7. Siluet Biru
Brakk!
Suara gebrakan meja itu semakin membuat suasana terasa mencekam. Para pelayan dan prajurit yang berdiri di setiap sudut ruangan seketika menegang. Berbeda dengan kebanyakan orang yang menunduk takut, berbeda dengan Kyana yang memasang senyum menyeringai. Melihat bibinya tengah diselimuti kekesalan entah mengapa membuatnya terhibur.
"Apa yang baru saja kau katakan, Putri Mahkota?"
Queem menunduk, melihatnya membuat Kyana mengerti. Senakal dan sekuat apapun adiknya itu, bagaimana mungkin berani melawan orang yang mengandung dan merawat kita sejak kecil. Sedikit kagum dengan gadis itu, Queem masih memiliki sikap hormat kepada ibunya yang bahkan akan menjodohkannya dengan kaum musuh mereka sendiri.
Karena ketiadaan balasan dari Queem, sang ratu menoleh melempar pandangannya kepada Kyana yang berdiri santai menatapnya. Melihat tamu tak diundang yang tampak santai di tengah amarahnya, membuat sang ratu semakin tersulut emosi. Kyana menaikkan satu alisnya ketika mendapati tatapan tajam bibi tirinya.
"Sudah jelas bukan bahwa kehadiranmu tidak diinginkan di sini? Jadi, selagi saya masih memiliki sedikit kesabaran silakan keluar dari istana saya." Ucapan penuh penekanan di setiap kalimat itu berhasil mengusik jiwa Kyana. Dia tidak bodoh bahwa sekarang dia tengah diusir tanpa hormat dari bibinya sendiri.
Tangan kanannya terangkat, lalu menjentikkan jarinya hingga sebuah amplop dengan sempel kerajaan vampir terlihat. Dengan tersenyum tipis, Kyana menjawab, "Anda tidak buta, jadi seharusnya anda bisa melihatnya bahwa saya diundang di acara makan malam ini, Bibi."
Slaaap!
Braakkk!
Gerakan cepat hanya dengan kedipan mata itu tidak pernah terprediksi oleh siapapun. Begitu pula dengan Orxphulus dan Archeros yang sejak tadi sudah memasang posisi siaga, melindungi ratu mereka. tetapi rupanya kini keduanya kecolongan sebab sang ratu vampir telah menyerang gadis itu dan mencekiknya kuat seraya mengunci tubuh Kyana ke dinding.
Walau begitu ada yang aneh. Gadis itu tampak santai seakan-akan cekikan kuat dari sang bibi bukanlah apa-apa yang berhasil mengimindasinya. Hanya dengan gerakan jari telunjuk, tubuh sang Ratu Vampir terbanting kuat ke lantai. Membuat siapapun yang melihatnya menjerit tertahan. Seakan tidak melakukan apapun, Kyana berjalan angkuh menatap rendah sang ratu. Tidak memperdulikan leher jenjangnya yang membiru karena ulah bibinya sendiri.
"Seharusnya kau tidak melakukan itu kepada keponakanmu sendiri, Bibi." Netra hitam gadis itu mengunci pergerakan sang ratu. Wajah datar yang semula terpasang apik di wajah cantik itu perlahan sirna tergantikan dengan senyum manis. Dia melanjutkan kalimatnya, "Bagaimana jika Lord mengetahui hal ini? Mungkin kau akan mendapat hukuman pengasingan untuk beberapa bulan."
Setelah mengatakan hal itu Kyana menatap lembut sang adik yang sejak tadi berdiam diri. Dengan langkah tegas gadis itu mendekat, lalu tanpa menunggu dipersilakan-seperti pada umumnya-gadis itu duduk tenang di salah satu bangku.
"Jadi kapan jamuannya dihidangkan?"
***
"Ini akan semakin sulit."
Ruangan bernuansa biru tua terbuat dari batu ambar itu terasa lenggang. Obor yang menjadi penerang ruangan berkibar pelan, ketika jendela besar ruangan tersebut dibiarkan terbuka padahal angin malam tegah berhembus cukup kencang. Lolongan serigala terdengar saling bersahutan, merayakan kedatangan sang rembulan purnama yang kini terhias cantik di angkasa.
Laki-laki dengan jubah kebesarannya itu mengembuskan napas panjang. Setelah puas menatap rembulan, laki-laki itu berbalik menatap putranya yang tampak kacau. Hanya ada sepasang ayah dan anak itu saja di ruangan seluas itu.
"Aku tidak pernah bermaksud untuk memusuhinya, Ayah. Tapi aku juga tidak memiliki kuasa melawan sang ratu sebelum statusku resmi menjadi mate dari Putri Queem." Untuk sejenak suasana kembali hening. Helaan napas kasar terdengar dari bibir ranum sang pangeran.
"Aku hanya takut dijadikan boneka senjata sang ratu untuk memulai perang."
"Lalu bagaimana dengan perang antar kaum kita jika pertunanganmu terjadi?" Pertanyaan dari sang ayah membuat Pangeran Nathan menoleh ke arah wajah teduh ayahnya. Berbeda dengannya yang terlihat dingin, ayahnya dikenal dengan sosok alpha yang ramah.
Untuk sesaat, sebuah kilatan terdengar di netra kekuningan sang pangeran. "Aku tidak peduli dengan pemberontakan yang akan terjadi nantinya. Akanku ratakan mereka semua yang tidak berpihak kepadaku. Sekalipun itu sang Ratu Kegelapan sendiri," jawabnya tegas.
"Walaupun dia kakak dari mate-mu sendiri?"
Rahang Pangeran Nathan mengeras. Dia tahu betul apa dampaknya jika dia mengusik gadis yang notabene-nya adalah Ratu Kegelapan sekaligus kakak tiri dari matenya. Dia tidak bodoh, bahwa kekuatannya mungkin sangat jauh kalah jika dibandingkan dengan kaum kegelapan satu-satunya itu. Kekuasaan bahkan nyawanya bisa saja menjadi taruhannya. Tetapi bukan itu yang dia takutkan. Dia hanya takut akan tatapan kekecewaan dan kebencian dari gadisnya.
"Ya, sekalipun dirinya."
Terpaksa, dia terpaksa melawan gadis itu. Sebab sejak awal dia telah bersumpah akan mendapatkan mate-nya, tidak peduli jika dunia menentang hubungan keduanya. Karena Pangeran Nathan telah menaruh seluruh hatinya hanya untuk Putri Mahkota dari Kerajaan Vampir-Putri Queem.
***
Tidak ada rasa takut pada diri seorang Kyana. Sebab ketakutannya telah terenggut sejak beberapa tahun silam. Di mana di depan kepalanya sendiri sang ayah terbunuh dengan sadis. Kematian yang seharusnya tidak terjadi. Ayahnya harus menanggung sesuatu yang bukan laki-laki itu lakukan. Hanya karena dari kaum kegelapan, ayahnya dituduh sebagai penjahat.
Terkadang Kyana bertanya kepada dirinya sendiri. Seburuk itukah kata kegelapan? Bahkan tampa adanya kegelapan, cahaya tidak akan pernah ada di dunia ini. Apakah setiap kegelapan harus disangkutpautkan dengan kejahatan? Bagi Kyana sendiri itu adalah sebuah lelucon.
Sreeekkk!
Hening. Terlalu hening. Bahkan suara gesekan daun yang dia hasilnya terdengar jelas di indera pendengarannya. Kyana mengembuskan napas panjang. Merasa sudah cukup lama melangkah menyusuri hutan wilayahnya, gadis itu memilih mengistirahatkan tubuhnya pada sebuah pohon berukuran raksasa dengan akar yang besar mencuat di atas tanah. Menjadikannya sebagai bangku, Kyana mendongak. Dia baru menyadari bahwa malam ini bulan purnama muncul untuk pertama kalinya.
Sudah dipastikan Kerajaan Worewolf tengah beramai-ramai merayakannya. Bahkan lolongan mereka sampai terdengar hingga ke indera pendengarannya. Membayangkannya membuat Kyana mendengus. Jika boleh jujur dia sedikit iri dan merutuki takdirnya. Padahal biasanya dia akan bercengkrama dengan para monster di hutan ini, tetapi sekarang? Wilayahnya tampak mati tak berpenghuni. Oh God, benar-benar menyedihkan.
Hingga sekelebat warna biru dengan suhu udara yang tiba-tiba meningkat membuatnya tersentak. Dengan segera dia bangkit dan mengikuti sesuatu yang melesat cepat di atasnya. Merentangkan ketiga pasang sayapnya, gadis itu melesat mencari tahu sesuatu apa yang baru saja melintas di atas kepalanya. Suhu panas masih bisa Kyana rasakan, tetapi sesuatu yang terbang di depannya belum bisa dia tangkap. Hanya siluet biru yang tampak terbang cepat menuju ke suatu tempat.
"Sebenarnya apa itu?"
8. Naga HitamTiga pasang sayap besar Kyana terlipat, setelah kedua kakinya kembali menyentuh tanah. Netra tajamnya bergerak mencoba menelisik tanah lapang yang sangat asing di matanya. Dia tidak tahu sudah seberapa jauh dia terbang mengikuti cahaya kebiruan yang berhasil membuatnya tertarik. Kaki jenjangnya melangkah mencoba mencari sesuatu yang sejak dia ikuti secara diam-diam. Hening, tidak ada tanda-tanda pergerakan apapun di sana kecuali dirinya yang terjebak di tanah lapang yang dikelilingi oleh rimbunnya pepohonan.Hingga serangan dadakan membuat tubuh Kyana terlempar cukup jauh sebelum akhirnya dia bisa mengendalikan diri kembali dengan menahan gerakan tubuhnya dengan sayap lebarnya. Sedikit mengibaskan api yang menempel pada jubahnya. Hingga suara raungan yang menggelegar, memecah langit malam membuat Kyana mengalihkan pandangannya ke depan. Beberapa meter dari tempatnya terbang, terlihat seekor naga berukuran besar berwarna hitam gelap. Di punggung dan ujung sayapnya terdapa
9. MenyelinapSosok laki-laki asing pemilik netra biru itu menatap dingin kedua pengawal Kyana. Menatap mereka dari atas ke bawah, menilai. Dengan tatapan merendah dia bertanya kepada satu-satunya gadis di antara mereka, "Siapa dua siluman lemah ini, Ratu?"Pertanyaan itu menohok ulu hati Archeros dan Orxphulus. Lemah? Padahal mereka adalah siluman yang paling diincar banyak kaum karena kekuatannya. Bagaimana mungkin laki-laki itu berkata bahwa mereka itu sosok yang lemah? Mendengar hal itu tentu saja membuat Orxphulus dan Arccheros menggeram tertahan. Bahkan suara asli mereka terdengar mengerikan. Sekonyong-konyong keduanya berubah menjadi dua hewan ganas dan perkasa. Seekor serigala putih dan harimau emas itu sudah siap mencabik-cabik sosok di depan mereka. Terlihat dari kuku-kuku tajam mereka yang telah mencuat keluar, ditambah lagi gigi taring mereka juga tampak mengkilat. Kyana tahu bahwa kedua pengawal mereka tengah diselimuti amarah dan tidak main-main dengan sosok yang menuru
10. Tanda BahayaSuara lonceng mengiringi langkah Kyana yang memasuki sebuah toko ramuan terkenal dan tertua di Negeri Penyihir tersebut. Aroma mint dan kayu manis menguar, membuat siapa saja akan betah berlama-lama di sana. Walau hanya ada jejeran botol ramuan yang dipajang. Di setiap sudut toko penuh akan orang-orang yang tengah memilih ramuan yang mereka butuhkan."Ada yang bisa saya bantu, Nona Cantik?" suara itu membuat Kyana dan Glo menoleh. Mendapati seorang penyihir laki-laki yang tersenyum lebar. Sebuah senyuman yang memiliki arti tersendiri. Ditambah lagi sebuah kedipan menggoda laki-laki itu juga layangkan.Kyana mengulas senyum. Berbeda dengan Glo yang sudah mendatarkan wajahnya, menatap tidak suka penyihir laki-laki di depannya. "Aku mendengar toko ini menjual ramuan terbaru dan langka. Aku ingin membelinya," ucap Kyana lembut, mulai memerankan penyamarannya.Penyihir laki-laki itu memicingkan matanya, sebelum akhirnya bertepuk tangan heboh. Laki-laki itu tampak mengambil
11. Menghilangnya Kerajaan Peri"Clov apa yang harus kita lakukan?" Wanita cantik dengan gaun kebesarannya menatap sang suami. Jiwanya begitu risau ditambah lagi ketika pihak kerajaan mendapati laporan dari masing-masing bangsawan di setiap pemukiman di bawah kekuasaan Kerajaan Peri.Sedangkan laki-laki tampan dengan rahang tegas yang ditanyai masih setia berdiam diri memandangi keadaan Bunga Jiwa yang semakin meredup. Di luar ruangan rahasia itu, banyak peri-peri berlalu-lalang, tampak begitu sibuk. Walau begitu gurat kecemasan juga tergambar di wajah mereka. Kondisi Bunga Jiwa merupakan kunci dari keberadaan mereka. Jika bunga itu, maka kaum peri akan punah."Ratu Adara, beritahu semua petinggi kerajaan dan bangsawan untuk berkumpul sekarang. Kita harus menyelesaikan permasalahan ini sebelum terlambat."Tanpa berlama-lama sang ratu bergegas keluar ruangan untuk memerintahkan beberapa pengawal untuk memberikan pesan yang diminta oleh sang raja ke para petinggi kerajaan dan bangsawan.
12. Desas-DesusKabar akan menghilangnya Kerajaan Peri dari peradaban seketika menggemparkan dunia immortal. Pasalnya keseimbangan akan terguncang dengan tiadanya kehadiran mereka. Semua penjuru dunia immortal membincangkan perihal ini. Tidak sedikit dari mereka yang mempertanyakan alasan dari perginya kaum peri. Tanpa direncanakan semua orang pun sepakat untuk mencurigai satu-satunya kaum kegelapan yang tersisa. Rasa ketidakpuasan yang berada di dalam dada mereka mendorong untuk mencurigai sosok Kyana Azaquel.Sedangkan sang pemilik nama yang sedang menjadi bahan desas-desus itu masih tampak tenang duduk di kursi singgasananya seraya menatap datar surat yang dikirimkan oleh Istana Pusat. Meremasnya surat itu lalu menjadikan selembar kertas itu menjadi sirna menjadi asap hitam sebelum akhirnya lenyap, berbaur dengan udara pagi itu. Apalagi jika bukan membahas perihal menghilangnya Kerajaan Peri?"Ratu jika anda merasa lelah saya bisa menggantikan anda untuk datang ke rapat." Archeros
13. Kehadiran Seseorang Tak Diiundang"Cukup omong kosongnya, Raja Aquatis."Seseorang memotong ucapan pemimpin lautan itu. Semua atensi yang semula tertuju kepada pemimpin Kaum Mermaid seketika berubah ke sosok wanita bersurai hitam legam dengan sebuah topi kerucut besar dengan jubah berwarna ungu tuanya. Mendapati wajah menyebalkan wanita pemimpin Kaum Penyihir itu, membuat Kyana tidak tahan untuk tidak mendengus. Tidak ada yang lebih menyebalkan dari wanita itu di dunia immortal ini daripada sosok yang tengah mengirimkan lirikan tidak suka kepadanya."Tidak ada Kaum Kegelapan selain seorang gadis muda di tengah-tengah kita," ucap Ratu Penyihir membuat semua orang kini beralih menatap Kyana yang masih mempertahankan posisi duduknya dengan tenang. Seakan berhasil memanacing perhatian semua orang, wanita penyihir tu kembali melanjutkan ucapannya, "Jika memang ada yang patut dicurigai mengenai kehilangan Kaum Peri sudah pasti dialah orangnya."Tepat seperti dugaan Kyana. Wanita bau tan
Situasi mencekam itu teralihkan dengan adanya suara pintu yang dibuka kasar. Terlihat seorang laki-laki muda memasuki aula dengan napas tersenggal-senggal, terlihat sekali bahwa dia terburu-buru datang kemari. Semua orang yang mengetahui kedatangan Pangeran Mahkota dari Kerajaan Demons itu seketika semakin dibuat bingung. "Maaf atas keterlambatan saya, Yang Mulia Lord. Entah mengapa perjalanan saya terasa berput–""Ayah?"Kalimat sang pangeran mahkota seketika beralih ketika menyadari sosok laki-laki yang begitu mirip dengan sosok ayahnya. Tubuh sang pangeran mahkota nampak menegang. Ekspresi terkejut jelas sekali terlihat di wajahnya. Membuat semua orang semakin bertanya-tanya. "Raja Drek tiada beberapa jam yang lalu. Karena alasan itulah saya terlambat datang ke sini untuk menggantikan Ayah saya." Suara sang pangeran yang terdengar nyaring di keheningan yang tercipta membuat semua orang yang menghadiri rapat itu terkesiap. Rahang sang pangeran mahkota mengeras. Dengan datar dia k
15. Penyerangan Kedua kaki Kyana berhasil menginjakkan tanah Kerajaan Vampir yang tampak lebih berwarna malam ini. Puluhan orang berlalu-lalang, saling berbagi cerita sebelum akhirnya terkikik geli ketika mengingat masa-masa konyol mereka. Hampir semua orang dari golongan bangsawan dan kerajaan menghadiri Istana Vampir yang tampak gemerlap malam ini. Seakan tak menyadari keberadaannya, semua orang berlalu begitu saja. Tidak ada sambutan yang dia dapati, membuat kedua laki-laki yang berdiri di kanan dan kirinya menggeram tertahan. "Sepertinya memang lebih baik anda tidak menghadiri acara ini, Ratu. Tidak ada yang menginginkan keberadaan anda di sini." "Adikku, menungguku." Glo melirik ke arah Archeros yang tampak tenang, memandang sekumpulan orang yang satu persatu memasuki istana. Laki-laki itu tampak ragu untuk membiarkan ratunya memasuki istana. Pasalnya dia dapat merasakan banyak mata yang bersembunyi menatap mereka dengan tajam. Gerakan tarikan busur panah pun dengan jelas ter