Angin bertiup kencang, energi kedua petarung sangatlah kuat. Wan Yunan memanggil hewan spiritualnya, sedangkan Wu Xubang hanya tersenyum melihat itu. "Sriiinng!" Seekor rubah berekor 9 dengan warna kemerahan muncul ketika Wu Xubang mengaktifkan senjatanya. Ternyata Wu Xubang adalah pemilik hewan spiritual rubah merah suci. "Pantas ia sulit diserang, ternyata ia juga memiliki hewan spiritual! Sial*n, aku gegabah menyerangnya, ia jelas melampaui kita semua!" kata Halim Chao begitu melihat hewan spiritual milik Wu Xubang. "Sesama pemilik hewan spiritual bertempur, kurasa kita akan melihat pertarungan luar biasa hari ini!" kata Lao Bao. "Aku berharap Wan Yunan bisa mengalahkan Wu Xubang si tengil yang sombong itu!" kata Bai Jigai kesal, lebih kesal lagi ketika melihat sorot tatapan mengejek dari murid senior perguruan Dragons yang menganggap mereka tidak berguna ketika melawan Wu Xubang. "Ini hanya latih tanding, menang kalah apa yang di dapat? Apakah dengan memperlihatkan
Bie Xulai tidak seperti murid senior lainnya, ia sudah memiliki status seorang guru Mana di perguruan Wunan. Sikap Bie Xulai juga bukan orang yang mudah terprovokasi, sikapnya tenang dan tidak ceroboh seperti Wan Yunan. Bie Xulai dengan tenang menggerakkan Mana seolah Mana adalah aliran angin yang mudah untuk dikendalikan. Aliran Mana itu tidak bisa dengan serta merta di serap oleh Wu Xubang, aliran Mana itu konsisten membentuk sebuah tenaga yang begitu besar seperti cambuk. "Aku akui, kamu cukup layak untuk melawanku Bie Xulai! Namun, aku akan perlihatkan kepadamu seperti apa kekuatan Mana yang sebenarnya!" Wu Xubang mulai membentuk sebuah lingkaran cahaya dari Mana, keduanya mulai saling serang dengan jurus perguruan masing-masing dikombinasikan dengan kekuatan Mana yang mereka miliki. Jika Bie Xulai memainkan jurus cambuk api, maka Wu Xubang menangkisnya dengan lingkaran dinding Mana. "Jegar!" Kilatan Mana yang beradu mengeluarkan suara yang begitu dahsyat, sehingga ud
"Wuuurrssh!" "Tap!" Satu lompatan ringan, Arash telah muncul di depan Wu Xubang. "Wu Xubang, kamu terlihat lelah apa nggak istirahat dulu?" tawar Arash. Wu Xubang tersenyum tipis, ia memang lelah tapi baginya mengalahkan Arash sangatlah mudah. Penampilan Arash memang tidak terlihat seperti ahli beladiri, apalagi dengan status pengacaunya. Wu Xubang jelas meremehkan Arash. "Nggak perlu, aku yakin cukup satu jurus untuk mengalahkanmu!" "Wuurrssshh!!" tanpa basa-basi lagi Wu Xubang mulai menciptakan serangan Mana untuk menyerang Arash, ia harus bergerak cepat untuk menyelesaikan pertandingan dan memiliki kuas ajaib Arash. "Bam!!" kuas ajaib bergerak dan langsung melindungi Arash, Arash kemudian memegang kuas ajaib seolah ia adalah senjata. Ia mengukir suatu goresan dan melayangkannya kepada Wu Xubang. Goresan-goresan itu membentuk energi Mana yang kuat, seperti lingkaran tanpa akhir menyerang dan tidak memberikan ruang untuk menghindar. "Akh!" Serangan itu mengenai
Wu Xubang menemui Arash yang sedang berlatih dengan pedang kayu, seperti biasa Arash akan melatih tebasannya pada boneka Mana. Kali ini Petua Lei Quo menambah kapasitas Mana di dalam boneka jerami. Melihat itu Wu Xubang menyadari kekuatan dari tebasan Arash, ia baru tau kalau Arash berlatih cukup keras. "Aku belum kalah Arash! kita harus tanding ulang" kata Wu Xubang ketika menghampirinya. Arash menoleh, tubuhnya sudah dipenuhi peluh karena sudah ada beberapa boneka jerami yang ia hancurkan. "Aku nggak bilang kalau kamu kalah, seharusnya saat itu kamu sudah sadar dengan kapasitas tubuhmu, sudah lelah masih memaksa bertarung!" sahut Arash. Arash mengambil kain dan mengelap tubuhnya. "Aku memerlukan kuas ajaib itu, kamu nggak bisa kasih kuas itu buatku?" tanya Wu Xubang akhirnya, awalnya Wu Xubang akan menyerahkan artefak kuno kepada para Tetua Dragons, tapi begitu mengetahui fungsi dari kuas ajaib Arash ia ingin menggunakannya untuk dirinya sendiri. "Set!" Kuas Ajaib yang be
Sebuah layar mengambang membentuk kotak penyimpanan, terlihat gambar pada setiap kotak, yang menandakan berapa jumlah barang yang ada di dalamnya sesuai dengan jenis barang tersendiri. "Paman, bagaimana cara mengambilnya?" tanya Arash. "Kamu hanya perlu memasukkan tanganmu ke kotak barang yang ingin kamu ambil," jelas Fatta, beruntung Melisa, ibu Arash pernah menjelaskan itu kepadanya. "Ah, pil apa ini?" tanya Arash, ia mengambil Mustika Naga. Bentuknya memang seperti sebuah pil, bulat putih berkilau. "Itu Mustika Naga, kalau kamu menelannya, kamu bisa bernapas di dalam air. Haish! Sepertinya ibumu nggak menelan Mustika Naga pemberian ayahmu saat itu." kata Fatta lagi. "Saat itu?" tanya Arash. "Ayah dan ibumu pernah bertarung bersama menyerang kerajaan Jien di segitiga Bermuda, saat itu ayahmu..." Fatta melirik Arash, melihat ekspresi apa yang tergambar pada wajah anak itu. "Ada apa paman? Teruskan!" kata Arash bersemangat. Fatta kemudian menceritakan bagaimana serunya
Saat ini Arash dan Wu Xubang sedang berada di atas arena latihan. Beberapa murid senior menonton mereka dengan perasaan waspada. Arash dan Wu Xubang akan tanding ulang, keduanya sama-sama dalam keadaan baik. Tadi pagi Arash meminta izin kepada Tetua Wan Bingwen untuk melakukan perjalanan mencari foto ayahnya, Fatta bahkan terkejut dengan kuasa kuas ajaib milik Arash dan mendukung penuh niatnya itu. "Kamu boleh bepergian Arash, tapi ingatlah perguruan Wunan juga rumahmu, kembalilah saat kamu sudah menemukan apa yang kamu cari dan satu lagi, pakai topeng ini untuk menutupi identitas saat kamu ingin menggunakan kuas ajaib." Arash masih ingat dengan kata-kata Tetua Wan Bingwen pagi itu, Tetua Wan sepertinya sudah tau kalau hal seperti ini akan terjadi. Ia bahkan menyiapkan topeng yang diisi dengan Mana sihir pengubah suara ketika Arash memakainya. Dan saat ini Arash akan bertarung lagi dengan Wu Xubang, untuk menuntaskan siapa yang terbaik. Keduanya akan mengeluarkan jurus-jurus ter
"Haish! Bahkan sudah 2 kali kalahpun mereka nggak mau mengakui kekuatan perguruan Wunan!" Beberapa murid senior perguruan Wunan mulai marah melihat sikap murid senior perguruan Dragons. "Mereka selalu seperti itu!" "Mereka keras seperti itu, karena kudengar Wu Xubang adalah salah satu kandidat yang akan masuk ke dalam sekte Pedang Suci!" "Sekte Pedang Suci? Hanya murid-murid terpilih yang bisa memasukinya!" "Sekte Pedang Suci adalah tempat pendekar-pendekar pilihan yang memiliki bakat, kudengar ujian masuknya pun sangat sulit!" "Sangat sulit tapi setimpal dengan apa yang akan di dapat!" "Apa saja?" Para murid mulai heboh dan berkumpul membicarakan Sekte Pedang Suci. Sekte yang berada di bawah naungan Kekaisaran. Bie Xulai hanya menggelengkan kepala melihat antusias teman-temannya, ia lalu menghampiri Arash yang membantu Wu Xubang berdiri. "Arash, buatkan dia pil Bunga Putih." kata Bie Xulai, tapi Arash menggeleng. "Karena bertanding denganku kamu diremehkan ka
"Arash jaga dirimu, ingat dengan ajaran Wunan! Jadilah manusia yang memberikan manfaat untuk orang lain!" Tetua Wan Bingwen mengingatkan Arash dengan ajaran utama perguruan Wunan. Arash mengangguk, ia berangkat bersama Fatta. Fatta bersikeras ikut kemanapun Arash pergi, sebagaimana dulu ia menjaga Tuan Mudanya, ayah Arash. Maka ia juga akan menjaga Arash. "Arash, kamu beneran mau ikut bersamaku?" tanya Wu Xubang, ia tak menyangka pagi ini Arash akan ikut dengannya. Pagi ini murid senior dari perguruan Dragons akan pulang, acara latih tanding sudah selesai, namun Wu Xubang ditinggal oleh teman-temannya. Padahal bukan hanya Wu Xubang yang kalah, tapi mereka bersikap, seolah Wu Xubanglah penyebab kekalahan itu. "Bukankah aku sudah berjanji, soal lukisan yang mau kamu..." Arash memberi kode. "Ah iya, aku paham... Aku senang mendengarnya!!" sahut Wu Xubang dengan mata berbinar. "Arash, jaga dirimu kawan! Jangan lupa, kami adalah keluargamu juga!" kata Bie Xulai menepuk bahu
Semua orang menatap Rama secara bergantian dengan Arash, Kedua ayah dan anak itu memiliki wajah yang begitu tampan. Hanya saja Arash memiliki mata dan rambut berwarna putih. Itu membuatnya terlihat berbeda. "Arash, ternyata kamu tampan karena ayahmu," kata Jatiagung. "Nggak juga, ibunya juga cantik," sahut Rama dengan senyum ramah. Arash senang begitu mendengar ayahnya memuji ibunya, meski ia tidak bersama mereka. "Jadi bagaimana bisa kalian ada di sini?" tanya Rama akhirnya. Arash nampak kebingungan, apa ia harus bercerita dengan jujur kepada ayahnya itu? Jadi Arash menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. "Uhm, aku ke sini untuk mengendalikan Raja Iblis yang ada di dalam tubuhku," jelas Arash. Perkataan itu jelas mengubah ekspresi Rama, ia terlihat sedih. "Tapi ayah, aku sudah nggak marah kepadamu," kata Arash buru-buru. Rama kembali tersenyum, 'sudah nggak marah? Rupanya anakku sempat sakit hati atas keputusanku, maafkan aku Arash! Aku nggak layak menjadi ayahm
Setelah Arash mengatakan itu, Fatta dan Jatiagung berlari dengan cepat untuk menghadang Ketua Yohan dan Ketua Agung. "Arash, jangan tawar menawar dengan mereka. Mereka dari sekte kegelapan nggak bisa dipercaya," kata Jatiagung. "Arash, lukis ayahmu sekarang, biar paman yang hadapi mereka!" seru Fatta pula. "Cih, kalian pikir kalian mampu!" sahut Ketua Yohan. "Kita coba saja, jangan terlalu banyak omong!" sahut Jatiagung. Setelah itu keempat pria dewasa itu saling bertarung, Arash tidak boleh melewatkan kesempatan itu. Itu karena Raja Iblislah yang memintanya untuk segera melukis ayahnya Rama. (Arash, aku nggak suka ayahmu, tetapi saranku, hanya ayahmu yang bisa menghadapi manusia-manusia ini) Memangnya ayahku sehebat itu? Raja Iblis terkekeh saat itu, (kamu pikir siapa lagi yang punya ide untuk menyegel ku bahkan di tubuh anaknya sendiri, hanya ayahmu saja yang dengan cepat berpikir seperti itu) Karena itulah Arash mengambil keputusan itu, Arash mengeluarkan
"Masuklah gadis-gadis cantik!" seorang pria penjaga membuka pintu yang merupakan ruangan khusus ketua sekte kegelapan. Ruangan itu begitu besar dengan beragam sajian menarik dari surga dunia. Begitu memasuki ruangan itu, awalnya Arash mengira mereka akan menemui para pria tua, nyatanya mereka adalah pria yang nampak masih berumur sekitar diawal 40an. "Plak!" seseorang bahkan memukul pantat Arash, membuat Arash tersenyum mengerikan. Ia bahkan ingin segera melayangkan tinjunya saat ini juga, tetapi Anastasya segera memegang tangan Arash. Begitu pula dengan Mei Xue, ia juga menahan tangan Arash. Sudut bibir Arash terasa berkedut karena memaksakan senyum di wajahnya. "Wah para gadis telah datang," pria-pria itu bersorak dan meminta penjaga pintu untuk menutup pintu."Cepat menari sayang!""Goyangkan pantatmu cantik!" "Tap!" setelah pintu tertutup, Arash berjalan perlahan ke pintu. Disana penjaga pintu mengira Arash mencoba menggodanya, ia tersenyum dengan lidah menyapu bibirnya. Te
Arash menatap foto itu dan mulai menggambar, "Nona, dari mana kamu mendapatkan benda seperti ini? Bukankah ini foto?" tanya Arash. "Aku punya seorang teman wanita, dia melakukan perjalanan sendirian, ia sampai di tempat ini, kamu lihat pria ini? Dia adalah kakaknya," jelas Imelda. Arash mengangguk paham, "aku tanya satu hal lagi, apa dia mendapatkan ini dari masa depan?" tanya Arash. Karena benda berupa foto itu hanya bisa di dapatkan dengan kamera saja. "Kamu benar, darimana kamu tahu? Aku nggak tahu lebih tepatnya seperti apa, yang jelas temanku menggunakan barang yang belum pernah aku lihat," Imelda nampak bersemangat. Baju pengantin yang Imelda minta telah selesai dibuat, setelah Imelda mencobanya semua orang terpana melihat baju pengantin itu. Baju pengantin tradisional yang nampak indah di tubuh Imelda. "Nona Imelda, kamu cantik sekali." Perkataan Arash itu disetujui oleh semua orang, begitu pula dengan Norman. Setelah giliran Imelda, sekarang Arash juga menggambar b
Arash segera mengikuti Anastasya, ia begitu khawatir dengan keadaan teman-temannya. Jika apa yang Anastasya katakan benar, maka kemungkinan saat ini keadaan teman-temannya akan sulit. Mengingat begitu sulit mencari makanan di tempat ini. Arash dengan langkah yang terburu-buru mengikuti Anastasya dari belakang, tetapi betapa bingungnya Arash begitu mendapati teman-temannya malah makan dengan nikmat. Bahkan tidak terlihat kesulitan. "Ha! Apa yang baru saja aku khawatirkan?" gumam Arash kesal. "Arash! Akhirnya kamu keluar juga!" Fatta segera menghampiri Arash, begitu pula dengan Jatiagung dan Norman. Sedang Mei Xue segera berlari dan memeluk Arash, perasaan baru seminggu Arash berada di dalam gua. Mengapa mereka memperlakukan Arash seolah lama tak berjumpa. "Haish! Jangan memeluk seperti ini, sungguh memalukan." Arash berusaha melepaskan pelukan Mei Xue darinya, tetapi gadis muda itu masih mempererat pelukannya, ia menangis terisak di dalam pelukan Arash. Arash menatap F
Arash mengepalkan tangannya, ia merasa tak kuat dan ingin membuka matanya, ia ingin bertemu kedua orangtuanya. Hal yang wajar bukan? "Arash, mengapa kamu nggak membuka mata nak?" suara Rama lagi-lagi terdengar di telinga Arash. "Arash, maafkan ayah! Arash ...." Ketika Arash ingin membuka mata, kali ini suara Rama menghilang. Berganti dengan suara Fatta. "Arash, kamu mengapa ada di sini? Lama sekali paman menunggumu di luar!" "Arash apa yang kamu lakukan? Buka matamu, tempat ini aneh sekali! Arash!" "Astaga, ini yang nggak paman suka darimu! Kamu berbuat sesuka hatimu Arash!" "Arash, apa yang kamu tunggu, cepatlah kita pergi!" Kali ini Arash ingin membuka matanya, ingin memukul suara yang meniru suara Fatta. Haish! Arash benar-benar kesal, bahkan ketika ia mengomel seperti itu sangat mirip dengan pamannya. "Arash, cepatlah! Haish, karena inilah kedua orangtuamu meninggalkan kamu Arash, karena kamu sulit diatur!" Arash mengepalkan tangannya, saat ini rasanya ada kedut
"Yah, hanya itu keinginan kami, makanan lezat, seperti yang aku lihat, kamu menggunakan kuas ajaib milik Raja Iblies, jadi aku juga tahu kalau benda itu nggak bisa digunakan oleh orang lain dan hanya bisa digunakan olehmu, benar bukan!" Anastasya duduk sembari menyilangkan kaki. Ia memakan buah di atas meja. Buah yang nampak bening, tidak seperti buah lainnya, lebih seperti agar-agar. "Katakan lebih dulu apa yang harus aku lakukan?" tanya Arash. "Kamu hanya perlu menahan makan dan minum, bukan hanya itu, setelah itu kamu nggak boleh bicara, meski kamu ingin bicara, bahkan di dalam hatimu." Anastasya melirik Arash, ia tahu kalau cara ini akan berhasil. "Dari mana aku tahu kalau cara itu berhasil? Kamu bisa saja membunuhku," tuduh Arash. Anastasya tergelak, "membunuhmu? Apa itu mungkin sedangkan di dalam tubuhmu sedang bersemayam Raja Iblies, anak muda aku nggak senekat itu ingin membunuhmu! Apa kamu nggak sadar kalau selama ini kedua siluman itu juga sedang mengikuti mu?" tanya Ana
Arash menahan kedutan di wajahnya, kalau bukan karena Fatta adalah pamannya, sudah pasti pukulan ini akan melayang kepadanya. "Paman!" protes Arash dengan mata mendelik. Fatta menahan tawanya, ia bahkan sedikit menjauh karena tak kuasa menahan tawa. Astaga! Arash sungguh menggemaskan di mata Fatta. "Mengapa Kakak jadi terlihat lebih cantik dariku?" protes Mei Xue. Bukannya senang, Arash malah memberi Mei Xue jitakan di kepala. "Aduh!" Mei Xue hanya bisa mengelus kepalanya kemudian mengikuti Arash tanpa berani mengejeknya lagi. Tidak berapa lama akhirnya mereka sampai di depan halaman sekte bunga beracun. Seperti namanya bunga beracun tersebar di mana-mana, dengan keindahan yang mampu menggoda siapa pun yang melihatnya. Ketika terhisap aromanya, seseorang bisa saja mati. Karena itulah Norman, Jatiagung dan Fatta hanya bisa melihat dari kejauhan. Hal tepat ketika mengirim Mei Xue yang merupakan siluman ular, sedangkan Arash, ia memiliki Elixir healing potion yang bisa ia m
Mereka keluar dari rumah Norman ketika keadaan telah lebih baik, para warga di kota pertengahan beraktivitas seperti biasa dan tidak begitu peduli dengan keberadaan mereka. Kota ini nampak cantik, rumah-rumah di sini memang berukuran kecil. Dibuat dari bahan yang bukan kayu biasa. Kalau menatap ke arah selatan dan utara mereka bisa lihat kalau ada bangunan-bangunan megah yang menjulang tinggi. Bukan hanya itu, pemandangan pagi ini memang menggambarkan tempat ini seolah surga dunia. Karena ada bunga-bunga indah yang menghiasinya, ada pula batu-batu indah dengan nilai tinggi. Air yang mengalir deras seperti sungai-sungai kecil dengan aneka ikan hias di dalamnya. "Guru, batu apa ini?" tanya Arash, ia belum pernah melihat batuan indah yang ada di kota pertengahan. "Batu merah delima, jantung sang Naga." ketika Norman mengatakan itu Naga muda bereaksi. "Heh?!" "Hanya perumpamaan saja," Norman tertawa. Setelah itu Naga muda kembali berkamuflase dan bertengger di bahu Arash.