"Sekarang hanya tersisa kalian, apa kalian nggak mau pulang?" kata Arash, ia kemudian kembali mengeluarkan kuas ajaib dan menghapus beberapa barang di dalam pusat penelitian. "Bukan hanya menciptakan barang seperti emas, aku juga bisa menghapus barang yang aku inginkan," kata Arash sembari berjalan dengan santai di area yang begitu dekat dengan prof Andreas mau pun prof Suteki. Beberapa staf peneliti melangkah mundur ke belakang, sedangkan beberapa pengawal setia melindungi prof Suteki dan prof Andreas. "Lebih baik kalian pulang, aku akan menghancurkan tempat ini. Kalau sudah begitu, bagaimana cara kalian melawanku?" tanya Arash. Prof Suteki mengepalkan tangannya, saat ini beberapa pahlawan dan staf peneliti mereka pergi untuk bekerja sama dengan bangsa Mamarika untuk menundukkan beberapa wilayah yang bisa memberi mereka keuntungan, Arash datang di saat terlemah mereka. 'Beruntung sekali kamu bocah!' batin prof Suteki. "Kalau kami nggak mau pergi, memangnya kamu berniat mem
Semua orang termenung menatap padang pasir yang sudah lapang, tidak ada bangunan besar yang menandakan kalau di tempat itu pernah ada pusat penelitian dari masa depan. "Sudahlah, nggak perlu dipikirkan! Yang jelas, kini mereka sudah nggak ada, sebaiknya kita pergi menuju surga dunia," sahut Arash.Semua orang mengangguk setuju, mereka kemudian berlabuh ke pelabuhan benua Timur menuju benua Asia. Bisa saja menaiki Naga muda, tetapi Arash tahu kalau Naga muda juga memiliki keterbatasan energi. Jadi Arash memutuskan menaiki kapal menuju benua Asia. "Tuan, kapan kamu akan menjalin kontrak denganku?" tanya Naga muda dengan wajah mengiba. Arash merasa bersalah, Naga muda telah banyak membantu mereka, jadi jika ia menolak kembali perjalinan kontrak ini, sudah pasti Naga muda akan kecewa. "Sesampainya di surga dunia, aku pasti menjalin kontrak denganmu," sahut Arash. Mata Naga muda membulat sempurna, ia terlihat senang mendengar perkataan Arash barusan."Tuan, kamu nggak bercanda bukan
"Paman, maafkan aku! Caramu bertarung membuatku terpesona tadi," sahut Arash. Beberapa pemuda itu memilih pergi setelah mendapatkan beberapa pukulan telak. "Awas kamu pak tua! Kami akan membawa guru kami nanti!" teriak salah satu dari mereka. Pria tua itu terkekeh, Arash kemudian mendekatinya dan melambaikan tangan di depan wajah pria tua itu. "Anak muda, mataku ini memang buta, tetapi nggak membatasi kemampuan tubuh lainnya, aku memiliki kemampuan untuk merasakan aura Mana orang lain," jelas pria tua itu dengan senyum ramah. "Aku kira paman hanya bercanda soal mata yang buta, lalu mengapa mereka membullymu?" tanya Arash lagi, ia memegangi salah satu tangan pria tua dan menuntun pria itu untuk duduk di tempat yang aman. "Mereka berpikir karena aku buta, mereka bisa merampokku, awalnya mereka meminta makananku, setelah itu ingin mengambil uangku, kukira dengan sedikit nasehat mereka akan berhenti, ternyata hati mereka telah dipenuhi kegelapan untuk mengganggu orang lain," j
Jatiagung memang tidak bisa melihat senjata apa yang Arash gunakan, namun ia bisa merasakan aura kegelapan dari senjata itu, begitu kuat dan semakin membesar. Bahkan dari aura yang dipancarkan, Jatiagung tahu itu adalah kuas ajaib milik Raja Iblis. "Arash, apa kamu harus menggunakan senjata itu?" tanya Jatiagung. Arash sempat merasa bingung, mengapa Jatiagung melarangnya menggunakan kuas ajaib. "Ada apa paman? Kamu tahu dengan senjata yang kini kupegang?" tanya Arash, ia tetap fokus kepada Chen Tian yang kelihatannya bersiap menyerang. "Kamu memiliki Mana yang kuat, jangan terlalu sering mengandalkan senjata yang kini kamu pegang, benda itu dapat mengumpulkan kekuatan dari kegelapan yang kamu ciptakan!" Arash terkejut, ia tidak mengerti, namun sepertinya Arash harus bertanya setelah mengalahkan Chen Tian. "Wush!" "Jangan mengabaikanku anak muda!" teriak Chen Tian, ia mengayunkan tombak Mana yang ia ciptakan. Tombak itu mengayun dan berusaha menusuk tubuh Arash. Meski bisa
Chen Tian terkejut dengan apa yang muridnya katakan, begitu muridnya mendekat untuk memberikan emas itu, Chen Tian mengambil emas itu dengan tangan bergetar. Perguruan Tagao milik mereka begitu miskin, bahkan melakukan perjalanan kali ini untuk menemukan beberapa donatur untuk membantu perguruan mereka. Sungguh malang, tetapi ia tak menyangka keributan yang dibuat oleh muridnya malah memberi mereka keuntungan yang tidak disangka-sangka. "Tuan Muda, siapa namamu?" tanya Chen Tian, pria bertubuh besar seperti Fatta itu lalu bersujud. Begitu pula dengan para muridnya. "Arash Adipati," sahut Arash, ia melangkah mundur begitu melihat mereka bersujud di depannya. Sedangkan Jatiagung tersenyum, "jangan bersujud kepadanya, ia hanya perantara pada kebaikan sang pencipta kepada kalian." Arash mengangguk cepat, ia tak suka melihat orang lain bersujud karena itu, entah mengapa rasanya menyesakkan begitu melihat yang lebih tua darinya melakukan itu. "Benar paman, aku hanya melakukan ses
Arash terlihat bingung, begitu memasuki kota persinggahan betapa terkejutnya mereka dengan apa yang terjadi di dalam sana. Beberapa warga terluka, terlihat beberapa kerusakan di setiap tempat. Seperti baru saja selesai diserang. "Apa yang terjadi?" tanya Mei Xue, ia pernah ke tempat ini bersama ayahnya. Sekarang tempat ini terlihat begitu menyedihkan. "Kapten, sepertinya ada serangan di tempat ini, apa kita masih harus singgah?" tanya salah satu awak kapal yang melihat keadaan kota persinggahan. "Tempat ini selalu menjamu kita dengan baik, lalu kita ingin melarikan diri setelah melihat keadaan mereka yang begitu menyedihkan?" Kapten kapal terlihat memerah karena marah, di tempat ini ia memiliki beberapa teman, tentunya ia merasakan kepedihan yang teramat dalam saat ini. Membayangkan jika salah satu temanmu terluka, Kapten kapal kemudian bergegas turun dari kapal untuk memastikan keadaan teman-temannya. Sementara Arash yang mendengar itu tersenyum lega, setidaknya Kapten kapal
Setelah memastikan para warga di kota persinggahan telah diobati dan mendapatkan makanan, para warga yang masih sehat dan tidak terlalu terluka, mulai bergotong royong untuk memperbaiki beberapa bangunan yang terlihat masih bisa ditempati. Barang-barang yang masih layak pakai juga mereka kumpulkan, para warga terlihat tidak ingin terlalu lama bersedih. Dengan sigap mereka menguburkan para korban yang telah meninggal. "Apa aku juga harus memperbaiki tempat ini?" tanya Arash. "Biarkan mereka mencoba terlebih dulu, terkadang kita juga nggak bisa terus-menerus memberi kebaikan, kebaikan yang diberikan secara terus-menerus dapat membuat seseorang memiliki hati yang lemah!" sahut Jatiagung. Fatta mengangguk setuju, "kecuali mereka sudah nggak mampu, di saat itulah kita bisa memberikan bantuan, percayakan saja dulu kepada mereka Arash," sahut Fatta. Arash mengangguk, mereka mulai melihat-lihat keadaan sekitar untuk mencari jejak yang para penyerang tinggalkan. Tidak ada jejak dari ma
Jatigung mulai memainkan jarum akupunturnya, ia menusukkan jarum di setiap titik energi Mana yang mengalami penyumbatan. Dalam setiap tusukan jarum emas, energi Mana yang tersumbat akan mengalir dan memberikan rasa sakit yang cukup menyiksa, karena itu Jaya mulai bergetar hebat. Tangan dan kakinya mulai bergoncang!Melihat pamannya begitu kesakitan membuat Arash merasa pilu, ia menatap wajah pamannya dengan sendu. 'Apakah wajah ayah seperti ini?' batin Arash. Jika memikirkan tentang dirinya sendiri, maka Arash dulu akan merasa menjadi orang paling menderita dan tersakiti di dunia ini, tetapi setelah melakukan perjalanan dan menyaksikan langsung kehidupan orang lain, bahkan pamannya sendiri, ternyata Arash perlu bersyukur akan banyak hal. "Paman, bertahanlah!" Arash memegangi tangan Jaya dengan begitu erat, ia juga mengalirkan energi Mana lembut untuk mengurangi rasa sakit yang Jaya rasakan. "Tuan Muda, engkau pasti bisa, Tuan Muda! Kamu adalah yang terkuat setelah Tuan Muda Rama
Semua orang menatap Rama secara bergantian dengan Arash, Kedua ayah dan anak itu memiliki wajah yang begitu tampan. Hanya saja Arash memiliki mata dan rambut berwarna putih. Itu membuatnya terlihat berbeda. "Arash, ternyata kamu tampan karena ayahmu," kata Jatiagung. "Nggak juga, ibunya juga cantik," sahut Rama dengan senyum ramah. Arash senang begitu mendengar ayahnya memuji ibunya, meski ia tidak bersama mereka. "Jadi bagaimana bisa kalian ada di sini?" tanya Rama akhirnya. Arash nampak kebingungan, apa ia harus bercerita dengan jujur kepada ayahnya itu? Jadi Arash menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. "Uhm, aku ke sini untuk mengendalikan Raja Iblis yang ada di dalam tubuhku," jelas Arash. Perkataan itu jelas mengubah ekspresi Rama, ia terlihat sedih. "Tapi ayah, aku sudah nggak marah kepadamu," kata Arash buru-buru. Rama kembali tersenyum, 'sudah nggak marah? Rupanya anakku sempat sakit hati atas keputusanku, maafkan aku Arash! Aku nggak layak menjadi ayahm
Setelah Arash mengatakan itu, Fatta dan Jatiagung berlari dengan cepat untuk menghadang Ketua Yohan dan Ketua Agung. "Arash, jangan tawar menawar dengan mereka. Mereka dari sekte kegelapan nggak bisa dipercaya," kata Jatiagung. "Arash, lukis ayahmu sekarang, biar paman yang hadapi mereka!" seru Fatta pula. "Cih, kalian pikir kalian mampu!" sahut Ketua Yohan. "Kita coba saja, jangan terlalu banyak omong!" sahut Jatiagung. Setelah itu keempat pria dewasa itu saling bertarung, Arash tidak boleh melewatkan kesempatan itu. Itu karena Raja Iblislah yang memintanya untuk segera melukis ayahnya Rama. (Arash, aku nggak suka ayahmu, tetapi saranku, hanya ayahmu yang bisa menghadapi manusia-manusia ini) Memangnya ayahku sehebat itu? Raja Iblis terkekeh saat itu, (kamu pikir siapa lagi yang punya ide untuk menyegel ku bahkan di tubuh anaknya sendiri, hanya ayahmu saja yang dengan cepat berpikir seperti itu) Karena itulah Arash mengambil keputusan itu, Arash mengeluarkan
"Masuklah gadis-gadis cantik!" seorang pria penjaga membuka pintu yang merupakan ruangan khusus ketua sekte kegelapan. Ruangan itu begitu besar dengan beragam sajian menarik dari surga dunia. Begitu memasuki ruangan itu, awalnya Arash mengira mereka akan menemui para pria tua, nyatanya mereka adalah pria yang nampak masih berumur sekitar diawal 40an. "Plak!" seseorang bahkan memukul pantat Arash, membuat Arash tersenyum mengerikan. Ia bahkan ingin segera melayangkan tinjunya saat ini juga, tetapi Anastasya segera memegang tangan Arash. Begitu pula dengan Mei Xue, ia juga menahan tangan Arash. Sudut bibir Arash terasa berkedut karena memaksakan senyum di wajahnya. "Wah para gadis telah datang," pria-pria itu bersorak dan meminta penjaga pintu untuk menutup pintu."Cepat menari sayang!""Goyangkan pantatmu cantik!" "Tap!" setelah pintu tertutup, Arash berjalan perlahan ke pintu. Disana penjaga pintu mengira Arash mencoba menggodanya, ia tersenyum dengan lidah menyapu bibirnya. Te
Arash menatap foto itu dan mulai menggambar, "Nona, dari mana kamu mendapatkan benda seperti ini? Bukankah ini foto?" tanya Arash. "Aku punya seorang teman wanita, dia melakukan perjalanan sendirian, ia sampai di tempat ini, kamu lihat pria ini? Dia adalah kakaknya," jelas Imelda. Arash mengangguk paham, "aku tanya satu hal lagi, apa dia mendapatkan ini dari masa depan?" tanya Arash. Karena benda berupa foto itu hanya bisa di dapatkan dengan kamera saja. "Kamu benar, darimana kamu tahu? Aku nggak tahu lebih tepatnya seperti apa, yang jelas temanku menggunakan barang yang belum pernah aku lihat," Imelda nampak bersemangat. Baju pengantin yang Imelda minta telah selesai dibuat, setelah Imelda mencobanya semua orang terpana melihat baju pengantin itu. Baju pengantin tradisional yang nampak indah di tubuh Imelda. "Nona Imelda, kamu cantik sekali." Perkataan Arash itu disetujui oleh semua orang, begitu pula dengan Norman. Setelah giliran Imelda, sekarang Arash juga menggambar b
Arash segera mengikuti Anastasya, ia begitu khawatir dengan keadaan teman-temannya. Jika apa yang Anastasya katakan benar, maka kemungkinan saat ini keadaan teman-temannya akan sulit. Mengingat begitu sulit mencari makanan di tempat ini. Arash dengan langkah yang terburu-buru mengikuti Anastasya dari belakang, tetapi betapa bingungnya Arash begitu mendapati teman-temannya malah makan dengan nikmat. Bahkan tidak terlihat kesulitan. "Ha! Apa yang baru saja aku khawatirkan?" gumam Arash kesal. "Arash! Akhirnya kamu keluar juga!" Fatta segera menghampiri Arash, begitu pula dengan Jatiagung dan Norman. Sedang Mei Xue segera berlari dan memeluk Arash, perasaan baru seminggu Arash berada di dalam gua. Mengapa mereka memperlakukan Arash seolah lama tak berjumpa. "Haish! Jangan memeluk seperti ini, sungguh memalukan." Arash berusaha melepaskan pelukan Mei Xue darinya, tetapi gadis muda itu masih mempererat pelukannya, ia menangis terisak di dalam pelukan Arash. Arash menatap F
Arash mengepalkan tangannya, ia merasa tak kuat dan ingin membuka matanya, ia ingin bertemu kedua orangtuanya. Hal yang wajar bukan? "Arash, mengapa kamu nggak membuka mata nak?" suara Rama lagi-lagi terdengar di telinga Arash. "Arash, maafkan ayah! Arash ...." Ketika Arash ingin membuka mata, kali ini suara Rama menghilang. Berganti dengan suara Fatta. "Arash, kamu mengapa ada di sini? Lama sekali paman menunggumu di luar!" "Arash apa yang kamu lakukan? Buka matamu, tempat ini aneh sekali! Arash!" "Astaga, ini yang nggak paman suka darimu! Kamu berbuat sesuka hatimu Arash!" "Arash, apa yang kamu tunggu, cepatlah kita pergi!" Kali ini Arash ingin membuka matanya, ingin memukul suara yang meniru suara Fatta. Haish! Arash benar-benar kesal, bahkan ketika ia mengomel seperti itu sangat mirip dengan pamannya. "Arash, cepatlah! Haish, karena inilah kedua orangtuamu meninggalkan kamu Arash, karena kamu sulit diatur!" Arash mengepalkan tangannya, saat ini rasanya ada kedut
"Yah, hanya itu keinginan kami, makanan lezat, seperti yang aku lihat, kamu menggunakan kuas ajaib milik Raja Iblies, jadi aku juga tahu kalau benda itu nggak bisa digunakan oleh orang lain dan hanya bisa digunakan olehmu, benar bukan!" Anastasya duduk sembari menyilangkan kaki. Ia memakan buah di atas meja. Buah yang nampak bening, tidak seperti buah lainnya, lebih seperti agar-agar. "Katakan lebih dulu apa yang harus aku lakukan?" tanya Arash. "Kamu hanya perlu menahan makan dan minum, bukan hanya itu, setelah itu kamu nggak boleh bicara, meski kamu ingin bicara, bahkan di dalam hatimu." Anastasya melirik Arash, ia tahu kalau cara ini akan berhasil. "Dari mana aku tahu kalau cara itu berhasil? Kamu bisa saja membunuhku," tuduh Arash. Anastasya tergelak, "membunuhmu? Apa itu mungkin sedangkan di dalam tubuhmu sedang bersemayam Raja Iblies, anak muda aku nggak senekat itu ingin membunuhmu! Apa kamu nggak sadar kalau selama ini kedua siluman itu juga sedang mengikuti mu?" tanya Ana
Arash menahan kedutan di wajahnya, kalau bukan karena Fatta adalah pamannya, sudah pasti pukulan ini akan melayang kepadanya. "Paman!" protes Arash dengan mata mendelik. Fatta menahan tawanya, ia bahkan sedikit menjauh karena tak kuasa menahan tawa. Astaga! Arash sungguh menggemaskan di mata Fatta. "Mengapa Kakak jadi terlihat lebih cantik dariku?" protes Mei Xue. Bukannya senang, Arash malah memberi Mei Xue jitakan di kepala. "Aduh!" Mei Xue hanya bisa mengelus kepalanya kemudian mengikuti Arash tanpa berani mengejeknya lagi. Tidak berapa lama akhirnya mereka sampai di depan halaman sekte bunga beracun. Seperti namanya bunga beracun tersebar di mana-mana, dengan keindahan yang mampu menggoda siapa pun yang melihatnya. Ketika terhisap aromanya, seseorang bisa saja mati. Karena itulah Norman, Jatiagung dan Fatta hanya bisa melihat dari kejauhan. Hal tepat ketika mengirim Mei Xue yang merupakan siluman ular, sedangkan Arash, ia memiliki Elixir healing potion yang bisa ia m
Mereka keluar dari rumah Norman ketika keadaan telah lebih baik, para warga di kota pertengahan beraktivitas seperti biasa dan tidak begitu peduli dengan keberadaan mereka. Kota ini nampak cantik, rumah-rumah di sini memang berukuran kecil. Dibuat dari bahan yang bukan kayu biasa. Kalau menatap ke arah selatan dan utara mereka bisa lihat kalau ada bangunan-bangunan megah yang menjulang tinggi. Bukan hanya itu, pemandangan pagi ini memang menggambarkan tempat ini seolah surga dunia. Karena ada bunga-bunga indah yang menghiasinya, ada pula batu-batu indah dengan nilai tinggi. Air yang mengalir deras seperti sungai-sungai kecil dengan aneka ikan hias di dalamnya. "Guru, batu apa ini?" tanya Arash, ia belum pernah melihat batuan indah yang ada di kota pertengahan. "Batu merah delima, jantung sang Naga." ketika Norman mengatakan itu Naga muda bereaksi. "Heh?!" "Hanya perumpamaan saja," Norman tertawa. Setelah itu Naga muda kembali berkamuflase dan bertengger di bahu Arash.