{ ALTHEO P.O.V. }Aku merasakannya dengan jelas.Bagaimana racun itu membunuhku perlahan. Rasa sakitnya yang membuat tubuhku gemetaran, tenggorokanku yang terasa panas seperti terbakar, jantungku yang seolah diremat kuat-kuat.Seperti terkoyak.Setiap detiknya, racun itu menenggelamkanku ke dalam rasa sakit yang berujung kematian.Ya, aku yakin bahwa kematian lah yang akan datang padaku setelah mataku terpejam dan rasa sakit itu berangsur menghilang bersamaan dengan nadi yang tak lagi berdenyut, jantung yang tak lagi berdetak, dan napas yang tak lagi berembus.Aku ... telah mati.“Selamat pagi, Tuan Muda. Mari, saya akan membantu Anda bersiap hari ini.”?!Seketika, aku langsung bangkit dari ranjang dan berlari ke arah cermin.Jari-jemari yang mungil, lengan yang kurus, tubuh yang pendek dan wajah ... manis?! Mataku membulat, menatap pantulan diriku tak percaya. Oh, Tuhan, apa-apaan ini?Tidak. Tidak mungkin, 'kan?“Astaga, Tuan Muda, ada apa?” pelayan wanita itu terlonjak kaget denga
“Ya ampun ... suhu tubuh Anda sama sekali tidak turun, malah panas Anda sepertinya semakin tinggi.” sosok yang berpakaian rapi dengan jas putih melekat pada tubuhnya itu berucap cemas. “Jika seperti ini, Tuan Helio lebih baik beristirahat penuh.”Pernyataan dari sang dokter membuat mereka yang mengisi ruang kamar putra Count Fenheir itu turut merasa khawatir. Terlebih Count Feinher sendiri, dan juga saudari kembar Helio──Seanne.“Tuan Count, bisa kah saya berbicara dengan Anda?” tanya sang dokter.Lantas, Count Feinher menanggapi, “Dokter, kita bicara di ruangan saya saja.” ia memerlukan penjelasan rinci mengenai kondisi putra semata wayangnya itu.Setelah itu, Count Fenheir keluar dari ruang kamar putranya diikuti dengan dokter dan juga perawat-asistennya menuju ruangan Count Feinher untuk berbicara di sana.Sepeninggal para orang dewasa itu, sosok gadis kecil melangkah mendekati tepi ranjang. Manik ungunya mengerjap sendu, sementara jari-jemari pada tangannya bergerak di permukaan wa
“Saya, Altheo Loeyzen mengucapkan selamat ulang tahun untuk Pangeran.” Altheo menyentuh dadanya seraya membungkukkan tubuhnya, memberi hormat pada sang tuan acara.Bukannya suara tegas maupun kaku yang membalas, justru kikikan kecil menyapa indra pendengarannya. “Kau kaku sekali, Theo.”Altheo menegakkan kembali tubuhnya, menatap lurus lawan bicaranya. Ingatannya masih cukup baik tentang sosok yang berdiri dengan balutan pakaian khas keluarga kerajaan. Ialah bintang hari ini, Zekiel De Sternhill. Seorang putra dari Raja Daveed dengan Ratu Roxy membuatnya otomatis memegang posisi sebagai Pangeran yang paling dekat dengan tahta.“Aku terus memikirkannya. Kira-kira, apa yang sepupuku ini hadiahkan untuk ulang tahunku yang ke-12 ini, ya?” Zekiel tersenyum tipis, “Tapi, melihatmu datang saja ... wah, aku merasa bangga.”Sejenak, Altheo memejamkan matanya, belum sepenuhnya terbiasa dengan keadaan yang mundur ke masa lampau ini ... seperti menonton sebuah pertunjukkan drama dua kali.“Saya ti
Karena ajakan sang Pangeran untuk bermain sepak bola, di sini lah semua anak bangsawan yang menjadi tamu di pesta ulang tahunnya sekarang, sebuah tanah lapang yang amat luas di belakang hall pesta tadi.Beruntung, cuaca hari ini sangat baik, matahari bersembunyi malu-malu di balik awan dan angin sepoi-sepoi berembus.Setelah diperhitungkan, tim pun dibagi menjadi tiga. Tim pertama diketuai Seanne (yang mereka tahu adalah Helio), dan akan melawan tim kedua yang diketuai oleh Altheo. Tim yang menang akan lanjut melawan tim ketiga yang tentu saja diketuai oleh Zekiel.Seanne dan Altheo maju dan saling berhadapan. Di tengah-tengah keduanya ada seorang pengawal yang akan melempar koin untuk menentukan penguasa bola pertama.“Angka.” jawab Seanne ketika pengawal itu bertanya sisi koin mana yang ia pilih. Maka, secara otomatis Altheo adalah kebalikannya.Koin dilempar kemudian ditangkap dengan cepat. Pengawal itu membuka telapak tangannya, sehingga Seanne dan Altheo dapat melihat ... itu ang
Seanne hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya ketika mendapati saudara kembarnya itu menyelinap masuk ke dalam kamarnya dengan sekantung cookies dan kue-kue kering lain, walaupun ini sudah larut malam.“Bibi Lye pasti akan menegurmu besok karena kue di dalam toples berkurang banyak.”Namun, Helio tak ambil pusing. Ia naik dan mendudukkan dirinya di tepi ranjang Seanne dan membuka kantung kue itu lalu menyodorkannya pada kembarannya.Seanne tak menolak, ia mengambil satu cookies dan memakannya. “Ayah juga bisa memarahimu karena menyelinap ke kamarku tengah malam saat kondisimu belum terlalu baik.”“Aku tidak peduli.” kali ini, ia menyahut kesal.Seanne mengernyit, “Kau marah?”Helio menghela napas, lantas menatap Seanne tepat pada matanya, membuat iris ungu mereka saling bersitatap. Lama-lama, Seanne dapat melihat mata itu digenangi air, siap tumpah bila Helio mengedipkan matanya sekali.“Aku khawatir denganmu,”Seanne terkekeh kecil, “Tidak perlu. Pestanya seru dan aku menyamar den
Mungkin akan jadi kebiasaan baru bagi Altheo ketika ia bangun dan mengerjapkan matanya, ia juga memerhatikan jemari-jemari mungilnya. Jemari yang mungkin akan gemetar ketika ia mengangkat pedang sungguhan. Atau, tidak juga? Ayo lah, Altheo tidak selemah itu.Akhirnya ia bangun dan bersiap. Hari ini, ia merencanakan suatu hal. Karena itu setelah bersiap, tanpa membuang waktu Altheo segera bergegas ke ruang makan untuk menyantap sarapan bersama Duke Hardef, ayahnya.Meski mencoba tenang dan berlaku biasa saja, nyatanya Altheo tak terbiasa dengan situasi ini. Ia masih kikuk ketika berhadapan dengan ayahnya ... yang sebenarnya telah meninggal itu! Tapi, lihat lah sekarang, Duke itu sehat bugar dan terlihat masih gagah.“Aku menanyakan ini karena aku khawatir padamu. Ada sesuatu yang mengganggumu? Atau, kau sakit?” insting tajamnya tak berubah.Altheo menggaruk tengkuknya. “Tidak ada.”“Kau akan pergi?”Kunyahan Altheo melambat. Ia tidak tahu kalau ayahnya baik-baik saja untuk mengobrol ke
Setelah semalaman memikirkan iris berwarna ungu itu ... akhirnya Altheo dapat melihatnya kembali. Tanpa peduli apabila mata itu menyorotnya dengan tajam.“Perkenalkan, saya Seanne Fenheir. Saya ke sini karena katanya Tuan Muda Loeyzen ingin bertemu dengan saya, saudari kembar Helio.” gadis kecil berucap, tangannya bersedekap di depan dada.“Seanne ....” Helio menegurnya pelan.Altheo tak dapat menyembunyikan senyumnya. Ia menatap Seanne lekat, “Maaf jika saya mengganggu Lady,” ujarnya. “setelah melihat langsung, kalian berdua benar-benar mirip. Tidak, tapi bahkan jika Lady Seanne yang menghadiri pesta ulang tahun Pangeran Zekiel kemarin dan mengaku sebagai Helio pun, mungkin saya akan percaya.”Deg.Kalimat lanjutan dari Altheo sontak membuat Seanne dan Helio terperanjat dalam diam mereka.‘Gila! Dia kembali mengatakan hal itu? Aku tahu, aku dan Helio sangat mirip──tapi, dia sok kenal sekali, sih,’ gerutu Seanne dalam hatinya.“Saya baru pertama kali melihat seorang lady yang memotong
Tubuhnya terguncang beberapa kali ketika kuda-kuda itu salah menapak atau ketika roda kereta yang melindas bebatuan. Altheo berada di dalam kereta kudanya, ia telah di perjalanan pulang.Berada di kediaman Keluarga Fenheir dan pulang setelah tak lama menikmati makan siang bersama mereka di sana.Dan setelah apa yang terjadi hari ini ... rasanya Altheo benar-benar tak lagi mengenali dirinya sendiri. Jelas ini bukan Altheo yang dulu, putra Duke yang terkesan dingin dan tertutup. Pantas rahangnya terasa pegal sekarang, ia sudah terlalu banyak bicara dan tersenyum.Tersenyum?Entah kenapa, melihat gadis mungil itu selalu berhasil menarik garis yang melengkung indah di bibirnya itu. Bahkan detik ini juga, ketika Altheo membayangkan wajah ketusnya itu.“Setidaknya aku tahu, hanya aku yang kembali.” gumamnya pelan.Ya, hari ini Altheo telah memastikannya.Tentang Seanne yang dulu pun menggantikan Helio di pesta ulang tahun Zekiel, Altheo sadar sejak dulu. Seperti yang ia katakan pada Seanne,
‘Ini ... dimana?’Gelap. Seluruh yang bisa ia lihat hanyalah kegelapan yang hampa. Sama sekali tak ada penerangan meski ia mencoba untuk menengok kesana dan kemari.“UHUK!!”“Akhh, sakit! Sakit sekali, tenggorokanku sangat sakit seperti terbakar.”“Ha ... menyesakkan.”“Pengkhianat!”“Cinta yang besar, dukungan, bahkan nyawa seseorang. Segalanya telah kuberikan.”“Tetapi kau membunuhku, sialan!”“Benci. Aku membencimu!”“Oh, Dewa Yang Agung, tolong biarkan aku membalaskan dendamku pada dia yang telah berkhianat padaku.Suara-suara yang familier itu terdengar lagi dan lagi. Terdengar menyakitkan namun juga penuh amarah.Ah, Altheo akhirnya mengingat siapa pemilik suara itu.Seanne De Fenheir.✦ㅤ✦ㅤ✦“Selamat pagi, Tuan Muda. Apa tidur Anda semalam nyenyak?”Altheo mengerjapkan matanya perlahan, membiasakan matanya yang telah terpejam berjam-jam dengan cahaya.Ia melihat seorang pelayan yang membuka gorden, membiarkan lebih banyak cahaya matahari memasuki kamar dan meneranginya. Pelayan i
Seanne memberikan gigitan terakhirnya pada sebuah manisan berwarna merah muda yang kini menjadi salah satu makanan yang ia sukai. Kemudian ia membersihkan sudut-sudut bibirnya, takut menyisakan remah makanan-makanan yang ia makan.Beberapa anak-anak yang lebih kecil dari mereka berlarian di sekitarnya, membuat Seanne terkejut. Helio dengan sigap menahan tangan kembarannya itu, takut bila Seanne terjatuh.“Hei! Kemari~ jangan kabur kau!”“Ayo kejar aku jika kau mampu~”“Dasar kau! Hahahaha.”“AKH JANGAN MENARIK HIASAN RAMBUTKU!”Mereka saling berkejaran dengan senyum yang lebar. Kemudian, suara omelan para ibu mulai terdengar meneriaki anak-anak mereka agar kembali dan tak pergi terlalu jauh.Seanne mendongak, menatap langit yang semakin menjingga, lalu beralih pada Helio di sisinya yang baru saja menghabiskan kue lembah persik yang dibelinya. “Lio, ayo kita pulang, hari kian sore.”Helio menoleh, lalu matanya menyorot tak rela. “Ya ... baiklah.”Setelah menghabiskan berjam-jam waktu un
Altheo tersenyum segaris saat ia mendapati sebuah surat yang datang kepadanya hanya satu saja. Tanpa membukanya pun ia sudah tahu, surat balasan siapa dari antara dua orang yang ia kirimi surat beberapa hari lalu.Maka, ia hanya menerimanya, lalu meletakkan surat itu begitu saja di meja. Tak berminat untuk membuka dan membacanya.✦ㅤ✦ㅤ✦“Maaf. Apa aku mengganggumu?” Duchess Wilonia yang baru saja masuk ke dalam ruang kerja suaminya itu tercengir kecil, nampak cerah sekali, sepertinya ia tengah membendung kesenangan.Duke Hardef tanpa ragu menutup buku catatan keuangan yang sedang diperiksanya itu dan bangkit dari duduknya. Langkahnya membawa ia pada Duchess, tangannya melingkar pada pinggang kecil itu. “Tidak. Tapi, ada apa, Nia? Kau sedang senang?”Semakin lebar lah senyuman Duchess Wilonia. Hardef Loeyzen tak akan berbohong atau menyangkal bahwa senyuman manis itu adalah candu untuknya dari waktu ke waktu. “Aku dengar surat balasan telah dikirimkan dari Keluarga Fenheir.”Duke Hardef
“Kau tidak akan keberatan untuk berbagi pelajaran denganku, 'kan?”Pertanyaan──ah, itu bukan pertanyaan biasa, melainkan permintaan tersirat yang Seanne utarakan pada Helio.Sudah dikatakan, Seanne itu cerdas dan peka. Ia bukannya tak tahu jika sang ayah, Elcan Fenheir bersikap lebih baik kepada saudara kembarnya, Helio. Bukankah terlalu jelas? Helio mendapatkan segala yang jauh lebih baik darinya.Patriarki? Seanne berpikir begitu.Mulanya, ia tak peduli siapa yang akan ayahnya tunjuk untuk menjadi suksesor Keluarga Fenheir. Mulanya, Seanne mengerti jika anak laki-laki akan diutamakan untuk mendapatkan posisi kepala keluarga dan mewarisi gelar bangsawan. Ya, itu mulanya. Karena entah sejak kapan tepatnya ... Seanne mulai jengkel dan merasa tak senang karena gendernya menjadi poin minus di mata sang ayah.Pernah──tidak, tapi seringkali Seanne berpikir: ‘Bagaimana Ibu akan memperlakukan aku dan Lio?’. Dan tentu saja sampai kapanpun ia tak akan pernah mendapatkan jawabannya.Terhitung s
“Jari kelingkingmu, Lady,” Madam Laura menegurnya pelan. Tidak, tapi lagi-lagi Seanne mengulangi kesalahan yang sama.Dengan segera Seanne memperbaiki posisi kelingkingnya itu dan melanjutkan kegiatannya; menuangkan teh. Salah satu ajaran etiket bagi para lady. Teh kemudian mengucur dari mulut teko cantik itu dan mengisi penuh cangkir.Madam Laura tersenyum tipis, Seanne dapat menangkap raut ketidak-puasan di wajahnya. “Lady bisa mengulanginya sekali lagi, mungkin akan sempurna.”Meski enggan, namun Seanne tetap mengangguk dan melakukan pengulangan. Pelajaran etiket bangsawan ini telah dimulai sejak satu jam lalu, Seanne lelah dan muak. Entah kenapa ia seperti tak berbakat dengan hal-hal yang memang seharusnya seorang lady lakukan.“Ah ... bagus!” Madam Laura memuji ketika ia lihat kali ini Seanne menuangkan teh dengan baik, tak mengulang kembali kesalahannya. “Hanya saja jemari Lady seperti masih kaku? Lady bisa terus berlatih.”“Baiklah, Madam.” Seanne menanggapinya.“Kemudian, berik
Pintu dengan ukiran-ukiran corak yang khas itu terbuka, cahaya dari luar menyelinap masuk sepersekian detik sebelum pintu kembali ditutup. Pantulan cahaya rembulan membuat bayangan mengiri langkah anggunnya.Duchess Wilonia baru saja memasuki kamarnya bersama sang suami. Sementara suaminya, Duke Hardef yang sebelumnya memandang langit malam itu membalik diri, menatap sang istri yang telah dibalut gaun tidurnya, kemudian melangkah mendekat.Dua insan yang telah terikat oleh janji suci pernikahan itu bertemu, saling melepaskan rindu dari tatapan teduh keduanya.“Aku merindukanmu, Nia ....” Duke Hardef berucap rendah, seraya ia menyembunyikan wajahnya diceruk leher Duchess Wilonia.Duchess Wilonia tersenyum, tangannya menggenggam kembali tangan Duke Hardef, merasakan kehangatan dari sana. “Kau baik-baik saja bersama anak kita, 'kan?”“... Mungkin?” Duke Hardef menyahut tak yakin. “Jangan tersinggung, tapi anak kita sepertinya ada sesuatu, dia tak seperti biasanya.”“Melihatnya menangis p
Malam harinya ketika langit menggelap dan hanya bertabur beberapa bintang, Altheo masih terjaga. Di mejanya yang dipenuhi buku-buku tebal itu dan ditemani cahaya temaram dari sang bulan yang bersinar malu-malu di tengah kegelapan malam.Tangannya sibuk membubuhkan tinta pada lembaran kertas itu.Sebagai seseorang yang kembali ke masa lalu dan mengingat semua peristiwa yang terjadi, Altheo tak akan menyia-nyiakannya. Dengan bekal ingatannya, di buku itu, dicatatnya hampir semua hal yang ‘seharusnya’ terjadi di masa depan nanti. Mengantisipasi.“Akan ada kemarau panjang di daerah Utara pada tahun ini. Dulu, mereka tak mempersiapkan apapun sehingga banyak warga di sana dan hewan ternak mati kelaparan.” Altheo menandai tahun yang ia maksud, serta menambahkan catatan pada bagian lainnya. “Ini berdampak pada Dukedom, karena Utara adalah daerah yang memasok hasil ternak.”“Lalu di tahun ini ...,” Altheo memerhatikan angka-angka itu menunjukkan waktu yang benar. Ia bergumam, “Tak lama Seanne
Tubuhnya terguncang beberapa kali ketika kuda-kuda itu salah menapak atau ketika roda kereta yang melindas bebatuan. Altheo berada di dalam kereta kudanya, ia telah di perjalanan pulang.Berada di kediaman Keluarga Fenheir dan pulang setelah tak lama menikmati makan siang bersama mereka di sana.Dan setelah apa yang terjadi hari ini ... rasanya Altheo benar-benar tak lagi mengenali dirinya sendiri. Jelas ini bukan Altheo yang dulu, putra Duke yang terkesan dingin dan tertutup. Pantas rahangnya terasa pegal sekarang, ia sudah terlalu banyak bicara dan tersenyum.Tersenyum?Entah kenapa, melihat gadis mungil itu selalu berhasil menarik garis yang melengkung indah di bibirnya itu. Bahkan detik ini juga, ketika Altheo membayangkan wajah ketusnya itu.“Setidaknya aku tahu, hanya aku yang kembali.” gumamnya pelan.Ya, hari ini Altheo telah memastikannya.Tentang Seanne yang dulu pun menggantikan Helio di pesta ulang tahun Zekiel, Altheo sadar sejak dulu. Seperti yang ia katakan pada Seanne,
Setelah semalaman memikirkan iris berwarna ungu itu ... akhirnya Altheo dapat melihatnya kembali. Tanpa peduli apabila mata itu menyorotnya dengan tajam.“Perkenalkan, saya Seanne Fenheir. Saya ke sini karena katanya Tuan Muda Loeyzen ingin bertemu dengan saya, saudari kembar Helio.” gadis kecil berucap, tangannya bersedekap di depan dada.“Seanne ....” Helio menegurnya pelan.Altheo tak dapat menyembunyikan senyumnya. Ia menatap Seanne lekat, “Maaf jika saya mengganggu Lady,” ujarnya. “setelah melihat langsung, kalian berdua benar-benar mirip. Tidak, tapi bahkan jika Lady Seanne yang menghadiri pesta ulang tahun Pangeran Zekiel kemarin dan mengaku sebagai Helio pun, mungkin saya akan percaya.”Deg.Kalimat lanjutan dari Altheo sontak membuat Seanne dan Helio terperanjat dalam diam mereka.‘Gila! Dia kembali mengatakan hal itu? Aku tahu, aku dan Helio sangat mirip──tapi, dia sok kenal sekali, sih,’ gerutu Seanne dalam hatinya.“Saya baru pertama kali melihat seorang lady yang memotong