Selalu begitu. Iya, kan?
Hari-hari berlalu begitu cepat, seolah-olah roda yang berputar menuju ke suatu tempat yang paling penting sejagat raya. Do you know what? Sekarang, pagi ini, sudah hari ke sembilan musim panas! Gila nggak, sih? Ummm, well, rasanya baru kemarin kami berbelanja pakaian dan dekorasi rumah untuk musim semi. Menata rumah seserasi mungkin dan ya, yaaahhh, mencoba untuk tetap bertahan. Haha. Dalam pernikahan yang bagiku lebih menyakitkan dari pada contract marriage, maksudku. Well, bahkan sampai detik ini belum tahu pasti alasan yang paling mendasar sehingga pernikahan itu terjadi. Selama ini hanya satu hal yang kupahami dan rasanya mulutku sudah berbusa-busa Karena terlalu sering menceritakannya. Iya, kan? CKA krtitis dan Papa terancam terkena heart attack jadi aku lebih baik mengorbankan diri sendiri dari pa
Oh, God!Aku pasti sudah seperti anak kucing yang tertangkap basah sedang menyeret sepotong rendang daging sapi, sekarang. Menyeret dari mangkuk kaca dan bersiap untuk melahabnya. O'ooo, benar-benar disuguhi buah simalakama, sekarang. Melepaskan diri dan terus berlari pun percuma saja karena Kenzy pasti nggak akan tigggal diam. Tapi nggak mungkin juga mengakui dan menyerahkan diri karena dia pasti akan marah. Iya, kan?"Nyaaa?""Ya, Kenzy""Ini, siapa?"
O'oooo, bagaimana bisa aku melupakan sebuah fakta penting kalau Elize itu anak Belanda asli? Sebesar apapun perutnya, dia pasti bisa berjalan lebih cepat dari pada aku yang kurus dan terus ya, kan? Yeaaahhh, karena sudah terbiasa berjalan dan bergerak cepat dari sejak bayi, tentu saja? Apalah dayaku yang terbiasa santai dan leyeh-leyeh semenjak masih kanak-kanak dulu? Berjalan cepat atau berlari, hanya saat ada kepentingan saja. Jogging, dikejar anjing tetangga atau melarikan diri dari rumah ke rumah Arunika untuk menghindari jam tidur siang. Haha. OK! Inilah kenyataannya sekarang, aku harus bertemu dengan Elize, Elizabeth Van Harry yang telah merenggut separuh kebahagiaan hidupku. Mengacak-acaknya menjadi seperti kebun tulip kecil yang tersapu angin Tornado!"Oh, hi Elize!" aku menyahut dengan sedikit gugup, "Ummm, how a
Oh God!Kata Om Dirga, tiba-tiba Elize kehabisan tenaga untuk mengejan sampai akhirnya midwife memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit. Aku sedang menemani Nora bermain puzzle di dapur, waktu itu terjadi. Ya, yaaahhh, sebenarnya aku nggak ikut mendampingi Elize, sih. Bukan dendam atau semacamnya tapi karena nggak punya nyali sama sekali. Well, ternyata proses bersalin itu luar biasa. Aku nggak bisa menggambarkannya dengan kata-kata, tentu saja. By the way kepala bayinya sudah semakin turun dan mulai terlihat lho, waktu tiba-tiba Elize lemas. Padahal nggak terjadi perdarahan dan sudah dibantu dengan tambahan oksigen, susah dipasang infus juga untuk menambah energi. Tapi begitulah yang terjadi dan harus segera diatasi.Sayang
Refleks, aku mengayunkan tangan dan mendaratkannya dengan super duper keras di wajah Zio, sampai terlihat memerah. Ah! Sampai-sampai, gambar telapak tanganku terlihat jelas di pipi kanannya. Oooh, ooohhh, my God! Aku sampai melupakan Nora. Bagaimana kalau dia sedang melihat ke arahku tadi? Ummm, semoga nggak. Karena kalau iya, aku yakin itu akan membekas dalam ingatan, selama-lamanya. Hal yang paling menyedihkan adalah ketika yang dia ingat, ternyata Anyelir orangnya kasar dan ternyata menampar seseorang itu diperbolehkan. Huaaa, ooohhh, I am so so so sorry! Jelas, aku bukan kakak yang baik."Zio, sorry?" aku bergumam lirih, gemetar, "So, you did it and now, how do you feel …? Your baby … Oooh, ooohhh, my God! I didn't think, I don't know what should I say any more? I don't know what should I do. It's so painful for
Oh, God!Pertanyaan apa itu, "Kenapa, kamu takut aku mati, ya?"Kenzy, Kenzy! Memangnya mati itu perkara yang gampang, apa? Kalau memang gampang, bagaimana bisa orang yang sakit parah, kritis dan koma akhirnya bisa sadar dan sembuh kembali. Sehat dan bisa dengan bahagia melanjutkan kehidupan. Terus, bagaimana bisa, orang yang sehat segar bugar tapi tiba-tiba meninggal dunia? Sering kok aku, mendengar berita yang seperti itu. Ckckckck, Kenzy suka keterlaluan deh, kalau bercanda!"Ih, kamu kok gitu sih, ngomongnya?" protesku sambil berusaha melepaskan tanganku dari genggamannya, "Nggak boleh tahu, itu kata terlarang. Untung nggak ada Mbah
Rasanya masih nggak percaya, tapi itulah kenyataan yang ada!Menurut keterangan Mbak Pie---pembantu di runah---yang kami hubungi melalui telepon rumah, seperti biasa sepulang dari kantor, Papa Snoek mandi. Usai mandi, minta dibuatkan teh lemon kayu manis, teh favoritnya. Benar, Mbak Pie membuatkannya di 'dapur bersih' samping ruang makan. Sebelum dia meninggalkan kamar Papa Snoek, Mbak Pie melihat Papa Snoek mengambil baju ganti di lemari pakaian. Sehat dan baik-baik saja semuanya, nggak ada tanda-tanda kalau mau meninggal. Nah, begitu Mbak Pie selesai membuatkan teh favoritnya itu tadi, kembali ke kamar Papa Snoek. Maksud hati mau menanyakan, mau minum teh dimana. Di ruang kelauarga, beranda depan atau beranda samping sambil memberi makan ikan koi. Eh, tapi ternyata, Papa Snoek tidur di kursi goyang. Awalnya Mbak Pie mas
Kami sudah siap berangkat ke bandara---menunggu Om Dirga sekeluarga---ketika tiba-tiba Kenzy mengoreksi model pakaianku. Well, aku memang mengenakan gaun pendek selutut---gaun musim panas---warna dasarnya merah jambu dengan corak kuncup bunga tulip putih. Sejujur-jujurnya kukatakan, selain cinta mati aku juga nyaman dengan gaun ini tapi Kenzy malah mengambilkan setelan celana jins dan blus oranye polos plus sweater bergaris-garis horizontal hitam, putih oranye. Jaket juga, berwarna blue donker, serasi degan warna celana jins-nya. Menurutnya, Air Conditioner di pesawat sangat dingin, jadi aku harus mengenakan pakaian yang hangat dan berlapis-lapis."Ingat Nya, delapan belas jam dan ya, yaaahhh, di pesawat nggak ada musim panas, kan?" kelakarnya mengingatkan, "Please Nya, aku hanya nggak mau kamu sakit. Mau ya, ganti?" 
Rasanya, sampai kiamat pun aku nggak akan lupa. Bagaimana Kenzy menopang tubuhku yang gemetar dan lemas di dekat pohon kers DE SUPER ICE CREAM, membalurkan ketenangan. Dia terus mengusap-usap punggungku, naik turun di tulang belakang dengan lembut, sesekali mengusap-usap kepala atau menyentuhkan sesuatu yang bernama love kiss di kening. Masih ada lagi, dengan sabar dia menungguku sampai selesai menangis sambil sesekali menyeka air mataku dengan jari-jemarinya.Selama beberapa menit yang bagiku kritis itu, kritis kuadrat, tak sepatah kata pun diucapkannya. Nggak, sungguh. Hanya sikap yang begitu lembut, hangat dan menenteramkan. Adakah anak manusia bodoh yang ingin cepat-cepat melupakan saat-saat romantis, so sweet seperti ini? Aku, nggak. Nggak akan pernah. Ya ampuuun, itu benar-benar manis. Lebih manis dari lechy tea, es
De Swiiing!Entah bagaimana awalnya, aku nggak terlalu ingat, rasa-rasanya ada sesuatu yang aneh di ruang perawatan ini tapi nggak tahu, apa. Om Dirga masih berdiri sambil menyedekapkan tangan di bawah kaki Kenzy, sama seperti posisinya semula. Miss D sudah selesai melepaskan sonde dan sekarang Doctor, dibantu Nurse mulai melepaskan jarum infus yang tertancap di punggung tangan sebelah kanan. Mereka melakukan transfusi darah dari sana. Sampai di sini aku memandang ke segala arah, mengingat keanehan yang sempat kurasakan tadi.Nothing is weird but I feel that!Kembali, aku memandangi wajah Kenzy yang kadang-kadang tertutup tangan Doctor atau Nurse karena pekerjaan mereka melepas ventilator belum selesai. Wajah yang kalau dalam keadaan sehat terlihat tampan dengan
Di antara bayang-bayang Kenzy yang mengulum senyum manis dan segenggam kebahagiaan, aku menguatkan diri untuk tanda tangan. Meskipun air mata tak kunjung berhenti dan keringat dingin semakin deras mengalir, aku berusaha untuk menguatkan diri. Kuat, tegar untuk Kenzy. Demi suami tercinta sepanjang masa. Miss D dan Doctor menunggu dengan sabar di seberang meja. Tenang, Miss D mengusap-usap punggung tanganku, senyumnya terlihat tipis tapi tulus. Sementara Doctor duduk bersedekap tangan dengan raut wajah setegang robot lowbat.Sungguh, sampai detik ini, aku masih merasa jahat!Jahat, karena harus melalukan semua ini, meskipun itu demi kebaikan Kenzy. Cukup, cukup satu musim dia menjalani masa komanya. Nanti, besok jangan lagi. Aku sudah nggak sanggup lagi melihatnya seperti ini. Oooh, ooohhh, my God! Baru satu kali itu aku me
"Kamu …?" aku mendelik menatapnya, "Ngapain kamu ke sini, keluar!"Betapa terkejutnya aku, saat Kenzy dengan tenang dan santainya masuk ke kamarku. Padahal, sebelum ijab qabul tadi sudah berjanji kalau nggak akan pernah menginjakkan kakinya di sini. Wuaaahhh, sepertinya dia meremehkan ya, kan?"Kenzy, keluar!" dengan amarah yang semakin membesar, aku menunjuk ke arah pintu, "Keluar, Kenzy!"Tap, tap, tap!Terdengar langkah kaki Papa menuju ke sini, membuat kami sama-sama terkejut. Mungkin Kenzy pun bingung harus bagaimana, jadi dia mendekat padaku, sedekat-dekatnya. Tentu saja, itu masih belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan saat Papa sudah benar-benar muncul di depan pintu, Kenzy me
Miss D terperangah, menatapku dengan karakter kucing yang dilanda konflik besar, antara harus mencuri ikan di atas meja atau menahan lapar sampai diberi makan oleh majikannya. Tapi aku tak peduli lagi, tentu saja. Apa yang harus kupedulikan? Itu, ventilator, sonde, jarum infus yang melekat di tubuh Kenzy sudah tak berguna lagi kan? Sudah nggak ada fungsinya lagi, kan? Untuk apa dilanjutkan? Hanya menambah kedalaman luka saja!"Please, do that now, Miss D?" aiu meratap-ratap, memohon dengan segala perasaan yang merasuki diri, "For Kenzy, For me …!"Dalam detik-detik yang berdetak begitu cepat, seolah-oleh roda mobil yang melaju cepat ke sebuah tempat di lereng bukit, kami saling berpandangan dengan mulut ternganga. Aku, napasku memburu, selayaknya seorang prajurit yang berhadapan dengan seseorang yang sangat penting untuk
Papa meraih pergelangan tanganku, menahannya dengan sedikit tekanan yang menyakitkan, tentu saja. Hal yang belum pernah Papa lakukan selama aku menjadi anak pungutnya. Well, aku yakin, seluruh dunia juga tahu, selembut dan semanis apa Papa memperlakukan aku selama ini. Ah, lebih lembut dari butiran salju. Lebih manis dari es krim susu vanilla. Jadi, kalau sampai Papa melakukan itu, berarti ada sesuatu yang bersifat penting dan genting.What is that?I don't know!Yeaaahhh, only he knows, of course!"Anyelir!" Papa memanggil dengan suara bergetar yang aku nggak tahu kenapa, nggak ingin tahu juga, "Kamu, nggak mau ikut nganterin Papa ke bandara, besok pagi?"Finallly H
Hanya bisa bernapas dan memandang ke arah mama Sophia dengan mata yang semakin memburam oleh air mata. Aku merasa benar-benar terjepit sekarang. Terjepit di antara dua bilah pedang yang berkilau tajam plus haus darah. Oooh, ooohhh, my God! Kenzy masih koma, bahkan harapan hidupnya semakin menipis. Bisa dikatakan habis, malah. Sudah begitu, seolah-olah itu belum cukup untuk meluluh lantakkan seluruh hati dan perasaan yang terkandung di dalamnya, Papa menyingkap tabir rahasia tentang hidupku yang sesungguhnya.Jahat. Jahat. Jahat.Apa, apa yang bisa kuharapkan sekarang?Apa masih ada harapan?Papa menjadikan aku Musim Semi, Little Princess dan Anyelir Nuansa Asmara hanya untuk dijadikan pengisi kotak hadiah
Papa kembali ke rumah sakit, setelah tiga hari beristirahat di rumah. Om Dirga hanya menjenguk Kenzy sebentar lalu kembali ke kantor, karena masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Jadi, aku memanfaatkan kesempatan berdua kami untuk berbicara. Sebisa mungkin, dari hati ke hati dan tanpa lonjakan emosi. Selain sadar kalau ini rumah sakit, kami juga nggak pernah bertengkar selama ini. Belum pernah. Nggak lucu kan, kalau dalam kondisi Kenzy yang masih koma, kami justru bertengkar?"Papa," aku memanggil setelah selesai mengepang rambut ala Elsa dan mengikatnya dengan karet gelang, "Ada yang perlu Anyelir tanyakan Pa, boleh?"Aku memindai kebohongan di bola mata Papa. Kebohongan yang nggak kuharapkan sama sekali, sebenarnya. Emmmhhh, pasti Papa lupa kalau dia bahkan selalu mengancamku dengan rotan untuk setiap kebohong
Leiden, 28 September 2018Dear Angel,Begitu banyak yang terjadi dan yang paling besar adalah Kenzy yang masih koma. Bukan hanya itu. Bahkan, secara medis, harapan hidup Kenzy hanya tinggal lima sampai sepuluh persen lagi. Jadi, kalau dokter yang menangani melepaskan semua alat penunjang kehidupannya, kemungkinan besar---Miss D mengatakan tanpa kemungkinan yang berarti pasti---Kenzy akan meninggal dunia. Well, tentu saja, aku nggak mengizinkan siapapun dokter ahli kanker di dunia ini untuk melakukannya! Kamu tahu kan Angel, apa maksudku? Hidup dan mati manusia, mutlak berada di tangan Tuhan. Iya kan, Angel?OK!Kalaupun Kenzy harus meninggal Angel, jangan karena kami melepaskan jarum infus atau ventilatorn
Papa pulang ke Sleedorn Tuin sore ini, diantarkan Om Dirga. Jadi fixed, malam ini aku sendirian menjaga Kenzy di rumah sakit, karena Om Dirga harus menemani Papa. Itulah mengapa, sedari tadi sibuk menyiapkan segala hal untuk lebih intensif mengaktifkan kesadaran Kenzy. Pening, rasanya. Pening kuadrat. Tahukah kalian? Begitu banyak ide dan rencana menjejali ruang pemikiran yang terasa kian menyempit. Ruwet dan rumit. Tapi aku memilih untuk mendahulukan album foto Kenzy dan Kinanti, tentu saja. Ya, yaaahhh, meskipun kadang-kadang rasa cemburu membakar pinggiran hati tapi apa boleh buat? Dalam situasi sepenting dan segenting ini, aku nggak mungkin egois dan emosional, bukan? Toh, kalau Kenzy sadar, aku juga yang bahagia. Bukan Kinanti. Iya, kan?Sooo, this is it!Seperti biasa, aku menggenggam telapak tangan kiri Kenzy dan mengaja