Share

Bab 15

Author: Fatimah
last update Last Updated: 2024-12-22 13:08:20

Kuembuskan napas kasar. Lalu iseng membuka akun facebook di laptop. Berharap bisa menemukan hiburan di sana. Tapi lagi-lagi, hati yang sudah patah, dihancurkan tanpa ampun saat melihat foto yang diunggah Mas Hangga.

Menikah lagi dengan restu dari istri pertama.

Alhamdulillah, berkah.

#poligamisyari

#satuistribelumcukup

#poligamiberkah

#poligamijalansurga.

Begitulah caption yang diberikannya pada sebuah fotonya yang tengah memeluk Mbak Medina. Melihat itu air mata lagi-lagi luruh dan aku kembali tergugu saat menulusuri isi akunnya.

Begitu banyak hal yang tak kuketahui. Di akun facebooknya, Mas Hangga mengekspresikan perasaannya yang jelas bukan untukku melainkan untuk Mbak Medina. Begitu banyak foto kebersamaannya dengan maduku itu yang diunggah dari beberapa bulan lalu. Salahsatunya saat lamaran.

Aku memejamkan mata, mengingat hal-hal yang terjadi di beberapa bulan ke belakang. Hingga satu hal langsung membayang di ingatan. Waktu dimana Mbak Medina mengunggah cincin emas putih di
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Elma Sukmala
sudah lah nai tinggalkan lah rumah itu dari pada sakit hati terus.
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
hidup kau terlalu bergantung dan menyusahkan orang aja,njing. apa g bisa kau buat hidup mu sedikit lebih berguna dari binatang piaraan. koq bisa menerima cuma dikasih makan dan kebutuhan lainnya padahal suami mu kaya. betul2 spek binatang kau njing
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
seton iblis semua lawan ambil sertifikat yg di modalin ortumu sama rumah jual cerai percuma bertahan dgn dajjal ,ntar juga bangkrut laki ,lakor arogan blm tentu slamet anaknya karena sdh mendzolimi wanita lain bisa juga jdi mandul ,laki bedebah blm tentu anakmu slamet sempurna sdh dzolim ama istri
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 16

    “Naira! Naira!“Aku mengernyit mendengar lengkingan Mas Hangga yang semakin terdengarnya. Tak mengindahkannya, aku masih berkutat membenarkan letak hijab. Hari ini ada janji interview dengan pemilik toko tekstil—temannya Adila. Jadi, aku tidak boleh telat.“Naira!“Kali ini lengkingan itu disertai suara pintu terbuka. Lalu disusul Mas Hangga yang masuk dengan langkah tergesa dan mata memerah.“Kamu apakan Ibuku, Naira?“ teriaknya. Aku yang tak menduga hal itu, masih diam dan berusaha tenang.“Naira!“ Mas Hasan menarik lenganku, kasar. Hingga tubuhku terhuyung padanya.“Ada apa sih, Mas?“ tanyaku datar. Bola matanya tampak membulat sempurna, seakan ingin meloncat dari kelopaknya.“Ada apa kamu bilang?“ Dia tertawa menyeringai.“Kamu apakan Ibuku?“ tanyanya lagi sambil mencengkram lenganku kuat-kuat. Aku mengangkat wajah, menahan sakit yang menjalar di sekitar lengan.

    Last Updated : 2024-12-23
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 17

    “Siapa yang melakukannya, Khai?““Me-lakukan apa?“ tanyaku gugup. Aric tersenyum miring.“Siapa yang melukaimu?“Aku tertegun mendengar pertanyaannya. Setelah menelan saliva kasar, aku menggeleng dan menutup sudut bibir dengan telapak tangan.“Tadi aku jatuh di kamar dan bibirku kepentok sudut meja rias,“ jawabku tanpa menatapnya.“Oh ya?“ Dia mendekatkan wajahnya membuatku sontak memundurkan kepala.“Bukan bekas tamparan kan, Khai?“ tanyanya, terdengar curiga. Aku menggeleng cepat. Tak berani menceritakan perlakuan kasar Mas Hangga, kecuali pada Meera, Adila dan Cantika.“Kalau dilihat lebih dekat, pipimu juga agak merah, Khai. Mirip bekas ... tamparan,“ lanjutnya. Tubuhku langsung menegang, tapi dengan cepat kualihkan pembicaraannya.“Aku ada janji interview, Ric.“ Aku beranjak berdiri tapi Aric langsung menahan tanganku.“Kita sarapan dulu, ya?“Aku menggigit bibir. Sebenarnya memang terlalu pagi untuk temu janji interview. Tapi berdua dengannya, hanya membuat perasaan tak karuan.

    Last Updated : 2024-12-24
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 18

    “Kita mau kemana? Aku harus masuk lagi,“ ujarku berteriak.“Masuknya kan nanti jam satu lebih, Khai. Ini baru jam dua belas lewat lima belas menit,“ jawabnya.“Ta-pi—““Aku nggak terima penolakan, Khairana!“ serunya sambil menambah kecepatan, membuatku reflek memeluk pinggangnya dan menempelkan pipi pada punggung kokohnya.“Sampai.“ Dia berujar saat mobil berhenti tepat di depan rumah makan padang. “Ayo!“ katanya saat aku belum turun, masih menatap bangunan besar di hadapanku. Melihat bangunan yang berlapiskan cat kuning itu, membuatku teringat pada Mas Hangga. Dulu, di awal pernikahan, dia sering mengajakku ke tempat ini. Hampir tiap minggu, dia membawaku keluar hanya untuk makan siang atau makan malam. Tapi di tahun kedua pernikahan, semua itu tak lagi dilakukannya. Karena Ibu memprotes, katanya makan di luar hanya menghamburkan uang saja.“Hei, kok malah melamun sih? Ayo masuk.“ Ar

    Last Updated : 2024-12-25
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 19

    Aku berjalan dengan pelan menuju kamar, tapi kemudian tubuh membeku saat kurasakan sebuah tangan melingkar di pinggang ini.“Maafkan aku, Ra ...“Buru-buru kulepas tangannya, tapi Mas Hangga tak menyerah dan kembali memeluk dengan erat. Lalu menjatuhkan tubuh ini di ranjang.“Lepaskan aku!“ seruku dengan suara tertahan. Dia menggeleng dan kepalanya malah merangsek ke dalam hijabku. Mengecup leher ini, membuat tangisku kembali pecah. Terlalu banyak luka yang dia torehkan, membuatku enggan dicumbunya.“Kenapa? Kenapa kamu menangis?“ tanyanya sambil beranjak dari tubuhku.“Kamu masih tanya aku kenapa, setelah apa yang tadi pagi kamu lakukan padaku?“ tanyaku miris. “Lihat ini, Mas. Gara-gara ulahmu ini, aku harus merasakan perih tiap membuka dan menggerakan bibir,“ lanjutku sambil memegang sudut bibir dengan jemari. Dia langsung menangkap tanganku, matanya menyorot sudut bibir yang kini sudah kering. Tapi masih menyisakan sedikit perih.“Maaf, Ra. Tadi aku kelepasan,“ ucapnya.“Andai saj

    Last Updated : 2024-12-27
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 20

    Aku tersenyum sinis. Merebut kembali ponselku yang kini tengah dipandanginya.“Di matamu, aku ini memang tak pernah ada benarnya kan? Aku selalu salah dan mereka selalu benar,“ ujarku dengan suara bergetar.“Bu-kan begitu, Ra. Aku hanya ...“ sahutnya rancu.“Sudahlah, Mas. Aku ngantuk, besok aku kerja,“ ucapku sambil menutupi badan dengan selimut. Tapi Mas Hangga kembali menahan pergerakanku. Dalam satu sentakan, dia menarik selimut itu dan melemparnya sembarang.“Aku kangen kamu, Ra. Kangen Nairaku yang dulu, yang lembut, penurut,“ ucapnya sambil menyentuh pipiku.“Kemana perginya Nairaku? Kenapa kamu berubah?“ tanyanya. Aku memalingkan wajah, menahan kelopak mata yang tiba-tiba memanas. Apa dia sedang mengingau? Seharusnya aku yang bertanya demikian. Kemana perginya Mas Hanggaku yang dulu? Mas Hangga yang tak romantis tapi tak ringan tangan. Mas Hangga yang selalu menenangkanku dengan ucapan bijaknya,

    Last Updated : 2024-12-28
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 21

    “Kamu tidak bohong kan? Ingat loh, Mas ... tadi kamu sendiri yang bilang kita mulai lagi dari awal. Jadi kuharap jangan ada lagi dusta diantara kita,“ ucapku tegas. Dia langsung menunduk dan meraih kedua tangan ini.“Maafkan aku, Ra ... Maafkan aku ...“ katanya dengan suara bergetar.“Jangan bilang kalau yang hilang itu sertifikat rumah untuk Mbak Medina?“ ujarku dengan mata membulat. Mas Hangga mengangguk dan aku yang pura-pura kaget, menutup mulut dengan telapak tangan.“Serius?“ tanyaku memastikan.Mas Hangga kembali mengangguk.“Jawab, Mas!““Iya, Ra. Yang hilang sertifikat rumah untuk Medina,“ jelasnya. Aku menghela napas dalam dan berat.“Hal sebesar itu kamu sembunyikan dari aku, Mas?“ Aku meninju pelan dadanya.“Kamu anggap aku apa ini, Mas? Kenapa tak pernah melibatkanku atau minimal memberitahuku?“ lanjutku. Mas Hangga kembali menunduk dan kembali meminta maaf.“Maafmu tidak berguna, Mas. Dan mungkin hilangnya sertifikat itu juga teguran buat kamu supaya sadar diri, kalau ak

    Last Updated : 2024-12-30
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 22

    Meera menghentikan mobil di pelataran Vallery Textille. Aku terdiam sejenak, menilik penampilan hari ini. Tadi setelah sarapan, Meera dan Cantika memaksaku mengganti pakaian yang menurut mereka ndeso. Hingga akhirnya kemeja pink dan celana bahan warna hitam yang kukenakan, terpaksa diganti dengan blouse vintage mocca dan celana jeans hitam milik Meera. Hijab langsungan yang menutup kepala pun, mereka ganti dengan pashmina plisket. Tak lupa make up tipis sebagai penyempurna penampilan. Membuatku agak risih, karena merasa style hari ini bukanlah diriku.“Lo masih betah di mobil, Nai?“ Pertanyaan Meera membuatku tersentak kaget. Aku tersenyum kaku dan gegas keluar dari mobilnya.“Nanti pulang kerja, jangan lupa nyempetin beli baju-baju cantik. Jangan pelit sama diri sendiri,“ kata Meera saat aku melambaikan tangan.“Iya, Bawel.“ Aku menyahut ketus. Membuatnya terkekeh geli.“Gue berangkat, ya. Jangan

    Last Updated : 2024-12-31
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 23

    “Nah itu klien saya,“ katanya. Aku pun segera mendongak dan seketika cangkir yang kupegang terlepas saat melihat siapa yang berjalan ke arah kami. “Kamu tidak apa-apa, Nak?“ tanya Bu Elisa. Aku yang masih tertegun melihat Mas Hangga dan Mbak Medina, hanya menggelengkan kepala. Beruntungnya, cangkir jatuh ke sofa. Meski tetap saja terasa panas dan perih karena teh hangat menimpa paha. “Nak Naira ...“ “Saya tidak apa-apa, Bu. Maaf mengotori sofanya,“ ucapku tanpa mengalihkan pandangan dari Mbak Medina yang tak melepaskan tangannya dari lengan Mas Hangga. Rasa panas dan perih yang kurasakan, tidak ada apa-apanya dibandingkan sakit melihat kemesraan yang seperti sengaja diperlihatkannya. Saking sakitnya, mulutku hanya terbungkam dengan kelopak mata memanas. “Tidak apa-apa, Nak. Santai saja.“ Bu Elisa tersenyum ramah. “Nah, mereka ini pengantinnya, Naira. Mbak Medina ini yang memesan gaun warna maroon. Mungkin ada baiknya kenalan dulu, biar nanti Nak Naira nggak canggung jela

    Last Updated : 2025-01-02

Latest chapter

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 161

    Naira tertawa geli sambil geleng-geleng kepala. “Bulan madu kita sudah berakhir, Sayang. Saatnya kembali ke kehidupan yang sebenarnya.” Aric langsung mengerucutkan bibir. Lalu melangkah keluar kamar. Sedangkan Naira lantas membersihkan tubuhnya yang terasa lengket. Sebelum membuka pintu, Aric mengintip dari jendela. Tapi sayang, yang bertamu tak terlihat. Aric pun akhirnya langsung membuka pintu untuk tamu yang tak diundangnya itu. “Assalamualaikum, Bu Hajah Naira!“ Aric disambut suara riang ketiga sahabat Naira. Meera, Cantika dan Adila. “Waalaikumussalam,“ jawab Aric, kikuk sambil tersenyum nyengir. “Eh, sorry, Ric. Kirain kita Naira,“ kata Cantika. “Its oke, no problem. Silahkan duduk dan anggap saja rumah sendiri,“ ujar Aric. “Thanks, Ric.“ Meera, Cantika dan Adila menyahut kompak. “Nairanya mana, Ric?“ tanya Meera sambil menatap interior rumah Aric yang benar-benar berkelas. “Nyonya lagi mandi. Kalian tunggu saja, ya. Kalau mau minum, ambil saja di kulkas,“

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 160

    Aric menoleh, menatap istrinya dengan lembut. “Aku juga nggak akan pernah melupakannya, Khai. Semoga perjalanan ini jadi awal yang baik untuk kita.” Naira tersenyum, merasa hatinya penuh dengan cinta dan syukur. Perjalanan itu tidak hanya mendekatkan mereka kepada Allah, tetapi juga semakin menguatkan cinta mereka sebagai suami istri. Tiba di rumah Aric, si kembar langsung dijemput Hangga. Lelaki itu akan melamar calon istrinya, dan menginginkan si kembar turut hadir di momen itu. Naira dan Aric tak keberatan. Justru Aric merasa inilah waktunya berduaan dengan Naira. Malam pun tiba. Suasana terasa sepi tanpa kehadiran si kembar. Di dapur, Naira berdiri sibuk memanaskan makanan untuk makan malam. Aric sendiri duduk di ruang makan, matanya sesekali melirik ke arah istrinya. Dia merasakan sesuatu yang berbeda malam itu. Udara terasa lebih dingin dari biasanya. Membangunkan sisi kelelakiannya. “Babe,” panggilnya lembut. “Ya, Sayang?” jawab Naira tanpa menoleh, fokus pada pa

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 159

    Aric memperhatikan mereka dari jarak dekat. Dalam diamnya dia merasa bersyukur bisa membawa keluarganya ke Tanah Suci. Bagi Aric, perjalanan ini bukan hanya ibadah, tetapi juga hadiah yang sengaja dipersembahkan untuk istrinya, sebagai bentuk cinta dan pengabdian. Di dalam pesawat, si kembar tertidur di pangkuan Aric. Naira yang duduk di sebelah mereka, memandangi Aric. Melihat wajah Aric yang terlihat damai, Naira lantas melangitkan doa. Memohon agar perjalanan ini membawa keberkahan bagi mereka sekeluarga. ** Tiba di Mekkah, tubuh Naira terasa membeku. Melihat Masjidil Haram dengan segala kemegahannya, dia merasa seperti berada di dunia lain. Tapi saat melihat Ka’bah untuk pertama kalinya, air matanya langsung mengalir deras. “Masya Allah… Aric, ini benar-benar indah. Apa ini nyata? Aku tidak sedang bermimpi kan?” tanyanya dengan suara bergetar. Aric berdiri di sampingnya, mengangguk pelan. “Ini nyata, Khai. Alhamdulillah, kita sampai di sini.” Mereka berjalan me

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 158

    “Ric … ini ….“ Netra Naira berkaca-kaca saat membaca isi surat yang diberikan Aric. Seakan masih tak percaya dengan apa yang baru saja dibacanya. Naira pun beranjak duduk. Lalu memeluk surat itu erat. “Masya Allah … Alhamdulillah,” gumamnya, hampir tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Tangannya sedikit bergetar saatmenatap Aric. “Kita … akan umrah?” Aric mengangguk, senyumnya semakin melebar. Lalu memeluk pinggang Naira. “Aku sudah mendaftarkan kita. Kamu, aku, dan si kembar. Semuanya sudah aku atur.” Air mata Naira mengalir perlahan. Hatinya penuh haru dan syukur. Dia kembali mendekap surat itu sambil menatap suaminya dengan pandangan mengabur. “Kenapa kamu selalu tahu cara membuatku bahagia, Ric?” Aric mengusap kepala Naira lembut. “Karena sudah lama aku mencintaimu. Jadi jangan heran kalau aku tahu segalanya. Dan sekarang aku suamimu, Khai. Bahagiamu adalah tugasku.” * “Yang bener Lo, Nai?“ tanya Meera saat Naira mengabari tentang rencana keberangkatan umr

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 157

    “Sudah dulu mesra-mesraannya. Tuh lihat, mereka dari tadi pengen foto bareng kalian,” kata Bu Hania. Naira pun langsung melepaskan tangan Aric dari pinggangnya. Lalu beranjak berdiri. Sementara Aric hanya menghela napas panjang. Lalu ikut berdiri, dan melayani orang-orang yang ingin berfoto dengan mereka. ** Naira berdiri di depan jendela besar yang menghadap langsung ke pantai. Malam begitu tenang, hanya suara deburan ombak yang terdengar, bersenandung lembut seperti ingin menenangkan setiap hati yang mendengarnya. Angin malam pun seakan tak mau kalah menebarkan pesonanya, membawa aroma khas laut, bercampur wangi bunga-bunga tropis yang tumbuh di sekitarnya. Gaun merah panjang Naira bergoyang pelan ditiup angin dari jendela yang sedikit terbuka. Matanya menatap langit bertabur bintang, sesekali bibirnya tersenyum samar, mengingat hari bahagia yang baru saja mereka lalui. “Masih betah menatap laut?” Suara berat nan lembut itu membuat Naira sedikit tersentak. Naira menol

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 156

    “Ya Allah … cantik banget Lo, Nai!” pekik Meera. Dia langsung menghampiri Naira. Menatap penampilan sahabatnya itu dengan takjub. “Iya. Kamu cantik banget, Nai. Nggak heran Aric klepek-klepek sama kamu,“ sahut Adila. “Bener. Mana bodymu oke banget. Enggak kek gue,“ timpal Cantika sambil menatap badannya sendiri. Sejak ikut program KB, tubuhnya memang mengembang tak karuan. “Oh iya, keluarga kamu udah sampai Nai. Mereka pengen ketemu kamu,” kata Bu Anya mengalihkan perhatian Naira dan ketiga sahabatnya. “Keluarga?“ Meera menyahut heran. “Maksudnya Omnya Naira, Bun?“ tanyanya. Bu Anya mengangguk. “Kan dia yang mau jadi walinya Naira. Iya kan, Nai?“ ujarnya. Naira mengangguk. “Kalau gitu, bunda suruh masuk saja ya?“ tanya Bu Anya. “Iya silahkan, Bun.“ Bu Anya pun keluar dari ruang khusus rias itu. Setelah Bu Anya tak ada, Meera langsung menanyai Naira. “Serius Lo undang mereka, Nai?“ tanyanya. “Bukan aku, Meer. Tapi Aric. Kata Aric bagaimanapun, mereka keluarga a

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 155

    “Kalau Om mau melamar jadi Papi kalian … kira-kira bakalan kalian terima nggak?“ Mendengar pertanyaan Aric, Shaka dan Razka sontak saling pandang. Lalu keduanya menatap Aric lekat-lekat. “Om Dokter beneran mau jadi Papi kita?“ tanya Razka. “Ya.“ Aric tersenyum. “Aku sih setuju, Om. Yang penting Om nggak pisahkan kita dari Mommy,“ kata Shaka. Dalam benaknya masih tercetak jelas bagaimana upaya Sean memisahkan mereka dari Naira. “Mana bisa begitu. Kalau Om jadi Papi kalian, ya kita harus sama-sama. Dimanapun, kapanpun, dengan kondisi apapun, Om harus selalu sama kalian,“ jawab Aric. Shaka tersenyum samar. “Jadi gimana?“ lanjut Aric. “Aku setuju. Asalkan Om bisa bikin Mommy cantik setiap hari,” jawab Razka. Aric mengernyit tak paham. “Mommy itu cantik kalau tersenyum, Om. Jadi Om harus bisa bikin Mommy tersenyum setiap hari,“ ujar Shaka, seakan tahu arti kerutan di wajah Aric. “Oh … begitu ya?“ Aric mangut-mangut. “Kalau begitu, bantu Om bikin Mommy kalian selalu ter

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 154

    Setelah resepsi pernikahan Hilma selesai, Aric pun lantas mengantar Naira pulang. Mobil yang mereka tumpangi, meluncur perlahan di jalanan yang ramai lancar. “Kamu lelah, Babe?“ tanya Aric sambil melirik Naira yang bersandar di kursi dengan mata terpejam. “Lumayan. Tapi aku happy, kok,“ jawab Naira sambil membuka matanya dan tersenyum tipis. Aric ikut tersenyum. “Aku lebih bahagia darimu, Babe. Karena akhirnya aku bisa mengenalkan perempuan yang kucintai pada Daddy, Ibu, dan semua keluarga,“ katanya. Naira menatapnya beberapa saat tanpa mengerjap. “Kamu tahu? Sudah lama sekali aku menantikan momen ini. Mengenalkanmu pada seluruh keluarga, dan mengatakan pada mereka kalau kamu lah satu-satunya perempuan yang tak lekang menempati hati ini,“ ujar Aric lagi. Mata Naira memanas seketika. Walau terasa berlebihan, tapi ucapan Aric benar-benar membuatnya terharu. “Kamu lebay ih,“ kelakarnya sambil pura-pura tertawa. Menyamarkan genangan air yang menggantung di pelupuk matanya. Aric i

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 153

    “Hah? Serius?“ pekik Hilma hampir berteriak, suaranya cukup menarik perhatian tamu terdekat.“Kenapa?“ Aric terkekeh melihat reaksi Hilma. Hilma menggeleng. Lalu menatap Pak Frans dan Bu Hania yang ikut bahagia melihat Aric akhirnya mendapatkan cintanya.“Apapun yang terjadi di antara kalian, ibu sama Daddy ikut senang karena akhirnya kalian bisa bersama,“ ujar Bu Hania.“Iya kan, Mas?“ Dia menatap Pak Frans yang langsung mengangguk.“Aku juga ikut senang, Bu. Tapi—“Ucap Hilma, tapi terhenti saat tiba-tiba saja Aric membisikkan sesuatu padanya. Hilma sesekali melirik pada Naira, lalu mengangguk.“Makasih, Bocil!“ seru Aric sambil beranjak ke sisi Naira.“Kamu tunggu dulu di sini, ya!“ serunya.“Memangnya kamu mau ke mana?“ Naira menatapnya penasaran.“Ada perlu sebentar,“ jawab Aric. Naira mengangguk ragu. Sambil menunggu Aric, dia pun lantas menyalami Hilma. Tak lupa mendoakan yang terbaik untuk calon iparnya itu. Setelah itu dia menyalami Pak Frans dan Bu Hania, yang langsung meme

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status