Part 34
Setelah menjelaskan semuanya, Pak RT pun pamit pergi, begitu pula dengan para warga. Mereka meminta maaf pada Reyhan dan Devi. Besok mereka berjanji akan mengganti jendela kaca rumahnya yang pecah. Sementara beberapa orang diutus oleh Pak RT untuk berjaga-jaga di depan rumah Reyhan, karena beliau mengira ada yang sengaja mencelakakan mereka. Sementara yang lain bertugas ronda untuk keliling kampung agar suasana aman terkendali."Mas, coba buka bajumu. Biar kukompres lukamu, Mas," ucap Devi yang tak tega melihat Reyhan meringis ketakutan.Pelan, Reyhan melepas kaos yang di kenakannya hingga memperlihatkan otot tubuhnya yang atletis dan sixpack.Devi mengambil air hangat di wadah baskom lalu kain washlap yang lembut, tak lupa salep persediaan yang mereka punya di rumah."Auw, Dev, tolong pelan-pelan.""Iya, Mas. Tahan sebentar lagi ya. Tahan dulu, kamu pasti kuat, ini memang sedikit sakit."Usai mengompres luka lPart 35Reno mengangguk lemah. Bu Witi terlihat menitikkan air matanya. "Bu, Reno pulang dulu. Mau cari pinjaman buat biaya perawatan ibu."Bu Witi hanya mengangguk sambil menatap anak lelakinya dengan nanar. Reno berjalan menjauh, ia tak menyangka hanya gara-gara jatuh di kamar mandi, ibunya justru lumpuh. Mungkin memang kesehatan sebelumnya kurang baik, sebagian memikirkan Ristha yang tak kunjung pulang.Ia menuju rumah Bang Andi, meminjam uang untuk pengobatan sang ibu. Tapi sayangnya di rumahnya tidak ada, Bang Andi sedang keluar kota untuk membeli keperluan usaha ternaknya. Di rumah hanya ada sang istri, sedangkan ia pun tak memegang uang lebih.Reno kembali dengan perasaan kalut. Ia pun bergegas menuju cafe tempatnya bekerja, hendak cashbon untuk biaya perawatan ibunya."Maaf ya Mas Reno, anda masih orang baru disini, jadi kami tidak bisa meminjamkannya. Minimal enam bulan kerja disini baru bisa cashbon," ucap sa
Part 36"Siaall! Semuanya gagal! Argghh!!" pekiknya. Ia melemparkan barang-barang yang ada di hadapannya. Hingga berserakan di lantai.Ia menjambak rambutnya sendiri, sekarang hatinya makin tak tenang melihat Devi menemukan kebahagiaannya."Awas saja kau, Devi!! Aku akan tetap membuatmu hancur berkali-kali!"Tok tok tok ... Sebuah ketukan pintu mengejutkannya.Siapa yang malam-malam datang kesini? Hatinya bertanya-tanya. Setelah Akbar ditangkap, dia tak punya teman pria lagi. Pesonanya sudah turun sebab wajahnya tampak keriput dari usia yang sebenarnya, karena susuk pemikat itu sudah tak ajaib lagi. Tak punya daya tarik untuk menggoda para lelaki, uangnya pun telah habis, dia tak punya uang untuk pergi ke orang pintar.Tanpa menyibakkan tirai, dia membuka pintu. Alangkah terkejutnya saat melihat dua petugas dengan seragam polisi ada di depan pintu."Pak polisi? Ada apa ya, Pak?""Kami membawa surat penangkapan u
Part 37Reno bergegas pergi menuju Cafe Bintang, tempat kerjanya saat ini. Untunglah ada pekerjaan yang sudah beberapa bulan ini ia tekuni sebagai penghasilan pokoknya.Bahkan sebenarnya, Reno ingin mencari penghasilan tambahan, setelah jam kerjanya selesai, narik ojek misalnya.***Sementara itu.[Aku sudah di Cafe Bintang, Ta. Ditunggu ya kedatanganmu]Rita yang menerima pesan WA itu tersenyum. [Iya sebentar lagi kami sampai.]Hari ini Rita mengajak Reyhan dan juga Devi untuk bertemu dengan lelaki yang saat ini tengah dekat dengannya."Cieee yang senyum-senyum terus dari tadi," ledek Devi."Haha, iya nih, Mbak. Rasanya deg-deg an.""Dek, jadi kamu beneran jatuh cinta sama pria itu?" tanya Reyhan menimpali. "Emmh ya, gak tau juga sih, Mas, aku aja masih bingung.""Ya elah dek, kalau memang serius suka ya gak apa-apa, kami dukung lho."Devi pun mengang
Part 38"Astaga! Bocah ituuuu! Kerasukan setan mana dia?! Bisa-bisanya pulang gak nemuin ibu tapi malah pergi lagi! Ck!"Belum sempat Reno mengejarnya, Ristha sudah lebih dulu pergi dengan sebuah mobil mewah yang berjalan menjauh dari rumahnya."Malam-malam begini mau kemana sih dia pergi? Sama siapa? Kenapa dia diantar pakai mobil?"Reno menggeleng pelan. Seberapapun besar memikirkannya, tapi otaknya belum nyampe. "Apa Ristha sudah dapat pekerjaan? Pekerjaan apa? Kenapa sekarang adikku berubah begini?" gumamnya sendiri."Ren ... Reno ...." Panggilan sang ibunda membuyarkannya. Lelaki itu bergegas ke kamar sang ibunda usai menutup pintu depan. "Ya, Bu?""Siapa tadi yang datang, Ren?" "Tadi Ristha pulang, Bu."Wajah wanita paruh baya itu tampak berbinar dan bersemangat usai mendengar ucapan anak lelakinya. Bu Witi berusaha duduk sambil tersenyum."Mana dia, Nak?"Reno langsu
Part 39Devi tersenyum. "Aku senang kalau kamu menyukainya. Setelah Rita menikah nanti, kita akan pindah ke sini. Sekalian nyicil beli barang-barang yang kita butuhkan nanti.""Iya, Mas. Emmhh, apa boleh aku meneruskan usahaku yang pernah gagal?"Reyhan tersenyum. "Usahamu tidak gagal, Sayang. Hanya tertunda saja. Tentu saja, lalukan apapun yang kamu suka. Asalkan masih dalam hal positif."Devi mengangguk dan tersenyum lagi. Sungguh, perlakuan sang suami membuatnya merasa teristimewa. Padahal ia pernah berada di kubangan luka yang dalam. Bila mengingat dahulu, ia lantas teringat dengan mendiang putri tercintanya. Seketika hatinya jadi pilu."Mas, pulang dari sini apa boleh mampir dulu?""Mau kemana?""Ke makam Silvi," jawab Devi sambil tertunduk."Ya, tentu saja, Sayang. Kita akan ke makam Silvi.""Terima kasih, Mas.""Jangan terus-terusan berterima kasih padaku. Hei, apakah kau tidak
"Sayang ...?""Ya?""Aku baru saja nerima telpon dari rekanku, ada kepentingan di luar kota, ini mengenai riset yang akan kulakukan untuk pembuatan buku aku. Apa kamu gak apa-apa kalau ditinggal sendiri di sini?" tanya Reyhan.Jadi, selain mengelola toko bukunya, sekarang Reyhan merambah pekerjaan menjadi seorang penulis. "Berapa hari, Mas?""Mungkin sekitar seminggu, Yang.""Kapan berangkatnya, Mas?""Besok, Yang. Jadi, nanti aku gak bisa nemenin kamu lapor ke pak RT, gak apa-apa kan?" tanya Reyhan lagi.Meski perumahan baru, tapi kompleks ini sudah banyak ditempati para warga dan sudah dibentuk RT dan RW setempat."Tadi sih aku udah ketemu Pak RT tapi cuma ngobrol sebentar doang.""Kapan?""Tadi, pas kamu tertidur."Devi mengangguk. "Semoga lancar ya, Mas.""Aamiin ya Allah.""Ya sudah, aku mau masak buat makan malam dulu.""Eh, gak usah, Yan
Part 41Devi masih mendengar obrolan mereka dengan jelas. Lastri yang kemarin begitu ramah padanya kenapa menyebarkan berita hoax begitu?Ia sebenarnya merasa heran dengan para tetangga barunya, kenapa bisa mereka berpikiran seperti itu.Tak mau ambil pusing, Devi bergegas ke rumahnya sendiri. Ia sempat berhenti sejenak melihat ke rumah yang pintunya masih tertutup rapat. Jaraknya tidak jauh dengan rumahnya, berseberangan tapi bukan persis di depan rumah. Ia merasa heran, karena sejak tinggal di sana ia tak melihat penghuni rumahnya. Hanya sesekali melihat pintunya terbuka jikalau malam hari. Devi menggeleng kepalanya pelan. 'Dasar aneh aku! Kenapa harus mikirin orang lain. Ck! Mungkin saja penghuni rumah itu seorang introvert.' Batinnya.Sampai di rumah, ia langsung menuju ke dapur dan membereskan belanjaannya. Sebagian taruh di kulkas, sebagian lagi akan ia siapkan untuk dimasak. Dering ponsel membuyarkannya, Devi b
"Eh ti-tidak," sahut Mbak Lastri menutup mulut dan tersenyum gugup."Eh Mbak Devi, tau gak tadi suamiku pulang tapi langsung berangkat lagi. Terus dia ngasih aku hadiaaaah," ujarnya heboh. "Mau tau gak hadiahnya apa?""Wah hadiahnya apa, Mbak? Kok seneng banget?" tanya Devi sengaja memancingnya."Hadiahnya handphone baru mbak yang mahal dan keluaran terbaru itu lho, yang layarnya gak pecah meski ditutuk-tutuk gini, Mbak. Haha padahal baru kemarin aku minta ganti hape dan langsung dikasih dong. Besok-besok aku mau minta dibeliin motor ah. Biar aku bisa jalan-jalan. Hihi.""Wah, ikut senang mendengarnya, Mbak.""Iya dong. Suamiku ini kerjanya enak lho, Mbak. Gajinya besar. Dipercaya banget sama bosnya. Uw makanya dia tuh so sweet banget sama aku. Minta apa-apa langsung dituruti."Devi tersenyum lagi, padahal ia paling malas menanggapi basa-basi begini. Tapi apa boleh buat, ia hanya orang baru di sini. "Hahah iya, tapi say
Satu tahun kemudian .... Devi bangun lebih awal. Ia bersiap membuatkan sarapan dan susu untuk keponakannya yang masih berusia 4 bulan lebih. Bayi mungil perempuan yang diberi nama Mentari oleh Rita itu beberapa hari terakhir dititipkan dan tinggal bersamanya, karena Rita harus melakukan perjalanan dinas ke luar kota selama beberapa hari. Sebagai single parent dan mengalami ujian yang berat, Rita bekerja keras dengan menjadi wanita karir untuk dia dan juga putrinya. Devi dan Reyhan tak merasa keberatan mengasuh bayi lucu yang sedang aktif-aktifnya itu. Kebersamaan mereka justru lebih berwarna dengan kehadiran Mentari. Hari-hari biasanya pun, ketika Rita kerja, Mentari diasuh oleh baby sitter, tapi hampir setiap hari Devi datang menemui Mentari. Hanya saja pagi ini, Devi merasa ada yang berbeda dengan tubuhnya. Ada rasa mual yang tak biasa dan lelah yang sangat. Devi mencoba mengabaikannya, tetapi intuisi seorang wanita seringkali lebih tajam daripada yang lain. "Hueeek ... hueee
Reno duduk di kursi plastik biru di ruang tunggu Rumah Sakit Umum, meremas-remas ujung bajunya. Suara mesin ventilator dan dengung alat-alat medis mengiringi kegelisahannya. Waktu sudah menunjukkan pukul 2 siang, tapi dia masih setia menemani ibunya yang tengah terbaring di ruang ICU. Di sampingnya, seorang dokter tengah memeriksa laporan medis. Sementara itu, perawat terus mondar-mandir membawa alat dan obat-obatan.“Ibu masih bisa sembuh, kan, Dok?” tanya Reno pelan, suaranya serak menahan kekhawatiran.Dokter menatap Reno dengan tatapan penuh empati. “Kami akan berusaha sebaik mungkin, Pak. Tetapi, kita harus bersiap untuk segala kemungkinan.”Reno hanya mengangguk. Kata-kata dokter itu bagai angin lalu, tidak terlalu ia cerna dengan baik. Pikirannya melayang-layang. "Maafkan aku, Ibu. Sungguh aku anak yang tidak berguna karena tak bisa melindungimu, Bu. Kenapa harus ibu yang menanggung semua ini," bisiknya sambil menggenggam tangan ibunya. Butiran bening sudah menitik di pipinya
Di sebuah rumah kecil, ibunda Reno duduk di kursi roda di ruang tamu yang redup. Wajahnya pucat, matanya berkaca-kaca, dan tangannya gemetar. Selembar surat terbuka di pangkuannya, dan isinya membuatnya tak percaya pada apa yang baru saja dia baca."Bagaimana mungkin?" gumamnya, suaranya hampir tidak terdengar di antara keheningan ruangan. Dia mengenang saat-saat indah bersama putrinya, Ristha, yang selalu menjadi anak kebanggaannya.Kenangan masa lalu membawanya pada waktu-waktu ketika Ristha masih kecil, ketika dia memeluknya erat-erat setiap kali dia pulang dari sekolah. Dia selalu bercerita tentang impian masa depannya, tentang bagaimana dia ingin menjadi seseorang yang sukses, memberi kebahagiaan pada ibunya.Namun, kini, semua itu terasa seperti mimpi buruk. Surat di pangkuannya memberitahu bahwa Ristha telah ditangkap karena kasus penipuan. Ibu merasa seolah-olah dunianya runtuh seketika.Pikirannya berkecamuk dengan pertanyaan yang tak terjawab. Apakah dia tidak mendidik Rist
Sore harinya, setelah pemeriksaan lengkap, akhirnya, Rita diperbolehkan pulang oleh dokter dan beristirahat di rumah. Reyhan datang menjemputnya. "Bagaimana kalau pulang ke rumah kami saja?" usul lelaki itu.Rita menggeleng pelan. "Aku ingin istirahat di rumah saja.""Bener kamu gak apa-apa ketemu laki-laki sialan itu?""Aku gak apa-apa, Mas."Reyhan menghela napas. "Ya sudah, kalau itu keinginanmu, tapi kamu harus istirahat yang cukup ya. Jangan diporsir, kamu kan masih dalam tahap pemulihan."Rita mengangguk pasrah.Mobil keluar dari lingkungan rumah sakit, dan pulang menuju rumah. Satu jam lebih waktu yang ditempuh untuk bisa sampai di rumah. Sepanjang jalan, Rita terdiam. Sesekali hanya melihat pemandangan dari jendela mobil. Semangat Rita segera terhenti ketika dia memasuki rumahnya yang sunyi. Suasana yang biasanya hangat dan penuh cinta sekarang terasa dingin dan hampa. ***
"Apa kalian yakin orangnya ada di dalam?""Iya, kami yakin, Pak. Dia gak mugkin kabur lewat belakang, Gak ada akses, pasti sekarang lagi sembunyi."Berkali-kali mereka mencoba bernegoisasi, tapi ternyata tak ada tanggapan apapun dari dalam.***Sementara itu ...Mendengar keributan di luar, Ristha terbangun. Ia mengerjapkan matanya pelan. "Ada apaan sih, ribut banget di luar, ganggu orang tidur aja!" gerutunya lirih. Ya, akibat stress sepanjang malam, dia bahkan telat bangun tidur. Wajahnya agak pucat dan matanya penuh kegelisahan. Entah kenapa, baru saja Ristha bangun dari tidurnya, namun ketegangan merasuk ke dalam setiap selnya. Dia tahu, mulai hari ini adalah hari yang takkan terlupakan baginya. Jordan pergi tanpa mau memberinya kabar lagi. Dan juga masalah lain ya ...."Heeeii buka pintunya dasar penipuuuu!!" teriak seseorang dari luar membuat Ristha berjingkat. Jantungnya berdegup lebih kencang.Ia bangki
Jordan mencoba memegang tangan Rita, tapi Rita menariknya kembali. Dia merasa seperti dunianya hancur berkeping-keping. Selama ini, dia telah memberikan segalanya untuk rumah tangganya, namun sekarang semuanya terasa sia-sia."Mohon Maafkan aku, Rita. Aku tahu aku tidak bisa menghapus kesalahan yang sudah kulakukan, tapi aku ingin memperbaikinya. Aku akan melakukan apa pun untuk memperbaiki hubungan kita," ucap Jordan."Aku ingin bertaubat, Rita. tolong berikan kesempatan untukku. Kau mau kan maafin aku? Aku janji akan mengakhiri semuanya."Rita masih terdiam, sungguh, dia memang terlanjur shock dengan apa yang terjadi dalam hidupnya saat ini. Dia merasa terjebak dalam keputusasaan, tidak tahu harus bagaimana lagi melanjutkan hidupnya. Di saat dia menemukan jodoh di usia yang cukup matang, tapi kenapa jodoh yang dikirimkan padanya justru orang seperti Jordan, orang yang punya hubungan spesial dengan gadis muda sebelumnya. "Maafkan aku,
Rita dan Devi ternganga mendengar pengakuan Ristha. Mereka benar-benar tak percaya."Meskipun hati aku sakit, ditinggal nikah sama pangeranku, tapi aku rela diduakan. Aku gak mau putus dari Mas Jordan, karena-----""Kalian benar-benar tak punya hati!" pekik Rita sambil tergugu. "Yang gak punya hati itu, Mbak! Mbak lah yang merebut Mas Jordan dariku! Kami berhubungan sejak lama, sebelum Mas Jordan kenal dengan Mbak Rita!" teriak Ristha tak mau kalah."RISTHA, DIAMLAH!" Jordan berteriak seketika membuat nyali Ristha menciut. Matanya mendadak berkaca-kaca."Mas, aku mengatakan hal yang sebenarnya. Kita, kita--""Aku tahu, kamu memang datang lebih dulu. Tapi istriku sekarang adalah Rita. Terlebih sekarang, sudah ada buah cintaku dengannya. Dia sedang hamil."Ristha shock mendengar penuturan Jordan, ia bahkan tak pernah menyangka kalau hal ini terjadi. "Apa? Mbak Rita hamil?""Ya, dan aku gak mungkin menin
[Maksudnya gimana, Mas][Nanti kau temani dia datang ke lokasiku saat ini][Kamu di mana, Mas?][Akan kukirim alamatnya menyusul. Aku akan telpon Rita dulu][Ya, baiklah.]Benar saja, usai bertukar pesan dengan sang istri. Reyhan langsung menelepon ke nomor adiknya.Dering ponsel membuat Rita terhenyak. Ia tersenyum tipis melihat nama yang tertera di ponsel."Hallo Mas Reyhan, ada apa? Tenang saja, kakak ipar aman di sini!" seru Rita menggodanya membuat Devi tersenyum."Iya, aku tahu," jawab Reyhan singkat."Terus?""Dek, kamu bisa gak datang ke sini? Minta Mbak Devimu buat nemenin.""Kemana, Mas? Emang ada masalah apa?""Datang saja ya, Dek. Aku gak bisa menjelaskannya di telepon.""Ya, baiklah.""Aku akan share lokasinya ya di WA.""Baik, Mas.""Ya udah nanti hati-hati di jalan.''Panggilan itupun terputus. "Mbak, apa mb
Seketika wajahnya shock dan menegang saat tau di hadapannya adalah .... "Ma, Mas Reyhan? Mas Reyhan kenapa bisa ada di sini?""Kenapa? Kaget ya?"Reyhan tersenyum sinis melihat kegugupan di wajah adik iparnya itu. Apalagi saat melihat ada seorang perempuan di balik selimut. Tanpa basa-basi Reyhan langsung memukul lelaki itu.Buuughht!! Suara pukulan Reyhan membuat Ristha menjerit."Dasar laki-laki brengs*k! jadi ini yang kau lakukan di belakang adikku hah?!""Mas, biarkan aku menjelaskannya dulu!""Jelaskan jelaskan apa, brengs*k! Semua yang kulihat sudah jelas!! Kau tega melakukan ini pada adikku!!"Buuughhtt!! Bugghhtt!! Pukulan-pukulan itu ia layangkan kembali di perut Jordan membuat lelaki itu terhuyung.Jordan berusaha bangkit, sedangkan Ristha yang ada di balik selimut segera membalut tubuhnya dengan selimut itu dan memungut bajunya yang tadi sempat dilepas, lalu berlari ke kamar mandi dan mengun