Deeeng, dooong!
Kenzy mengantarkanku sampai di depan pintu kamarku. Sejenak, kami sama-sama berdiri dalam diam dan saling memandang. Pandangan apakah itu? Aku nggak tahu. Tapi jelas, sikapnya terlihat lebih tenang dan menyenangkan sekarang. Nggak usil seperti waktu-waktu yang telah berlalu. Well, aku menebak, Papa Snoek sudah mengajaknya berbicara mengenai aku. Ah, tapi nggak mungkin, kan? Papa Snoek kan, harus menjaga perasaan Kenzy? Maksudku, dia kan nggak boleh berada dalam situasi emosi yang tergangggu, selama Family Teraphy. Yeaaahhh, bagaimana dengan aku? Ah! Sebenarnya emosiku justru lebih terganggu dari pada Kenzy. Kalau begini terus, bisa-bisa gawat kuadrat kali empat ditambah empat. Kenzy sembuh, aku yang kehilangan kewarasan dengan sempurna. Secara nyata. Huaaa, ooohhh, my God!
De swiiing!Sungguh, seandainya Kenzy nggak sedang menjalani Family Teraphy---Miss D sudah mewanti-wanti agar jangan sampai Kenzy terluka batin---aku pasti sudah menangis meraung-raung sampai pingsan di Schiepol Airport, Amsterdam. Kami mengantarkan Papa Snoek sampai di depan pintu check in dan menunggu di sana hingga beberapa menit lamanya hanya untuk saling melambaikan tangan. Oooh, ooohhh, syukurlah aku bisa datang tepat pada waktunya. Kupikir akan terlambat tadi, karena ada kepentingan mendadak di DFF. Cukup menggembirakan sih, tapi sekaligus membuat jantungku senam Zumba. Bagaimana nggak? Mr. Abraham memanggilku ke ruangannya untuk menyampaikan sebuah pengumuman yang sangat penting versi DFF. Versiku juga, sih. Apakah itu? Yeaaahhh, aku mendapatkan A+ untuk ujian Conversation Grade A! Tentu saja perasaanku menj
"Cintai rasa sakitmu, Anya!" bisikku pada diri sendiri, ketika terbangun dan vertigo hebat itu masih mendera, "Get well soon and make sure that every thing is going to be allright!"Auuuhhh, rasanya hilang!"Kenzy, Kenzy!" aku memanggil dengan suara bergetar dan lirih, menyerupai bisikan, "Kenzy!"Sebenarnya Kenzy masih berstatus impossible husband di hatiku tapi bagaimana lagi? Jangankan turun dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi, mengangkat kepala saja, aku nggak mampu. Terlebih dokter yang menanganiku di Emergency Room berpesan, jangan sampai terjatuh, karena bisa berakibat fatal pada saraf dan otot tubuh yang lain. Mis
Siapa sangka, kejadian yang sudah bertahun-tahun lamanya, akan memberikan dampak yang luar biasa menyiksa dalam hidupku? Vertigo Posisional. Penyakit yang akan datang menyerang pada saat aku tidur dengan posisi kepala sama dengan waktu terjatuh dulu. Ya ampuuun! Aku kan nggak ingat, bagaimana dulu posisi kepalaku? Nggak pingsan sih, tapi benar-benar nggak ingat, bagaimana kejadiannya … Menurut keterangan dokternya sih, itu namanya amnesia sewaktu. Sungguh, sampai sekarang pun, yang aku bisa ingat hanya waktu Arunika yang memberikan pengarahan … Tekan starter, gas pelan-pelan dan seimbangkan tubu. Jangan sampai rem dan gas pada saat bersamaan, karena itu berbahaya. Bisa-bisa aku justru melompat dan terbang, hehehehe. Nah, singkat kata singkat cerita, aku mulai menjalankan motor matic baru, hadiah dari Papa karena bertahan di peringkat pertama di kelas tiga SMP. Eh, tiga-tiba ada anak kecil berlari-lari riang di
Ruang keluarga menjadi beku sekarang, kontras dengan musim semi yang menumbuhkan kehidupan, memekarkan bunga-bunga dan menghijaukan semesta Netherlands. Oooh, ooohhh, pasti Keukenhof sudah berwarna-warni dan meriah dengan berjuta-juta tulip. Iya, kan? Lalu, mengapa Kenzy justru memusim dingin? Tidakkah dia paham, harus menjadi apa dirinya sekarang? Menjadi matahari yang cahayanya menghangatkan, mencairkan dan menghidupkan. Itu mauku, tuntutanku. Satu-satunya yang ingin kudapatkan dirinya, sekarang juga."Kenzy!" aku meninggikan suara jadi menyerupai gertakan, "Jawab aku Kenzy, kenapa kamu mau menikah denganku? Apa motivasimu?"Dug!Bukan
Kecewa kuadrat kali empat ditambah empat, aku merentangkan kedua tangan, menggedikkan bahu. Rasanya, ooohhh, rasanya seperti baru saja kejatuhan rudal. Wooow, amazing tralala! Jika memang seperti itu keadaannya, kenapa baru sekarang Kenzy mengakuinya? Kenapa harus beralibi dengan panjang berliku-liku, naik turun dan berputar-putar seperti ini? Halooo, aku jelas manusia biasa yang kulitnya bisa tergores dan hatinya bisa terluka! Bukan berarti terluka karena mungkin Kenzy akan segera menikah lagi dengan Elize dan aku harus segera pulang ke Yogyakarta, Indonesia Raya. Tapi, karena selama ini dia telah mencuri kebenaran itu dariku. Maksudku, hakku untuk mengetahui kebenaran yang sesungguhnya.OK!Misi A, WHO IS THE DADDY telah ber
Dengan segenap perasaan terluka tapi tetap ingin bertahan dan berjuang untuk Papa, aku menekan bell pintu rumah Om Dirga. O'oooo, sepertinya bell sedang bermasalah, jadi aku mengetuk-ngetuknya dengan keras. Menyerupai gedoran, aku sendiri sampai berdebar-debar mendengarnya. Okeee, okeee. Aku rela, apapun yang mendasari Kenzy mau menikah denganku, sungguh rela. Toh, sama sepertiku, dia juga hanya ingin membahagiakan Papa Snoek. Apa masalahnya? Nah, kecuali enggg dia ingin menghancurkanku atau semacamnya. Iya, kan?Oh, syukurlah!Akhirnya Tante Bethanny membukakan pintu, tepat di saat rasa putus asa sudah mulai menyentuh hatiku. Nora langsung menghambur ke arahku begitu melihat kakaknya ini merentangkan kedua tangan untuknya.&nb
Wooow, amazing tralala!William Robotman. Benar-benar nggak nyangka kalau ternyata dia menyimpan niat jahat untukku. So what, kalau dia membantuku mendapatkan video itu dari Elize? Sorry! Jiwa ragaku nggak bisa dibeli oleh apapun kecuali tulusnya cinta dan kasih sayang. Jadi, salah besar kalau sampai William berpikir dengan video itu dia bisa membeliku. Nggak sama sekali. Bahkan, ketika dia bisa menjebloskan Elize ke dalam penjara sekalipun tetap nggak akan bisa membeliku. By the way Om Dirga akan mengembalikan video itu sekigus mengajaknya berbicara empat mata tentang perbuatan jahatnya kemarin. Oooh, my goodness! Om Dirga merasa ada yang aneh denganku kemarin sore, selain masalah Elize. Dia terus mendesak untuk aku bercerita dan ya, yaaahhh, kuceritakan saja semuanya. Jujur, apa adanya. Toh, Om Dirga kan pengganti Papa
De swiiing!Dalam detik-detik yang semakin cepat berdetak seolah-olah anak panah yang dilepaskan dari busurnya dengan sepenuh kekuatan jiwa dan raga, aku menatap Kenzy. Bukan dengan mata yang terpicing lagi tapi dengan mata bola mata yang kurasakan membesar dan hangat oleh air yang meluap naik. Oh, sungguh, mati-matian aku menahannya jangan sampai merembes. Tentu, aku terhimpit di antara dua pilihan yang sama beratnya sekarang tapi ingin memilihnya tanpa sesuatu yang disebut dengan tangisan. Tanpa emosi yang tak terkendali, seperti yang selama ini sering terjadi. Nggak, nggak ingin memercikkan hawa panas di atas semua rencana indah hari ini. Menyiapkan baju, sepatu dan tas yang pantas untuk bekerja. Well, sepertinya harus berbelanja juga sih, di HEMMA. Mencari sepatu kanvas yang nyaman dipakai saat bekerja. Ummm, ummm, se
De Swiiing!Entah bagaimana awalnya, aku nggak terlalu ingat, rasa-rasanya ada sesuatu yang aneh di ruang perawatan ini tapi nggak tahu, apa. Om Dirga masih berdiri sambil menyedekapkan tangan di bawah kaki Kenzy, sama seperti posisinya semula. Miss D sudah selesai melepaskan sonde dan sekarang Doctor, dibantu Nurse mulai melepaskan jarum infus yang tertancap di punggung tangan sebelah kanan. Mereka melakukan transfusi darah dari sana. Sampai di sini aku memandang ke segala arah, mengingat keanehan yang sempat kurasakan tadi.Nothing is weird but I feel that!Kembali, aku memandangi wajah Kenzy yang kadang-kadang tertutup tangan Doctor atau Nurse karena pekerjaan mereka melepas ventilator belum selesai. Wajah yang kalau dalam keadaan sehat terlihat tampan dengan
Di antara bayang-bayang Kenzy yang mengulum senyum manis dan segenggam kebahagiaan, aku menguatkan diri untuk tanda tangan. Meskipun air mata tak kunjung berhenti dan keringat dingin semakin deras mengalir, aku berusaha untuk menguatkan diri. Kuat, tegar untuk Kenzy. Demi suami tercinta sepanjang masa. Miss D dan Doctor menunggu dengan sabar di seberang meja. Tenang, Miss D mengusap-usap punggung tanganku, senyumnya terlihat tipis tapi tulus. Sementara Doctor duduk bersedekap tangan dengan raut wajah setegang robot lowbat.Sungguh, sampai detik ini, aku masih merasa jahat!Jahat, karena harus melalukan semua ini, meskipun itu demi kebaikan Kenzy. Cukup, cukup satu musim dia menjalani masa komanya. Nanti, besok jangan lagi. Aku sudah nggak sanggup lagi melihatnya seperti ini. Oooh, ooohhh, my God! Baru satu kali itu aku me
"Kamu …?" aku mendelik menatapnya, "Ngapain kamu ke sini, keluar!"Betapa terkejutnya aku, saat Kenzy dengan tenang dan santainya masuk ke kamarku. Padahal, sebelum ijab qabul tadi sudah berjanji kalau nggak akan pernah menginjakkan kakinya di sini. Wuaaahhh, sepertinya dia meremehkan ya, kan?"Kenzy, keluar!" dengan amarah yang semakin membesar, aku menunjuk ke arah pintu, "Keluar, Kenzy!"Tap, tap, tap!Terdengar langkah kaki Papa menuju ke sini, membuat kami sama-sama terkejut. Mungkin Kenzy pun bingung harus bagaimana, jadi dia mendekat padaku, sedekat-dekatnya. Tentu saja, itu masih belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan saat Papa sudah benar-benar muncul di depan pintu, Kenzy me
Miss D terperangah, menatapku dengan karakter kucing yang dilanda konflik besar, antara harus mencuri ikan di atas meja atau menahan lapar sampai diberi makan oleh majikannya. Tapi aku tak peduli lagi, tentu saja. Apa yang harus kupedulikan? Itu, ventilator, sonde, jarum infus yang melekat di tubuh Kenzy sudah tak berguna lagi kan? Sudah nggak ada fungsinya lagi, kan? Untuk apa dilanjutkan? Hanya menambah kedalaman luka saja!"Please, do that now, Miss D?" aiu meratap-ratap, memohon dengan segala perasaan yang merasuki diri, "For Kenzy, For me …!"Dalam detik-detik yang berdetak begitu cepat, seolah-oleh roda mobil yang melaju cepat ke sebuah tempat di lereng bukit, kami saling berpandangan dengan mulut ternganga. Aku, napasku memburu, selayaknya seorang prajurit yang berhadapan dengan seseorang yang sangat penting untuk
Papa meraih pergelangan tanganku, menahannya dengan sedikit tekanan yang menyakitkan, tentu saja. Hal yang belum pernah Papa lakukan selama aku menjadi anak pungutnya. Well, aku yakin, seluruh dunia juga tahu, selembut dan semanis apa Papa memperlakukan aku selama ini. Ah, lebih lembut dari butiran salju. Lebih manis dari es krim susu vanilla. Jadi, kalau sampai Papa melakukan itu, berarti ada sesuatu yang bersifat penting dan genting.What is that?I don't know!Yeaaahhh, only he knows, of course!"Anyelir!" Papa memanggil dengan suara bergetar yang aku nggak tahu kenapa, nggak ingin tahu juga, "Kamu, nggak mau ikut nganterin Papa ke bandara, besok pagi?"Finallly H
Hanya bisa bernapas dan memandang ke arah mama Sophia dengan mata yang semakin memburam oleh air mata. Aku merasa benar-benar terjepit sekarang. Terjepit di antara dua bilah pedang yang berkilau tajam plus haus darah. Oooh, ooohhh, my God! Kenzy masih koma, bahkan harapan hidupnya semakin menipis. Bisa dikatakan habis, malah. Sudah begitu, seolah-olah itu belum cukup untuk meluluh lantakkan seluruh hati dan perasaan yang terkandung di dalamnya, Papa menyingkap tabir rahasia tentang hidupku yang sesungguhnya.Jahat. Jahat. Jahat.Apa, apa yang bisa kuharapkan sekarang?Apa masih ada harapan?Papa menjadikan aku Musim Semi, Little Princess dan Anyelir Nuansa Asmara hanya untuk dijadikan pengisi kotak hadiah
Papa kembali ke rumah sakit, setelah tiga hari beristirahat di rumah. Om Dirga hanya menjenguk Kenzy sebentar lalu kembali ke kantor, karena masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Jadi, aku memanfaatkan kesempatan berdua kami untuk berbicara. Sebisa mungkin, dari hati ke hati dan tanpa lonjakan emosi. Selain sadar kalau ini rumah sakit, kami juga nggak pernah bertengkar selama ini. Belum pernah. Nggak lucu kan, kalau dalam kondisi Kenzy yang masih koma, kami justru bertengkar?"Papa," aku memanggil setelah selesai mengepang rambut ala Elsa dan mengikatnya dengan karet gelang, "Ada yang perlu Anyelir tanyakan Pa, boleh?"Aku memindai kebohongan di bola mata Papa. Kebohongan yang nggak kuharapkan sama sekali, sebenarnya. Emmmhhh, pasti Papa lupa kalau dia bahkan selalu mengancamku dengan rotan untuk setiap kebohong
Leiden, 28 September 2018Dear Angel,Begitu banyak yang terjadi dan yang paling besar adalah Kenzy yang masih koma. Bukan hanya itu. Bahkan, secara medis, harapan hidup Kenzy hanya tinggal lima sampai sepuluh persen lagi. Jadi, kalau dokter yang menangani melepaskan semua alat penunjang kehidupannya, kemungkinan besar---Miss D mengatakan tanpa kemungkinan yang berarti pasti---Kenzy akan meninggal dunia. Well, tentu saja, aku nggak mengizinkan siapapun dokter ahli kanker di dunia ini untuk melakukannya! Kamu tahu kan Angel, apa maksudku? Hidup dan mati manusia, mutlak berada di tangan Tuhan. Iya kan, Angel?OK!Kalaupun Kenzy harus meninggal Angel, jangan karena kami melepaskan jarum infus atau ventilatorn
Papa pulang ke Sleedorn Tuin sore ini, diantarkan Om Dirga. Jadi fixed, malam ini aku sendirian menjaga Kenzy di rumah sakit, karena Om Dirga harus menemani Papa. Itulah mengapa, sedari tadi sibuk menyiapkan segala hal untuk lebih intensif mengaktifkan kesadaran Kenzy. Pening, rasanya. Pening kuadrat. Tahukah kalian? Begitu banyak ide dan rencana menjejali ruang pemikiran yang terasa kian menyempit. Ruwet dan rumit. Tapi aku memilih untuk mendahulukan album foto Kenzy dan Kinanti, tentu saja. Ya, yaaahhh, meskipun kadang-kadang rasa cemburu membakar pinggiran hati tapi apa boleh buat? Dalam situasi sepenting dan segenting ini, aku nggak mungkin egois dan emosional, bukan? Toh, kalau Kenzy sadar, aku juga yang bahagia. Bukan Kinanti. Iya, kan?Sooo, this is it!Seperti biasa, aku menggenggam telapak tangan kiri Kenzy dan mengaja