Share

Bab 79

Penulis: Fatimah
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-07 09:32:30

Tampaknya, kali ini Medina benar-benar marah. Waktu isya sudah berlalu, dan belum ada tanda-tanda kepulangannya. Untung saja Meisya masih terlelap dalam tidurnya. Untung juga Meisya tak hanya meminum Asi saja. Jadi tak masalah jika tak ada Medina.

Suara salam, membuatku beranjak dari sofa. Membukakan pintu dan mendapati Ibu berdiri di ambang pintu dengan tatapan yang aneh.

”Ada apa, Bu?” tanyaku. Ibu tak langsung menjawab, Hanya sedikit menggeser tubuhku. Lalu masuk dan duduk di sofa.

”Mana Medina?” tanyanya sambil meliarkan pandangan ke sekeliling.

”Nggak tau. Tadi dia merajuk gara-gara kusuruh masak,” jawabku. Ibu tampak tersenyum kecut.

”Ibu lihat dia di kafe baru deket mini market. Sama laki-laki,” ujarnya membuat mataku terbelalak.

Benarkah? Tapi sesaat setelah melahirkan, Medina sudah janji tak akan menduakanku.

”Coba kamu samperin sana!” serunya. Aku mengembuskan napas kasar.
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Niniq Wahyuni
lanjut kak
goodnovel comment avatar
Happy Adriana
lanjut thor... makasih...
goodnovel comment avatar
ana zahari
rasakan kifarah utkmu Hangga
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 80

    "Kamu...." Aku menatap sengit lelaki selingkuhan Naira itu. "Apa kabar, Pak Hangga?" ujarnya santai sambil mengulurkan tangan. "Baik." Aku menjawab tanpa menyambut uluran tangannya. Aric. Lelaki tampan bertubuh atletis itu lantas menarik tangannya. Lalu mengedarkan. pandangan ke sekeliling. "Kebetulan kita bertemu di sini, Pak Hangga. Ada yang mau saya bicarakan sama Anda. Bisa kita bicara sebentar, Pak Hangga?" tanyanya. Aku menatapnya penuh selidik. Mau membicarakan apa? Pamer perselingkuhannya dengan Naira? "Saya mau meluruskan kekeliruan selama ini, Pak. Tentang hubungan saya dengan Khaira," sambungnya. Aku tersenyum sinis. Lihat, dia bahkan mempunyai panggilan khusus untuk mantan istriku itu. "Saya yakin bapak akan menyesal kalau tahu yang sebenarnya." Dia benar-benar cerewet! Aku menghela napas panja

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-08
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 81

    ”Enggak, Mas. Aku nggak setuju. Mas ini keterlaluan! Masalah segitu aja dibesar-besarkan,” ujar Hasna dengan napas memburu cepat. ”Bukan dibesar-besarkan, Hasna. Tapi memang masalahnya besar, kok. Suamimu dan iparmu itu sudah merugikan Masmu. Masa kamu masih mau membelanya,” sahut Ibu. Hasna memalingkan wajah. Seketika air matanya mengaliri pipi. Dia selalu saja begitu. Akan menangis untuk menarik simpati. ”Nggak usah menangis, Hasna. Air matamu tak akan mengubah keputusan mas,” ujarku. ”Mas, pikirkan nasibku dong. Nasib ponakan-ponakanmu,” balas Hasna. ”Iya betul, Hangga. Jangan mengedepankan emosi,” timpal Mas Haris. Aku berdecak pelan. Lucu sekali Mas Haris. Padahal selama ini dia lah yang sering mengedepankan emosi dan ego. ”Maafkan mas, Hangga. Mas melakukan ini juga karena tuntutan Mbakmu. Dia terlalu banyak permintaan. Sementara cicilan kami masih bany

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-08
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 82

    ”Loh Medina, wajahmu kenapa?” Mamah Tanti—mertuaku, tampak heran melihat wajah sembab Medina. Medina tak menjawab, dia langsung masuk begitu. Mamah Tanti beralih menatapku. ”Kamu apakan Medina, Hangga?” ”Bapak mana, Mah?” Aku bertanya balik seraya mencium punggung tangannya. Tak lama Bapak mertuaku keluar dari kamarnya. ”Hangga?” Bapak mengerutkan dahi melihat kehadiranku. Aku pun beranjak menghampirinya dan meraih tangannya. ”Ada yang mau Hangga bicarakan sama Mamah sama Bapak,” ujarku sambil menatap ke duanya bergantian. ”Masalah apa?” tanya Mamah Tanti. ”Suruh Hangga duduk dulu, Mah. Ayo, Hangga!” Bapak merangkul bahuku. Aku mengangguk. ”Ada masalah serius?” tanya Bapak. Aku mengangguk pelan. ”Masalah apa?” Bapak kembali bertanya dengan tenang. ”Hangga menalak Medina.”

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-09
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 83

    "Nai, makan dulu!” Naira yang tengah menjahit menghentikan aktifitasnya sejenak, dan lantas menoleh pada Bu Anya. "Bentar, Bun. Tanggung," sahutnya sambil tersenyum nyengir. Bu Anya langsung mencibir. "Tanggung … tanggung. Inget Ada dua janin di perut kamu, Nai," katanya. "lya, Bun. Aku inget, kok." Naira tersenyum nyengir. Bu Anya menghela napas panjang. Malas mendebat, wanita paruh baya berhijab hijau pupus itu lantas mendaratkan bobotnya di kursi depan mesin obras. Lalu menatap perut Naira yang semakin besar. ”Jangan capek-capek, Nai. Kasihan fisik sama dua janin kamu,” cetusnya. Naira tersenyum tipis. "Insya Allah, enggak capek kok, Bun." "Ah, kamu mah ngebales terus. Udah ah, bunda tunggu di ruang makan, ya!” Bu Anya berujar seraya beranjak berdiri. "Iya, Bun." Naira berge

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-09
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 84

    ”Assalamualaikum.” Naira dan Bu Anya yang sedang menikmati sarapan lantas menoleh mendengar suara salam dibarengi kedatangan Rio. ”Waalaikumsalam,” jawab keduanya kompak. ”Aku numpang sarapan di sini, Bun.” Tanpa basa-basi, Rio menaruh tas kerjanya di kursi yang kosong. Lalu duduk di samping Bu Anya. ”Alisa nggak masak?” tanya Bu Anya. Tentu saja hanya basa-basi semata. Karena dia tahu, menantunya itu jarang memasak dan lebih sering membeli makanan siap santap. Rio tak menjawab. Dia langsung mengambil dua roti goreng. Lalu menuangkan susu ke gelas yang kosong. ”Kalian bertengkar ya?” Bu Anya menatap putranya intens. Rio masih bungkam. Lebih memilih menggigit roti yang isinya selai kacang coklat. Bu Anya menghela napas panjang. ”Kalau dipikir-pikir kalian itu lebih banyak bertengkarnya daripada akurnya,” celetuknya

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-10
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 85

    “Ah … congrat, Nai. Akhirnya lo jadi ibu,“ ucap Meera sambil memelukku. Gadis itu benar-benar tak ada capeknya. Padahal dia baru tiba, tapi langsung datang ke sini untuk menemaniku. “Thanks, Meer. Akhirnya kamu juga jadi Aunty,“ sahutku. Meera mengangguk. Lalu terdiam sejenak sambil menatap ke arah perutku. “Eh, perut lo nggak papa kan, Nai?“ tanyanya. “Its oke, Meer. Im fine.“ Aku menjawab sambil tersenyum. “Syukurlah,“ sahut Meera sambil mengambil cemilan yang entah sejak kapan ada di lemari. “Gue penasaran, kira-kira siapa yang nyelekain lo? Apa jangan-jangan si Alisa ya?“ ujarnya sambil memberikan sebungkus cemilan padaku. “Jangan suuzan!“ sahutku. Meera langsung mengerucutkan bibir. “Bukan suuzan, tapi kan emang cuma dia yang nggak suka sama lo. Kalau sampai dia yang ngelakuin itu, gue nggak bakalan segan laporin dia ke polisi,“

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-10
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 86

    “Kalian ngapain di sini?“ Pertanyaan itu kembali mengalun dari mulut Teh Alisa. Aku lantas melirik Meera yang menatap iparnya itu datar. “Kita mau ke dapur. Lapar,“ jawab Meera. Lalu dia menarik tanganku. “Ayo, Nai!“ Aku pun lantas mengikuti langkah Meera. Masuk ke dapur, aku dan Meera sama-sama menghela napas lega. “Tadi lo mau ngomong apa?“ tanya Meera. Aku hendak membuka suara, tapi urung karena Teh Alisa ternyata mengikuti kami. Dia bahkan berdiri seperti mengamati kami berdua. “Bukannya di depan masih banyak tamu, ya? Kenapa kamu malah makan?“ tanya Teh Alisa. Dia menatapku seakan ingin mengulitiku saja. “Ya namanya juga lapar. Lagian emak-emak di sana lagi ngobrol sama Bunda, kok. Yaudah, mending kita makan aja.“ Lagi-lagi Meera yang menjawab. Teh Alisa terdengar mendengkus. Lalu meninggalkan kami begitu saja.

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-11
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 87

    Menjelang siang, kami kedatangan tamu spesial. Dia Bu Annisa, pemilik butik sekaligus sahabat Bunda saat SMA. Ini kali pertamanya kami bertemu. Karena selama ini memang bahan jahitan dan yang sudah selesai dijahit, diantar jemput oleh pegawai. Dia datang tak seorang diri. Ditemani sang anak yang menunggu di luar. “Jadi ini yang namanya Naira?“ tanyanya saat aku menyalaminya. “Iya, Nis.“ Bukan aku yang menjawab, tapi Bunda. “Masya Allah … Kamu cantik banget, Sayang. Kamu juga masih muda,“ ucapnya. Aku tersenyum tipis “Kamu ada anak secantik ini kenapa diam-diam saja, Any? Tau gini, dari kemarin aku ke sini,“ sambungnya sambil menatap Bunda yang tengah menata cemilan. “Kemarin kan Naira masih dalam masa iddah. Mana bisa aku main kenalin-kenalin aja. Bisa ngantri nanti yang mau jadi jodohnya Naira,“ sahut

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-11

Bab terbaru

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 99

    Naira mengeratkan rahangnya. Ketika ingin menyanggah, dengan cepat Sean menggandeng tangannya. Membawanya menghampiri si kembar. “Hai, Jagoan!“ Sean menyapa si kembar. Membuat kedua bocah itu langsung membalikkan badan. “Om Sean!“ Razka langsung memekik kaget bercampur senang. “Hai, Razka.“ Sean menyahut tersenyum. Lalu mengulurkan tangan. Melakukan kebiasaan setiap kali bertemu. Berjabat tangan dan ber-tos ria. Sementara Shaka hanya mendelik dengan wajah datarnya. Dibanding Razka, dia memang tak begitu dekat dengan Sean. Bahkan seringkali memasang wajah masam saat bertemu. “Hai, Shaka.“ Sean beralih menatap Shaka sambil mengulurkan tangan. Shaka menyambutnya singkat tanpa senyuman. “Om mau ngapain ke sini? Jangan ganggu momen kami dulu, Om. Hari ini harinya Mommy sam

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 98

    “Oke.“ Naira menyahut lesu. Lalu mematikan panggilan lebih dulu dan mengembalikan ponsel itu pada Bu Anya. “Kenapa? Ribut lagi?“ tanya Rio sambil melirik Naira dari kaca depan. Naira tak menjawab, hanya tersenyum nyengir. “Udahlah putus aja, Nai. Belum jadi suami aja udah begitu. Apalagi kalau nanti udah jadi suami,“ sambung Rio. Dia ikut kesal dengan sikap Sean yang menurutnya lebay. “Nggak usah ngompor-ngomporin. Wajar Sean begitu. Itu tandanya dia cinta sama Naira.“ Naira tersentak kaget mendengar ucapan Bu Anya. Begitupun dengan Alisa dan Rio. Namun ketiganya hanya bergeming, tak berani menyanggah. “Kamu itu harusnya mendukung hubungan Naira dan Sean. Nggak usah mengharapkan Aric yang nggak pasti. Masalah protektif gitu, ya wajar. Namanya juga orang udah tunangan,“ ujar Bu Anya. Naira seketika menunduk sambil mencengkram tab

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 97

    Naira tersenyum kecut mendengar ucapan Bu Anya. Batinnya meronta. Ingin dia mengatakan kalau hubungannya dengan Sean tak seperti hubungan sepasang kekasih pada umumnya. Dimulai dari Bu Annisa yang memintanya menemani Sean di acara pernikahan sepupunya. Awalnya Naira menolak. Tapi melihat Bu Annisa yang memohon-mohon, Naira pun terpaksa menyanggupinya. Siapa sangka, setelah acara selesai, Sean malah menyatakan perasaannya pada Naira di depan keluarga besarnya. Tak tanggung-tanggung, lelaki itu juga mempersiapkan cincin berlian untuknya. Naira tentu saja ingin menolak, tapi lagi-lagi tatapan memelas Bu Annisa membuatnya tak tega. Terlebih melihat wanita paruh baya itu menangkupkan tangan di dada. Akhirnya Naira terpaksa menerika Sean. Hubungan mereka pun mengalir seperti air. Tapi tidak dengan perasaan Naira. Satu tahun berlalu, perasaannya untuk Sean masih belum kunjung tumbuh. Bahkan Naira bern

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 96

    Masuk ke butik, aku mendapati pemandangan yang membuat bibir ini melengkung tipis. Apa lagi kalau bukan kelakuan Mega dan teman-temannya yang berbisik-bisik sambil meliriknya. Namun aku menghiraukannya. Biarlah mereka mau menilaiku seperti apa. Aku tak peduli. Baru saja menghempaskan bobot di kursi, ponselku berdering. Bu Annisa menelepon. “Nai, tolong kamu temui calon klien kita dari Bali. Katanya sebentar lagi dia nyampe. Kamu ajakin dia ngobrol sambil nunggu saya datang,“ katanya. “Baik, Bu.“ Setelah panggilan terputus, aku menghela napas panjang seraya menyandarkan punggung yang terasa pegal. Tak lama tamu yang dimaksud Bu Annisa pun datang. Dia datang bersama suaminya. Aku bergegas menyambutnya seramah mungkin. Sembari menunggu Bu Annisa, aku pun mencoba menanyakan pakaian apa yang diinginkannya. Ternyata dia ingi

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 95

    Kami pun melanjutkan aktifitas yang sempat tertunda tadi. Hingga tak terasa, tiga jam berlalu. Calon pengantin pun pamit undur diri, setelah menemukan kain yang cocok juga desain yang dibuat ala kadarnya oleh Bu Annisa. ** Setelah itu, aku dan Bu Annisa, memilih mampir dulu ke kafe. Selain ingin membasahi tenggorokan yang terasa kering. “Kalau ada yang ganti model seperti mereka, Ibu suka bete nggak?“ tanyaku saat kami sedang menunggu pesanan datang. “Bete sih ada, Nai. Tapi masih mending sih daripada gaunnya udah jadi, terus dicancel. Kalau gaunnya udah jadi, nyesek minta ampun,“ jawabnya. Aku menatap dengan mata membulat. “Emangnya pernah kejadian seperti itu, Bu?“ tanyaku. Bu Annisa mengangguk. “Pernah dong. Ya, walaupun mereka udah bayar uang muka, tetep saja ibu rugi, Nai. Soalnya gaun pengantin kan sizenya khusus,“ tuturnya. Aku mengangguk membenarkan. Tak lama

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 94

    Linata Sulcha. Iseng, aku membuka profilnya. Melihatnya sekilas saja, aku sudah bisa menyimpulkan kalau dia bukan dari kalangan biasa. Selain wajahnya glowing, dia juga mengenakan barang-barang kenamaan dunia. Namun sayang, tak kutemui satu pun fotonya bersama kekasihnya. Hingga jemari ini tertuju pada feed berjudul ‘Love bird’. Dengan rasa penasaran yang cukup tinggi, aku membukanya. Jantung rasanya seperti berhenti saat melihat sosok Aric-lah yang dimaksud dia sebagai kekasih. Bukan hanya satu foto, tapi ada banyak foto Aric di dalamnya. Dengan gaya berbeda tentunya. Tak lama masuk lagi DM dari gadis itu. [Ada banyak foto Mbak di hp kekasihku, dan aku merasa sangat terganggu.] Tak kubalas pesannya, tapi langsung memblokirnya. Tak hanya dia, aku juga langsung mencari akun milik Aric. Lalu memblokirnya juga. ** Gegara DM dari gadis bernama Linata Sulcha

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 93

    Aku mendengus pelan. Lalu pura-pura berdehem. Seketika, mereka pun menoleh padaku dengan wajah memerah. “Terimakasih, ya,“ ucapku. Mereka lantas saling lirik. “Terimakasih sudah mentransfer pahala buat aku,“ jelasku seraya melewati mereka begitu saja. ** Setelah waktu istirahat habis, aku kembali disibukkan dengan kegiatan baruku. Menerima beberapa panggilan dan mengatur jadwal pertemuan para klien baru dengan Bu Annisa. Ternyata begini rasanya jadi asisten. Lumayan repot. “Nai, sini, Sayang!“ Aku beranjak dari mejaku kala mendengar panggilan dari Bu Annisa. “Sini, duduk!“ titahnya. Aku pun lantas mengempaskan bobot di sampingnya. “Menurut kamu, kira-kira apa ya kurangnya desain ini?“ tanyanya sambil memperlihat hasil desain ballgown. “Apa ya?“ tanyaku seraya memperhatikannya lebih dekat. “Ini calon pengantinnya n

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 92

    “Ya, kamu benar. Kira-kira pakai apa?“ tanya Bu Annisa. Aku mendekat padanya. “Bisa ditutup dengan kain tile berwarna senada, Bu. Lalu diberi hiasan payet untuk mempercantik bagian tilenya,“ jawabku. Bu Annisa tersenyum. Lalu menyuruhku mengambil sampel tile yang ada di kotak di sudut ruangan. Dia memintaku langsung memprakteknya. Sementara si calon pengantin dan ibunya hanya mengamati saja. Jujur, aku nervous. rasanya seperti sedang ujian saja. Setelah memotong tile berwarna senada, aku pun coba mengaplikasikannya ke gaun itu. Tak lupa dengan payet-payet. “Bagaimana, Rat? Nau?“ tanya Bu Annisa pada calon pengantin dan ibunya. “Oke banget, Tan. Menutup belahan dada, tapi tetap cantik,“ jawab si calon pengantin. Aku tersenyum lega mendengarnya. Setelahnya, Bu Annisa pun memanggil dua orang dari bagian jahit dan payet. ** Hari ini cukup melelahkan. Selep

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 91

    Setelah perkenalan dengan beberapa pegawai, sekarang di sinilah aku ditempatkan. Di salah satu sudut di ruangan Bu Annisa. Ternyata Bu Annisa bukan hanya memperkenalkanku sebagai desain baru, tapi juga asistennya. Sebuah kejutan luar biasa bagiku yang tak mempunyai basic di bidang ini. “Nai, ini job desk kamu. Dipelajari baik-baik, ya.“ Aku yang tengah membereskan meja tempatku bekerja lekas menerima sebuah diktat yang diberikan Bu Annisa. “Baik, Bu,“ sahutku. “Kalau ada yang nggak kamu pahami, tanyakan saja,“ katanya. “Baik, Bu.“ Aku mengangguk pelan. Bu Annisa pun kembali ke mejanya. Setelah sosoknya berjibaku dengan buku sketsa, aku pun lekas mempelajari job desk. Tadi setelah berkenalan dengan karyawan lain, Bu Annisa bilang, asisten dia sebelumnya resign mendadak karena hamil muda yang mengharuskan bed rest. Sedangkan Bu Annisa butuh asisten dalam waktu cepat. Oleh kar

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status