Didalam kamar, Aku membuka pintu laci bagian kedua. Tempat disimpan semua perhiasan. Nampak ada dua kotak perhiasan berwarna coklat tua yang berukuran cukup besar. Satu kotak, tempat disimpannya semua perhiasan yang aku beli selama ini. Satu kotaknya lagi, Tempat disimpannya semua perhiasan yang pernah Mas Amar belikan untuk ku selama dua tahun menikah dengannya.Aku mengambil kotak perhiasan yang isinya semua perhiasan yang Mas Amar berikan. Kotak itu aku bawa lalu disimpan di atas tempat tidur.Kemudian aku duduk, lalu membuka kotak perhiasan itu. Terlihat ada sekitar 20 perhiasan yang ada dalam kotak itu. Dari cincin hingga kalung, ada di dalam kotak ini. Dan harganya juga lumayan, yang paling terkecil nilai harganya adalah cincin yang seharga lima juta. Sedangkan untuk kalung, harganya ada yang sampai 100 juta karena bercampur dengan liontin dari berlian. Mas Amar memang sosok lelaki yang royal. Ia seperti tak pernah merasa keberatan untuk membelikan barang-barang mahal untukku
Tok.. Tok.. Tok.. Tak lama ada suara ketukan pintu. Aku membangunkan tubuhku dari sofa untuk membukakan pintu.***Via berjalan menuju pintu rumahnya, Kemudian ia membuka pintunya. Ceklek. "Rasya ?" Ucapnya dengan heran karena melihat Rasya menenteng kresek putih berisi ikan dan satu tangannya lagi menenteng kresek hitam berukuran cukup besar dan satu paperbag yang Via tidak tahu apa isinya.Sedangkan Rasya, Ia hanya tersenyum. Setelah baru pulang dari pasar, Ia langsung ke rumahnya Via."Ada ibu ?" tanyanya. Via mengangguk."Ada, Di dalam. Yaudah, Yuk masuk." ajak Via. Rasya pun masuk ke dalam rumah. "Kayaknya ibu lagi di halaman belakang deh sama ayah." Sambil berjalan menuju halaman belakang, Via berucap. Rasya sejak tadi hanya mengikutinya."Kalo gitu, Aku takut ganggu ibu, Takutnya ibu lagi pengen menghabiskan waktu sama Om." Ucap Rasya yang merasa tak enak hati."Biasanya 'kan ibu suka senang kalo masakin buat kamu, Sya. Gak mungkinlah ibu terganggu." Sahut Via. "Bu." Seru Vi
POV AMAR"Sayang, Baju untuk aku kerja hari ini gak ada yang sudah di setrika ya ?" tanyaku setelah membuka lemari baju. Tak ada satupun baju yang sudah di setrika, Menggantung di bagian penggantung yang ada di lemari. Dengan perasaan yang bingung mesti memakai baju yang mana, Aku menggosok-gosok-an handuk pada rambutku yang masih basah. Bahkan, kali ini aku juga masih memakai kaos polos berwarna putih, Dan celana color pendek diatas lutut.Tiba-tiba aku teringat pada Via.Biasanya, Via selalu sudah menyiapkan stok baju yang sudah di setrika untuk setiap kali aku berangkat kerja. Bahkan, Ia juga sering menyemprotkan pewangi pakaian pada pakaian-pakaian ku. Kini, Hanya aroma wangi itu saja yang masih terhirup aromanya. Wangi yang aku suka. Wangi jeruk yang terhirup segar."Ya mana aku tau lah, Mas. Aku 'kan gak mengurus baju-baju kamu. Itu 'kan tugasnya Bi Siti." Tukasnya Nura yang membuat ku cukup kaget dengan jawabannya.Jadi, Ternyata ia menganggap itu semua tugasnya Asisten rumah
***POV RASYA***Setelah dari tempat pemakaman, Aku pulang ke rumah dalam keadaan yang lelah. Aku membuka pintu, Kemudian melihat ayahku tengah dipapah oleh Riani. Sepertinya ayahku sudah mulai bisa menggerakkan kakinya. Baguslah kalo sudah ada perkembangan. Aku jadi tidak perlu lagi merasa durhaka jika tidak memperdulikannya. Mungkin, Secepatnya aku jadi bisa ke Singapura lagi atau tetap tinggal di Indonesia jika perasaan ku sudah ku utarakan pada Via. Yang pasti, Aku ingin jauh dari ayahku."Rasya, Kamu sudah pulang, Nak ?" tanya ayahku. Aku terdiam, enggan untuk menjawab. Langsung aku berjalan menaiki tangga untuk menuju kamarku. ***Setelah bersih-bersih badan, Aku membaringkan tubuhku di atas tempat tidur sambil menatap layar handphone yang berisi foto Ibu ku, Aku dan ayahku yang berfoto bersama saat aku masih berusia 17 tahun. Yaitu saat masih SMA. Di Foto itu, Aku dan ayahku sama-sama mencium pipi ibu. Aku masih ingat betapa bahagianya saat itu. Saat hubungan ku dengan ayahku
"Sayang, Masa kontrak kamu jadi sekretaris 'kan tinggal satu bulan lagi. Kamu jangan perpanjang lagi aja, Ya ?" Ucapku pada Nura yang tengah menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang sambil memainkan ponselnya. Satu kakinya bertumpu pada kaki satunya lagi. Ia nampak tengah santai sekali. Sedangkan, Aku tengah berdiri hendak ke ranjang setelah sebelumnya bersih-bersih badan, Lalu mengganti baju dengan baju tidur."Maksud kamu apa, Mas ?" Ia menoleh padaku dengan terdengar marah."Emang kamu gak ngerasa ya, Kalo setiap hari kita itu selalu sama-sama lelah. Aku sama kamu sama-sama kerja di kantor, Sering bertemu juga, dan setiap kali pulang ke rumah, kita selalu sama-sama kelelahan dan akhirnya gak ada waktu untuk bisa seperti suami istri pada umumnya.""Aku masih gak ngerti maksud kamu ?!" Tanyanya dengan kening yang mengernyit hingga terlihat ada lipatan di keningnya itu."Maksud aku. Aku ingin memiliki istri yang setiap kali aku pulang dari kantor, aku disuguhkan air minum, tas ak
Setelah pulang dari rumah sakit, Rasya menghentikan mobilnya di depan gerbang rumahnya Via. Lelaki itu melangkah masuk pada gerbang yang sudah terbuka. Saat berjalan, Ia menyugar rambutnya agar rambutnya rapih."Assalamualaikum." Ucapnya begitu sampai di depan pintu."Wa'alaikum salam." Sahut seorang wanita di dalam sana. Rasya tak asing dengan suara itu. Ceklek! Pintu dibuka oleh Via."Kamu ternyata, Sya. Yaudah, Masuk dulu." Suruh Via setelah melihat Rasya di depan rumahnya."Ekh. Enggak, Vi. Aku cuman sebentar kok." Tukas Rasya."Oh, ada apa emangnya ?" tanya Via yang merasa heran."Nanti malam kamu sibuk gak ?" Via menggeleng dengan masih keheranan."Kayaknya enggak, Sih. Kenapa emangnya ?" "A-ku mau mengajak kamu malam." Tukas Rasya dengan ragu."Makan malam ?" Via bertanya. Keningnya sampai mengernyit karena merasa aneh dengan ucapan Rasya. Sedangkan, Rasya hanya mengangguk dengan degup jantung yang berpacu cepat karena gugup."Iya. Apa kamu bisa ?" Tanya Rasya. "Eum.. Yaudah
Rasya menghela nafasnya. Ia berusaha menyiapkannya dirinya."Sebenarnya... ada yang mau aku bicarakan sama kamu, Vi." Ucapnya dengan tatapan lekat memperhatikan Via."Apa ?" tanya Via yang kini juga menatap pada Rasya.Degup jantung Rasya terasa berdebar cepat. Bahkan, Ia juga merasa mendadak kesulitan untuk berucap."Eu.. A-ku.." Ucapnya terbata karena gugup."Ada apa, Sih, Sya ?" Tanya Via yang heran karena Rasya terlihat kesulitan untuk mengucapkannya. Keningnya sampai mengernyit sambil menatap pada Rasya.Rasya mengambil bunga mawar merah yang ada dimeja, Kemudian ia berdiri. Ia melangkahkan kakinya untuk menghampiri Via. Tak lama, Ia langsung menekukkan lututnya di samping Via yang tengah duduk. "Ekh, Sya, Kamu ngapain ?" Tanya Via panik dengan pikirannya yang mulai berpikir jauh. Ia mulai bisa menebak jika Rasya seperti lelaki yang akan mengutarakan perasaannya. Namun, Via masih bertanya-tanya, apakah Rasya hanya sedang latihan untuk menembak wanita lain dengan meminta bantuan
Membalas pengkhianatan suami dan Sahabatku (36)Buru-buru Rasya berdiri kembali untuk menyusul Via. Lelaki itu mengusap air matanya, Kemudian langsung berjalan dengan cepat."Via. Biar aku yang antar kamu pulang. Ini sudah malam." Ucap Rasya saat melihat Via tengah berdiri di pinggir jalan. Sejak tadi, Tak ada satupun mobil apapun yang melewat. Jalanan sangat sepi. Via merasa bingung bagaimana dia bisa pulang tanpa ikut dengan Rasya. Wanita berhijab cream itu menoleh pada Rasya."Aku pulang naik taksi aja." Tukasnya meskipun ia tidak yakin akan ada taksi. Namun, Ia juga merasa tidak mungkin untuk semobil dengan Rasya. Setelah apa yang terjadi, Ia jadi merasa canggung dengan Rasya. Rasanya terasa sudah bukan dengan sahabat lagi."Jangan, Vi. Ini sudah malam. Bahaya kalo kamu pulang sendirian. Aku juga bertanggung jawab mengantarkan kamu pulang, karena aku yang bawa kamu kesini." "Aku mohon, Vi. Kamu pulang sama aku. Aku takut terjadi apa-apa sama kamu. Aku akan sangat merasa bersala
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU - ENDDua hari kemudian, Pak Bram di operasi jantung. Rasya sendiri yang memilih untuk mengoperasi ayahnya itu sebagai bakti pada ayahnya. Operasi berjalan dengan lancar. Jantung Bu Sinta sudah berhasil dicangkokkan pada tubuh Pak Bram. ***Dua bulan kemudianSudah sekitar dua bulan lamanya, Amar tidak berani keluar rumah. Ia trauma dipenuhi penyesalan atas kepergian keluarganya gara-gara dirinya. Dan ia juga malu dengan keadaan wajahnya yang sekarang. Bi Darmi yang merupakan asisten rumahnya, membantu Amar untuk bisa kembali seperti sebelumnya. Keadaan psikisnya cukup terganggu. Usaha restorannya juga tidak dijalankan. Ia memilih menutup usaha barunya itu. Setiap kali ia melihat restoran tersebut, Ia selalu teringat pada semua kesalahannya yang sudah menyebabkan semua keluarganya meninggal dan juga teringat pada wajahnya yang sekarang menjadi tidak setampan dulu lagi. Ia teringat pada kejadian saat Lidiya menyemburkan air keras itu pada w
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU - Keadaan AmarSatu Minggu kemudian...Sekarang, Amar membuka matanya setelah melewati masa kritis yang cukup lama. Di ranjang pasien, Tatapannya melihat ke atas, mengingat dimana ia sekarang, dan apa yang sudah terjadi padanya. "Aku, di rumah sakit ?" tanyanya sendiri, Setelah melihat ruangan tersebut. Tak lama ia tersadar pada semua kejadian sebelumnya. Perasaannya mendadak pedih. Ia menghela nafasnya. Rasanya semua yang terjadi padanya begitu berat untuk ia terima."Huh... Aku baru sadar, Aku kehilangan Keluargaku, dan yang terakhir, aku bertemu Lidiya, dan...." Ia teringat apa yang dilakukan Lidiya pada wajahnya. Mendadak ia membangunkan tubuhnya hingga posisi duduk dengan panik. Amar langsung memegangi wajahnya yang masih dienuhi per-ban itu dengan kedua tangannya. "Wajah aku ?! Lidiya menyemburkan air keras pada wajahku! Apa wajahku baik-baik saja ?! Batinnya gelisah." Ia mencari keberadaan dokter. "Dok!!! Dokter!!! Dokter!!!" Teriak
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU - Hancur!"Ternyata dia disini!" Batinnya geram.***"Ternyata aku gak perlu susah payah untuk menyerahkan kamu ke polisi!" ucap Amar. Lidiya membalikkan badannya, Melihat pada seorang lelaki yang sudah membuatnya tergila-gila jatuh cinta juga sudah membuat dirinya hancur sehancurnya. Ia tersenyum sinis dengan kedatangan Amar. "Akhirnya kamu datang juga, Mas." Lidiya mengucapkannya dengan santai. Berbeda dengan Amar yang sudah dipenuhi amarah."Kamu benar-benar perempuan tidak waras! Kamu sudah membunuh semua keluarga aku!" Pekik Amar dengan tatapan ta-jam tanpa basa-basi."Benar-benar gi-la! kamu, Lidiya" Lagi-lagi Lidiya hanya tersenyum sinis dengan santainya. Ia senang melihat Amar begitu marah atas perbuatannya. "Aku memang gi-la, Mas. Aku menjadi gi-la seperti ini karena kamu. Apa yang aku lakukan, Semua itu karena kamu sendiri, Mas. Kamu sendiri yang menyebabkan semua ini terjadi. Bukankah aku sudah pernah bilang sama kamu, Aku akan m
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU - POV LidiyaSetelah beberapa menit kemudian, Nura mulai sekarat. "A... A.. " lirihnya kesakitan. Semua orang yang ada disana panik. Amar segera menggenggam telapak tangannya dan menatapnya lirih."Ma-af, Mas... A-ku ha-rus per-gi.." Amar tak berkata apapun. Ia hanya menangis mesti siap kehilangan Nura, setelah ia kehilangan anaknya. "Ikuti aku, Ra..." ucap Via. Ia mendekati Nura dan menurunkan kepalanya untuk membisikan kalimat syahadat ke telinga Nura. "Asyhadu a La ilaha ilallah.... " Ucap Via. Dengan susah payah Nura berusaha mengikuti."Asyh-- ha.. du a... La- i-lah-ha-i-la-lah...." Ucap Nura."Wa.. asyha du an... na.. Muhammadar.... Rasulullah....." Ucap Via lagi. Nura kembali berusaha mengikuti. "Wa.. asyh.. ha..du..an..na..Mu-ha-mad-dar... Ra-su-lu-lah... Huh....." Ucapnya hingga kemudian hembusan nafasnya berakhir. Nura sudah tiada. Air mata pun mengalir dari pelupuk mata Via dan Bu Sinta, juga Amar. Sedangkan, Rasya dan Diana ha
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU - Maaf (132)"Ya Allah, Tolong jangan ma-tikan aku dulu sebelum aku meminta maaf pada Via dan ibu. Aku ingin menuntaskan dulu semuanya...." lirihku dalam hati dengan sungguh. Selama ini, Aku sangat jarang sekali berdoa apalagi shalat. Aku benar-benar sombong dan telah tertipu oleh segala ujian dunia hingga aku menjadi manusia yang begitu ja-hat.***Nura juga teringat pada Amran. "Amran... Dimana dia ?" Batinnya. Hingga kemudian ia baru tersadar ada suara seorang lelaki yang menangis sesenggukan dan terdengar begitu terpuruk. Hii..hii..hii... Tangis tersebut adalah tangisan Amar yang masih meratapi Amran yang sudah tiada. Amran dirawat di ruangan IGD di sebelah Nura. Mereka hanya terhalang oleh sebuah tirai hijau. Mendengar tangisan Amar, Nura dalam keadaan sangat lemah itu, menjadi cemas. "Apa yang terjadi dengan Amran ?" batinnya lagi. "Ma-s!" Nura pun berusaha memanggil Amar. Namun Amar tak dapat mendengarnya karena suara tangisnya se
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU - Detik Terakhir[Halo.... Sayang. Aku Lidiya. Sekarang aku ada dirumah kamu. Dalam hitungan menit, kemungkinan kamu akan kehilangan semua keluarga kamu] Jawab seseorang yang ada ditelpon yang langsung diakhiri begitu saja dari sana. Suara wanita yang tidak. asing itu, seketika membuat Amar terkejut. Ia panik. "Lidiya ?! Keluargaku!" ucapnya syock.***Amar segera berdiri, kemudian mengambil kunci mobilnya. "Mereka dalam bahaya!" Ucapnya, sembari melangkahkan kaki keluar pintu ruangannya. Ia segera menuju mobilnya, dengan cepat langsung masuk kedalam mobil, dan tak lama kemudian ia segera melajukan mobilnya dengan kecepatan yang cukup cepat. Ia panik, pikirannya kacau takut terjadi apa-apa pada keluarganya. Di sisi lain, Nura masih meringis kesakitan. Pikirannya kalut, apalagi begitu mendengar suara pecah Alasaka yang semakin membuatnya panik, takut terjadi hal buruk juga pada ibunya dan Amran. "Apa jangan-jangan ka-mu masukan ra-cun ke ma
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU - Dendam LidiyaLidiya membawa makanan-makanan sup daging sapi yang sudah berisi racun itu ke meja makan. Sedangkan, mangkuk berisi makanan untuk dirinya dan Alaska, sengaja masih ia simpan di dapur agar tidak tertukar dengan makanan-makanan yang sudah dicampur dengan racun. Dengan ramah, ia menaruh satu persatu mangkuk berisi sup sapi itu ke depan Bu Sinta dan Nura. Untuk Amran, Amran makan berdua dengan Bu Sinta, sehingga di satu mangkuk-an, karena Amran mesti disuapi. Aroma lezat dari sup itu membuat siapapun yang menci-umnya, langsung merasa lapar. Hingga tak ada sedikitpun rasa curiga dari Bu Sinta dan Nura pada Lidiya."Aduh, Nak Lidiya. Ibu jadi gak enak gini, sampai disiapkan segala. Makasih ya." ucap Bu Sinta dengan ramah. Lidiya membalasnya dengan berpura-pura tersenyum. "Iya, Bu. Gak papa. Malahan saya seneng banget bisa kumpul sama kalian semua. Saya udah berasa sama keluarga kalo sama kalian. Tahu sendiri, Mas Robby 'kan sibuk
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU - Botol Racun"Nura, Kamu masih marah sama ibu ? Sudah lama kamu diamkan ibu terus... Ibu tidak tau harus bagaimana lagi untuk bisa mendapatkan maaf kamu, Ra..." ucap Bu Sinta disaat Nura tengah duduk memainkan ponselnya berselancar di sosmed. Sedangkan Amran sudah tidur, setelah ditidurkan oleh Bu Sinta sejak beberapa menit yang lalu. Dan Amar masih berada di restaurant untuk mengecek usaha barunya itu. Itu sebabnya, Sekarang di rumah hanya ada Bu Sinta dan Nura. Dan bagi Bu Sinta, Ini waktu yang tepat untuk ia berbicara serius dengan Nura. Mendengar itu, Nura langsung meletakkan ponselnya ke meja. Suasana hatinya mendadak kesal. Kemudian ia menoleh dengan sengit menatap ibunya itu. "Apa dengan kata ma-af, Ibu bisa membuat aku tidak menjadi anak dari seorang perempuan yang pernah menjadi wanita malam ?!" Bu Sinta hanya terdiam pilu. Sedangkan Nura langsung berdiri. Perasaannya mendadak penuh amarah juga sedih."Apa ibu tau, Hati aku sakit,
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU - Mengobati (128)Rasya mendorong Pak Bram yang sekarang tengah ada dikursi roda, usai diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Ia melangkah masuk, Sedangkan Via yang menggendong Adiba, dan Pak Padli yang menggendong Aqila, juga Bu Nazwa, berjalan dibelakang mereka. Hari ini adalah hari penuh bahagia bagi mereka, Karena Rasya dan Pak Bram bisa memiliki hubungan yang baik kembali. "Ayah, Nanti ayah tidur dikamar bawah ya, biar lebih mudah kalo mau ke dapur. Nanti bibi juga akan bantu ayah. Rasya juga akan terus periksa keadaan ayah." Pak Bram mengangguk diiringi senyum.***Hingga kemudian, Pak Bram dan yang lainnya berbincang diruang tengah. Rasya meminta ayahnya itu untuk istirahat, Namun Pak Bram ingin berkumpul dulu dengan keluarganya. "Mas, Aku mau masak dulu, ya ?" ucap Via pada Rasya yang tengah duduk di sampingnya."Oh, Iya. Adiba biar aku yang gendong." Rasya mengambil alih Adiba dari pangkuan Via. "Adiba, Sama ayah dulu ya." Adiba