Pak Bagas dengan hati yang bergemuruh, urat tangan dan pelipisnya terlihat menonjol dengan lengan gagahnya ia langsung mencengram kerah baju Pangeran
“Ohhhh jadi kamu yang menelpon saya? apa yang terjadi dengan anak saya? apa kamu pelakunya?”
Mata pangeran langsung membulat sempurna dan menggelengkan kepalanya cepat “Bukan saya pak, saya malahan yang menolong putri bapak…” ucap Pangeran cepat.
Bu Nilam dengan cepat meraih lengan suaminya itu “Pak… Sabar… jangan gegabah, nanti bapak malah salah memukul orang…” ucap Bu Nilam dengan lembut agar suaminya yang panik itu bisa berpikir jernih.
Bu Nilam tetap bertahan memegang lengan suaminya yang masih mencengram kerah baju pangeran.
Huffffff Huufff Pak Bagas mengatur napasnya naik dan turun, perlahan cengkraman jari pak Bagas di kerah Pangeran mulai melonggar, perlahan lalu Pak Bagas melepaskan Pangeran.
Terdengar pelan hembusan
Disisi lain, Intan dan kedua temannya it uterus saja berisik dibalik jerusi besi.“Pak… kami tidak bersalah, kami juga korban pak… bapak tidak lihat tubuh kami juga luka pak, juga memar…” ujar Intan sabil terus memperlihatkan lengannya yang mulai membiru.“Iyaaa pak, tolong dengar dulu penjelasan kami pak, bukan kami yang ingin mencelakai Rahelsa, kami bahkan yang menyelamatkannya dari penculikan…” sahut Irma.“Eiisshh Kalian berdua bisa diam tidak, nanti ada saatnya kalian akan berbicara. Tunggu saja orang tua kalian datang!”“Salsa, kamu kenapa diam saja sih, kamu tidak ingin bebas memangnya…” tanya Irma yang terheran melihat Salsa yang hanya diam saja.“Apa gunanya berteriak, nanti juga kita dikasi kesempatan berbicara…”jawab Salsa yang sudah sangat pasrah dengan keadaan saat itu.Baru saja intan ingin angkat suara, terdengar suara nyarin
“Menculik? Tidak pak, saya disuruh nona Intan membawanya ke hotel…” ungkap Rian dengan gelagapan.“Bohoongggg!!!... semua itu bohong pa..!!” sahut Intan dan Irma hampir bersamaan. Salsa yang tetap duduk pasrah di sudut jeruji besi itu hanya bisa mengeluarkan senyum kecut dan menghela napas berat. “Bodoh sekali mereka…” gumam Salsa.“Tidak pak… ini buktinya kalau nona Intan menelpon saya menyuruh saya meculik gadis itu dan membawanya ke hotel, nona Intan juga memberi saya uang untuk check-in dan uang jaga-jaga kalau petugas hotel tidak mengizinkan aku membawa Rahelsa masuk dalam keadaan pingsan…” imbuh Rian, sambil menunjukkan ponsel dan uang yang masih ia simpan.Plakkkk tiba-tiba pak Ferdi menampar Rian didepan semua orang, terasa panas menjalar keseluruh pipi Rian, bekas lima jari itu juga menempel di pipinya, “Kurang ajar kamu, bisa jadi kamu yang mencuri uang anak saya! dasar b
Furqon duduk dan memegang buku pelajaran di meja belajarnya. Ia sebenarnya merasa kasihan pada Rahelsa, tapi mengingat peristiwa kelam dimasa lalu saat kakeknya Rahelsa mengayunkan pisau hingga merenggut nyawa ibunya, membuat Furqon terbelenggu hatinya untuk sekedar bersimpati pada Rahelsa.Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, Pangeran belum juga pulang. Trauma dengan masa lalu membuat Furqon membayangkan kalau ia akan melihat mayat pangeran didepan rumahnya.Furqon langsung meraih ponselnya dan menelpon Pangeran.“Hallo, dimana?” tanya Furqon singkat.“Furqon, aku sekarang bersama Om Iskandar di kantor polisi, sedang mengurus kasus Rahelsa. sebentar lagi aku akan pulang…” sahut Pangeran di balik ponsel.“Mmm baiklah…” jawab Furqon.-Di Kantor Polisi-Iskandar bertaut alisnya mendengar nama Furqon disebut oleh pangeran, “Apa yang menelpon barusan tadi adalah pangeran?&rdquo
Bu Nilam duduk bersimpuh disudut luar ruangan, tubuhnya terbungkuk,bersandar pada dinding ruangan.“Buk… Apa yang terjadi????” tanya Pak Bagas dengan perasaan cemas yang sangat terlihat jelas.Air mata yang mengalir bebas membuat isak tangis Bu Nilam kian pecah, hidungnya tersumbat, dengan napas yang tersenggal-senggal Bu Nilam berkata, “Tadi…. Tadi Rahelsa kejang-kejang pak… Ibuk takut terjadi apa-apa dengan putri semata wayang kita…”Pak Bagas memeluk istrinya, ia menyandarkan kepala istrinya di dadanya. Meskipun perasaannya tak ubah seperti sang istri, bia berusaha kuat untuk tidak terisak. Pak Bagas menggigit bibir bawahnya, agar air mata yang ia bendung tidak tumpah keluar.-Di rumah Furqon-Furqon membuka pintu setelah ia melihat motor pangeran memasuki halaman rumah.“Fur, pagar depan tidak kamu kunci?” tanya Pangeran sambil menunjuk kearah pagar.
Mereka telah sampai di rumah sakit Utama Jaya, yaitu rumah sakit yang didirikan oleh Ayah Furqon, dan Furqon adalah pewaris sah dan pemilik dari rumah sakit swasta ini.Setelah memarkirkan motornya dengan rapi, Furqon mengikuti langkah Ruqayya menuju ruang IGD, karena Rahelsa masih dirawat disana.“Kakek….” Panggil Rahelsa pada pak Seno.“Kakek, Om, Tante… yang sabar ya, In syaa Allah, Rahelsa baik-baik saja kok…”Bu Nilam langsung memeluk Ruqayya, “Iyaa terima kasih, apa kamu temannya Rahelsa?” tanya Bu Nilam.“Iyaa, Tante… kami satu kelas…” jawab Ruqayya.“Nilam… Apa kamu lupa, dia adalah tetangga bapak, anak baik yang sering menolong dan mengantarkan bapak makanan…” ujar Pak Seno.“Ohhh, iya aku lupa pak. Terima kasih karena selalu membantu Kakeknya Rahelsa ya…” ucap Bu Nilam.Lalu pandangan mereka
Furqon merasa kesedihan Ruqayya agak berlebihan, “Kenapa kamu menangis?” tanya Furqon.Ruqayya menyapu kedua matanya yang basah dengan jari tangannya, “Kamu tahu Fur, kalau sampai terjadi apa-apa dengan Rahelsa maka aku akan merasa bersalah…” lirih Ruqayya.Ruqayya melihat kearah Furqon dan ia bisa membaca ekspresi Furqon yang merasa heran dengan ucapannya.“Rahelsa bermasalah dengan Kak Intan karena dia membelaku saat Kak Intan dan teman-temannya menghinaku di pestanya Airin…” ucap Ruqayya dengan wajah yang basah dan mata yang terasa hangat oleh air matanya.“Jika dia tidak membelaku, mungkin dia tidak akan terluka seperti sekarang ini…” imbuh Ruqayya lagi lalu menutup matanya dengan lengannya karena ia merasa air matanya mulai jatuh.Furqon yang tidak tega melihat tubuh Ruqayya bergetar, ia dengan ragu mengangkat tangannya, pelan ia menepuk pundak Ruqayya untuk menenangkannya.Disudut lain, larasati yang diam-diam memperhatikan Furqon dan Ruqayya merasa terbakar. Ia mengepal tinjuny
Pangeran merasa bosan karena hampir setiap hari ia harus keluar dan berkeliling kota atau hanya sekedar menghabiskan waktu untuk duduk di café. Ia melemparkan pandangannya keluar, banyak orang yang berjalan-jalan santai serta motor anak-anak sekolah yang sibuk lalu lalang karena memang sudah waktunya pulang sekolah.Pangeran mengerutkan keningnya, memperjelas tatapannya, “Ahhhh motor itu? orang itu?” Pangeran langsung bergegas bangun dari duduknya dan mengambil kunci motornya. Tak lupa ia membayar minumannya sambil sesekali melihat kearah luar dimana seseorang bersiap-siap melajukan motornya.Pangeran mengikuti motor itu dengan kecepatan yang pelan, bahkan dengan jarak yang cukup jauh karena ia tidak ingin pengendara itu sadar kalau dia sedang di ikuti. Pangeran juga merekam pengendara bermotor itu untuk mencocokkannya dengan rekaman CCTV yang ia kumpulkan.Hampir sepuluh menit ia mengikuti pengendara bermotor itu. Pangeran berhenti saat pengendara memasuki kawasan rumah sakit dan mem
“Apa tuan? Ada saksi? Siapa?” tanya Bu Diyah tergagap.“Saksinya di rahasiakan Pak, Buk, untuk menjamin keselamatannya. Tapi kenapa wajah Pak Lukman dan Bu Diyah sepertinya tidak senang mendengar kabar ini?” tanya Pangeran menyelidik.“Ahhh tidak tuan, tentu saja kami senang…” jawab bu Diyah dan pak Lukman hampir bersamaan.“Hanya saja aku merasa iba dengan pelakunya yang masih sangat muda, bagaimana ia bisa menghabiskan masa mudanya denganmenjadi penjahan dan berakhir dipenjara nantinya…” ujar pak Lukman dengan air muka yang berubah dan terlihat mengiba.“Dari mana Pak Lukman tahu kalau pelakunya masih sangat muda?” tanya Pangeran.Pak Lukman tertegun, ‘apa aku salah bicara?’ ucapnya dalam hati.Bu Diyah langsung memotong, “Bagaimana sih tuan, kan tuan sendiri yang bilang kalau Pria itu terlihat seumuran dengan tuan…” ibuh bu Diyah dengan senyum di paksakan.Pak Lukman juga tersenyum, dan berkata “Atau seumuran Tuan itu disebut sudah tua, alih-alih muda?” ujar pak Lukman.Pangeran
Saat bu Diyah dan Pak Lukman mengangkat tubuh Furqon, tiba-tiba langkah pak Lukman terhenti.“Bu, Bagaimana kalau Tuan Furqon sudah melaporkan kita ke polisi?” ujar pak Lukman tiba-tiba.“Huh? apa itu mungkin?” tanya bu Diyah dengan ragu.“Apa nya yang tidak mungkin, Bu? Ibu lihat sendirikan bagaimana dia seperti kerasukan tadi saat memanggil nama kita,” tukas pak Lukman dengan wajah serius.“Iya sih, Pak, tadi dia bilang ke Hasan untuk melaporkan kita ke polisi. Jadi ini bagaimana, Pak? Apa kita bunuh saja?” tanya bu Diyah yang sudah mulai panik.“Ibu, sih. Tadi kan Bapak juga udah bilang, harusnya dibunuh saja! tapi ibu bilang harus tunggu amnesia dulu,” gerutu pak Lukman yang mulai kesal.“Jadi ini bagaimana Pak?” ujar bu Diyah.“Sekarang kalau kita membunuh Tuan Furqon, itu tidak akan menguntung apapun bagi kita, jika kita biarkan hidup pun, kita juga pasti akan dipenjara,” ujar Pak Lukman dengan menatap tajam pada bu Diyah.“Ya sudah, bunuh saja, Pak, karena keadaan kita tidak ak
“Pangeran!” teriak Furqon menggelegar setiap cangkul itu melayang ke udara. “Kharisma!” teriak Furqon lagi. Furqon terus menggali tanah itu semakin lama tanah itu terasa semakin padat, “Apa ini? kenapa tanah ini semakin padat?” ucap Furqon. Tanpa mempedulikan kejanggalan itu, Furqon terus menggali tanah itu. Brukkk! Tiba-tiba ada yang memukul kepala Furqon, “Akh!” lirih Furqon. Seketika tubuh Furqon ambruk ke tanah. Pandangan Furqon menjadi buram dan berputar-putar, ia merasa pitam. Lalu ia mencoba untuk bangun, tiba-tiba tubuhnya ambruk lagi kerena tendangan dari seseorang dari belakang. Furqon seketika menggenggam erat tanah bekas cangkulannya, dengan sigap ia lempar tanah liat yang lembek itu kearah belakang. Namun Furqon sama sekali tidak mengenai targetnya. Dengan buram ia melihat bayangan seseorang “Pak Luk…man…” ujar Furqon, pandangan Furqon juga beralih kearah tangan pak Lukman yang memegang palu. Furqon tersenyum kecut, dan memegang belakang kepalanya, “Hanya luka keci
Brummm Brummm, “Cepat buka, Brengsek!” teriak Furqon dari luar pagar.Hasan yang saat itu bertugas menjadi kelabakan, dengan cepat ia membuka pagar yang telah di tabrak Furqon beberapa kali.“Hati-hati, Tuan, sabar, nanti pagar sama motornya sama-sama hancur…” lirih Hasan yang masih gemetar karena terkejut juga takut melihat reaksi Furqon.Dengan gas full Furqon segera sampai kedepan pintu rumah, “Lukman! dimana kamu? Diyah! Dasar kalian brengsek! Pangeran! Kharisma! Kalian dimana?” teriak Furqon.Hasan tiba-tiba datang dengan napas yang terengah-engah karena dari tadi ia berusaha mengejar Furqon.“Tuan muda, ad ada apa sebenarnya?” tanya Hasan dengan suara yang terpenggal-penggal.“Telepon polisi! Cepat!” perintah Furqon.“Cepat telepon, beritahu kalau Lukman dan Diyah sedang berusaha membunuh saudara-saudaraku! Cepat!” teriak Furqon.Furqon berlari Ke arah dapur dan meninggalkan Hasan, ia melihat bahwa dapur dalam keadaan kosong! Ia lalu berlari kearah gudang.“Pangeran! Kharisma! K
Furqon mendorong motornya menuju ke Pom bensin terdekat, atau tempat penjual bensin eceran. Suasana sangat ramai sekali, motor-motor lewat tanpa ada yang bertanya atau menawarkan bantuan pada Furqon. Furqon juga tidak memiliki teman atau kerabat yang bisa dimintai tolong selain Pangeran. “Ahh Pangeran, mungkin mereka sudah sampai di sebuah cafe atau rumah makan…” ujar Furqon.Furqon berlari kecil mendorong motor kesayangannya, ia ingin cepat menemui penjual bensin terdekat, karena ia mengkhawatirkan keadaan sepupunya itu, “Tapi aneh sekali, biasanya dia akan memberitahuku kemanapun dan kapanpun dia akan pergi, atau pulang kerumah…” ujar Furqon.Furqon berhenti mendorong motornya, ia mengeluarkan ponsel dari saku celannya dan mencari nama Pangeran.Teettttt Teetttt Teeetttt“Kenapa belum diangkat? apa mereka masih diperjalanan?” gumam Furqon. Furqon mendorong motornya sambil berlari, ia sangat khawatir dan perasaannya tidak enak, “Aku harap mereka baik-baik saja…” gumam Furqon.“Hei F
“Abang!!!” teriak Kharisma melihat tubuh Pangeran yang menggelinding dari atas, Kharisma yang berdiri di tengah-tengah anak tangga juga tidak bisa mengelak tubuh Pangeran mengenai kakinya hingga Kharismapun ikut terjatuh. Di anak tangga terakhir, Pangeran telah tidak sadarkan diri dan pendarahan di kepalanya juga tidak berhenti. Kharisma masih separuh sadar, pandangannya mulai buram, “Abang….” Gumamnya ketika melihat Pangeran yang tergeletak tidak sadarkan diri, perlahan kesadaran Kharismapun menghilang. Dringgg Dringgg nada dering dari ponsel Pangeran berbunyi, “Pak, Tuan Muda nelpon?” gumam bu Diyah seraya memandang pak Lukman dengan tatapan khawatir. “Jangan diangkat, Bu...” jawab pak Lukman dengan bergantian menatap bu Diyah dan posel Pangeran. Dringg Driing Dringg…. Suara telepon rumah berbunyi. Bu Diyah kembali memandang ke arah pak Lukman, “Angkat! Pasti itu Tuan Muda…” seru pak Lukman. Bu Diyah dengan cepat bergegas mengangkat telepon rumah, “Hallo, iyaa tuan. Tuan Panger
Pak Lukman menghampiri Pangeran yang masih berdiri di depan pintu kamar Kharisma, “Tuan, Hari ini saya memancing, jadi apa tuan mau ikut bakar-bakar ikan dengan kami?” tanya pak Lukman pada Pangeran. “Oh, Boleh Pak, tapi nanti saja setelah Furqon pulang. Saya takut kalau nanti Furqon marah. Bapak tau sendirikan bagaimana Furqon?” jawab Pangeran dengan santai. Pak Lukman menghembuskan napas pelan, “Hmm baiklah kalau begitu…” pak Lukman menunduk dan memasukkan kedua tangannya ke saku celananya. Timbul rasa iba dari hati Pangeran melihat pak Lukman. Lalu tiba-tiba ponsel Pangeran berdering, Pangeran menjauhi pak Lukman beberapa langkah, “Halo maa, Akkhh!” Pangeran tiba-tiba merasakan rasa sakit dan nyeri yang menghantam kepalanya. Pangeran memegang belakang kepalanya, terasa cairan hangat membasahi tangannya, “Darah?” “Aaaaaaa Abang!” teriak Kharisma yang baru saja membuka pintu kamarnya. “Abang, kamu tidak apa-apa?” tanya Kharisma dengan panik. Ia menopang tubuh Pangeran yang hampir
Pak Lukman seketika membeku, namun dengan cepat ia mengubah ekspresinya dan menguasai situasi, “Tabung gas apa maksudnya, Non?” tanya pak Lukman.“Empp tidak ada Pak, sepertinya saya salah lihat. Bapak mirip dengan pria yang selalu mengantar tabung gas di kompleks kami…” jawab Kharisma terbata dengan senyum yang terpaksa.Pak Lukman bisa melihat tangan Kharisma yang gemetar dan wajah yang terlihat pucat pasi, “Apa kamu baik-baik saja?” tanya pak Lukman dengan tatapan curiga pada Kharisma.“Empp empp se sebenarnya aku, kondisiku kurang baik, Pak. Aku sedang megalami nyeri haid…” jawab Kharisma sekenanya, karena ia menyadari bahwa pak Lukman mencurigainya.Tanpa sengaja pak Lukman melihat bercak darah merah pada celana putih Kharisma yang bagian betis, “Ohh, pantesan saja wajah kamu terlihat pucat sekali, tubuh kamu juga gemetar begini. Coba tanyakan ke istri saya apa obat untuk nyeri haid, istri saya lumayan mengerti kalau masalah obat herbal atau jamu-jamu gitu…” jawab pak Lukman.Men
Kharisma mengangguk, lalu setelahnya Pangeran mengacak rambut Kharisma, dan ia segera keluar kamar. Kharisma mendengus kesal karena rambutnya yang teracak. Ia pun segera mengunci pintu.Kharisma kembali berjongkok menahan nyeri perutnya. Tapi seketika ia merasa ada yang aneh di sini, “Memangnya kenapa sih aku tidak boleh membuka pintu selain untuk Pangeran dan Furqon. Ada sesuatu yang aneh sekali disini. Mereka bertingkah seolah-olah pembantu mereka adalah pembunuh. Jangan makan apapun, jangan ini, jangan itu, bahkan makan malampun beli di luar!” Kharisma bermonolog.“Tapi jika memang pembantu mereka orang yang berbahaya, kenapa mereka masih memperkerjakan pembantu itu? atau….” Seketika Kharisma menutup mulutnya, matanya membulat seakan menyadari sesuatu.“Mereka semua berbahaya, dan aku, Ahh tidak mungkin manusia es dan Pangeran itu juga berbahaya. Atau aku hanya dijadikan umpan? Ahh rasanya tidak mungkin...” Kharisma mengelus dadanya sendiri, ia mencoba untuk bersikap tenang.Mata K
Ketiga insan itu kembali ke kediaman Furqon setelah sebelumnya mereka makan siang diluar. Pak Hasan yang telah mulai bekerja kembali, segera membuka pintu melihat motor Pangeran dan mobil Furqon di depan pagar.Mobil dan motor itupun sampai di garasi.“Kapan pak Hasan kembali, Fur?” tanya Pangeran begitu Furqon keluar dari mobil.“Tadi pagi,” jawab Furqon singkat, lalu mengajak Kharisma masuk, “Ayo!”Pangeran dan Kharisma pun mengikuti langkah Furqon. Sesampainya di pintu masuk, mereka di sambut hangat oleh bu Diyah.“Tuan muda udah pulang, silahkan masuk tuan…” sambut bu Diyah. Matanya menyipit melihat Kharisma di belakang Furqon.Furqon mengerti maksud dari pandangan bu Diyah, lalu berkata, “Dia tamuku! Dia akan tinggal di sini untuk sementara ini…”Diyah kembali tersenyum melihat Kharisma, “Ohh baiklah, tuan… silahkan masuk! Makan siang sudah saya siapkan…”“Kami sudah makan siang…” jawab Furqon singkat lalu melangkah menuju lantai atas.“Karisma, ini kamarmu, kunci khususmu belum