Share

Bab 75

Penulis: Fatimah
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-05 11:08:09

“Proses perceraianku memang sedang bergulir, Ric. Tapi seperti yang aku katakan malam itu ... aku tak bisa kembali padamu. Lupakan aku, lupakan semua tentang kita—“

“Tapi aku nggak bisa, Khai!“ tekannya.

“Bisa atau tidak, aku nggak peduli, Ric. Karena aku tak menginginkanmu.“

“Bohong!“

“Terserah apa katamu, Ric. Aku pamit, Ric. Sekali lagi, lupakan kalau Naira Khairana pernah singgah di kehidupanmu. Aku doakan semoga kamu bahagia dan mendapatkan pasangan yang sepadan, seiman denganmu.“

Aku bangkit berdiri sambil menahan sendu yang mengabuti diri. Lalu buru-buru melangkah dengan mantap, walau terdengar jelas suaranya yang menolak keputusanku.

Begitu sampai di luar gerbang, aku buru-buru menyetop taksi yang lewat. Tangis yang sedari tadi kutahan pun pecah tak terkendali. Membuat atensi supir taksi seketika teralih padaku.

“Mbak nggak apa-apa?“ tanyanya.

“Enggak, Pak. Jalan saja.“

Aku menjawab sambil menye
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Niniq Aja
lanjut kak
goodnovel comment avatar
Happy Adriana
jadi ikut sedih...lanjut thor... makasih
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 76

    Aku tersenyum kecut dan menggeleng pelan, dan beralih menatap mereka.“Lalu apa?“ tanya Adila.“Aku hamil—““Serius?“Mereka menatapku dengan mata berbinar.“Ya. Aku hamil anak Hangga. Lelaki yang berkali-kali mengataiku mandul,“ ucapku dengan suara bergetar.“Ya Ampun ...“Mereka langsung merangkulku.“Congrat, Nai. Akhirnya Lo bakalan jadi ibu,“ ucap Cantika.“Iya, akhirnya penantian kamu berbuat manis. Selamat ya, Nai.“ Adila menimpali.“Kalau itu masalahnya, gue yakin, Aric bakalan nerima dengan lapang dada. Gue yakin, nanti dia bisa jadi hot daddy buat anak Lo,“ ujar Cantika yang disambut delikan tajam Meera dan Adila. Sementara aku hanya tersenyum tipis.“Bukan itu. Dia justru nerima kehamilanku. Bahkan janji bakal jadi yang terbaik buat kami. Tapi aku tetap nggak bisa nerima dia. Karena bukan hanya itu permasalahnnya,“ cetusku.“Lalu apa?“ tanya Meera terdengar gemas.

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-05
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 77 (Season 2)

    Kupikir setelah Naira pergi, tak akan ada perubahan berarti dalam hidupku. Tapi ternyata tidak. Setelah kepergiaannya, aku justru tersiksa. Wajah cantiknya, tubuh rampingnya, ketulusannya dan … Perselingkuhannya terus membayang silih berganti. ”Nggak ke grosir kamu, Ngga?” tanya ibu. Aku menoleh. Menatapnya yang entah sejak kapan datang. ”Nggak, Bu. Di grosir sudah ada Mas Ganjar,” jawabku. Mas Ganjar itu kakak iparku alias suaminya Mbak Hanin. Dia orang kepercayaanku, dan sangat bisa diandalkan. ”Walaupun ada Ganjar, tapi sekali-kali kamu juga harus ke grosir, Ngga. Sejak pisah sama si Naira kamu ngedekem terus di rumah. Nggak bosan kamu?” balas ibu. Aku mendengkus pelan, dan menggelengkan kepala. Justru berdiam di rumah adalah caraku menghapus rindu pada Naira. Percaya atau tidak. Tetapi setelah kami bercerai, rasa rindu tak henti menghujamku. Tak ada hari tanpa mengingat sosoknya. Walau

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-06
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 78

    ”Aku lagi pengen aja, Mbak. Sekalian sidak juga, gimana pekerjaan kalian. Dan kalian bukannya bantu Hilya tapi malah santai-santai,” jawabku. Mbak Hanin langsung mengerucutkan bibirnya. ”Ya wajarlah kami senang-senang juga. Suami kami kan yang bantu kamu ngelola grosir ini. Sudah sewajarnya kalau kami santai-santai.”Aku mendengkus pelan. Malas meladeninya, aku pun meminta laporan bulan ini pada Hilya.”Sebentar, Mas, biar Hilya antarkan nanti ke ruangan Mas,” ujar Hilya.Aku mengangguk dan beranjak menuju ruangan kebesaranku. Begitu memasuki ruangan bercat abu muda, bau rokok langsung menyeruak ke indera penciuman. Mataku seketika terbelalak melihat beberapa potongan rokok bekas bertebaran di mana-mana.”Mbak Hanin, Hasna!” teriakku seraya mengambil sapu di sudut ruangan. Tak lama dua saudaraku itu masuk dengan wajah mengernyit.”Ada apa?” tanya Mbak Hanin.”Siapa yang beran

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-06
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 79

    Tampaknya, kali ini Medina benar-benar marah. Waktu isya sudah berlalu, dan belum ada tanda-tanda kepulangannya. Untung saja Meisya masih terlelap dalam tidurnya. Untung juga Meisya tak hanya meminum Asi saja. Jadi tak masalah jika tak ada Medina.Suara salam, membuatku beranjak dari sofa. Membukakan pintu dan mendapati Ibu berdiri di ambang pintu dengan tatapan yang aneh.”Ada apa, Bu?” tanyaku. Ibu tak langsung menjawab, Hanya sedikit menggeser tubuhku. Lalu masuk dan duduk di sofa.”Mana Medina?” tanyanya sambil meliarkan pandangan ke sekeliling.”Nggak tau. Tadi dia merajuk gara-gara kusuruh masak,” jawabku. Ibu tampak tersenyum kecut.”Ibu lihat dia di kafe baru deket mini market. Sama laki-laki,” ujarnya membuat mataku terbelalak. Benarkah? Tapi sesaat setelah melahirkan, Medina sudah janji tak akan menduakanku. ”Coba kamu samperin sana!” serunya. Aku mengembuskan napas kasar.

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 80

    "Kamu...." Aku menatap sengit lelaki selingkuhan Naira itu. "Apa kabar, Pak Hangga?" ujarnya santai sambil mengulurkan tangan. "Baik." Aku menjawab tanpa menyambut uluran tangannya. Aric. Lelaki tampan bertubuh atletis itu lantas menarik tangannya. Lalu mengedarkan. pandangan ke sekeliling. "Kebetulan kita bertemu di sini, Pak Hangga. Ada yang mau saya bicarakan sama Anda. Bisa kita bicara sebentar, Pak Hangga?" tanyanya. Aku menatapnya penuh selidik. Mau membicarakan apa? Pamer perselingkuhannya dengan Naira? "Saya mau meluruskan kekeliruan selama ini, Pak. Tentang hubungan saya dengan Khaira," sambungnya. Aku tersenyum sinis. Lihat, dia bahkan mempunyai panggilan khusus untuk mantan istriku itu. "Saya yakin bapak akan menyesal kalau tahu yang sebenarnya." Dia benar-benar cerewet! Aku menghela napas panja

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-08
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 81

    ”Enggak, Mas. Aku nggak setuju. Mas ini keterlaluan! Masalah segitu aja dibesar-besarkan,” ujar Hasna dengan napas memburu cepat. ”Bukan dibesar-besarkan, Hasna. Tapi memang masalahnya besar, kok. Suamimu dan iparmu itu sudah merugikan Masmu. Masa kamu masih mau membelanya,” sahut Ibu. Hasna memalingkan wajah. Seketika air matanya mengaliri pipi. Dia selalu saja begitu. Akan menangis untuk menarik simpati. ”Nggak usah menangis, Hasna. Air matamu tak akan mengubah keputusan mas,” ujarku. ”Mas, pikirkan nasibku dong. Nasib ponakan-ponakanmu,” balas Hasna. ”Iya betul, Hangga. Jangan mengedepankan emosi,” timpal Mas Haris. Aku berdecak pelan. Lucu sekali Mas Haris. Padahal selama ini dia lah yang sering mengedepankan emosi dan ego. ”Maafkan mas, Hangga. Mas melakukan ini juga karena tuntutan Mbakmu. Dia terlalu banyak permintaan. Sementara cicilan kami masih bany

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-08
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 82

    ”Loh Medina, wajahmu kenapa?” Mamah Tanti—mertuaku, tampak heran melihat wajah sembab Medina. Medina tak menjawab, dia langsung masuk begitu. Mamah Tanti beralih menatapku. ”Kamu apakan Medina, Hangga?” ”Bapak mana, Mah?” Aku bertanya balik seraya mencium punggung tangannya. Tak lama Bapak mertuaku keluar dari kamarnya. ”Hangga?” Bapak mengerutkan dahi melihat kehadiranku. Aku pun beranjak menghampirinya dan meraih tangannya. ”Ada yang mau Hangga bicarakan sama Mamah sama Bapak,” ujarku sambil menatap ke duanya bergantian. ”Masalah apa?” tanya Mamah Tanti. ”Suruh Hangga duduk dulu, Mah. Ayo, Hangga!” Bapak merangkul bahuku. Aku mengangguk. ”Ada masalah serius?” tanya Bapak. Aku mengangguk pelan. ”Masalah apa?” Bapak kembali bertanya dengan tenang. ”Hangga menalak Medina.”

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-09
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 83

    "Nai, makan dulu!” Naira yang tengah menjahit menghentikan aktifitasnya sejenak, dan lantas menoleh pada Bu Anya. "Bentar, Bun. Tanggung," sahutnya sambil tersenyum nyengir. Bu Anya langsung mencibir. "Tanggung … tanggung. Inget Ada dua janin di perut kamu, Nai," katanya. "lya, Bun. Aku inget, kok." Naira tersenyum nyengir. Bu Anya menghela napas panjang. Malas mendebat, wanita paruh baya berhijab hijau pupus itu lantas mendaratkan bobotnya di kursi depan mesin obras. Lalu menatap perut Naira yang semakin besar. ”Jangan capek-capek, Nai. Kasihan fisik sama dua janin kamu,” cetusnya. Naira tersenyum tipis. "Insya Allah, enggak capek kok, Bun." "Ah, kamu mah ngebales terus. Udah ah, bunda tunggu di ruang makan, ya!” Bu Anya berujar seraya beranjak berdiri. "Iya, Bun." Naira berge

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-09

Bab terbaru

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 99

    Naira mengeratkan rahangnya. Ketika ingin menyanggah, dengan cepat Sean menggandeng tangannya. Membawanya menghampiri si kembar. “Hai, Jagoan!“ Sean menyapa si kembar. Membuat kedua bocah itu langsung membalikkan badan. “Om Sean!“ Razka langsung memekik kaget bercampur senang. “Hai, Razka.“ Sean menyahut tersenyum. Lalu mengulurkan tangan. Melakukan kebiasaan setiap kali bertemu. Berjabat tangan dan ber-tos ria. Sementara Shaka hanya mendelik dengan wajah datarnya. Dibanding Razka, dia memang tak begitu dekat dengan Sean. Bahkan seringkali memasang wajah masam saat bertemu. “Hai, Shaka.“ Sean beralih menatap Shaka sambil mengulurkan tangan. Shaka menyambutnya singkat tanpa senyuman. “Om mau ngapain ke sini? Jangan ganggu momen kami dulu, Om. Hari ini harinya Mommy sam

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 98

    “Oke.“ Naira menyahut lesu. Lalu mematikan panggilan lebih dulu dan mengembalikan ponsel itu pada Bu Anya. “Kenapa? Ribut lagi?“ tanya Rio sambil melirik Naira dari kaca depan. Naira tak menjawab, hanya tersenyum nyengir. “Udahlah putus aja, Nai. Belum jadi suami aja udah begitu. Apalagi kalau nanti udah jadi suami,“ sambung Rio. Dia ikut kesal dengan sikap Sean yang menurutnya lebay. “Nggak usah ngompor-ngomporin. Wajar Sean begitu. Itu tandanya dia cinta sama Naira.“ Naira tersentak kaget mendengar ucapan Bu Anya. Begitupun dengan Alisa dan Rio. Namun ketiganya hanya bergeming, tak berani menyanggah. “Kamu itu harusnya mendukung hubungan Naira dan Sean. Nggak usah mengharapkan Aric yang nggak pasti. Masalah protektif gitu, ya wajar. Namanya juga orang udah tunangan,“ ujar Bu Anya. Naira seketika menunduk sambil mencengkram tab

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 97

    Naira tersenyum kecut mendengar ucapan Bu Anya. Batinnya meronta. Ingin dia mengatakan kalau hubungannya dengan Sean tak seperti hubungan sepasang kekasih pada umumnya. Dimulai dari Bu Annisa yang memintanya menemani Sean di acara pernikahan sepupunya. Awalnya Naira menolak. Tapi melihat Bu Annisa yang memohon-mohon, Naira pun terpaksa menyanggupinya. Siapa sangka, setelah acara selesai, Sean malah menyatakan perasaannya pada Naira di depan keluarga besarnya. Tak tanggung-tanggung, lelaki itu juga mempersiapkan cincin berlian untuknya. Naira tentu saja ingin menolak, tapi lagi-lagi tatapan memelas Bu Annisa membuatnya tak tega. Terlebih melihat wanita paruh baya itu menangkupkan tangan di dada. Akhirnya Naira terpaksa menerika Sean. Hubungan mereka pun mengalir seperti air. Tapi tidak dengan perasaan Naira. Satu tahun berlalu, perasaannya untuk Sean masih belum kunjung tumbuh. Bahkan Naira bern

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 96

    Masuk ke butik, aku mendapati pemandangan yang membuat bibir ini melengkung tipis. Apa lagi kalau bukan kelakuan Mega dan teman-temannya yang berbisik-bisik sambil meliriknya. Namun aku menghiraukannya. Biarlah mereka mau menilaiku seperti apa. Aku tak peduli. Baru saja menghempaskan bobot di kursi, ponselku berdering. Bu Annisa menelepon. “Nai, tolong kamu temui calon klien kita dari Bali. Katanya sebentar lagi dia nyampe. Kamu ajakin dia ngobrol sambil nunggu saya datang,“ katanya. “Baik, Bu.“ Setelah panggilan terputus, aku menghela napas panjang seraya menyandarkan punggung yang terasa pegal. Tak lama tamu yang dimaksud Bu Annisa pun datang. Dia datang bersama suaminya. Aku bergegas menyambutnya seramah mungkin. Sembari menunggu Bu Annisa, aku pun mencoba menanyakan pakaian apa yang diinginkannya. Ternyata dia ingi

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 95

    Kami pun melanjutkan aktifitas yang sempat tertunda tadi. Hingga tak terasa, tiga jam berlalu. Calon pengantin pun pamit undur diri, setelah menemukan kain yang cocok juga desain yang dibuat ala kadarnya oleh Bu Annisa. ** Setelah itu, aku dan Bu Annisa, memilih mampir dulu ke kafe. Selain ingin membasahi tenggorokan yang terasa kering. “Kalau ada yang ganti model seperti mereka, Ibu suka bete nggak?“ tanyaku saat kami sedang menunggu pesanan datang. “Bete sih ada, Nai. Tapi masih mending sih daripada gaunnya udah jadi, terus dicancel. Kalau gaunnya udah jadi, nyesek minta ampun,“ jawabnya. Aku menatap dengan mata membulat. “Emangnya pernah kejadian seperti itu, Bu?“ tanyaku. Bu Annisa mengangguk. “Pernah dong. Ya, walaupun mereka udah bayar uang muka, tetep saja ibu rugi, Nai. Soalnya gaun pengantin kan sizenya khusus,“ tuturnya. Aku mengangguk membenarkan. Tak lama

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 94

    Linata Sulcha. Iseng, aku membuka profilnya. Melihatnya sekilas saja, aku sudah bisa menyimpulkan kalau dia bukan dari kalangan biasa. Selain wajahnya glowing, dia juga mengenakan barang-barang kenamaan dunia. Namun sayang, tak kutemui satu pun fotonya bersama kekasihnya. Hingga jemari ini tertuju pada feed berjudul ‘Love bird’. Dengan rasa penasaran yang cukup tinggi, aku membukanya. Jantung rasanya seperti berhenti saat melihat sosok Aric-lah yang dimaksud dia sebagai kekasih. Bukan hanya satu foto, tapi ada banyak foto Aric di dalamnya. Dengan gaya berbeda tentunya. Tak lama masuk lagi DM dari gadis itu. [Ada banyak foto Mbak di hp kekasihku, dan aku merasa sangat terganggu.] Tak kubalas pesannya, tapi langsung memblokirnya. Tak hanya dia, aku juga langsung mencari akun milik Aric. Lalu memblokirnya juga. ** Gegara DM dari gadis bernama Linata Sulcha

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 93

    Aku mendengus pelan. Lalu pura-pura berdehem. Seketika, mereka pun menoleh padaku dengan wajah memerah. “Terimakasih, ya,“ ucapku. Mereka lantas saling lirik. “Terimakasih sudah mentransfer pahala buat aku,“ jelasku seraya melewati mereka begitu saja. ** Setelah waktu istirahat habis, aku kembali disibukkan dengan kegiatan baruku. Menerima beberapa panggilan dan mengatur jadwal pertemuan para klien baru dengan Bu Annisa. Ternyata begini rasanya jadi asisten. Lumayan repot. “Nai, sini, Sayang!“ Aku beranjak dari mejaku kala mendengar panggilan dari Bu Annisa. “Sini, duduk!“ titahnya. Aku pun lantas mengempaskan bobot di sampingnya. “Menurut kamu, kira-kira apa ya kurangnya desain ini?“ tanyanya sambil memperlihat hasil desain ballgown. “Apa ya?“ tanyaku seraya memperhatikannya lebih dekat. “Ini calon pengantinnya n

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 92

    “Ya, kamu benar. Kira-kira pakai apa?“ tanya Bu Annisa. Aku mendekat padanya. “Bisa ditutup dengan kain tile berwarna senada, Bu. Lalu diberi hiasan payet untuk mempercantik bagian tilenya,“ jawabku. Bu Annisa tersenyum. Lalu menyuruhku mengambil sampel tile yang ada di kotak di sudut ruangan. Dia memintaku langsung memprakteknya. Sementara si calon pengantin dan ibunya hanya mengamati saja. Jujur, aku nervous. rasanya seperti sedang ujian saja. Setelah memotong tile berwarna senada, aku pun coba mengaplikasikannya ke gaun itu. Tak lupa dengan payet-payet. “Bagaimana, Rat? Nau?“ tanya Bu Annisa pada calon pengantin dan ibunya. “Oke banget, Tan. Menutup belahan dada, tapi tetap cantik,“ jawab si calon pengantin. Aku tersenyum lega mendengarnya. Setelahnya, Bu Annisa pun memanggil dua orang dari bagian jahit dan payet. ** Hari ini cukup melelahkan. Selep

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 91

    Setelah perkenalan dengan beberapa pegawai, sekarang di sinilah aku ditempatkan. Di salah satu sudut di ruangan Bu Annisa. Ternyata Bu Annisa bukan hanya memperkenalkanku sebagai desain baru, tapi juga asistennya. Sebuah kejutan luar biasa bagiku yang tak mempunyai basic di bidang ini. “Nai, ini job desk kamu. Dipelajari baik-baik, ya.“ Aku yang tengah membereskan meja tempatku bekerja lekas menerima sebuah diktat yang diberikan Bu Annisa. “Baik, Bu,“ sahutku. “Kalau ada yang nggak kamu pahami, tanyakan saja,“ katanya. “Baik, Bu.“ Aku mengangguk pelan. Bu Annisa pun kembali ke mejanya. Setelah sosoknya berjibaku dengan buku sketsa, aku pun lekas mempelajari job desk. Tadi setelah berkenalan dengan karyawan lain, Bu Annisa bilang, asisten dia sebelumnya resign mendadak karena hamil muda yang mengharuskan bed rest. Sedangkan Bu Annisa butuh asisten dalam waktu cepat. Oleh kar

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status