Share

Bab 88

Author: Fatimah
last update Last Updated: 2025-02-12 09:32:37

Waktu begitu cepat bergulir. Tak terasa, enam bulan sudah aku menyandang status sebagai ibu dari dua anak kembar. Selama itu juga kuhabiskan waktu dengan mereka. Sebelum besok meninggalkan mereka untuk mengais rezeki.

Ya, kuputuskan menerima tawaran Bu Annisa. Selain karena memang butuh, aku juga ingin mengembangkan kemampuanku di bidang desain pakaian.

“Nai, ini Razka pup keknya.“

Aku yang tengah melipat pakaian, menoleh pada Meera yang tengah menggendong si adik.

“Oke, bentar,“ sahutku seraya mencabut kabel setrika. Lalu beranjak menghampiri Meera.

“Besok lo jadi kerja di Bu Annisa?“ tanya Meera. Aku mengangguk.

“Insya Allah.“

“Kenapa harus kerja sih? Duit lo kan masih banyak,“ celetuk Meera. Selalu saja dia berkata seperti itu.

“Enggak sebanyak kamu,“ balasku. Meera mencebik.

“Oh iya, gue punya surprise buat
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Susi Hendra
kayaknya kebalik bab nya
goodnovel comment avatar
siti qomariah
kebalik ya up nya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 89

    Jakarta. Aku memang merindukannya. Merindukan rumah yang sekarang kusewakan juga. Tapi belum terbesit sedikit pun dalam benakku untuk kembali kesana. Buka karena luka yang ditorehkan Mas Hangga. Tapi aku juga belum siap bertemu Aric. “Kebiasaan nih si Naira. Lagi ngobrol malah melamun.“ Meera menyenggol pelan lenganku. Aku terkekeh ringan. “Sorry,“ ucapku. “Lo berdua harus tau satu hal. Sejak pindah ke sini, si Naira itu agak-agak anu,“ kata Meera. Adila dan Cantika saling melempar pandang. “Dia sering banget ngelamun, padahal lagi posisi ngobrol,“ sambung Meera. “Kenapa jadi gitu kamu, Nai? Apa jangan-jangan kamu kepikiran Aric ya?“ ledek Adila seraya cengengesan. Aku tersenyum tipis. “Eh beneran, Dil. Tuh si Naira senyum, berarti beneran dia kangen si Aric,“ sambut Cantika sambil memainkan alisnya. Aku tertawa pelan. Biarlah mereka berasumsi s

    Last Updated : 2025-02-12
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    1. Awal Mula

    “Murahan! Pe-la-cur kamu, Naira!“ Mas Hangga berteriak sembari melayangkan tangannya hingga mendarat mulus di pipi ini, setelah kuberitahu sebuah fakta. Seakan tak puas, Mas mencengkram rahangku lalu kembali menamparku dengan tangan yang lain.“Mas ... Sudah! Sudah, Mas ... Sudah!“ seru Mbak Medina, sembari memeluk punggung Mas Hangga.“Tidak, Sayang. Dia sudah berkhianat, sudah seharusnya Mas beri pelajaran.“ Mas Hangga menjawab dengan suara tertahan.“Jangan, Mas! Dia masih istrimu, nanti dia—““Tidak usah pura-pura memihakku, Mbak Medina. Aku tak butuh pembelaanmu. Lebih baik kamu menepi, supaya aku tak menghajarmu,“ potongku datar. Membuat bola mata Mas Hangga seakan mau keluar dari kelopaknya. Sementara Mbak Medina langsung menurut. Beringsut mundur, berdiri cukup jauh dari kami.“Naira, beraninya kamu ...!“ teriak Mas Hangga sambil mengeratkan cengkraman tangannya di rahang ini. “Apa, Mas? Mau menghajarku? Silahk

    Last Updated : 2024-07-30
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 2

    “Aku hanya ingin sesuatu yang sulit kamu kabulkan. Aku ingin keturunan.“Aku menggeleng cepat mendengarnya. Menggigit bibir seraya mendorongnya menjauh. Menatapnya nanar seraya meredam tangis dengan membekap mulut.“Bukannya kamu sendiri yang bilang, akan menerimaku apa adanya, dengan atau tanpa anak, Mas?“ Aku menarik napas sejenak, “dan kamu sendiri yang bilang kalau anak itu hak prerogatif Allah. Kita hanya perlu berdoa dan ikhtiar sewajarnya? Tapi kenapa ...“ lanjutku yang terhenti karena rasa sesak yang berkelindan di hati.Keturunan. Seperti lazimnya kebanyakan pasangan, aku pun menginginkannya. Bahkan sangat. Namun, setelah tiga kali menjalani program kehamilan lalu hamil dan berakhir di meja operasi, semua keinginan itu terpaksa kukubur.Bukan karena keterbatasan dana, tapi karena alasan yang dilontarkan Mas Hangga dan keluarga. Mas Hangga bilang, dia tak tega melihatku kesakitan acapkali menjalani program kehamilan. Dia juga bertekad menerimaku apa adanya, baik dengan ataupun

    Last Updated : 2024-10-20
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 3

    Malam semakin renta. Kutegakkan punggung yang terasa pegal karena terlalu lama duduk. Setelah kejutan bertubi-tubi yang diberikan Mas Hangga, aku kesulitan memejamkan mata. Hingga akhirnya menghabiskan berjam-jam lamanya di depan laptop, menonton drama Korea romantis. Berharap bisa membuatku agak lupa dengan kenyataan yang tengah dihadapi.Mas Hangga sendiri sepertinya takkan pulang. Tadi aku sempat membuka ponsel, tapi tak ada satu pun pesan maupun panggilan darinya. Namun pemberitahuan status Mbak Madina, menguatkan pradugaku kalau Mas Hangga takkan pulang.[Malam terindah bersamanya. Makasih Abi Sayang.]Begitulah caption yang dibubuhkannya pada sebuah foto Mas Hangga yang tengah menunggu di dekat angkringan pecel lele. Melihatnya membuat dada seakan terbakar dan air mata kembali tumpah, hingga akhirnya kuputuskan mematikan ponsel dan menyimpannya di dalam laci.Aku menghela napas dalam-dalam, saat samar terdengar suara azan awal. Kumatikan laptop dan menyeret langkah ke luar. Ke t

    Last Updated : 2024-10-20
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 4

    “Kamu mendengarnya, Naira?“ tanyanya tampak terkejut.Aku hanya tersenyum tipis dan segera menghalau tubuhnya yang menghalangi langkahku. Lalu beranjak membuka lemari, memilih outfit yang cocok dikenakan sore nanti.“Apa yang kamu dengar, tak sesuai dengan apa yang kamu bayangkan, Ra.“Gerakan tanganku terhenti mendengar ucapannya yang sungguh menggelitik. Aku memang tak tahu isi hatinya tapi ucapannya sudah cukup membuatku mengerti.“Memangnya apa yang kubayangkan?“ tanyaku geli.Mas Hangga terdiam.“Tak usah berbohong untuk menutup kebohonganmu yang lain, Mas. Karena semua itu hanya membuatku semakin tak mempercayaimu dan membuat keadaan semakin rumit,“ sahutku sambil menarik tunik baby blue dan celana jeans navy.“Loh kamu mau kemana?“ tanyanya seakan mengalihkan pembicaraan sebelumnya.“Aku mau hang out sama Meera, Cantika dan Adila,“ jawabku sambil menoleh padanya.“Tidak, Ra. Aku tidak mengizinkan,“ katanya sambil menggelengkan kepala.“Kenapa memangnya? Karena mereka nggak ber

    Last Updated : 2024-10-20
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 5

    “M-mas ...““Nelepon siapa kamu?“ tanyanya sambil berjalan tergesa menghampiri. Lalu di detik berikutnya, dia merebut ponsel di tanganku.“Jangan pengaruhi istriku.“ Dia berkata tajam, membuat atmosfer kamar berubah mencekam. Aku menelan ludah dengan payah saat telepon diputus dan pandangan kami bersirobok.“Kamu bilang apa sama mereka?“ tanyanya. Aku menggeleng, “ti-dak. Aku tidak bilang apa—““Bohong!“ sentaknya membuatku spontan meremas sprei. Lalu memejamkan mata saat merasakan jemari panjangnya menyentuh daguku.“Jangan berani membohongiku, Naira,“ ujarnya dingin. Aku membuka mata dan sontak membeliak saat ponsel milikku dibanting dengan kasar.“Mas!“ teriakku tak terima. Kutepis tangannya dan buru-buru memunguti benda pipih yang layarnya sudah pecah. Gegas, kutekan tombol power, berharap masih menyala. Tapi hingga beberapa menit menunggu, layarnya tetap saja gelap.Aku pun bangkit berdiri. Menatapnya nyalang sambil meremas ponsel.“Puas kamu, Mas? Puas?“ teriakku. Mas Hangga han

    Last Updated : 2024-10-20
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 6

    “Kamu ...!“ Mbak Medina berteriak histeris sambil mengayunkan tangannya, tapi ditahan seseorang.“Apa yang terjadi, Sayang?“ tanya sosok yang tak lain Mas Hangga. Mbak Medina langsung bergelayut di lengan kekar itu sambil memasang wajah sedih.“Ini, Mas, aku minta tandatangan kesediaannya tapi Naira malah menyuruhku menggugurkan bayi kita,“ jawabnya lancar dengan nada dibuat-buat sedih. Membuat mataku membulat sempurna.Belum sempat aku membela diri, Mas Hangga berujar lantang dengan tatapan nyalang. “Benar begitu, Naira?“ “Tidak, Mas. Dia berbohong,“ jawabku.“Oh ya?“ Mas Hangga langsung menarik tangan ini, menyeret tanpa ampun hingga tubuhku hampir tersungkur. Lalu mendorong dengan kuat dan kasar. Membuatku meringis karena terduduk di lantai dengan posisi tak nyaman. Mas Hangga berjongkok di hadapanku dan kini giliran pundakku yang dicengkram olehnya.“Kan aku sudah bilang ... Jangan macam-macam. Kalau tidak—““Sudah, Mas, sudah. Kasihan Naira,“ sela Mbak Medina. Mas Hangga langs

    Last Updated : 2024-12-13
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 7

    “Andai saja dulu Lo nikah sama Abang gue, Nai. Mungkin nasib Lo nggak semiris ini,“ katanya membuat tubuhku menegang seketika.“Nggak usah berandai-andai, Meer. Karena dulu juga aku pernah memimpikannya,“ sahutku ketus.Meera tersenyum nyengir, “bercanda, Nai.“Aku hanya tersenyum pahit dan mengembuskan napas kasar. Makin sesak saja hatiku gegara Meera menyinggung kakaknya itu.Dulu, lebih tepatnya saat kami masih duduk di kelas dua belas, Meera mengenalkan Abangnya pada kami—aku, Cantika dan Adila. Lelaki bernama Rio yang usianya enam tahun di atas kami. Awalnya kukira hanya kenalan biasa, tapi ternyata tidak. Perkenalan kami berlanjut. Bang Rio meminta kontakku. Lalu kami selalu bertukar kabar, saling memberi perhatian dan sesekali mengobrol saat aku ke rumahnya. Hampir setiap malam, dia juga menelepon. Meski ... harus bisik-bisik, karena jika ketahuan, Bibi Tanti akan mengambil ponselku. Semua itu jelas menumbuhkan perasaan lebih di hati ini.Tak ada istilah pacaran untuk hubungan

    Last Updated : 2024-12-14

Latest chapter

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 89

    Jakarta. Aku memang merindukannya. Merindukan rumah yang sekarang kusewakan juga. Tapi belum terbesit sedikit pun dalam benakku untuk kembali kesana. Buka karena luka yang ditorehkan Mas Hangga. Tapi aku juga belum siap bertemu Aric. “Kebiasaan nih si Naira. Lagi ngobrol malah melamun.“ Meera menyenggol pelan lenganku. Aku terkekeh ringan. “Sorry,“ ucapku. “Lo berdua harus tau satu hal. Sejak pindah ke sini, si Naira itu agak-agak anu,“ kata Meera. Adila dan Cantika saling melempar pandang. “Dia sering banget ngelamun, padahal lagi posisi ngobrol,“ sambung Meera. “Kenapa jadi gitu kamu, Nai? Apa jangan-jangan kamu kepikiran Aric ya?“ ledek Adila seraya cengengesan. Aku tersenyum tipis. “Eh beneran, Dil. Tuh si Naira senyum, berarti beneran dia kangen si Aric,“ sambut Cantika sambil memainkan alisnya. Aku tertawa pelan. Biarlah mereka berasumsi s

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 88

    Waktu begitu cepat bergulir. Tak terasa, enam bulan sudah aku menyandang status sebagai ibu dari dua anak kembar. Selama itu juga kuhabiskan waktu dengan mereka. Sebelum besok meninggalkan mereka untuk mengais rezeki. Ya, kuputuskan menerima tawaran Bu Annisa. Selain karena memang butuh, aku juga ingin mengembangkan kemampuanku di bidang desain pakaian. “Nai, ini Razka pup keknya.“ Aku yang tengah melipat pakaian, menoleh pada Meera yang tengah menggendong si adik. “Oke, bentar,“ sahutku seraya mencabut kabel setrika. Lalu beranjak menghampiri Meera. “Besok lo jadi kerja di Bu Annisa?“ tanya Meera. Aku mengangguk. “Insya Allah.“ “Kenapa harus kerja sih? Duit lo kan masih banyak,“ celetuk Meera. Selalu saja dia berkata seperti itu. “Enggak sebanyak kamu,“ balasku. Meera mencebik. “Oh iya, gue punya surprise buat

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 90

    “Nah bener itu. Kapan lo merit, Meer? Nggak takut si Ken digondol ani-ani?“ Cantika menimpali sambil mengerlingkan mata pada Meera. Meera memutar bola mata. “Ya takut sih. Tapi gue lebih takut pernikahan gue gagal.““Harusnya lo lebih takut bobok berdua, Meer. Lo harusnya takut diazab sama Allah,“ celetuk Ivan—suami Cantika.Aku, Adila dan Cantik sontak mengulum senyum mendengarnya. Mahesa tertawa tanpa suara, sedangkan Meera tampak memerah pipinya.“Si*lan lo, Van. Untung bunda nginep di rumah Bang Rio,“ kata Meera sambil menatap tajam pada Ivan yang tampak mengangkat bahu.“Terserah deh. Tapi sebagai cowok yang bertanggung jawab, gue sangat menyayangkan, Meer. Kalau cuma bobok berdua, yang rugi itu cuma lo,“ cetus Ivan.Aku terdiam mendengarnya. Mendadak teringat dosa yang kulakukan dengan Aric. Andai waktu bisa diputar kembali, tentu aku tak ingin melakukan kebodohan itu.“Bene

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 87

    Menjelang siang, kami kedatangan tamu spesial. Dia Bu Annisa, pemilik butik sekaligus sahabat Bunda saat SMA. Ini kali pertamanya kami bertemu. Karena selama ini memang bahan jahitan dan yang sudah selesai dijahit, diantar jemput oleh pegawai. Dia datang tak seorang diri. Ditemani sang anak yang menunggu di luar. “Jadi ini yang namanya Naira?“ tanyanya saat aku menyalaminya. “Iya, Nis.“ Bukan aku yang menjawab, tapi Bunda. “Masya Allah … Kamu cantik banget, Sayang. Kamu juga masih muda,“ ucapnya. Aku tersenyum tipis “Kamu ada anak secantik ini kenapa diam-diam saja, Any? Tau gini, dari kemarin aku ke sini,“ sambungnya sambil menatap Bunda yang tengah menata cemilan. “Kemarin kan Naira masih dalam masa iddah. Mana bisa aku main kenalin-kenalin aja. Bisa ngantri nanti yang mau jadi jodohnya Naira,“ sahut

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 86

    “Kalian ngapain di sini?“ Pertanyaan itu kembali mengalun dari mulut Teh Alisa. Aku lantas melirik Meera yang menatap iparnya itu datar. “Kita mau ke dapur. Lapar,“ jawab Meera. Lalu dia menarik tanganku. “Ayo, Nai!“ Aku pun lantas mengikuti langkah Meera. Masuk ke dapur, aku dan Meera sama-sama menghela napas lega. “Tadi lo mau ngomong apa?“ tanya Meera. Aku hendak membuka suara, tapi urung karena Teh Alisa ternyata mengikuti kami. Dia bahkan berdiri seperti mengamati kami berdua. “Bukannya di depan masih banyak tamu, ya? Kenapa kamu malah makan?“ tanya Teh Alisa. Dia menatapku seakan ingin mengulitiku saja. “Ya namanya juga lapar. Lagian emak-emak di sana lagi ngobrol sama Bunda, kok. Yaudah, mending kita makan aja.“ Lagi-lagi Meera yang menjawab. Teh Alisa terdengar mendengkus. Lalu meninggalkan kami begitu saja.

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 85

    “Ah … congrat, Nai. Akhirnya lo jadi ibu,“ ucap Meera sambil memelukku. Gadis itu benar-benar tak ada capeknya. Padahal dia baru tiba, tapi langsung datang ke sini untuk menemaniku. “Thanks, Meer. Akhirnya kamu juga jadi Aunty,“ sahutku. Meera mengangguk. Lalu terdiam sejenak sambil menatap ke arah perutku. “Eh, perut lo nggak papa kan, Nai?“ tanyanya. “Its oke, Meer. Im fine.“ Aku menjawab sambil tersenyum. “Syukurlah,“ sahut Meera sambil mengambil cemilan yang entah sejak kapan ada di lemari. “Gue penasaran, kira-kira siapa yang nyelekain lo? Apa jangan-jangan si Alisa ya?“ ujarnya sambil memberikan sebungkus cemilan padaku. “Jangan suuzan!“ sahutku. Meera langsung mengerucutkan bibir. “Bukan suuzan, tapi kan emang cuma dia yang nggak suka sama lo. Kalau sampai dia yang ngelakuin itu, gue nggak bakalan segan laporin dia ke polisi,“

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 84

    ”Assalamualaikum.” Naira dan Bu Anya yang sedang menikmati sarapan lantas menoleh mendengar suara salam dibarengi kedatangan Rio. ”Waalaikumsalam,” jawab keduanya kompak. ”Aku numpang sarapan di sini, Bun.” Tanpa basa-basi, Rio menaruh tas kerjanya di kursi yang kosong. Lalu duduk di samping Bu Anya. ”Alisa nggak masak?” tanya Bu Anya. Tentu saja hanya basa-basi semata. Karena dia tahu, menantunya itu jarang memasak dan lebih sering membeli makanan siap santap. Rio tak menjawab. Dia langsung mengambil dua roti goreng. Lalu menuangkan susu ke gelas yang kosong. ”Kalian bertengkar ya?” Bu Anya menatap putranya intens. Rio masih bungkam. Lebih memilih menggigit roti yang isinya selai kacang coklat. Bu Anya menghela napas panjang. ”Kalau dipikir-pikir kalian itu lebih banyak bertengkarnya daripada akurnya,” celetuknya

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 83

    "Nai, makan dulu!” Naira yang tengah menjahit menghentikan aktifitasnya sejenak, dan lantas menoleh pada Bu Anya. "Bentar, Bun. Tanggung," sahutnya sambil tersenyum nyengir. Bu Anya langsung mencibir. "Tanggung … tanggung. Inget Ada dua janin di perut kamu, Nai," katanya. "lya, Bun. Aku inget, kok." Naira tersenyum nyengir. Bu Anya menghela napas panjang. Malas mendebat, wanita paruh baya berhijab hijau pupus itu lantas mendaratkan bobotnya di kursi depan mesin obras. Lalu menatap perut Naira yang semakin besar. ”Jangan capek-capek, Nai. Kasihan fisik sama dua janin kamu,” cetusnya. Naira tersenyum tipis. "Insya Allah, enggak capek kok, Bun." "Ah, kamu mah ngebales terus. Udah ah, bunda tunggu di ruang makan, ya!” Bu Anya berujar seraya beranjak berdiri. "Iya, Bun." Naira berge

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 82

    ”Loh Medina, wajahmu kenapa?” Mamah Tanti—mertuaku, tampak heran melihat wajah sembab Medina. Medina tak menjawab, dia langsung masuk begitu. Mamah Tanti beralih menatapku. ”Kamu apakan Medina, Hangga?” ”Bapak mana, Mah?” Aku bertanya balik seraya mencium punggung tangannya. Tak lama Bapak mertuaku keluar dari kamarnya. ”Hangga?” Bapak mengerutkan dahi melihat kehadiranku. Aku pun beranjak menghampirinya dan meraih tangannya. ”Ada yang mau Hangga bicarakan sama Mamah sama Bapak,” ujarku sambil menatap ke duanya bergantian. ”Masalah apa?” tanya Mamah Tanti. ”Suruh Hangga duduk dulu, Mah. Ayo, Hangga!” Bapak merangkul bahuku. Aku mengangguk. ”Ada masalah serius?” tanya Bapak. Aku mengangguk pelan. ”Masalah apa?” Bapak kembali bertanya dengan tenang. ”Hangga menalak Medina.”

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status