Oooh, my God!
Rasanya lebih mencekam dari pada dikejar drakula. Ya, yaaahhh, belum pernah, sih. Jangan sampai. Ya ampuuun, aku kan terlalu imut-imut dan unyu-unyu untuk diterkam drakula? Terutama darahku, terlalu manis. Iya, kan?
Byuuutttzzz!
Kenzy berjalan lagi, kedua tangannya menggapai-gapai di udara sambil terus memanggil namaku. Wuaaahhhh, rasanya, rasanya kakiku nggak menapak di lantai rumah lagi. Kenapa Kenzy sampai melupakan pakaiannya? Apa yang ada dalam otaknya?
"Anyaaa, my wife ooohhh my love!"
<
Aku sedang menghabiskan roti panggang dan cokelat hangat ketika William kembali ke ruang makan setelah tadi permisi ke luar sebentar. Katanya dia lupa belum menutup pintu pagar tadi, sebelum berangkat ke kopermolen. Dia juga bercerita, kalau harus ke Kantor Pos hari ini, untuk mengirimkan beberapa paket buku ke Jerman. Sebenarnya---waktu kami saling menubruk tanpa sengaja tadi---dia sedang tergesa-gesa menuju Kantor Pos. Itulah mengapa, merasa sangat bersalah karena sudah menubrukku.Padahal, bisa jadi aku yang salah. Well, aku berlari sambil menangis, lho. Yakin seratu persen, nggak konsentrasi sama sekali. Bagaimana bisa konsentrasi, sedangkan bisa menyelamatkan diri dari terkaman Kenzy saja sudah sangat bersyukur. Eh. Kenzy? Ya ampuuun, jam berapa ini? Bagaimana keadaannya sekarang?
Gemetar, aku menekan bell pintu rumah. Tante Martinna dan Om Glend mengantarkanku sampai di belakang mobil mereka, yang berarti di sudut luar dapur kami. Mereka sempat melambaikan tangan ke arahku tadi---sebagai motivasi kalau semua akan baik-baik saja--- sebelum akhirnya aku memberanikan diri menekan bell.Diiing, diiing!'Hellooo, any home?'Dalam hati aku terus berdoa, semoga Kenzy sudah nggak mabuk lagi. Sudah mandi dan berpakaian. Hiii, aku benar-benar ngeri tadi, membayangkan … Kalau seperti itu lagi, aku harus bagaimana, coba? Kenapa dia sampai separah itu? Kenapa dia nggak sadar, itu bisa menambah kerusakan hidupnya?
Maksudnya?Nggak adil, dong! Masa aku harus mengikuti semua kemauan Kenzy sedangkan dia sendiri sama sekali nggak peduli denganku? Jangankan peduli, mungkin dia malah nggak tahu kalau aku juga punya kemauan, sama seperti dirinya. Ya, buktinya, dia nggak pernah tuh, menanyakan apa-apa padaku? Misalnya, "Anya, hari ini kamu mau apa? Di rumah aja atau ada kegiatan apa? Oh ya, kamu mau dibawain oleh-oleh apa? Buku, makanan apa souvenir?"Nggak dong, mana pernah Kenzy menanyaiku seperti itu? Sekali pun nggak pernah. Sungguh."Tapi, Ar …?" sergahku setelah menghela napas panjang, "Lo nggak tahu sih Ar, Kenzy itu separah apa?" cetusku sam
Dor, dor, dor!Ulu hatiku sakit sekali, demi melihat apa yang baru saja mereka lakukan. Nyeri, sehingga hanya sanggup menahan getaran dari dalam diri yang luar biasa. Getaran apakah itu? Aku nggak tahu, apa. Tapi yang jelas, sangat kuat dan sekarang sudah berhasil memutar tubuhku membelakangi kopermolen. Membelakangi Shopia dan dua anak manusia yang sedang dimabuk asmara. Sungguh sangat disayangkan, dua anak manusia itu bernama Kenzy dan Elize. Suami dan mantan sa ohhh nggak, tetangga dekat rumahku."Hei Sa, what is happen?" Shopia sudah berada di depanku sekarang, "Came on Girl ... Don't be cry here, please?"De swiiing!
Bukan, aku bukannya nggak senang atau bagaimana, Papa video call. Tapi masalahnya kan, aku dan Kenzy belum bicara lagi semenjak tragedi kemesraannya dengan Elize, kemarin pagi. Jangankan bicara, melihatnya pun mataku sepet. Pedih.Satu saja yang aku nggak habis pikir, kenapa haru Elize, sih? Apa nggak cukup dengan Marcella atau wanita-wanita lain di luar sana yang aku nggak kenal? Meskipun sama-sama jahat tapi nggak begitu melukai hati, bagiku. Apa Kenzy nggak tahu, kalau aku dan Elize …? Well, aku yakin, dia bukannya nggak tahu tapi nggak mau tahu. Tentu saja.Coba, bagaimana perasaannya jika melihatku jalan berdua dengan William? Jalan saja, sambil mengobrol atau tertawa bersama. Bagaimana perasaannya? Haha. Haha. Aku lupa,
Dengan segenap perasaan yang serba baru---begitu baru sehingga terasa asing---aku menyiapkan makan siang untukku sendiri. Apakah Kenzy sedang berada di luar rumah? Oh, nggak, dia di rumah, kok. Tapi kan, mulai sekarang aku nggak boleh seperti kemarin-kemarin lagi. Maksudku, nggak boleh memposisikan diri sebagai isteri Kenzy, kecuali di hadapan Papa dan Papa Snoek. That is the point, isn't that? 'So, do your best, Anyelir!'Roti selai cokelat kacang plus capcay sayur, menjadi menu pilihanku siang ini. Enaknya, membuat menu makan siang tanpa memikirkan Kenzy. At least, aku bisa bebas menentukan menu dan yaaa, seperti inilah hasilnya. Dalam sejarah kehidupanku di Leiden, belum pernah aku makan siang dengan sayuran seperti ini. Salad, capcay, pecel atau apapun itu yang bernama sayuran hanya ada di acara makan malam, sejauh in
Nggak, tentu saja nggak masalah, aku memakai pakaian Tante Vanessa, mama William. Toh, William sendiri yang meminjamkannya padaku, kan? Sungguh, sama sekali nggak menduga kalau ternyata sudah meninggal. Sempat berpikir malah, kalau dia sedang ada kepentingan di luar rumah atau semacamnya. Percayalah, pertanyaanku tadi---masalah memakai pakaian orang yang sudah meninggal---hanya serpihan kecil dari rasa terkejut dan ikut berduka cita.You can imagine lah, bagaimana Perasaanku?Aku memakai sweater, syal, kaos kaki dan juga topi itu hampir seharian penuh, lho. Sampai jam makan malam. Eh, topinya sih nggak, hanya beberapa jam saja. Oooh, my God! How could I felt so calm and comfort? Untuk jawabannya, kalau istilah yang sering digu
Big no!Apapun Yang Kenzy katakan, nggak akan semudah itu aku mempercayainya. Nggak, walaupun mulutnya sampai berbusa-busa pun harus tetap berhati-hati dan waspada. Masa iya, dia berubah sebaik itu hanya dalam hitungan jam? Halooo, tadi pagi dia masih bertemu dan pergi bersama Marcella, lho! Bahkan, walaupun terlihat kikuk, nggak menolak tuh, sewaktu Marcella mengujaninya dengan kiss love? Sungguh, suaranya saja terdengar sampai di ruang makan. Maksudku, sama sekali nggak terdengar Kenzy melarang Marcella melakukan itu atau semacamnya. Entah, bagaimana kenyataanya. Ya ampuuun, mataku kan, nggak bisa menembus dinding?"Percaya sama aku, Nya!" Kenzy memohon-mohon sambil berlutut di depanku, "Aku janji, mulai detik ini aku akan membahagiakan
De Swiiing!Entah bagaimana awalnya, aku nggak terlalu ingat, rasa-rasanya ada sesuatu yang aneh di ruang perawatan ini tapi nggak tahu, apa. Om Dirga masih berdiri sambil menyedekapkan tangan di bawah kaki Kenzy, sama seperti posisinya semula. Miss D sudah selesai melepaskan sonde dan sekarang Doctor, dibantu Nurse mulai melepaskan jarum infus yang tertancap di punggung tangan sebelah kanan. Mereka melakukan transfusi darah dari sana. Sampai di sini aku memandang ke segala arah, mengingat keanehan yang sempat kurasakan tadi.Nothing is weird but I feel that!Kembali, aku memandangi wajah Kenzy yang kadang-kadang tertutup tangan Doctor atau Nurse karena pekerjaan mereka melepas ventilator belum selesai. Wajah yang kalau dalam keadaan sehat terlihat tampan dengan
Di antara bayang-bayang Kenzy yang mengulum senyum manis dan segenggam kebahagiaan, aku menguatkan diri untuk tanda tangan. Meskipun air mata tak kunjung berhenti dan keringat dingin semakin deras mengalir, aku berusaha untuk menguatkan diri. Kuat, tegar untuk Kenzy. Demi suami tercinta sepanjang masa. Miss D dan Doctor menunggu dengan sabar di seberang meja. Tenang, Miss D mengusap-usap punggung tanganku, senyumnya terlihat tipis tapi tulus. Sementara Doctor duduk bersedekap tangan dengan raut wajah setegang robot lowbat.Sungguh, sampai detik ini, aku masih merasa jahat!Jahat, karena harus melalukan semua ini, meskipun itu demi kebaikan Kenzy. Cukup, cukup satu musim dia menjalani masa komanya. Nanti, besok jangan lagi. Aku sudah nggak sanggup lagi melihatnya seperti ini. Oooh, ooohhh, my God! Baru satu kali itu aku me
"Kamu …?" aku mendelik menatapnya, "Ngapain kamu ke sini, keluar!"Betapa terkejutnya aku, saat Kenzy dengan tenang dan santainya masuk ke kamarku. Padahal, sebelum ijab qabul tadi sudah berjanji kalau nggak akan pernah menginjakkan kakinya di sini. Wuaaahhh, sepertinya dia meremehkan ya, kan?"Kenzy, keluar!" dengan amarah yang semakin membesar, aku menunjuk ke arah pintu, "Keluar, Kenzy!"Tap, tap, tap!Terdengar langkah kaki Papa menuju ke sini, membuat kami sama-sama terkejut. Mungkin Kenzy pun bingung harus bagaimana, jadi dia mendekat padaku, sedekat-dekatnya. Tentu saja, itu masih belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan saat Papa sudah benar-benar muncul di depan pintu, Kenzy me
Miss D terperangah, menatapku dengan karakter kucing yang dilanda konflik besar, antara harus mencuri ikan di atas meja atau menahan lapar sampai diberi makan oleh majikannya. Tapi aku tak peduli lagi, tentu saja. Apa yang harus kupedulikan? Itu, ventilator, sonde, jarum infus yang melekat di tubuh Kenzy sudah tak berguna lagi kan? Sudah nggak ada fungsinya lagi, kan? Untuk apa dilanjutkan? Hanya menambah kedalaman luka saja!"Please, do that now, Miss D?" aiu meratap-ratap, memohon dengan segala perasaan yang merasuki diri, "For Kenzy, For me …!"Dalam detik-detik yang berdetak begitu cepat, seolah-oleh roda mobil yang melaju cepat ke sebuah tempat di lereng bukit, kami saling berpandangan dengan mulut ternganga. Aku, napasku memburu, selayaknya seorang prajurit yang berhadapan dengan seseorang yang sangat penting untuk
Papa meraih pergelangan tanganku, menahannya dengan sedikit tekanan yang menyakitkan, tentu saja. Hal yang belum pernah Papa lakukan selama aku menjadi anak pungutnya. Well, aku yakin, seluruh dunia juga tahu, selembut dan semanis apa Papa memperlakukan aku selama ini. Ah, lebih lembut dari butiran salju. Lebih manis dari es krim susu vanilla. Jadi, kalau sampai Papa melakukan itu, berarti ada sesuatu yang bersifat penting dan genting.What is that?I don't know!Yeaaahhh, only he knows, of course!"Anyelir!" Papa memanggil dengan suara bergetar yang aku nggak tahu kenapa, nggak ingin tahu juga, "Kamu, nggak mau ikut nganterin Papa ke bandara, besok pagi?"Finallly H
Hanya bisa bernapas dan memandang ke arah mama Sophia dengan mata yang semakin memburam oleh air mata. Aku merasa benar-benar terjepit sekarang. Terjepit di antara dua bilah pedang yang berkilau tajam plus haus darah. Oooh, ooohhh, my God! Kenzy masih koma, bahkan harapan hidupnya semakin menipis. Bisa dikatakan habis, malah. Sudah begitu, seolah-olah itu belum cukup untuk meluluh lantakkan seluruh hati dan perasaan yang terkandung di dalamnya, Papa menyingkap tabir rahasia tentang hidupku yang sesungguhnya.Jahat. Jahat. Jahat.Apa, apa yang bisa kuharapkan sekarang?Apa masih ada harapan?Papa menjadikan aku Musim Semi, Little Princess dan Anyelir Nuansa Asmara hanya untuk dijadikan pengisi kotak hadiah
Papa kembali ke rumah sakit, setelah tiga hari beristirahat di rumah. Om Dirga hanya menjenguk Kenzy sebentar lalu kembali ke kantor, karena masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Jadi, aku memanfaatkan kesempatan berdua kami untuk berbicara. Sebisa mungkin, dari hati ke hati dan tanpa lonjakan emosi. Selain sadar kalau ini rumah sakit, kami juga nggak pernah bertengkar selama ini. Belum pernah. Nggak lucu kan, kalau dalam kondisi Kenzy yang masih koma, kami justru bertengkar?"Papa," aku memanggil setelah selesai mengepang rambut ala Elsa dan mengikatnya dengan karet gelang, "Ada yang perlu Anyelir tanyakan Pa, boleh?"Aku memindai kebohongan di bola mata Papa. Kebohongan yang nggak kuharapkan sama sekali, sebenarnya. Emmmhhh, pasti Papa lupa kalau dia bahkan selalu mengancamku dengan rotan untuk setiap kebohong
Leiden, 28 September 2018Dear Angel,Begitu banyak yang terjadi dan yang paling besar adalah Kenzy yang masih koma. Bukan hanya itu. Bahkan, secara medis, harapan hidup Kenzy hanya tinggal lima sampai sepuluh persen lagi. Jadi, kalau dokter yang menangani melepaskan semua alat penunjang kehidupannya, kemungkinan besar---Miss D mengatakan tanpa kemungkinan yang berarti pasti---Kenzy akan meninggal dunia. Well, tentu saja, aku nggak mengizinkan siapapun dokter ahli kanker di dunia ini untuk melakukannya! Kamu tahu kan Angel, apa maksudku? Hidup dan mati manusia, mutlak berada di tangan Tuhan. Iya kan, Angel?OK!Kalaupun Kenzy harus meninggal Angel, jangan karena kami melepaskan jarum infus atau ventilatorn
Papa pulang ke Sleedorn Tuin sore ini, diantarkan Om Dirga. Jadi fixed, malam ini aku sendirian menjaga Kenzy di rumah sakit, karena Om Dirga harus menemani Papa. Itulah mengapa, sedari tadi sibuk menyiapkan segala hal untuk lebih intensif mengaktifkan kesadaran Kenzy. Pening, rasanya. Pening kuadrat. Tahukah kalian? Begitu banyak ide dan rencana menjejali ruang pemikiran yang terasa kian menyempit. Ruwet dan rumit. Tapi aku memilih untuk mendahulukan album foto Kenzy dan Kinanti, tentu saja. Ya, yaaahhh, meskipun kadang-kadang rasa cemburu membakar pinggiran hati tapi apa boleh buat? Dalam situasi sepenting dan segenting ini, aku nggak mungkin egois dan emosional, bukan? Toh, kalau Kenzy sadar, aku juga yang bahagia. Bukan Kinanti. Iya, kan?Sooo, this is it!Seperti biasa, aku menggenggam telapak tangan kiri Kenzy dan mengaja