaraku! Cepat!” teriak Furqon.Furqon berlari Ke arah dapur dan meninggalkan Hasan, ia melihat bahwa dapur dalam keadaan kosong! Ia lalu berlari kearah gudang.“Pangeran! Kharisma! K
Furqon mendorong motornya menuju ke Pom bensin terdekat, atau tempat penjual bensin eceran. Suasana sangat ramai sekali, motor-motor lewat tanpa ada yang bertanya atau menawarkan bantuan pada Furqon. Furqon juga tidak memiliki teman atau kerabat yang bisa dimintai tolong selain Pangeran. “Ahh Pangeran, mungkin mereka sudah sampai di sebuah cafe atau rumah makan…” ujar Furqon.Furqon berlari kecil mendorong motor kesayangannya, ia ingin cepat menemui penjual bensin terdekat, karena ia mengkhawatirkan keadaan sepupunya itu, “Tapi aneh sekali, biasanya dia akan memberitahuku kemanapun dan kapanpun dia akan pergi, atau pulang kerumah…” ujar Furqon.Furqon berhenti mendorong motornya, ia mengeluarkan ponsel dari saku celannya dan mencari nama Pangeran.Teettttt Teetttt Teeetttt“Kenapa belum diangkat? apa mereka masih diperjalanan?” gumam Furqon. Furqon mendorong motornya sambil berlari, ia sangat khawatir dan perasaannya tidak enak, “Aku harap mereka baik-baik saja…” gumam Furqon.“Hei F
“Abang!!!” teriak Kharisma melihat tubuh Pangeran yang menggelinding dari atas, Kharisma yang berdiri di tengah-tengah anak tangga juga tidak bisa mengelak tubuh Pangeran mengenai kakinya hingga Kharismapun ikut terjatuh. Di anak tangga terakhir, Pangeran telah tidak sadarkan diri dan pendarahan di kepalanya juga tidak berhenti. Kharisma masih separuh sadar, pandangannya mulai buram, “Abang….” Gumamnya ketika melihat Pangeran yang tergeletak tidak sadarkan diri, perlahan kesadaran Kharismapun menghilang. Dringgg Dringgg nada dering dari ponsel Pangeran berbunyi, “Pak, Tuan Muda nelpon?” gumam bu Diyah seraya memandang pak Lukman dengan tatapan khawatir. “Jangan diangkat, Bu...” jawab pak Lukman dengan bergantian menatap bu Diyah dan posel Pangeran. Dringg Driing Dringg…. Suara telepon rumah berbunyi. Bu Diyah kembali memandang ke arah pak Lukman, “Angkat! Pasti itu Tuan Muda…” seru pak Lukman. Bu Diyah dengan cepat bergegas mengangkat telepon rumah, “Hallo, iyaa tuan. Tuan Panger
Pak Lukman menghampiri Pangeran yang masih berdiri di depan pintu kamar Kharisma, “Tuan, Hari ini saya memancing, jadi apa tuan mau ikut bakar-bakar ikan dengan kami?” tanya pak Lukman pada Pangeran. “Oh, Boleh Pak, tapi nanti saja setelah Furqon pulang. Saya takut kalau nanti Furqon marah. Bapak tau sendirikan bagaimana Furqon?” jawab Pangeran dengan santai. Pak Lukman menghembuskan napas pelan, “Hmm baiklah kalau begitu…” pak Lukman menunduk dan memasukkan kedua tangannya ke saku celananya. Timbul rasa iba dari hati Pangeran melihat pak Lukman. Lalu tiba-tiba ponsel Pangeran berdering, Pangeran menjauhi pak Lukman beberapa langkah, “Halo maa, Akkhh!” Pangeran tiba-tiba merasakan rasa sakit dan nyeri yang menghantam kepalanya. Pangeran memegang belakang kepalanya, terasa cairan hangat membasahi tangannya, “Darah?” “Aaaaaaa Abang!” teriak Kharisma yang baru saja membuka pintu kamarnya. “Abang, kamu tidak apa-apa?” tanya Kharisma dengan panik. Ia menopang tubuh Pangeran yang hampir
Pak Lukman seketika membeku, namun dengan cepat ia mengubah ekspresinya dan menguasai situasi, “Tabung gas apa maksudnya, Non?” tanya pak Lukman.“Empp tidak ada Pak, sepertinya saya salah lihat. Bapak mirip dengan pria yang selalu mengantar tabung gas di kompleks kami…” jawab Kharisma terbata dengan senyum yang terpaksa.Pak Lukman bisa melihat tangan Kharisma yang gemetar dan wajah yang terlihat pucat pasi, “Apa kamu baik-baik saja?” tanya pak Lukman dengan tatapan curiga pada Kharisma.“Empp empp se sebenarnya aku, kondisiku kurang baik, Pak. Aku sedang megalami nyeri haid…” jawab Kharisma sekenanya, karena ia menyadari bahwa pak Lukman mencurigainya.Tanpa sengaja pak Lukman melihat bercak darah merah pada celana putih Kharisma yang bagian betis, “Ohh, pantesan saja wajah kamu terlihat pucat sekali, tubuh kamu juga gemetar begini. Coba tanyakan ke istri saya apa obat untuk nyeri haid, istri saya lumayan mengerti kalau masalah obat herbal atau jamu-jamu gitu…” jawab pak Lukman.Men
Kharisma mengangguk, lalu setelahnya Pangeran mengacak rambut Kharisma, dan ia segera keluar kamar. Kharisma mendengus kesal karena rambutnya yang teracak. Ia pun segera mengunci pintu.Kharisma kembali berjongkok menahan nyeri perutnya. Tapi seketika ia merasa ada yang aneh di sini, “Memangnya kenapa sih aku tidak boleh membuka pintu selain untuk Pangeran dan Furqon. Ada sesuatu yang aneh sekali disini. Mereka bertingkah seolah-olah pembantu mereka adalah pembunuh. Jangan makan apapun, jangan ini, jangan itu, bahkan makan malampun beli di luar!” Kharisma bermonolog.“Tapi jika memang pembantu mereka orang yang berbahaya, kenapa mereka masih memperkerjakan pembantu itu? atau….” Seketika Kharisma menutup mulutnya, matanya membulat seakan menyadari sesuatu.“Mereka semua berbahaya, dan aku, Ahh tidak mungkin manusia es dan Pangeran itu juga berbahaya. Atau aku hanya dijadikan umpan? Ahh rasanya tidak mungkin...” Kharisma mengelus dadanya sendiri, ia mencoba untuk bersikap tenang.Mata K
Ketiga insan itu kembali ke kediaman Furqon setelah sebelumnya mereka makan siang diluar. Pak Hasan yang telah mulai bekerja kembali, segera membuka pintu melihat motor Pangeran dan mobil Furqon di depan pagar.Mobil dan motor itupun sampai di garasi.“Kapan pak Hasan kembali, Fur?” tanya Pangeran begitu Furqon keluar dari mobil.“Tadi pagi,” jawab Furqon singkat, lalu mengajak Kharisma masuk, “Ayo!”Pangeran dan Kharisma pun mengikuti langkah Furqon. Sesampainya di pintu masuk, mereka di sambut hangat oleh bu Diyah.“Tuan muda udah pulang, silahkan masuk tuan…” sambut bu Diyah. Matanya menyipit melihat Kharisma di belakang Furqon.Furqon mengerti maksud dari pandangan bu Diyah, lalu berkata, “Dia tamuku! Dia akan tinggal di sini untuk sementara ini…”Diyah kembali tersenyum melihat Kharisma, “Ohh baiklah, tuan… silahkan masuk! Makan siang sudah saya siapkan…”“Kami sudah makan siang…” jawab Furqon singkat lalu melangkah menuju lantai atas.“Karisma, ini kamarmu, kunci khususmu belum