"Arash, mereka memiliki alasan, mereka nggak sepenuhnya berniat jahat," jelas Pandu. Arash menatap Pandu, bagaimana bisa pamannya itu tetap membela Calvin dan teman-temannya yang bahkan ingin mempergunakan dirinya. "Paman, apa kamu masih belum paham? Jika mereka memiliki kelemahan dan takut kehilangan keluarganya lalu bagaimana dengan keluarga kita yang ada di sini?" Arash menatap Pandu dengan perasaan kecewa, Pandu tak bisa menjawab sepatah kata pun pertanyaan Arash itu, ia merasa bersalah. "Lalu kalian pikir, hanya kalian yang memiliki keluarga? Kalian pikir kami nggak punya seseorang yang layak untuk kami lindungi?" Arash berbalik dan menatap Calvin dan teman-temannya. "Arash, kami nggak bermaksud seperti itu, jika memang ada cara yang lebih baik untuk menyelamatkan keluarga kami serta melindungi masa ini, maka kami akan melakukannya!" sahut Wening, ia terduduk kemudian menangis. "Aku memiliki anak yang masih kecil, tahun depan ia baru memasuki sekolah dasar, jika kami ke
"Lihatlah, ada seorang bocah!" salah satu pasukan penjaga gerbang mentertawakan Arash yang sedang memanggil-manggil mereka. "Apa yang ia lakukan?" swhut temannya ikut mentertawakan Arash. "Bodoh sekali, apa ia nggak tahu kalau ini daerah terlarang!" "Mungkin saja, apa kita tangkap dan kita jadikan bahan penelitian?" Ketika mereka sedang asyik bicara, tiba-tiba Arash menghilang dari pandangan mereka. "Kemana anak itu?" "Mengapa ia menghilang secara tiba-tiba?" "Sial! Nggak mungkinka dia salah satu pahlawan!" "Nggak mungkin!" "Apa yang nggak mungkin paman?" tanya Arash seketika berada di tengah-tengah keduanya. Kedua pasukan itu terkejut, begitu mereka ingin menyerang Arash dengan cepat Arash membenturkan kepala keduanya. "Buakh!" "Akh!" "Sialan, siapa kamu?" "Buakh!" lagi-lagi Arash memukul mereka dengan menendang perut salah satunya, kemudian pasukan lainnya Arash benturkan lutut kepada kepala pasukan itu. Keduanya dalam sekejap berhasil dilumpuhkan, pasukan lain
Prof Andreas tentunya mengenal Han Hae Su, gadis itu adalah staf peneliti yang merupakan tangan kanan prof Connors. "Bukankah kamu adalah tangan kanan prof Connors, mengapa kini kamu memberontak?" tanya prof Andreas."Ada banyak hal yang kupikir nggak perlu aku beritahu kepadamu," sahut Han Hae Su. Mereka berada di ruangan dengan pengamanan khusus, ruangan kaca yang bahkan ditembak pun takkan hancur. Bukan hanya itu, dalam sekali tekan prof Andreas bisa mengalirkan racun atau pun gas tidur kepada mereka. Tetapi prof Andreas belum melakukan itu, ia masih ingin tahu apa yang Han Hae Su dan teman-temannya inginkan. Han Hae Su membuka gerbang waktu, kemudian Arash mengeluarkan Calvin dan teman-temannya dari cincin penyimpanan. "Kalian!" Prof Connors begitu terkejut mendapati para pahlawan yang ia kirim kini berada di pihak Han Hae Su, ia mengira Han Hae Su yang memimpin pemberontakan ini. Prof Andreas tidak tahu kalau Arashlah yang menyusun semua rencana ini. "Mengapa kalian berkhi
"Sekarang hanya tersisa kalian, apa kalian nggak mau pulang?" kata Arash, ia kemudian kembali mengeluarkan kuas ajaib dan menghapus beberapa barang di dalam pusat penelitian. "Bukan hanya menciptakan barang seperti emas, aku juga bisa menghapus barang yang aku inginkan," kata Arash sembari berjalan dengan santai di area yang begitu dekat dengan prof Andreas mau pun prof Suteki. Beberapa staf peneliti melangkah mundur ke belakang, sedangkan beberapa pengawal setia melindungi prof Suteki dan prof Andreas. "Lebih baik kalian pulang, aku akan menghancurkan tempat ini. Kalau sudah begitu, bagaimana cara kalian melawanku?" tanya Arash. Prof Suteki mengepalkan tangannya, saat ini beberapa pahlawan dan staf peneliti mereka pergi untuk bekerja sama dengan bangsa Mamarika untuk menundukkan beberapa wilayah yang bisa memberi mereka keuntungan, Arash datang di saat terlemah mereka. 'Beruntung sekali kamu bocah!' batin prof Suteki. "Kalau kami nggak mau pergi, memangnya kamu berniat mem
Semua orang termenung menatap padang pasir yang sudah lapang, tidak ada bangunan besar yang menandakan kalau di tempat itu pernah ada pusat penelitian dari masa depan. "Sudahlah, nggak perlu dipikirkan! Yang jelas, kini mereka sudah nggak ada, sebaiknya kita pergi menuju surga dunia," sahut Arash.Semua orang mengangguk setuju, mereka kemudian berlabuh ke pelabuhan benua Timur menuju benua Asia. Bisa saja menaiki Naga muda, tetapi Arash tahu kalau Naga muda juga memiliki keterbatasan energi. Jadi Arash memutuskan menaiki kapal menuju benua Asia. "Tuan, kapan kamu akan menjalin kontrak denganku?" tanya Naga muda dengan wajah mengiba. Arash merasa bersalah, Naga muda telah banyak membantu mereka, jadi jika ia menolak kembali perjalinan kontrak ini, sudah pasti Naga muda akan kecewa. "Sesampainya di surga dunia, aku pasti menjalin kontrak denganmu," sahut Arash. Mata Naga muda membulat sempurna, ia terlihat senang mendengar perkataan Arash barusan."Tuan, kamu nggak bercanda bukan
"Paman, maafkan aku! Caramu bertarung membuatku terpesona tadi," sahut Arash. Beberapa pemuda itu memilih pergi setelah mendapatkan beberapa pukulan telak. "Awas kamu pak tua! Kami akan membawa guru kami nanti!" teriak salah satu dari mereka. Pria tua itu terkekeh, Arash kemudian mendekatinya dan melambaikan tangan di depan wajah pria tua itu. "Anak muda, mataku ini memang buta, tetapi nggak membatasi kemampuan tubuh lainnya, aku memiliki kemampuan untuk merasakan aura Mana orang lain," jelas pria tua itu dengan senyum ramah. "Aku kira paman hanya bercanda soal mata yang buta, lalu mengapa mereka membullymu?" tanya Arash lagi, ia memegangi salah satu tangan pria tua dan menuntun pria itu untuk duduk di tempat yang aman. "Mereka berpikir karena aku buta, mereka bisa merampokku, awalnya mereka meminta makananku, setelah itu ingin mengambil uangku, kukira dengan sedikit nasehat mereka akan berhenti, ternyata hati mereka telah dipenuhi kegelapan untuk mengganggu orang lain," j
Jatiagung memang tidak bisa melihat senjata apa yang Arash gunakan, namun ia bisa merasakan aura kegelapan dari senjata itu, begitu kuat dan semakin membesar. Bahkan dari aura yang dipancarkan, Jatiagung tahu itu adalah kuas ajaib milik Raja Iblis. "Arash, apa kamu harus menggunakan senjata itu?" tanya Jatiagung. Arash sempat merasa bingung, mengapa Jatiagung melarangnya menggunakan kuas ajaib. "Ada apa paman? Kamu tahu dengan senjata yang kini kupegang?" tanya Arash, ia tetap fokus kepada Chen Tian yang kelihatannya bersiap menyerang. "Kamu memiliki Mana yang kuat, jangan terlalu sering mengandalkan senjata yang kini kamu pegang, benda itu dapat mengumpulkan kekuatan dari kegelapan yang kamu ciptakan!" Arash terkejut, ia tidak mengerti, namun sepertinya Arash harus bertanya setelah mengalahkan Chen Tian. "Wush!" "Jangan mengabaikanku anak muda!" teriak Chen Tian, ia mengayunkan tombak Mana yang ia ciptakan. Tombak itu mengayun dan berusaha menusuk tubuh Arash. Meski bisa
Chen Tian terkejut dengan apa yang muridnya katakan, begitu muridnya mendekat untuk memberikan emas itu, Chen Tian mengambil emas itu dengan tangan bergetar. Perguruan Tagao milik mereka begitu miskin, bahkan melakukan perjalanan kali ini untuk menemukan beberapa donatur untuk membantu perguruan mereka. Sungguh malang, tetapi ia tak menyangka keributan yang dibuat oleh muridnya malah memberi mereka keuntungan yang tidak disangka-sangka. "Tuan Muda, siapa namamu?" tanya Chen Tian, pria bertubuh besar seperti Fatta itu lalu bersujud. Begitu pula dengan para muridnya. "Arash Adipati," sahut Arash, ia melangkah mundur begitu melihat mereka bersujud di depannya. Sedangkan Jatiagung tersenyum, "jangan bersujud kepadanya, ia hanya perantara pada kebaikan sang pencipta kepada kalian." Arash mengangguk cepat, ia tak suka melihat orang lain bersujud karena itu, entah mengapa rasanya menyesakkan begitu melihat yang lebih tua darinya melakukan itu. "Benar paman, aku hanya melakukan ses