"Paman, maafkan aku! Caramu bertarung membuatku terpesona tadi," sahut Arash. Beberapa pemuda itu memilih pergi setelah mendapatkan beberapa pukulan telak. "Awas kamu pak tua! Kami akan membawa guru kami nanti!" teriak salah satu dari mereka. Pria tua itu terkekeh, Arash kemudian mendekatinya dan melambaikan tangan di depan wajah pria tua itu. "Anak muda, mataku ini memang buta, tetapi nggak membatasi kemampuan tubuh lainnya, aku memiliki kemampuan untuk merasakan aura Mana orang lain," jelas pria tua itu dengan senyum ramah. "Aku kira paman hanya bercanda soal mata yang buta, lalu mengapa mereka membullymu?" tanya Arash lagi, ia memegangi salah satu tangan pria tua dan menuntun pria itu untuk duduk di tempat yang aman. "Mereka berpikir karena aku buta, mereka bisa merampokku, awalnya mereka meminta makananku, setelah itu ingin mengambil uangku, kukira dengan sedikit nasehat mereka akan berhenti, ternyata hati mereka telah dipenuhi kegelapan untuk mengganggu orang lain," j
Jatiagung memang tidak bisa melihat senjata apa yang Arash gunakan, namun ia bisa merasakan aura kegelapan dari senjata itu, begitu kuat dan semakin membesar. Bahkan dari aura yang dipancarkan, Jatiagung tahu itu adalah kuas ajaib milik Raja Iblis. "Arash, apa kamu harus menggunakan senjata itu?" tanya Jatiagung. Arash sempat merasa bingung, mengapa Jatiagung melarangnya menggunakan kuas ajaib. "Ada apa paman? Kamu tahu dengan senjata yang kini kupegang?" tanya Arash, ia tetap fokus kepada Chen Tian yang kelihatannya bersiap menyerang. "Kamu memiliki Mana yang kuat, jangan terlalu sering mengandalkan senjata yang kini kamu pegang, benda itu dapat mengumpulkan kekuatan dari kegelapan yang kamu ciptakan!" Arash terkejut, ia tidak mengerti, namun sepertinya Arash harus bertanya setelah mengalahkan Chen Tian. "Wush!" "Jangan mengabaikanku anak muda!" teriak Chen Tian, ia mengayunkan tombak Mana yang ia ciptakan. Tombak itu mengayun dan berusaha menusuk tubuh Arash. Meski bisa
Chen Tian terkejut dengan apa yang muridnya katakan, begitu muridnya mendekat untuk memberikan emas itu, Chen Tian mengambil emas itu dengan tangan bergetar. Perguruan Tagao milik mereka begitu miskin, bahkan melakukan perjalanan kali ini untuk menemukan beberapa donatur untuk membantu perguruan mereka. Sungguh malang, tetapi ia tak menyangka keributan yang dibuat oleh muridnya malah memberi mereka keuntungan yang tidak disangka-sangka. "Tuan Muda, siapa namamu?" tanya Chen Tian, pria bertubuh besar seperti Fatta itu lalu bersujud. Begitu pula dengan para muridnya. "Arash Adipati," sahut Arash, ia melangkah mundur begitu melihat mereka bersujud di depannya. Sedangkan Jatiagung tersenyum, "jangan bersujud kepadanya, ia hanya perantara pada kebaikan sang pencipta kepada kalian." Arash mengangguk cepat, ia tak suka melihat orang lain bersujud karena itu, entah mengapa rasanya menyesakkan begitu melihat yang lebih tua darinya melakukan itu. "Benar paman, aku hanya melakukan ses
Arash terlihat bingung, begitu memasuki kota persinggahan betapa terkejutnya mereka dengan apa yang terjadi di dalam sana. Beberapa warga terluka, terlihat beberapa kerusakan di setiap tempat. Seperti baru saja selesai diserang. "Apa yang terjadi?" tanya Mei Xue, ia pernah ke tempat ini bersama ayahnya. Sekarang tempat ini terlihat begitu menyedihkan. "Kapten, sepertinya ada serangan di tempat ini, apa kita masih harus singgah?" tanya salah satu awak kapal yang melihat keadaan kota persinggahan. "Tempat ini selalu menjamu kita dengan baik, lalu kita ingin melarikan diri setelah melihat keadaan mereka yang begitu menyedihkan?" Kapten kapal terlihat memerah karena marah, di tempat ini ia memiliki beberapa teman, tentunya ia merasakan kepedihan yang teramat dalam saat ini. Membayangkan jika salah satu temanmu terluka, Kapten kapal kemudian bergegas turun dari kapal untuk memastikan keadaan teman-temannya. Sementara Arash yang mendengar itu tersenyum lega, setidaknya Kapten kapal
Setelah memastikan para warga di kota persinggahan telah diobati dan mendapatkan makanan, para warga yang masih sehat dan tidak terlalu terluka, mulai bergotong royong untuk memperbaiki beberapa bangunan yang terlihat masih bisa ditempati. Barang-barang yang masih layak pakai juga mereka kumpulkan, para warga terlihat tidak ingin terlalu lama bersedih. Dengan sigap mereka menguburkan para korban yang telah meninggal. "Apa aku juga harus memperbaiki tempat ini?" tanya Arash. "Biarkan mereka mencoba terlebih dulu, terkadang kita juga nggak bisa terus-menerus memberi kebaikan, kebaikan yang diberikan secara terus-menerus dapat membuat seseorang memiliki hati yang lemah!" sahut Jatiagung. Fatta mengangguk setuju, "kecuali mereka sudah nggak mampu, di saat itulah kita bisa memberikan bantuan, percayakan saja dulu kepada mereka Arash," sahut Fatta. Arash mengangguk, mereka mulai melihat-lihat keadaan sekitar untuk mencari jejak yang para penyerang tinggalkan. Tidak ada jejak dari ma
Jatigung mulai memainkan jarum akupunturnya, ia menusukkan jarum di setiap titik energi Mana yang mengalami penyumbatan. Dalam setiap tusukan jarum emas, energi Mana yang tersumbat akan mengalir dan memberikan rasa sakit yang cukup menyiksa, karena itu Jaya mulai bergetar hebat. Tangan dan kakinya mulai bergoncang!Melihat pamannya begitu kesakitan membuat Arash merasa pilu, ia menatap wajah pamannya dengan sendu. 'Apakah wajah ayah seperti ini?' batin Arash. Jika memikirkan tentang dirinya sendiri, maka Arash dulu akan merasa menjadi orang paling menderita dan tersakiti di dunia ini, tetapi setelah melakukan perjalanan dan menyaksikan langsung kehidupan orang lain, bahkan pamannya sendiri, ternyata Arash perlu bersyukur akan banyak hal. "Paman, bertahanlah!" Arash memegangi tangan Jaya dengan begitu erat, ia juga mengalirkan energi Mana lembut untuk mengurangi rasa sakit yang Jaya rasakan. "Tuan Muda, engkau pasti bisa, Tuan Muda! Kamu adalah yang terkuat setelah Tuan Muda Rama
Mendengar pertanyaan Jaya barusan membuat Fatta ingin menjelaskan semuanya, tetapi begitu ia ingin membuka mulutnya, Arash menggeleng pelan. "Paman, bagimu siapa wanita ini?" tanya Arash sembari menunjuk Han Hae Su. "Mengapa kamu nggak sopan menunjuk istriku?!" kata Jaya dengan ekspresi tidak sukanya. Fatta terkejut, Jaya memang seperti itu, ia begitu mencintai istrinya, bahkan tidak ada satu pun pasukan bayangan yang boleh menatap istrinya terlalu lama. Seingat Fatta, istri Jaya Nona Chu Hua tidak mirip dengan Han Hae Su. Tetapi apa yang membuat Jaya mengira kalau Han Hae Su adalah istrinya? "Guru, apa yang terjadi?" tanya Arash dengan sedikit berbisik kepada Jatiagung. "Seperti yang aku bilang, luka di hati pamanmu sepertinya sulit untuk disembuhkan, ia mengingat segala sesuatu yang bahagia dan membuang yang menyakitkan serta membuat ingatan baru tentang istrinya, hanya itu penilaian ku terhadap keadaan pamanmu saat ini," jelas Jatiagung. Arash mengangguk paham, ia te
Jaya menatap Arash dengan tatapan sedih, ketika Arash menatapnya balik, Jaya pasti memalingkan wajahnya, seolah tak ingin Arash tahu kalau ia sedang menatapnya. "Paman, mengapa kamu bersikap seperti itu?" tanya Arash. Kini mereka sedang berada di atas kapal, Jaya akan ikut bersama Arash. Sembari mencari kabar keberadaan anak juga istrinya. Jaya masih berharap keluarganya selamat. "Aku bersikap seperti apa?" tanya Jaya, ia mencoba mengelak apa yang Arash tuduhkan. "Paman, sedari tadi kamu hanya menatapku, tanpa bicara apa pun, apa yang sebenarnya ingin paman katakan?" selidik Arash. Jaya akhirnya menghela napas berat, ia mengambil napas dalam berulang kali. "Bagaimana keadaanmu selama ini Arash? Apa kamu baik-baik saja? Paman ingin bertanya seperti itu, tetapi paman takut kamu terluka," sahut Jaya. Arash menaikkan sudut bibirnya membentuk sebuah senyuman, seolah ia sudah tidak memiliki kesedihan yang harus terus diratapi."Paman, awalnya terlalu sulit, tetapi semakin hari aku mer