Kejutan Yang Hakiki
Lega. Lega. Lega.
Plong!
Akhirnya, selesai sudah aku membuang semua sampah di rumah ke tempat pembuangan sampah umum, di dekat kopermolen. Meskipun harus berlari-lari untuk itu tapi rasanya benar-benar lega. Nggak, aku nggak mau Kenzy mengatakan aku stupid, pikun atau dengan bad word yang lainnya hanya gara-gara lupa membuang sampah. Pernah, itu pernah terjadi. Sekali, ketika aku dalam penderitaan PMS yang selama ini belum pernah berdamai denganku. Kenzy, mana mau tahu soal itu? Namanya juga batu karang!
Aku kalau sudah PMS jangankan membu
Sudah. Aku sudah menghapus kontak Elize dari Rose. Untuk apa menyimpannya lagi? Dia sudah nggak pantas untuk berada dalam kisah hidupku lagi. Nggak. Bahkan ketika dia memakai topeng Puteri Salju pun aku nggak akan menerimanya lagi. Cukup sudah cerita persahabatan kami hanya sampai di sini. Ibarat sekeping puzzle, dia nggak bisa terangkai lagi dengan kepingan puzzle yang lain. Bukan hanya gambarnya saja yang sudah mengelupas dan hilang entah kemana tapi juga sudah penyok dan robek-robek di sana-sini. Halooo, hanya ada dua keping puzzle, lho. Aku dan dia.Big no!Kalau dia nggak berkhianat, aku masih bisa memaafkan dan menerimanya kembali. Kekurangan diri bisa diminimalkan. Kelemahan bisa dikuatkan. Kekhilafan lumrah terjadi pada setiap manusia tapi ini, berani-beraninya dia bermesraan dengan Kenzy? Sedangkan dia tahu Kenzy
Cling, cling, cling!Akhirnya, sisa hari itu kuhabiskan dengan membersihkan kamar, seluruhnya. Menyedot debu, mengepel lantai dan membersihkan kaca jendela. Kaca lemari, kaca cermin dan bingkai foto, semuanya hingga tak ada sebutir debu pun menempel di kamar.Aku juga mengganti sprei dan bed cover---padahal baru kuganti kemarin pagi---demi mendapatkan nuansa hidup yang baru. Bukan hanya itu, sebelum mengganti dengan sprei dan bed cover yang baru, aku juga menurunkan mattras dan membersihkan bed yang nggak terlihat kotor.Puas dan lega sekali rasanya, melihat kamar yang jauh lebih bersih dan rapi. Seperti baru saja membuka lembaran hidup yang baru. Ah, andai sesederhana itu. Mungkin, aku nggak akan semerana ini sekarang. Nggak akan merasa rapuh dan nggak berguna sama sekali. Jujur, selain dua perasaan itu, aku juga kesepian. Biasanya, Elize selalu di sini, menemaniku.Apa, apa aku baru saja me
Klik, klik, klik!Seperti biasa, aku mengunci pintu kamar sampai pol, meskipun tahu kalau Kenzy sedang nggak ada di rumah. Nggak, aku nggak mau kecolongan lagi, dalam bentuk apapun. Cukup yang sekali itu, waktu demam. Titik. By the way, mengapa hari itu Kenzy bersikap sangat baik terhadapku, ya? Padahal kan, ada Marcella? Haha. Haha. Sekarang semakin sadar kalau diri ini masih terlalu polos, lucu dan unyu-unyu untuk hidup bersama Kenzy. Tentu saja dia bersikap sebaik itu, Anyelir Nuansa Asmara. Karena dia perlu kain yang tebal, panjang dan lebar untuk menyembunyikan hubungannya dengan Marcella. Haha. Haha. Siapa sangka kalau ternyata dengan EVH juga? Elize Van Harry.Oooh, my God!
'It is wonderful,' batinku, setelah selesai menata ulang bingkai-bingkai foto, rak buku dan juga meja belajar, 'Anyelir's Palace!'Foto Mama, Papa dan aku waktu bayi, tetap kugantung di atas meja belajar. Bagiku, itu foto kami yang paling romantis. Mama dan Papa sama-sama sedang mencium sayang pipiku. Kata Papa, aku baru berumur tiga bulan, waktu itu. Tapi sungguh, aku terlihat mirip Mama, lho.Ya, yaaahhh, kata orang-orang sih, sampai sekarang juga mirip Mama. Hihi. Beruntungnya diriku, bisa mewarisi kecantikan Mama. Eh, tapi pada dasarnya aku memang anak Mama dan Papa. Hehe. Wajah, kulit dan jenis rambut, mirip Mama. Nah, perawakan mirip Papa. Adil, kan?
Betapa makan malam yang sempurna. Luar biasa.Sudah jam delapan malam tepat namun Kenzy belum juga pulang. Padahal, aku sudah menyiapkan pecel plus ayam bacem kesukaannya. Lengkap dengan tahu, tempe dan rempeyek kacang, sesuai dengan request yang tertempel di pintu lemari pendingin. Biasanya sih, Kenzy selalu on time, kalau sudah request. Nggak pernah absen sekali pun. Paling nggak, memberi kabar lah, kalau mau absen karena ada acara mendadak.By the way, apakah aku benar-benar memasak semua request Kenzy itu sendiri? Jawabannya, nggak. Bumbu pecelnya, aku beli di toko Indonesia pekan lalu. Jadi, tadi tinggal menyeduh dengan air panas, deh. Sesuai dengan petunjuk penyajian. Hehe. Nah, kalau ayam, tempe plus tahunya, asli aku m
Are you sleeping?Are you sleeping?Brother JhonBrother JhonMorning bell are ringingMorning bell are ringingDing dong ding!Ding dong ding!Meskipun terasa sakit di sekujur tubuh, aku tetap berusaha untuk membuka mata. Menggeli
"Tempat sampah?" tanyaku meradang, "Kamu jahat banget sih, Kenzy? Jahat!"Gemetar menahan kobaran amarah di dalam dada, aku membungkuk dan membuka tutup tempat sampah. Membongkarnya, demi mendapatkan termoterku kembali. Tega Kenzy, jahat! Ya ampuuun, apa dia lupa kalau kotak P3K itu milik kami berdua? Sah, sah saja dong, kalau aku menyimpan kebutuhan pribadiku di sana? Lagipula, termometer itu kan bukan benda yang sifatnya pribadi, kan? Who knows, one day dia terjatuh dari balkon lalu membutuhkannya?Nggak, di tempat sampah itu nggak ada benda yang bernama termometer, tentu saja. Isinya hanya sikat gigi biru yang masih bagus---entah sikat gigi siapa dan mengapa dibuang---botol bekas shampo, gumpalan tissue kering dan sar
Oooh, my God!Rasanya lebih mencekam dari pada dikejar drakula. Ya, yaaahhh, belum pernah, sih. Jangan sampai. Ya ampuuun, aku kan terlalu imut-imut dan unyu-unyu untuk diterkam drakula? Terutama darahku, terlalu manis. Iya, kan?Byuuutttzzz!Kenzy berjalan lagi, kedua tangannya menggapai-gapai di udara sambil terus memanggil namaku. Wuaaahhhh, rasanya, rasanya kakiku nggak menapak di lantai rumah lagi. Kenapa Kenzy sampai melupakan pakaiannya? Apa yang ada dalam otaknya?"Anyaaa, my wife ooohhh my love!"
De Swiiing!Entah bagaimana awalnya, aku nggak terlalu ingat, rasa-rasanya ada sesuatu yang aneh di ruang perawatan ini tapi nggak tahu, apa. Om Dirga masih berdiri sambil menyedekapkan tangan di bawah kaki Kenzy, sama seperti posisinya semula. Miss D sudah selesai melepaskan sonde dan sekarang Doctor, dibantu Nurse mulai melepaskan jarum infus yang tertancap di punggung tangan sebelah kanan. Mereka melakukan transfusi darah dari sana. Sampai di sini aku memandang ke segala arah, mengingat keanehan yang sempat kurasakan tadi.Nothing is weird but I feel that!Kembali, aku memandangi wajah Kenzy yang kadang-kadang tertutup tangan Doctor atau Nurse karena pekerjaan mereka melepas ventilator belum selesai. Wajah yang kalau dalam keadaan sehat terlihat tampan dengan
Di antara bayang-bayang Kenzy yang mengulum senyum manis dan segenggam kebahagiaan, aku menguatkan diri untuk tanda tangan. Meskipun air mata tak kunjung berhenti dan keringat dingin semakin deras mengalir, aku berusaha untuk menguatkan diri. Kuat, tegar untuk Kenzy. Demi suami tercinta sepanjang masa. Miss D dan Doctor menunggu dengan sabar di seberang meja. Tenang, Miss D mengusap-usap punggung tanganku, senyumnya terlihat tipis tapi tulus. Sementara Doctor duduk bersedekap tangan dengan raut wajah setegang robot lowbat.Sungguh, sampai detik ini, aku masih merasa jahat!Jahat, karena harus melalukan semua ini, meskipun itu demi kebaikan Kenzy. Cukup, cukup satu musim dia menjalani masa komanya. Nanti, besok jangan lagi. Aku sudah nggak sanggup lagi melihatnya seperti ini. Oooh, ooohhh, my God! Baru satu kali itu aku me
"Kamu …?" aku mendelik menatapnya, "Ngapain kamu ke sini, keluar!"Betapa terkejutnya aku, saat Kenzy dengan tenang dan santainya masuk ke kamarku. Padahal, sebelum ijab qabul tadi sudah berjanji kalau nggak akan pernah menginjakkan kakinya di sini. Wuaaahhh, sepertinya dia meremehkan ya, kan?"Kenzy, keluar!" dengan amarah yang semakin membesar, aku menunjuk ke arah pintu, "Keluar, Kenzy!"Tap, tap, tap!Terdengar langkah kaki Papa menuju ke sini, membuat kami sama-sama terkejut. Mungkin Kenzy pun bingung harus bagaimana, jadi dia mendekat padaku, sedekat-dekatnya. Tentu saja, itu masih belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan saat Papa sudah benar-benar muncul di depan pintu, Kenzy me
Miss D terperangah, menatapku dengan karakter kucing yang dilanda konflik besar, antara harus mencuri ikan di atas meja atau menahan lapar sampai diberi makan oleh majikannya. Tapi aku tak peduli lagi, tentu saja. Apa yang harus kupedulikan? Itu, ventilator, sonde, jarum infus yang melekat di tubuh Kenzy sudah tak berguna lagi kan? Sudah nggak ada fungsinya lagi, kan? Untuk apa dilanjutkan? Hanya menambah kedalaman luka saja!"Please, do that now, Miss D?" aiu meratap-ratap, memohon dengan segala perasaan yang merasuki diri, "For Kenzy, For me …!"Dalam detik-detik yang berdetak begitu cepat, seolah-oleh roda mobil yang melaju cepat ke sebuah tempat di lereng bukit, kami saling berpandangan dengan mulut ternganga. Aku, napasku memburu, selayaknya seorang prajurit yang berhadapan dengan seseorang yang sangat penting untuk
Papa meraih pergelangan tanganku, menahannya dengan sedikit tekanan yang menyakitkan, tentu saja. Hal yang belum pernah Papa lakukan selama aku menjadi anak pungutnya. Well, aku yakin, seluruh dunia juga tahu, selembut dan semanis apa Papa memperlakukan aku selama ini. Ah, lebih lembut dari butiran salju. Lebih manis dari es krim susu vanilla. Jadi, kalau sampai Papa melakukan itu, berarti ada sesuatu yang bersifat penting dan genting.What is that?I don't know!Yeaaahhh, only he knows, of course!"Anyelir!" Papa memanggil dengan suara bergetar yang aku nggak tahu kenapa, nggak ingin tahu juga, "Kamu, nggak mau ikut nganterin Papa ke bandara, besok pagi?"Finallly H
Hanya bisa bernapas dan memandang ke arah mama Sophia dengan mata yang semakin memburam oleh air mata. Aku merasa benar-benar terjepit sekarang. Terjepit di antara dua bilah pedang yang berkilau tajam plus haus darah. Oooh, ooohhh, my God! Kenzy masih koma, bahkan harapan hidupnya semakin menipis. Bisa dikatakan habis, malah. Sudah begitu, seolah-olah itu belum cukup untuk meluluh lantakkan seluruh hati dan perasaan yang terkandung di dalamnya, Papa menyingkap tabir rahasia tentang hidupku yang sesungguhnya.Jahat. Jahat. Jahat.Apa, apa yang bisa kuharapkan sekarang?Apa masih ada harapan?Papa menjadikan aku Musim Semi, Little Princess dan Anyelir Nuansa Asmara hanya untuk dijadikan pengisi kotak hadiah
Papa kembali ke rumah sakit, setelah tiga hari beristirahat di rumah. Om Dirga hanya menjenguk Kenzy sebentar lalu kembali ke kantor, karena masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Jadi, aku memanfaatkan kesempatan berdua kami untuk berbicara. Sebisa mungkin, dari hati ke hati dan tanpa lonjakan emosi. Selain sadar kalau ini rumah sakit, kami juga nggak pernah bertengkar selama ini. Belum pernah. Nggak lucu kan, kalau dalam kondisi Kenzy yang masih koma, kami justru bertengkar?"Papa," aku memanggil setelah selesai mengepang rambut ala Elsa dan mengikatnya dengan karet gelang, "Ada yang perlu Anyelir tanyakan Pa, boleh?"Aku memindai kebohongan di bola mata Papa. Kebohongan yang nggak kuharapkan sama sekali, sebenarnya. Emmmhhh, pasti Papa lupa kalau dia bahkan selalu mengancamku dengan rotan untuk setiap kebohong
Leiden, 28 September 2018Dear Angel,Begitu banyak yang terjadi dan yang paling besar adalah Kenzy yang masih koma. Bukan hanya itu. Bahkan, secara medis, harapan hidup Kenzy hanya tinggal lima sampai sepuluh persen lagi. Jadi, kalau dokter yang menangani melepaskan semua alat penunjang kehidupannya, kemungkinan besar---Miss D mengatakan tanpa kemungkinan yang berarti pasti---Kenzy akan meninggal dunia. Well, tentu saja, aku nggak mengizinkan siapapun dokter ahli kanker di dunia ini untuk melakukannya! Kamu tahu kan Angel, apa maksudku? Hidup dan mati manusia, mutlak berada di tangan Tuhan. Iya kan, Angel?OK!Kalaupun Kenzy harus meninggal Angel, jangan karena kami melepaskan jarum infus atau ventilatorn
Papa pulang ke Sleedorn Tuin sore ini, diantarkan Om Dirga. Jadi fixed, malam ini aku sendirian menjaga Kenzy di rumah sakit, karena Om Dirga harus menemani Papa. Itulah mengapa, sedari tadi sibuk menyiapkan segala hal untuk lebih intensif mengaktifkan kesadaran Kenzy. Pening, rasanya. Pening kuadrat. Tahukah kalian? Begitu banyak ide dan rencana menjejali ruang pemikiran yang terasa kian menyempit. Ruwet dan rumit. Tapi aku memilih untuk mendahulukan album foto Kenzy dan Kinanti, tentu saja. Ya, yaaahhh, meskipun kadang-kadang rasa cemburu membakar pinggiran hati tapi apa boleh buat? Dalam situasi sepenting dan segenting ini, aku nggak mungkin egois dan emosional, bukan? Toh, kalau Kenzy sadar, aku juga yang bahagia. Bukan Kinanti. Iya, kan?Sooo, this is it!Seperti biasa, aku menggenggam telapak tangan kiri Kenzy dan mengaja