Share

Bab 87

Author: Fatimah
last update Last Updated: 2025-02-11 15:12:10

Menjelang siang, kami kedatangan tamu spesial. Dia Bu Annisa, pemilik butik sekaligus sahabat Bunda saat SMA.

Ini kali pertamanya kami bertemu. Karena selama ini memang bahan jahitan dan yang sudah selesai dijahit, diantar jemput oleh pegawai.

Dia datang tak seorang diri. Ditemani sang anak yang menunggu di luar.

“Jadi ini yang namanya Naira?“ tanyanya saat aku menyalaminya.

“Iya, Nis.“ Bukan aku yang menjawab, tapi Bunda.

“Masya Allah … Kamu cantik banget, Sayang. Kamu juga masih muda,“ ucapnya. Aku tersenyum tipis

“Kamu ada anak secantik ini kenapa diam-diam saja, Any? Tau gini, dari kemarin aku ke sini,“ sambungnya sambil menatap Bunda yang tengah menata cemilan.

“Kemarin kan Naira masih dalam masa iddah. Mana bisa aku main kenalin-kenalin aja. Bisa ngantri nanti yang mau jadi jodohnya Naira,“ sahut
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Susi Hendra
lanjut.....
goodnovel comment avatar
Happy Adriana
Sean suka sama Naira ya
goodnovel comment avatar
Endah Pratiwi
saingannya aric ini sepertinya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 90

    “Nah bener itu. Kapan lo merit, Meer? Nggak takut si Ken digondol ani-ani?“ Cantika menimpali sambil mengerlingkan mata pada Meera. Meera memutar bola mata. “Ya takut sih. Tapi gue lebih takut pernikahan gue gagal.““Harusnya lo lebih takut bobok berdua, Meer. Lo harusnya takut diazab sama Allah,“ celetuk Ivan—suami Cantika.Aku, Adila dan Cantik sontak mengulum senyum mendengarnya. Mahesa tertawa tanpa suara, sedangkan Meera tampak memerah pipinya.“Si*lan lo, Van. Untung bunda nginep di rumah Bang Rio,“ kata Meera sambil menatap tajam pada Ivan yang tampak mengangkat bahu.“Terserah deh. Tapi sebagai cowok yang bertanggung jawab, gue sangat menyayangkan, Meer. Kalau cuma bobok berdua, yang rugi itu cuma lo,“ cetus Ivan.Aku terdiam mendengarnya. Mendadak teringat dosa yang kulakukan dengan Aric. Andai waktu bisa diputar kembali, tentu aku tak ingin melakukan kebodohan itu.“Bene

    Last Updated : 2025-02-12
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 88

    Waktu begitu cepat bergulir. Tak terasa, enam bulan sudah aku menyandang status sebagai ibu dari dua anak kembar. Selama itu juga kuhabiskan waktu dengan mereka. Sebelum besok meninggalkan mereka untuk mengais rezeki. Ya, kuputuskan menerima tawaran Bu Annisa. Selain karena memang butuh, aku juga ingin mengembangkan kemampuanku di bidang desain pakaian. “Nai, ini Razka pup keknya.“ Aku yang tengah melipat pakaian, menoleh pada Meera yang tengah menggendong si adik. “Oke, bentar,“ sahutku seraya mencabut kabel setrika. Lalu beranjak menghampiri Meera. “Besok lo jadi kerja di Bu Annisa?“ tanya Meera. Aku mengangguk. “Insya Allah.“ “Kenapa harus kerja sih? Duit lo kan masih banyak,“ celetuk Meera. Selalu saja dia berkata seperti itu. “Enggak sebanyak kamu,“ balasku. Meera mencebik. “Oh iya, gue punya surprise buat

    Last Updated : 2025-02-12
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 89

    Jakarta. Aku memang merindukannya. Merindukan rumah yang sekarang kusewakan juga. Tapi belum terbesit sedikit pun dalam benakku untuk kembali kesana. Buka karena luka yang ditorehkan Mas Hangga. Tapi aku juga belum siap bertemu Aric. “Kebiasaan nih si Naira. Lagi ngobrol malah melamun.“ Meera menyenggol pelan lenganku. Aku terkekeh ringan. “Sorry,“ ucapku. “Lo berdua harus tau satu hal. Sejak pindah ke sini, si Naira itu agak-agak anu,“ kata Meera. Adila dan Cantika saling melempar pandang. “Dia sering banget ngelamun, padahal lagi posisi ngobrol,“ sambung Meera. “Kenapa jadi gitu kamu, Nai? Apa jangan-jangan kamu kepikiran Aric ya?“ ledek Adila seraya cengengesan. Aku tersenyum tipis. “Eh beneran, Dil. Tuh si Naira senyum, berarti beneran dia kangen si Aric,“ sambut Cantika sambil memainkan alisnya. Aku tertawa pelan. Biarlah mereka berasumsi s

    Last Updated : 2025-02-12
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 91

    Setelah perkenalan dengan beberapa pegawai, sekarang di sinilah aku ditempatkan. Di salah satu sudut di ruangan Bu Annisa. Ternyata Bu Annisa bukan hanya memperkenalkanku sebagai desain baru, tapi juga asistennya. Sebuah kejutan luar biasa bagiku yang tak mempunyai basic di bidang ini. “Nai, ini job desk kamu. Dipelajari baik-baik, ya.“ Aku yang tengah membereskan meja tempatku bekerja lekas menerima sebuah diktat yang diberikan Bu Annisa. “Baik, Bu,“ sahutku. “Kalau ada yang nggak kamu pahami, tanyakan saja,“ katanya. “Baik, Bu.“ Aku mengangguk pelan. Bu Annisa pun kembali ke mejanya. Setelah sosoknya berjibaku dengan buku sketsa, aku pun lekas mempelajari job desk. Tadi setelah berkenalan dengan karyawan lain, Bu Annisa bilang, asisten dia sebelumnya resign mendadak karena hamil muda yang mengharuskan bed rest. Sedangkan Bu Annisa butuh asisten dalam waktu cepat. Oleh kar

    Last Updated : 2025-02-13
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 92

    “Ya, kamu benar. Kira-kira pakai apa?“ tanya Bu Annisa. Aku mendekat padanya. “Bisa ditutup dengan kain tile berwarna senada, Bu. Lalu diberi hiasan payet untuk mempercantik bagian tilenya,“ jawabku. Bu Annisa tersenyum. Lalu menyuruhku mengambil sampel tile yang ada di kotak di sudut ruangan. Dia memintaku langsung memprakteknya. Sementara si calon pengantin dan ibunya hanya mengamati saja. Jujur, aku nervous. rasanya seperti sedang ujian saja. Setelah memotong tile berwarna senada, aku pun coba mengaplikasikannya ke gaun itu. Tak lupa dengan payet-payet. “Bagaimana, Rat? Nau?“ tanya Bu Annisa pada calon pengantin dan ibunya. “Oke banget, Tan. Menutup belahan dada, tapi tetap cantik,“ jawab si calon pengantin. Aku tersenyum lega mendengarnya. Setelahnya, Bu Annisa pun memanggil dua orang dari bagian jahit dan payet. ** Hari ini cukup melelahkan. Selep

    Last Updated : 2025-02-13
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 93

    Aku mendengus pelan. Lalu pura-pura berdehem. Seketika, mereka pun menoleh padaku dengan wajah memerah. “Terimakasih, ya,“ ucapku. Mereka lantas saling lirik. “Terimakasih sudah mentransfer pahala buat aku,“ jelasku seraya melewati mereka begitu saja. ** Setelah waktu istirahat habis, aku kembali disibukkan dengan kegiatan baruku. Menerima beberapa panggilan dan mengatur jadwal pertemuan para klien baru dengan Bu Annisa. Ternyata begini rasanya jadi asisten. Lumayan repot. “Nai, sini, Sayang!“ Aku beranjak dari mejaku kala mendengar panggilan dari Bu Annisa. “Sini, duduk!“ titahnya. Aku pun lantas mengempaskan bobot di sampingnya. “Menurut kamu, kira-kira apa ya kurangnya desain ini?“ tanyanya sambil memperlihat hasil desain ballgown. “Apa ya?“ tanyaku seraya memperhatikannya lebih dekat. “Ini calon pengantinnya n

    Last Updated : 2025-02-13
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 94

    Linata Sulcha. Iseng, aku membuka profilnya. Melihatnya sekilas saja, aku sudah bisa menyimpulkan kalau dia bukan dari kalangan biasa. Selain wajahnya glowing, dia juga mengenakan barang-barang kenamaan dunia. Namun sayang, tak kutemui satu pun fotonya bersama kekasihnya. Hingga jemari ini tertuju pada feed berjudul ‘Love bird’. Dengan rasa penasaran yang cukup tinggi, aku membukanya. Jantung rasanya seperti berhenti saat melihat sosok Aric-lah yang dimaksud dia sebagai kekasih. Bukan hanya satu foto, tapi ada banyak foto Aric di dalamnya. Dengan gaya berbeda tentunya. Tak lama masuk lagi DM dari gadis itu. [Ada banyak foto Mbak di hp kekasihku, dan aku merasa sangat terganggu.] Tak kubalas pesannya, tapi langsung memblokirnya. Tak hanya dia, aku juga langsung mencari akun milik Aric. Lalu memblokirnya juga. ** Gegara DM dari gadis bernama Linata Sulcha

    Last Updated : 2025-02-13
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 95

    Kami pun melanjutkan aktifitas yang sempat tertunda tadi. Hingga tak terasa, tiga jam berlalu. Calon pengantin pun pamit undur diri, setelah menemukan kain yang cocok juga desain yang dibuat ala kadarnya oleh Bu Annisa. ** Setelah itu, aku dan Bu Annisa, memilih mampir dulu ke kafe. Selain ingin membasahi tenggorokan yang terasa kering. “Kalau ada yang ganti model seperti mereka, Ibu suka bete nggak?“ tanyaku saat kami sedang menunggu pesanan datang. “Bete sih ada, Nai. Tapi masih mending sih daripada gaunnya udah jadi, terus dicancel. Kalau gaunnya udah jadi, nyesek minta ampun,“ jawabnya. Aku menatap dengan mata membulat. “Emangnya pernah kejadian seperti itu, Bu?“ tanyaku. Bu Annisa mengangguk. “Pernah dong. Ya, walaupun mereka udah bayar uang muka, tetep saja ibu rugi, Nai. Soalnya gaun pengantin kan sizenya khusus,“ tuturnya. Aku mengangguk membenarkan. Tak lama

    Last Updated : 2025-02-14

Latest chapter

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 155

    “Kalau Om mau melamar jadi Papi kalian … kira-kira bakalan kalian terima nggak?“ Mendengar pertanyaan Aric, Shaka dan Razka sontak saling pandang. Lalu keduanya menatap Aric lekat-lekat. “Om Dokter beneran mau jadi Papi kita?“ tanya Razka. “Ya.“ Aric tersenyum. “Aku sih setuju, Om. Yang penting Om nggak pisahkan kita dari Mommy,“ kata Shaka. Dalam benaknya masih tercetak jelas bagaimana upaya Sean memisahkan mereka dari Naira. “Mana bisa begitu. Kalau Om jadi Papi kalian, ya kita harus sama-sama. Dimanapun, kapanpun, dengan kondisi apapun, Om harus selalu sama kalian,“ jawab Aric. Shaka tersenyum samar. “Jadi gimana?“ lanjut Aric. “Aku setuju. Asalkan Om bisa bikin Mommy cantik setiap hari,” jawab Razka. Aric mengernyit tak paham. “Mommy itu cantik kalau tersenyum, Om. Jadi Om harus bisa bikin Mommy tersenyum setiap hari,“ ujar Shaka, seakan tahu arti kerutan di wajah Aric. “Oh … begitu ya?“ Aric mangut-mangut. “Kalau begitu, bantu Om bikin Mommy kalian selalu ter

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 154

    Setelah resepsi pernikahan Hilma selesai, Aric pun lantas mengantar Naira pulang. Mobil yang mereka tumpangi, meluncur perlahan di jalanan yang ramai lancar. “Kamu lelah, Babe?“ tanya Aric sambil melirik Naira yang bersandar di kursi dengan mata terpejam. “Lumayan. Tapi aku happy, kok,“ jawab Naira sambil membuka matanya dan tersenyum tipis. Aric ikut tersenyum. “Aku lebih bahagia darimu, Babe. Karena akhirnya aku bisa mengenalkan perempuan yang kucintai pada Daddy, Ibu, dan semua keluarga,“ katanya. Naira menatapnya beberapa saat tanpa mengerjap. “Kamu tahu? Sudah lama sekali aku menantikan momen ini. Mengenalkanmu pada seluruh keluarga, dan mengatakan pada mereka kalau kamu lah satu-satunya perempuan yang tak lekang menempati hati ini,“ ujar Aric lagi. Mata Naira memanas seketika. Walau terasa berlebihan, tapi ucapan Aric benar-benar membuatnya terharu. “Kamu lebay ih,“ kelakarnya sambil pura-pura tertawa. Menyamarkan genangan air yang menggantung di pelupuk matanya. Aric i

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 153

    “Hah? Serius?“ pekik Hilma hampir berteriak, suaranya cukup menarik perhatian tamu terdekat.“Kenapa?“ Aric terkekeh melihat reaksi Hilma. Hilma menggeleng. Lalu menatap Pak Frans dan Bu Hania yang ikut bahagia melihat Aric akhirnya mendapatkan cintanya.“Apapun yang terjadi di antara kalian, ibu sama Daddy ikut senang karena akhirnya kalian bisa bersama,“ ujar Bu Hania.“Iya kan, Mas?“ Dia menatap Pak Frans yang langsung mengangguk.“Aku juga ikut senang, Bu. Tapi—“Ucap Hilma, tapi terhenti saat tiba-tiba saja Aric membisikkan sesuatu padanya. Hilma sesekali melirik pada Naira, lalu mengangguk.“Makasih, Bocil!“ seru Aric sambil beranjak ke sisi Naira.“Kamu tunggu dulu di sini, ya!“ serunya.“Memangnya kamu mau ke mana?“ Naira menatapnya penasaran.“Ada perlu sebentar,“ jawab Aric. Naira mengangguk ragu. Sambil menunggu Aric, dia pun lantas menyalami Hilma. Tak lupa mendoakan yang terbaik untuk calon iparnya itu. Setelah itu dia menyalami Pak Frans dan Bu Hania, yang langsung meme

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 152

    Naira memutar bola matanya, tak ingin memperpanjang obrolan. Dia tahu betul, kalau Aric sudah punya rencana, sulit baginya untuk mengubah keputusan lelaki itu. “Taksinya sudah datang. Ayo, Babe!“ seru Aric sambil mengambil alih koper Naira. Naira pun mengikutinya dengan bibir mengerucut. Sejujurnya dia ingin pulang ke rumahnya. Lalu bertemu si kembar. “Kenapa cemberut terus?“ tanya Aric saat di perjalanan menuju hotel. “Aku kangen si kembar,“ jawab Naira sendu. “Maaf, ya. Tapi ini juga demi kelancaran segalanya. Setelah dari acara Hilma, kita langsung ke rumahmu. Aku akan meminta izin langsung sama si kembar,“ sahut Aric. Naira menghela napas panjang. “Oke deh.“ Pagi cukup cerah saat Naira sibuk mematut dirinya di cermin. Jika biasanya dia mengenakan gaun buatannya sendiri, kali ini Naira mengenakan gaun berwarna pastel yang dua hari lalu dibeli Aric. Gaun itu tampak elegan, menawan tapi tak mencolok. Ukurannya pun begitu pas di tubuh Naira. “Kok deg-degan ya?“ gu

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 151

    “Ric, kenapa?“ Naira kembali bertanya. Aric kembali mengusap wajahnya. “Malam ini dan seminggu ke depan, kamu tidur di sini ya?“ katanya. “Sama kamu?“ tanya Naira. “Maunya sih begitu,“ jawab Aric sambil membuang napas “Tapi no! Aku mau nginep di apartemen temanku saja, Babe. Aku nggak yakin bisa menahan diri kalau dekat-dekat terus sama kamu,“ jawab Aric. Seketika hati Naira dipenuhi haru. “Kamu …“ “Aku nggak yakin bisa menjaga diri kalau berada di dekatmu, Khai. Sekarang hanya ini yang bisa aku lakukan sebelum kita halal,“ ujar Aric. Seketika air mata Naira mengalir. Bukan air mata sedih, tapi haru. “Kok nangis? Sedih nggak aku sentuh?“ kelakar Aric. Naira langsung mengerucutkan bibirnya. “Baru aja aku terharu, eh kamu malah bikin kesel,“ katanya. Aric pun tertawa lepas. “Udah masuk jam makan siang. Kita cari makan dulu, yuk!“ ajak Aric. “Boleh. Tapi shalat dulu, ya!“ balas Naira. “Oke.“ ** Aric membawa Naira ke sebuah restoran halal langganannya. Sebe

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 150

    “Nggak! Aku nggak mau!“ seru Aric dengan mata melotot.Mendengar penolakan Aric, dunia Naira seolah runtuh. Naira menghela napas sejenak, lalu berbalik hendak meninggalkan Aric. Tapi sedetik kemudian, Aric menarik tangannya dengan kencang hingga Naira jatuh ke pelukannya.Naira mengerjap pelan. Dahinya sedikit mengerut, mencerna apa yang sebenarnya diinginkan Aric.“Apa yang sebenarnya kamu inginkan, Khai? Tadi kamu bilang membutuhkanku, mencintaiku, tapi kenapa tiba-tiba tiba-tiba kamu bilang ingin bersahabat denganku? Jangan main-main dengan hatiku, Khaira!“ serunya tegas dengan suara tertahan.“Aku nggak main-main, Ric. Aku hanya ….“ Naira tak mampu menyelesaikan perkataannya.“Aku nggak mau kalau hanya jadi sahabatmu, Khai. Aku bosan jadi sahabatmu. Dari SMP sampai setua ini, tak bisakah aku menjadi pendamping hidupmu, Khai? Memilikimu seutuhnya?“ Aric menatap Naira lekat-lekat. Naira menelan salivanya susah payah. Lidahnya terasa kelu, tak tahu harus berkata apa lagi setelah men

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 149

    “Jadi gimana, Nai? Lo masih belum ketemu Aric?“ tanya Meera. Malam itu, sepulang dari rumah sakit, Naira melakukan video call dengan ketiga sahabatnya. “Belum, Meer.“ Naira menjawab lesu dengan mata berkaca-kaca. “Si Erlangga nggak ngerjain Lo kan, Nai?“ sahut Cantika. Naira mengangkat bahu. “Keknya sih enggak. Cuma emang kebijakan rumah sakitnya ketat. Andai punya nomor Aric, pasti nggak bakalan sesusah ini,“ keluhnya. Ke tiga sahabatnya saling melirik. Merasa iba pada Naira. Melihat seberapa besar effort perempuan itu mengejar cintanya. “Lo nggak punya nomor Erlangga juga?“ tanya Meera. “Enggak, Meer.“ Naira menghela napas berat. “Terus gimana? Kamu masih mau di situ atau gimana?“ tanya Adila. Naira terdiam sejenak. “Aku … belum tahu.“ Naira tak mau mengatakan kalau tabungannya menipis. Dia takut ke tiga sahabatnya itu turun tangan membantunya. Setelah panggilan video call berakhir, Naira berbaring miring sambil memeluk guling. Memikirkan apa kiranya langkah yang harus di

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 148

    Naira duduk di tepi ranjang hotelnya, menatap ke luar jendela yang berembun. Udara terasa menusuk, meski penghangat ruangan menyala. Langit di luar tampak kelabu, menandai musim gugur yang nyaris berakhir. Dia menarik nafas panjang, menyentuh kaca jendela dengan ujung jarinya, menyeka embun tipis yang menghalangi pandangannya. Trotoar di bawah sudah mulai ramai. Orang-orang berjalan terburu-buru, membungkus diri dengan mantel tebal, seolah tak sabar ingin menghindari dingin. Dari kejauhan, Naira melihat sekelompok burung kecil berterbangan, mencari tempat berlindung. Pemandangan itu membuatnya termenung. “Musim salju hampir tiba,” gumamnya pelan, sambil memeluk tubuhnya sendiri. Pagi itu terasa berbeda, bukan hanya karena udara yang dingin, tetapi juga karena hatinya yang masih bertahan dalam kegelisahan. Ada harapan kecil yang terus dia jaga, meski perlahan mulai meredup. Setelah mengisi perut, Naira kembali ke rumah sakit dengan semangat baru. Dia yakin, hari kedua akan berbe

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 147

    Waktu berlalu, Naira sibuk menyiapkan keberangkatannya. Dia sudah memesan tiket pesawat, hotel selama di sana, mencari tahu tentang rumah sakit tempat Aric bekerja, dan memastikan semua kebutuhan si kembar terpenuhi.“Mommy nggak bakalan lama kan ke luar negerinya?“ tanya Razka saat Naira meminta izin sebelum menidurkan mereka.Naira mengangguk sambil membelai rambut putra Razka dan Shaka bergantian.“Insya Allah, paling lama seminggu, Sayang. Selama mommy pergi, kalian jangan bertengkar, harus saling mengayomi,“ kata Naira.“Kalau aku sih oke, Mom. Tapi entah tuh Razka. Selama ini dia kan yang suka bikin ulah lebih dulu,“ sahut Shaka.Naira tertawa kecil, meski matanya mulai berkaca-kaca. Sedih sebenarnya harus meninggalkan si kembar. Andai punya tabungan lebih banyak, pasti dia akan mengajak mereka serta.“Pokoknya kalian jangan bertengkar. Abang harus mengayomi Adek, dan Adek harus hormat sama Abang.”“Siap, Mommy.“**Hari keberangkatan pun akhirnya telah tiba. Naira berdiri di ba

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status