Share

Bab 64

Author: Fatimah
last update Last Updated: 2025-01-30 10:48:26

“Bro, Lo serius sama Naira?“

Aric tersentak mendengar pertanyaan Mahesa yang menatapnya serius. Sejurus kemudian, ia pun mengangguk. Membuat Mahesa menarik napas dalam-dalam.

“Perjuangkan dia. Dia layak dibahagiakan.“

“Iya, Ric. Dan satu ...“ sahut Adila sambil melirik pada Meera, Cantika dan suaminya.

“Buat dia jatuh cinta. Buat dia melupakan Hangga, karena dia sedang melakukan misi balas dendam sama Hangga dan kamu sebagai alatnya,“ lanjutnya.

Aric terbelalak tak percaya.

“Alat? Maksud kalian ...“

“Naira sengaja deketin Lo supaya bisa bikin Hangga sakit hati. Dan ini kesempatan bagus buat Lo. Lo harus bikin dia benar-benar jatuh cinta sama Lo. Dan melabuhkan hatinya pada Lo. Karena kita yakin cuma Lo yang bisa bikin dia bahagia,“ terang Meera.

Kedua sudut bibir Aric langsung melengkung lebar. Dengan mantap ia mengangguk dan membulatkan tekadnya untuk merebut Naira dari sisi Hangga.

*

Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Dessy Maya Shanty
ditunggu lanjutan'y thuor semangat ya thuorrr....
goodnovel comment avatar
Happy Adriana
lanjut thor... makasiiihhh banyaaakk...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 65

    “Mau mampir dulu?“ tanya Naira basa-basi, saat mereka sudah sampai di depan pagar rumah Naira.Terdiam. Aric berpikir sejenak dan kemudian bergegas turun. Naira pun sontak menepuk kening, merutuki basa-basinya yang ternyata ditanggapi serius.“Ayo turun, Khai!“Mengembuskan napas kasar, Naira pun gegas turun dari mobil dan membiarkan lelaki itu berjalan lebih dulu. Lalu kepalanya sontak menoleh, merasakan ada seseorang di belakang mobil. Tapi perasaan itu segera ditepisnya, saat Aric yang duduk di kursi teras, menyerukan namanya.“Padahal aku cuma basa-basi lho, Ric.“Naira berujar sambil memutar anak kunci. Tapi lelaki itu malah tersenyum semakin lebar dan masuk mendahului Naira.“Khai, aku nginep di sini, ya?“Bola mata Naira seakan mau loncat mendengar ucapan Aric. Dengan cepat, ia menggeleng. Lalu duduk di samping Aric yang menyandarkan punggung.“Pulang sana!“ serunya. Aric yang baru terpejam pun

    Last Updated : 2025-01-31
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 66

    Apa yang harus aku lakukan? Naira membatin pilu sambil menyeret langkah. Duduk di pinggiran ranjang. Cukup lama berpikir, ia pun menemukan jalan yang dirasa paling baik.Setelah cukup tenang, Naira merapihkan penampilannya dan kembali menjalankan rutinitasnya.Di gudang, Naira tak menanggapi obrolan atasan dan para rekannya. Begitupun saat jam istirahat tiba. Ia memilih diam di tempatnya, sibuk memikirkan nasib ke depannya. Hingga tak menyadari kehadiran Aric di hadapannya.“Khusyu banget. Ngelamunin apa sih?“Suara Aric menariknya dari lamunan. Naira mendongak, menatap Aric yang tersenyum sambil mengangkat dua kotak nasi. Lalu pandangannya pun lantas mengabut, mengingat banyak hal haram yang dilakukannya dengan Aric. Dalam diam, Naira bertekad akan menjauhi lelaki itu secepatnya. Setelah tujuannya tercapai.“Khairana ...“Aric mengibaskan tangannya di depan wajah Naira. Membuat perempuan ia memalingkan wajah sambil menghela nap

    Last Updated : 2025-01-31
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 67

    Pov NairaAku tertawa sinis membaca puluhan chat grup WA Bagaskara Family. Grup yang sudah lama kuarsipkan itu, kali ini ribut membahas Mbak Medina. Dua video terakhir yang diberikan Meera, memang melenceng dari perkiraanku. Bukan hanya video saat Mbak Medina mendatangi dukun dan keterangan dari orang-orang sekitar, Meera juga mengirimkan video yang mengharuskanku memberi imbalan lebih. Ternyata diam-diam, Mbak Medina menjalin hubungan dengan lelaki yang kukenal sebagai mantan kekasihnya. Di video itu, Mbak Medina tengah berci uman dengan lelaki yang berstasus suami orang. Bukan hanya beradu bibir, bahkan tangan lelaki itu juga menggerayangi tu buh Mbak Medina. Entah dari mana, orang suruhan Meera mendapatkannya. Aku tak peduli. Karena bagiku, yang penting kedok Mbak Medina terbongkar. Itu saja.Aktifitasku terhenti saat terdengar suara ketukan pintu. Sambil menderap langkah, kuraih hijab instan di sofa ruang tamu.

    Last Updated : 2025-02-01
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 68

    Setelah proses pemulihan, aku bergegas kembali ke ruang Kenanga. Saat masuk, kulihat Mas Hangga duduk di pinggiran ranjang di samping Mbak Medina yang ternyata belum melahirkan.“Bibi, Paman, Mbak,“ ucapku saat mereka belum menyadari kehadiranku. “Eh, Naira. Sudah selesai, Nak?“Aku mengernyit heran mendengar suara Bibi Tanti yang ramah, tidak seperti biasanya.“Sudah, Bi.“ Aku menjawab sambil menatap Mas Hangga yang mengusap-usap kening dan menggenggam tangan Mbak Medina.“Sudah bukaan berapa, Mbak?“ tanyaku. Tapi Mbak Medina hanya diam saja, mungkin masih marah padaku.“Masih bukaan dua.“ Bibi Tante menjawab sambil tersenyum.Aku membulatkan bibir. Lalu mencoba melihat kembali ke arah Mas Hangga yang kini juga balas menatapku. Melihat raut wajahnya yang tak bersahabat, aku pun segera memalingkan pandangan. Lalu beralih menatap Paman Ismail.“Paman, aku mau langsung pulang saja,“ ucapku.

    Last Updated : 2025-02-01
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 69

    Aku meringis saat tubuh terasa berguncang. Lalu bergeming saat membuka mata dan menyadari kalau aku berada di dalam mobil bersama ... Aric. Lelaki itu fokus pada jalanannya dengan wajah yang tampak mengeras.“Ric ...“ panggilku tapi dia tak menggubris dan justru menambah kecepatan. Membuatku mengeratkan pegangan pada sabuk pengaman.Setelah sekitar sepuluh menit berkendara, mobil memasuki halaman rumah Aric. Ia turun lebih dulu, kemudian membukakan pintu untukku. Lalu menyeretku dengan paksa, hingga aku berjalan dengan terseok-seok.Setelah memasuki rumahnya, ia kembali menyeretku menaiki tangga dan membawaku masuk ke sebuah ruangan yang sepertinya kamarnya.“Kamu ngapain nonton konser seperti itu?“Aric bertanya dengan suara dingin dan cukup keras. Membuatku seketika meneguk ludah dan meringis.Setelah itu, terdengar helaan napas beratnya. Lalu dia menarikku duduk di sofa panjang.“Kamu ngapain

    Last Updated : 2025-02-02
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 70

    Malam semakin pekat. Cuaca dingin kian menusuk kulit. Kueratkan pelukan pada Aric. Walau logika jelas menentangnya. Entahlah, selain terasa hangat, ada rasa nyaman yang kurasakan saat tubuh kami berpelukan. Perlahan aku membuka mata saat terdengar suara azan. Saat membuka mata, tiba-tiba saja teringat pada foto dan video Mbak Medina yang tengah bersama lelaki lain. Lalu apa bedanya aku dengannya? Aku juga sekarang tengah berada di pelukan lelaki lain. Bahkan dia memeluk pinggang ini sangat erat dan sebelumnya, kamu pun berciu man panas. Aku mendengkus kasar. Mengamatinya yang terlelap begitu tenang. Melihat alis tebal, hidung mancung kokoh dan bibirnya, membuatku tak mampu menahan diri untuk tidak menyentuhnya. Cukup lama menyentuhnya, aku pun membulatkan tekad untuk ... menyudahi semuanya. “Khairana ... kamu sudah bangun?“ Aku tersentak mendengar suara seraknya. Lalu tersenyum tipis saat dia membelai pipi i

    Last Updated : 2025-02-03
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 71

    “Please, Ric. Aku mohon ... Lupakan semuanya. Lupakan semua yang terjadi di antara kita,“ ujarku frustasi karena ucapannya langsung membayang di benak ini. Dia menarik tangan ini. Memaksaku untuk menatap matanya yang sayu. “Apa yang membuatmu ingin melupakan semuanya? Apa aku pernah menyakitimu?“ tanyanya lembut. Aku menggeleng cepat. “Kamu baik, Ric. Kamu tampan, baik, perhatian dan romantis. Kamu juga bisa membuatku nyam—“ Aku mengumpat pelan dan merutuki diri saat sadar sudah berkata jujur. Ingin kutarik lagi kata-kata itu, tapi percuma juga karena kini, Aric tersenyum lebar. Akhirnya hanya menghela napas dan menatapnya lekat-lekat. “Kamu memang sempurna, Ric. Tapi tetap saja kita harus melupakannya dan aku harus kembali pada Mas Hangga,“ ujarku berdusta dan matanya pun langsung mendelik tajam. “Apa sih yang membuatmu masih mau bertahan lagi dengannya? Ap

    Last Updated : 2025-02-03
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 72

    Tiga minggu berlalu. Aku masih bekerja seperti biasa, tapi tidak dengan Aric. Sejak malam itu tak pernah kutemukan lagi sosoknya. Entah ke mana perginya, karena nomornya sudah tidak aktif. Tak dipungkiri, ada hampa yang kurasakan setelah sosoknya tak ada. Sejak itu juga Mas Hangga belum pernah menghubungiku. Melihat dari status WA-nya, tampaknya dia disibukan dengan putri juga istri barunya dan aku tak peduli itu. Bahkan aku merasa lebih nyaman seperti sekarang. Rasanya juga tak sabar ingin segera menanggalkan status sebagai istrinya dan fokus pada dua janin di perut ini. . Aku mengernyit heran setibanya di rumah dan mendapati mobil Mas Hangga di halaman. Dengan benak yang dijejali banyak tanya, aku melangkah masuk dan mendapatinya tengah duduk santai di sofa sambil memainkan gawai. Tanpa menyapa, aku gegas masuk ke kamar dan duduk di depan meja rias. Jujur saja, hati masih sakit saat karena perkataannya tempo har

    Last Updated : 2025-02-04

Latest chapter

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 89

    Jakarta. Aku memang merindukannya. Merindukan rumah yang sekarang kusewakan juga. Tapi belum terbesit sedikit pun dalam benakku untuk kembali kesana. Buka karena luka yang ditorehkan Mas Hangga. Tapi aku juga belum siap bertemu Aric. “Kebiasaan nih si Naira. Lagi ngobrol malah melamun.“ Meera menyenggol pelan lenganku. Aku terkekeh ringan. “Sorry,“ ucapku. “Lo berdua harus tau satu hal. Sejak pindah ke sini, si Naira itu agak-agak anu,“ kata Meera. Adila dan Cantika saling melempar pandang. “Dia sering banget ngelamun, padahal lagi posisi ngobrol,“ sambung Meera. “Kenapa jadi gitu kamu, Nai? Apa jangan-jangan kamu kepikiran Aric ya?“ ledek Adila seraya cengengesan. Aku tersenyum tipis. “Eh beneran, Dil. Tuh si Naira senyum, berarti beneran dia kangen si Aric,“ sambut Cantika sambil memainkan alisnya. Aku tertawa pelan. Biarlah mereka berasumsi s

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 88

    Waktu begitu cepat bergulir. Tak terasa, enam bulan sudah aku menyandang status sebagai ibu dari dua anak kembar. Selama itu juga kuhabiskan waktu dengan mereka. Sebelum besok meninggalkan mereka untuk mengais rezeki. Ya, kuputuskan menerima tawaran Bu Annisa. Selain karena memang butuh, aku juga ingin mengembangkan kemampuanku di bidang desain pakaian. “Nai, ini Razka pup keknya.“ Aku yang tengah melipat pakaian, menoleh pada Meera yang tengah menggendong si adik. “Oke, bentar,“ sahutku seraya mencabut kabel setrika. Lalu beranjak menghampiri Meera. “Besok lo jadi kerja di Bu Annisa?“ tanya Meera. Aku mengangguk. “Insya Allah.“ “Kenapa harus kerja sih? Duit lo kan masih banyak,“ celetuk Meera. Selalu saja dia berkata seperti itu. “Enggak sebanyak kamu,“ balasku. Meera mencebik. “Oh iya, gue punya surprise buat

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 90

    “Nah bener itu. Kapan lo merit, Meer? Nggak takut si Ken digondol ani-ani?“ Cantika menimpali sambil mengerlingkan mata pada Meera. Meera memutar bola mata. “Ya takut sih. Tapi gue lebih takut pernikahan gue gagal.““Harusnya lo lebih takut bobok berdua, Meer. Lo harusnya takut diazab sama Allah,“ celetuk Ivan—suami Cantika.Aku, Adila dan Cantik sontak mengulum senyum mendengarnya. Mahesa tertawa tanpa suara, sedangkan Meera tampak memerah pipinya.“Si*lan lo, Van. Untung bunda nginep di rumah Bang Rio,“ kata Meera sambil menatap tajam pada Ivan yang tampak mengangkat bahu.“Terserah deh. Tapi sebagai cowok yang bertanggung jawab, gue sangat menyayangkan, Meer. Kalau cuma bobok berdua, yang rugi itu cuma lo,“ cetus Ivan.Aku terdiam mendengarnya. Mendadak teringat dosa yang kulakukan dengan Aric. Andai waktu bisa diputar kembali, tentu aku tak ingin melakukan kebodohan itu.“Bene

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 87

    Menjelang siang, kami kedatangan tamu spesial. Dia Bu Annisa, pemilik butik sekaligus sahabat Bunda saat SMA. Ini kali pertamanya kami bertemu. Karena selama ini memang bahan jahitan dan yang sudah selesai dijahit, diantar jemput oleh pegawai. Dia datang tak seorang diri. Ditemani sang anak yang menunggu di luar. “Jadi ini yang namanya Naira?“ tanyanya saat aku menyalaminya. “Iya, Nis.“ Bukan aku yang menjawab, tapi Bunda. “Masya Allah … Kamu cantik banget, Sayang. Kamu juga masih muda,“ ucapnya. Aku tersenyum tipis “Kamu ada anak secantik ini kenapa diam-diam saja, Any? Tau gini, dari kemarin aku ke sini,“ sambungnya sambil menatap Bunda yang tengah menata cemilan. “Kemarin kan Naira masih dalam masa iddah. Mana bisa aku main kenalin-kenalin aja. Bisa ngantri nanti yang mau jadi jodohnya Naira,“ sahut

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 86

    “Kalian ngapain di sini?“ Pertanyaan itu kembali mengalun dari mulut Teh Alisa. Aku lantas melirik Meera yang menatap iparnya itu datar. “Kita mau ke dapur. Lapar,“ jawab Meera. Lalu dia menarik tanganku. “Ayo, Nai!“ Aku pun lantas mengikuti langkah Meera. Masuk ke dapur, aku dan Meera sama-sama menghela napas lega. “Tadi lo mau ngomong apa?“ tanya Meera. Aku hendak membuka suara, tapi urung karena Teh Alisa ternyata mengikuti kami. Dia bahkan berdiri seperti mengamati kami berdua. “Bukannya di depan masih banyak tamu, ya? Kenapa kamu malah makan?“ tanya Teh Alisa. Dia menatapku seakan ingin mengulitiku saja. “Ya namanya juga lapar. Lagian emak-emak di sana lagi ngobrol sama Bunda, kok. Yaudah, mending kita makan aja.“ Lagi-lagi Meera yang menjawab. Teh Alisa terdengar mendengkus. Lalu meninggalkan kami begitu saja.

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 85

    “Ah … congrat, Nai. Akhirnya lo jadi ibu,“ ucap Meera sambil memelukku. Gadis itu benar-benar tak ada capeknya. Padahal dia baru tiba, tapi langsung datang ke sini untuk menemaniku. “Thanks, Meer. Akhirnya kamu juga jadi Aunty,“ sahutku. Meera mengangguk. Lalu terdiam sejenak sambil menatap ke arah perutku. “Eh, perut lo nggak papa kan, Nai?“ tanyanya. “Its oke, Meer. Im fine.“ Aku menjawab sambil tersenyum. “Syukurlah,“ sahut Meera sambil mengambil cemilan yang entah sejak kapan ada di lemari. “Gue penasaran, kira-kira siapa yang nyelekain lo? Apa jangan-jangan si Alisa ya?“ ujarnya sambil memberikan sebungkus cemilan padaku. “Jangan suuzan!“ sahutku. Meera langsung mengerucutkan bibir. “Bukan suuzan, tapi kan emang cuma dia yang nggak suka sama lo. Kalau sampai dia yang ngelakuin itu, gue nggak bakalan segan laporin dia ke polisi,“

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 84

    ”Assalamualaikum.” Naira dan Bu Anya yang sedang menikmati sarapan lantas menoleh mendengar suara salam dibarengi kedatangan Rio. ”Waalaikumsalam,” jawab keduanya kompak. ”Aku numpang sarapan di sini, Bun.” Tanpa basa-basi, Rio menaruh tas kerjanya di kursi yang kosong. Lalu duduk di samping Bu Anya. ”Alisa nggak masak?” tanya Bu Anya. Tentu saja hanya basa-basi semata. Karena dia tahu, menantunya itu jarang memasak dan lebih sering membeli makanan siap santap. Rio tak menjawab. Dia langsung mengambil dua roti goreng. Lalu menuangkan susu ke gelas yang kosong. ”Kalian bertengkar ya?” Bu Anya menatap putranya intens. Rio masih bungkam. Lebih memilih menggigit roti yang isinya selai kacang coklat. Bu Anya menghela napas panjang. ”Kalau dipikir-pikir kalian itu lebih banyak bertengkarnya daripada akurnya,” celetuknya

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 83

    "Nai, makan dulu!” Naira yang tengah menjahit menghentikan aktifitasnya sejenak, dan lantas menoleh pada Bu Anya. "Bentar, Bun. Tanggung," sahutnya sambil tersenyum nyengir. Bu Anya langsung mencibir. "Tanggung … tanggung. Inget Ada dua janin di perut kamu, Nai," katanya. "lya, Bun. Aku inget, kok." Naira tersenyum nyengir. Bu Anya menghela napas panjang. Malas mendebat, wanita paruh baya berhijab hijau pupus itu lantas mendaratkan bobotnya di kursi depan mesin obras. Lalu menatap perut Naira yang semakin besar. ”Jangan capek-capek, Nai. Kasihan fisik sama dua janin kamu,” cetusnya. Naira tersenyum tipis. "Insya Allah, enggak capek kok, Bun." "Ah, kamu mah ngebales terus. Udah ah, bunda tunggu di ruang makan, ya!” Bu Anya berujar seraya beranjak berdiri. "Iya, Bun." Naira berge

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 82

    ”Loh Medina, wajahmu kenapa?” Mamah Tanti—mertuaku, tampak heran melihat wajah sembab Medina. Medina tak menjawab, dia langsung masuk begitu. Mamah Tanti beralih menatapku. ”Kamu apakan Medina, Hangga?” ”Bapak mana, Mah?” Aku bertanya balik seraya mencium punggung tangannya. Tak lama Bapak mertuaku keluar dari kamarnya. ”Hangga?” Bapak mengerutkan dahi melihat kehadiranku. Aku pun beranjak menghampirinya dan meraih tangannya. ”Ada yang mau Hangga bicarakan sama Mamah sama Bapak,” ujarku sambil menatap ke duanya bergantian. ”Masalah apa?” tanya Mamah Tanti. ”Suruh Hangga duduk dulu, Mah. Ayo, Hangga!” Bapak merangkul bahuku. Aku mengangguk. ”Ada masalah serius?” tanya Bapak. Aku mengangguk pelan. ”Masalah apa?” Bapak kembali bertanya dengan tenang. ”Hangga menalak Medina.”

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status