Part 31Reno keluar dari ruangan dengan wajah ditekuk. Ia benar-benar kesal apalagi dengan ucapan Reyhan. Padahal ia ingin sekali berbincang berdua dengan sang mantan istri. Bila diberikan kesempatan, ia ingin sekali rujuk dengan Devi. Tapi karena ada kehadiran lelaki itu rencananya jadi berantakan. Devi pun dengan tegas mengusirnya."Lho, Mas Reno, kenapa dengan wajahmu?" tanya Rita yang tiba-tiba ada di hadapannya."Devi sudah mengusirku, padahal aku ingin minta maaf. Ada yang ingin kubicarakan banyak dengannya."Rita tersenyum simpul. "Dalam keadaan seperti ini, Devi pasti masih shock. Berikan dia waktu, Mas. Memangnya apa yang ingin kau bicarakan dengan Devi selain Silvi?""Aku ingin meminta rujuk dengannya.""Hah? Lebih baik kau urungkan saja niatmu untuk rujuk dengan Devi.""Lho memangnya kenapa? Aku yakin, Devi pasti akan memaafkanku dan menerimaku kembali.""Jangan berharap berlebihan, Mas. Karena usai masa iddah Devi habis, kakakku akan segera melamarnya," sahut Rita dengan s
"Menikahlah denganku!" cetus Reyhan dengan mantap.Devi tercengang mendengarnya. Apalagi melihat Rita yang ikut senyam-senyum gak jelas."Udah, terima aja, Dev! Kakakku orang baik lho. Dia gak mungkin mengecewakanmu. Dari sejak sekolah sampai sekarang aja dia hanya cinta sama kamu! Dia Jodi tau! Jomblo abadi, hahaha!""Diem bocil gak usah ikut campur!" sahut Reyhan pada adiknya. Devi hanya mengulum senyum melihat tingkah mereka berdua."Ehemm ...!" Pria itu berdehem, tanpa sadar Devi tengah memandangnya lekat.."Jadi gimana, Dev? Aku serius mengenai perasaanku ini. Aku mencintaimu, Dev. Aku ingin kamu menjadi istriku. Aku ingin menikahimu."Deg! Jantungku makin berdebar tak menentu seperti gendang bertalu saat mendengar pernyataan cintanya. "Ya elah, aku dianggap obat nyamuk nih! Kak, masa ungkapin cinta di meja makan sih, ada aku lagi! Gak romantis banget!" protes Rita dengan nada meledek."Biarin! Yang penting ungkapan perasaanku tersampaikan.""Hahahaha, gokil lu kak! Gak punya mo
Part 33"Aku gak terima saja mereka menjelekkanmu, Dev. Sebenarnya siapa ya yang memprovokasi mereka?""Sudah, Mas. Gak usah dibahas lagi. Biar hukum Allah saja yang membalasnya. Bagaimana kalau kita fokus dengan hubungan kita sekarang?"Lelaki yang dulu begitu kaku ini sekarang lebih sering tersenyum. "Baiklah, apa katamu saja.""Mas, antar aku ke makam Silvi ya. Aku rindu padanya.""Oke, ayo kesana."Tak banyak kata sanggahan, Reyhan langsung bergegas mengajak calon istrinya."Pakai dulu sabuk pengamannya, Dev. Nanti kita mampir beli bunga di toko florist.""Iya, Mas," sahut Devi sembari tersenyum.Reyhan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, mampir di toko Lisha florist, membeli karangan bunga mawar dan bunga warna-warni lainnya.Tak butuh waktu lama, mereka sampai di tempat pemakaman umum. Devi berjalan menuju makam putrinya, disusul sang calon suami. "Sayang, gimana keadaanmu disana? Semoga baik-baik saja ya. Ibu datang kesini mau ngasih tahu, kalau ibu dan Om Reyhan akan
Part 34Setelah menjelaskan semuanya, Pak RT pun pamit pergi, begitu pula dengan para warga. Mereka meminta maaf pada Reyhan dan Devi. Besok mereka berjanji akan mengganti jendela kaca rumahnya yang pecah. Sementara beberapa orang diutus oleh Pak RT untuk berjaga-jaga di depan rumah Reyhan, karena beliau mengira ada yang sengaja mencelakakan mereka. Sementara yang lain bertugas ronda untuk keliling kampung agar suasana aman terkendali."Mas, coba buka bajumu. Biar kukompres lukamu, Mas," ucap Devi yang tak tega melihat Reyhan meringis ketakutan.Pelan, Reyhan melepas kaos yang di kenakannya hingga memperlihatkan otot tubuhnya yang atletis dan sixpack. Devi mengambil air hangat di wadah baskom lalu kain washlap yang lembut, tak lupa salep persediaan yang mereka punya di rumah."Auw, Dev, tolong pelan-pelan.""Iya, Mas. Tahan sebentar lagi ya. Tahan dulu, kamu pasti kuat, ini memang sedikit sakit." Usai mengompres luka l
Part 35Reno mengangguk lemah. Bu Witi terlihat menitikkan air matanya. "Bu, Reno pulang dulu. Mau cari pinjaman buat biaya perawatan ibu."Bu Witi hanya mengangguk sambil menatap anak lelakinya dengan nanar. Reno berjalan menjauh, ia tak menyangka hanya gara-gara jatuh di kamar mandi, ibunya justru lumpuh. Mungkin memang kesehatan sebelumnya kurang baik, sebagian memikirkan Ristha yang tak kunjung pulang.Ia menuju rumah Bang Andi, meminjam uang untuk pengobatan sang ibu. Tapi sayangnya di rumahnya tidak ada, Bang Andi sedang keluar kota untuk membeli keperluan usaha ternaknya. Di rumah hanya ada sang istri, sedangkan ia pun tak memegang uang lebih.Reno kembali dengan perasaan kalut. Ia pun bergegas menuju cafe tempatnya bekerja, hendak cashbon untuk biaya perawatan ibunya."Maaf ya Mas Reno, anda masih orang baru disini, jadi kami tidak bisa meminjamkannya. Minimal enam bulan kerja disini baru bisa cashbon," ucap sa
Part 36"Siaall! Semuanya gagal! Argghh!!" pekiknya. Ia melemparkan barang-barang yang ada di hadapannya. Hingga berserakan di lantai.Ia menjambak rambutnya sendiri, sekarang hatinya makin tak tenang melihat Devi menemukan kebahagiaannya."Awas saja kau, Devi!! Aku akan tetap membuatmu hancur berkali-kali!"Tok tok tok ... Sebuah ketukan pintu mengejutkannya.Siapa yang malam-malam datang kesini? Hatinya bertanya-tanya. Setelah Akbar ditangkap, dia tak punya teman pria lagi. Pesonanya sudah turun sebab wajahnya tampak keriput dari usia yang sebenarnya, karena susuk pemikat itu sudah tak ajaib lagi. Tak punya daya tarik untuk menggoda para lelaki, uangnya pun telah habis, dia tak punya uang untuk pergi ke orang pintar.Tanpa menyibakkan tirai, dia membuka pintu. Alangkah terkejutnya saat melihat dua petugas dengan seragam polisi ada di depan pintu."Pak polisi? Ada apa ya, Pak?""Kami membawa surat penangkapan u
Part 37Reno bergegas pergi menuju Cafe Bintang, tempat kerjanya saat ini. Untunglah ada pekerjaan yang sudah beberapa bulan ini ia tekuni sebagai penghasilan pokoknya.Bahkan sebenarnya, Reno ingin mencari penghasilan tambahan, setelah jam kerjanya selesai, narik ojek misalnya.***Sementara itu.[Aku sudah di Cafe Bintang, Ta. Ditunggu ya kedatanganmu]Rita yang menerima pesan WA itu tersenyum. [Iya sebentar lagi kami sampai.]Hari ini Rita mengajak Reyhan dan juga Devi untuk bertemu dengan lelaki yang saat ini tengah dekat dengannya."Cieee yang senyum-senyum terus dari tadi," ledek Devi."Haha, iya nih, Mbak. Rasanya deg-deg an.""Dek, jadi kamu beneran jatuh cinta sama pria itu?" tanya Reyhan menimpali. "Emmh ya, gak tau juga sih, Mas, aku aja masih bingung.""Ya elah dek, kalau memang serius suka ya gak apa-apa, kami dukung lho."Devi pun mengang
Part 38"Astaga! Bocah ituuuu! Kerasukan setan mana dia?! Bisa-bisanya pulang gak nemuin ibu tapi malah pergi lagi! Ck!"Belum sempat Reno mengejarnya, Ristha sudah lebih dulu pergi dengan sebuah mobil mewah yang berjalan menjauh dari rumahnya."Malam-malam begini mau kemana sih dia pergi? Sama siapa? Kenapa dia diantar pakai mobil?"Reno menggeleng pelan. Seberapapun besar memikirkannya, tapi otaknya belum nyampe. "Apa Ristha sudah dapat pekerjaan? Pekerjaan apa? Kenapa sekarang adikku berubah begini?" gumamnya sendiri."Ren ... Reno ...." Panggilan sang ibunda membuyarkannya. Lelaki itu bergegas ke kamar sang ibunda usai menutup pintu depan. "Ya, Bu?""Siapa tadi yang datang, Ren?" "Tadi Ristha pulang, Bu."Wajah wanita paruh baya itu tampak berbinar dan bersemangat usai mendengar ucapan anak lelakinya. Bu Witi berusaha duduk sambil tersenyum."Mana dia, Nak?"Reno langsu
Satu tahun kemudian .... Devi bangun lebih awal. Ia bersiap membuatkan sarapan dan susu untuk keponakannya yang masih berusia 4 bulan lebih. Bayi mungil perempuan yang diberi nama Mentari oleh Rita itu beberapa hari terakhir dititipkan dan tinggal bersamanya, karena Rita harus melakukan perjalanan dinas ke luar kota selama beberapa hari. Sebagai single parent dan mengalami ujian yang berat, Rita bekerja keras dengan menjadi wanita karir untuk dia dan juga putrinya. Devi dan Reyhan tak merasa keberatan mengasuh bayi lucu yang sedang aktif-aktifnya itu. Kebersamaan mereka justru lebih berwarna dengan kehadiran Mentari. Hari-hari biasanya pun, ketika Rita kerja, Mentari diasuh oleh baby sitter, tapi hampir setiap hari Devi datang menemui Mentari. Hanya saja pagi ini, Devi merasa ada yang berbeda dengan tubuhnya. Ada rasa mual yang tak biasa dan lelah yang sangat. Devi mencoba mengabaikannya, tetapi intuisi seorang wanita seringkali lebih tajam daripada yang lain. "Hueeek ... hueee
Reno duduk di kursi plastik biru di ruang tunggu Rumah Sakit Umum, meremas-remas ujung bajunya. Suara mesin ventilator dan dengung alat-alat medis mengiringi kegelisahannya. Waktu sudah menunjukkan pukul 2 siang, tapi dia masih setia menemani ibunya yang tengah terbaring di ruang ICU. Di sampingnya, seorang dokter tengah memeriksa laporan medis. Sementara itu, perawat terus mondar-mandir membawa alat dan obat-obatan.“Ibu masih bisa sembuh, kan, Dok?” tanya Reno pelan, suaranya serak menahan kekhawatiran.Dokter menatap Reno dengan tatapan penuh empati. “Kami akan berusaha sebaik mungkin, Pak. Tetapi, kita harus bersiap untuk segala kemungkinan.”Reno hanya mengangguk. Kata-kata dokter itu bagai angin lalu, tidak terlalu ia cerna dengan baik. Pikirannya melayang-layang. "Maafkan aku, Ibu. Sungguh aku anak yang tidak berguna karena tak bisa melindungimu, Bu. Kenapa harus ibu yang menanggung semua ini," bisiknya sambil menggenggam tangan ibunya. Butiran bening sudah menitik di pipinya
Di sebuah rumah kecil, ibunda Reno duduk di kursi roda di ruang tamu yang redup. Wajahnya pucat, matanya berkaca-kaca, dan tangannya gemetar. Selembar surat terbuka di pangkuannya, dan isinya membuatnya tak percaya pada apa yang baru saja dia baca."Bagaimana mungkin?" gumamnya, suaranya hampir tidak terdengar di antara keheningan ruangan. Dia mengenang saat-saat indah bersama putrinya, Ristha, yang selalu menjadi anak kebanggaannya.Kenangan masa lalu membawanya pada waktu-waktu ketika Ristha masih kecil, ketika dia memeluknya erat-erat setiap kali dia pulang dari sekolah. Dia selalu bercerita tentang impian masa depannya, tentang bagaimana dia ingin menjadi seseorang yang sukses, memberi kebahagiaan pada ibunya.Namun, kini, semua itu terasa seperti mimpi buruk. Surat di pangkuannya memberitahu bahwa Ristha telah ditangkap karena kasus penipuan. Ibu merasa seolah-olah dunianya runtuh seketika.Pikirannya berkecamuk dengan pertanyaan yang tak terjawab. Apakah dia tidak mendidik Rist
Sore harinya, setelah pemeriksaan lengkap, akhirnya, Rita diperbolehkan pulang oleh dokter dan beristirahat di rumah. Reyhan datang menjemputnya. "Bagaimana kalau pulang ke rumah kami saja?" usul lelaki itu.Rita menggeleng pelan. "Aku ingin istirahat di rumah saja.""Bener kamu gak apa-apa ketemu laki-laki sialan itu?""Aku gak apa-apa, Mas."Reyhan menghela napas. "Ya sudah, kalau itu keinginanmu, tapi kamu harus istirahat yang cukup ya. Jangan diporsir, kamu kan masih dalam tahap pemulihan."Rita mengangguk pasrah.Mobil keluar dari lingkungan rumah sakit, dan pulang menuju rumah. Satu jam lebih waktu yang ditempuh untuk bisa sampai di rumah. Sepanjang jalan, Rita terdiam. Sesekali hanya melihat pemandangan dari jendela mobil. Semangat Rita segera terhenti ketika dia memasuki rumahnya yang sunyi. Suasana yang biasanya hangat dan penuh cinta sekarang terasa dingin dan hampa. ***
"Apa kalian yakin orangnya ada di dalam?""Iya, kami yakin, Pak. Dia gak mugkin kabur lewat belakang, Gak ada akses, pasti sekarang lagi sembunyi."Berkali-kali mereka mencoba bernegoisasi, tapi ternyata tak ada tanggapan apapun dari dalam.***Sementara itu ...Mendengar keributan di luar, Ristha terbangun. Ia mengerjapkan matanya pelan. "Ada apaan sih, ribut banget di luar, ganggu orang tidur aja!" gerutunya lirih. Ya, akibat stress sepanjang malam, dia bahkan telat bangun tidur. Wajahnya agak pucat dan matanya penuh kegelisahan. Entah kenapa, baru saja Ristha bangun dari tidurnya, namun ketegangan merasuk ke dalam setiap selnya. Dia tahu, mulai hari ini adalah hari yang takkan terlupakan baginya. Jordan pergi tanpa mau memberinya kabar lagi. Dan juga masalah lain ya ...."Heeeii buka pintunya dasar penipuuuu!!" teriak seseorang dari luar membuat Ristha berjingkat. Jantungnya berdegup lebih kencang.Ia bangki
Jordan mencoba memegang tangan Rita, tapi Rita menariknya kembali. Dia merasa seperti dunianya hancur berkeping-keping. Selama ini, dia telah memberikan segalanya untuk rumah tangganya, namun sekarang semuanya terasa sia-sia."Mohon Maafkan aku, Rita. Aku tahu aku tidak bisa menghapus kesalahan yang sudah kulakukan, tapi aku ingin memperbaikinya. Aku akan melakukan apa pun untuk memperbaiki hubungan kita," ucap Jordan."Aku ingin bertaubat, Rita. tolong berikan kesempatan untukku. Kau mau kan maafin aku? Aku janji akan mengakhiri semuanya."Rita masih terdiam, sungguh, dia memang terlanjur shock dengan apa yang terjadi dalam hidupnya saat ini. Dia merasa terjebak dalam keputusasaan, tidak tahu harus bagaimana lagi melanjutkan hidupnya. Di saat dia menemukan jodoh di usia yang cukup matang, tapi kenapa jodoh yang dikirimkan padanya justru orang seperti Jordan, orang yang punya hubungan spesial dengan gadis muda sebelumnya. "Maafkan aku,
Rita dan Devi ternganga mendengar pengakuan Ristha. Mereka benar-benar tak percaya."Meskipun hati aku sakit, ditinggal nikah sama pangeranku, tapi aku rela diduakan. Aku gak mau putus dari Mas Jordan, karena-----""Kalian benar-benar tak punya hati!" pekik Rita sambil tergugu. "Yang gak punya hati itu, Mbak! Mbak lah yang merebut Mas Jordan dariku! Kami berhubungan sejak lama, sebelum Mas Jordan kenal dengan Mbak Rita!" teriak Ristha tak mau kalah."RISTHA, DIAMLAH!" Jordan berteriak seketika membuat nyali Ristha menciut. Matanya mendadak berkaca-kaca."Mas, aku mengatakan hal yang sebenarnya. Kita, kita--""Aku tahu, kamu memang datang lebih dulu. Tapi istriku sekarang adalah Rita. Terlebih sekarang, sudah ada buah cintaku dengannya. Dia sedang hamil."Ristha shock mendengar penuturan Jordan, ia bahkan tak pernah menyangka kalau hal ini terjadi. "Apa? Mbak Rita hamil?""Ya, dan aku gak mungkin menin
[Maksudnya gimana, Mas][Nanti kau temani dia datang ke lokasiku saat ini][Kamu di mana, Mas?][Akan kukirim alamatnya menyusul. Aku akan telpon Rita dulu][Ya, baiklah.]Benar saja, usai bertukar pesan dengan sang istri. Reyhan langsung menelepon ke nomor adiknya.Dering ponsel membuat Rita terhenyak. Ia tersenyum tipis melihat nama yang tertera di ponsel."Hallo Mas Reyhan, ada apa? Tenang saja, kakak ipar aman di sini!" seru Rita menggodanya membuat Devi tersenyum."Iya, aku tahu," jawab Reyhan singkat."Terus?""Dek, kamu bisa gak datang ke sini? Minta Mbak Devimu buat nemenin.""Kemana, Mas? Emang ada masalah apa?""Datang saja ya, Dek. Aku gak bisa menjelaskannya di telepon.""Ya, baiklah.""Aku akan share lokasinya ya di WA.""Baik, Mas.""Ya udah nanti hati-hati di jalan.''Panggilan itupun terputus. "Mbak, apa mb
Seketika wajahnya shock dan menegang saat tau di hadapannya adalah .... "Ma, Mas Reyhan? Mas Reyhan kenapa bisa ada di sini?""Kenapa? Kaget ya?"Reyhan tersenyum sinis melihat kegugupan di wajah adik iparnya itu. Apalagi saat melihat ada seorang perempuan di balik selimut. Tanpa basa-basi Reyhan langsung memukul lelaki itu.Buuughht!! Suara pukulan Reyhan membuat Ristha menjerit."Dasar laki-laki brengs*k! jadi ini yang kau lakukan di belakang adikku hah?!""Mas, biarkan aku menjelaskannya dulu!""Jelaskan jelaskan apa, brengs*k! Semua yang kulihat sudah jelas!! Kau tega melakukan ini pada adikku!!"Buuughhtt!! Bugghhtt!! Pukulan-pukulan itu ia layangkan kembali di perut Jordan membuat lelaki itu terhuyung.Jordan berusaha bangkit, sedangkan Ristha yang ada di balik selimut segera membalut tubuhnya dengan selimut itu dan memungut bajunya yang tadi sempat dilepas, lalu berlari ke kamar mandi dan mengun