Share

Bab 141

Penulis: Fatimah
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-05 06:05:37

“Tenang, Nis! Kendalikan emosimu!“ seru Bu Anya sambil menarik bahu Bu Annisa yang sedang dikuasai amarah.

“Tak usah ikut campur! Kamu dan dia sama saja. Pokoknya saya nggak mau tahu, kamu harus mengganti semua kerugian,“ katanya sambil menyentak tangan Bu Anya dengan kasar.

“Kalau dengan mengganti semuanya bisa membuat Ibu tenang, baiklah saya akan menggantinya. Berapa yang harus saya ganti?“ sahut Naira dengan tenang.

Ucapan itu membuat Bu Anya tertegun. Bu Anya memegang lengan Naira dengan cemas. “Nai, kamu nggak perlu seperti itu.”

Namun, Bu Annisa tersenyum sinis.

“Oh, jadi kamu pikir kamu bisa membayar dengan uang dan semuanya akan selesai? Baiklah! Kalau begitu, ganti semua yang sudah saya keluarkan. Undangan, dekorasi, catering, busana, semuanya!”

Naira mengangguk pelan. “Sebutkan saja jumlahnya, Bu.”

“Yakin kamu bisa menggantinya?” tanya Bu Annisa dengan nada mengejek.

“Kalau saya tidak mampu, saya akan mencicil. Tapi saya tidak akan lari dari tanggung jawab saya,” j
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (2)
goodnovel comment avatar
madul
please dech thorrr nih kpn aric bersatu sm naira,,giliran naira ga jd nikah aricnya mleh pergi, ric jgn pergi ninggalin naira lgi naira buka hati kamu terima aric jgn php trs kasian aricnya,,pgn bgt lihat aric nikah sm naira bahagia sm anak*nya,,,
goodnovel comment avatar
Atun Maryati
terimakasih thor, di tunggu upnya lagi
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 142

    Naira urung melanjutkan. Dia tak mau Bu Anya ikut syok kalau tahu berapa jumlah yang harus dibayarkan pada Bu Annisa. Dia takut Bu Anya kepikiran, lalu meminta Rio dan Meera untuk membantunya. “Cuma apa, Nai?“ Bu Anya bertanya lagi.“Cuma agak mumet aja, Bun. Banyak yang nanyain kenapa akun Ig sama tiktokku nggak ada,” jawab Naira yang tentunya hanya dusta.“Oh … itu. Kirain ada apa. Kalau kondisinya sudah kondusif, aktifkan lagi sosmedmu, Nai. Sayang banget kalau dianggurkan gitu,“ ujar Bu Anya. “Siap, Bun.“*Naira membelokkan mobilnya ke halaman rumah sakit seraya menahan napas. Perasaan gugup mengiringinya. Dia belum tahu akan bicara apa saat bertemu Aric nanti.Setelah memarkirkan mobil, Naira langsung membawa si kembar ke poli anak. Sepanjang koridor menuju poli anak, matanya tak henti menyisir ke sekeliling. Membuat Shaka menatapnya dengan dahi berkerut.“Mommy nyari siapa? Om Dokter Ganteng ya?“ tanyanya. Naira tergagap. Lalu tersenyum kaku sambil menggeleng pelan.“Nggak k

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-06
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 143

    “Pak ...” Naira menatap amplop itu dengan pandangan kosong. “Saya tidak pernah menyimpan dendam. Saya paham, waktu itu Bu Annisa dan Sean pasti sangat kecewa. Apalagi persiapan pernikahan tinggal 98%. Masalah uang itu, saya juga sudah ikhlas.““Tidak, Naira,” potong Pak Atma dengan nada getir. “Kamu tidak pantas diperlakukan seperti itu. Insya Allah, nanti kalau keuangan kami sudah stabil, saya akan mencicilnya. Oh iya saya mau minta maaf untuk semua yang pernah dilakukan Sean. Mohon doanya juga karena dia sekarang ...” Dia terdiam sejenak, tampak ragu untuk melanjutkan. “dia sakit, Naira.” Naira mengangkat wajah, terkejut. “Sakit? Apa yang terjadi padanya?” “Di penjara, dia diperlakukan dengan sangat buruk hingga akhirnya lumpuh. Saya sudah memohon keringanan, dan sekarang dia diperbolehkan kami bawa ke tempat lain untuk dirawat,” jelas Pak Atma. Suaranya semakin serak, seperti menahan emosi. Naira tertegun, hatinya mencelos. Meski Sean pernah melukai hatinya, sedikit pun dia t

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-06
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 144

    “Kenapa Lo? Nyesel ya ditinggalin Aric?“ ledek Meera sambil menyikut Naira yang sedang duduk menopang dagu sambil mengaduk minumannya. Setelah menanyakan keberadaan Aric pada sahabatnya, mereka langsung bertemu di sebuah kafe tak jauh dari workshop Naira. “Itulah kalau cinta kebanyakan gengsi. Giliran gini aja baru nyesel,“ timpal Cantika. Naira meliriknya sebal. “Ya namanya juga penyesalan, pasti datangnya belakangan. Kalau datangnya duluan, bukan penyesalan namanya tapi uang muka.“ Setali dengan Meera dan Cantika, Adila yang biasanya bijak pun ikut meledek Naira. Mereka bertiga bahkan menertawakan Naira yang wajahnya ditekuk sedemikian rupa. “Ledek aja terus sampe kalian keselek,“ cetus Naira, sebal. Meera, Cantika dan Adila saling lirik. Bukannya berhenti, tawa mereka justru semakin pecah. “Gue tuh pengen kasihan sama Lo, Nai. Tapi gue pikir-pikir … ngapain harus kasihan? Aric pergi karena ulah Lo sendiri. Andai Lo nggak jual mahal, pasti dia nggak bakalan pergi,“ kata Meera s

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-07
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 145

    ** Di parkiran bassement, Naira hendak membuka pintu mobil ketika suara Erlangga memanggilnya. “Naira!” Nair menoleh, menatap Erlangga sedikit bingung. “Ada apa, Lang?” “Aku tahu ini mungkin nggak banyak membantu, tapi … aku tahu tempat kerja Aric sekarang dan aku akan memberitahumu.” Mata Naira melebar. “Apa? Serius?” Erlangga mengangguk, meski ekspresinya tetap serius. “Aku nggak bisa kasih tahu alamat lengkapnya. Tapi dia kerja di sebuah rumah sakit besar di luar negeri. Aku kasih nama rumah sakitnya, ya?” Dengan tangan yang sedikit gemetar, Naira mencatat nama rumah sakit itu di ponselnya. “Terima kasih, Lang. Terima kasih banyak.” Erlangga mengangguk pelan, tapi sebelum Naira masuk ke mobil, ia berkata, “Naira … pastikan kamu benar-benar yakin. Jangan sampai terlambat lagi.” * Naira mengemudikan mobilnya dengan tergesa. Tak sabar ingin segera kembali ke workshop. Setibanya di workshop, Naira langsung membuka laptopnya. Dia mencari tahu tentang rumah

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-07
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 146

    Naira menatap mantan suaminya. Dia sama sekali tak marah. Setelah melihat tanggung jawab Hangga pada si kembar, rasa sakit lagi di hati seolah enyah entah kemana. Dia justru mendoakan yang terbaik untuk lelaki itu. “Selamat ya, Mas. Semoga kali ini Mas Hangga benar-benar bahagia. Aku harap dia juga jadi pelabuhan terakhir buat Mas.” “Aamiin,” jawab Hangga sambil tersenyum. “Terima kasih, Nai. Doa kamu berarti banget.” Hangga pun menyuruh si kembar meminta izin pada Bu Anya. Tanpa membantah, Shaka dan Razka langsung masuk menghampiri Bu Anya yang sedang memasak di dapur. Sedangkan Hangga memandang Naira dengan tatapan serius. Ada sesuatu yang sangat ingin dia tanyakan pada Naira. “Ngomong-ngomong, gimana hubungan kamu sama Aric? Aku dengar kalian dekat lagi?” Naira balas menatap Hangga dengan satu alis terangkat. Lalu tertawa kecil sebelum akhirnya menghela napas dan menggelengkan kepala. “Nggak, Mas. Jangankan dekat … yang ada Aric malah pindah ke luar negeri. Aku ngga

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-08
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 147

    Waktu berlalu, Naira sibuk menyiapkan keberangkatannya. Dia sudah memesan tiket pesawat, hotel selama di sana, mencari tahu tentang rumah sakit tempat Aric bekerja, dan memastikan semua kebutuhan si kembar terpenuhi.“Mommy nggak bakalan lama kan ke luar negerinya?“ tanya Razka saat Naira meminta izin sebelum menidurkan mereka.Naira mengangguk sambil membelai rambut putra Razka dan Shaka bergantian.“Insya Allah, paling lama seminggu, Sayang. Selama mommy pergi, kalian jangan bertengkar, harus saling mengayomi,“ kata Naira.“Kalau aku sih oke, Mom. Tapi entah tuh Razka. Selama ini dia kan yang suka bikin ulah lebih dulu,“ sahut Shaka.Naira tertawa kecil, meski matanya mulai berkaca-kaca. Sedih sebenarnya harus meninggalkan si kembar. Andai punya tabungan lebih banyak, pasti dia akan mengajak mereka serta.“Pokoknya kalian jangan bertengkar. Abang harus mengayomi Adek, dan Adek harus hormat sama Abang.”“Siap, Mommy.“**Hari keberangkatan pun akhirnya telah tiba. Naira berdiri di ba

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-08
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 148

    Naira duduk di tepi ranjang hotelnya, menatap ke luar jendela yang berembun. Udara terasa menusuk, meski penghangat ruangan menyala. Langit di luar tampak kelabu, menandai musim gugur yang nyaris berakhir. Dia menarik nafas panjang, menyentuh kaca jendela dengan ujung jarinya, menyeka embun tipis yang menghalangi pandangannya. Trotoar di bawah sudah mulai ramai. Orang-orang berjalan terburu-buru, membungkus diri dengan mantel tebal, seolah tak sabar ingin menghindari dingin. Dari kejauhan, Naira melihat sekelompok burung kecil berterbangan, mencari tempat berlindung. Pemandangan itu membuatnya termenung. “Musim salju hampir tiba,” gumamnya pelan, sambil memeluk tubuhnya sendiri. Pagi itu terasa berbeda, bukan hanya karena udara yang dingin, tetapi juga karena hatinya yang masih bertahan dalam kegelisahan. Ada harapan kecil yang terus dia jaga, meski perlahan mulai meredup. Setelah mengisi perut, Naira kembali ke rumah sakit dengan semangat baru. Dia yakin, hari kedua akan berbe

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-10
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 149

    “Jadi gimana, Nai? Lo masih belum ketemu Aric?“ tanya Meera. Malam itu, sepulang dari rumah sakit, Naira melakukan video call dengan ketiga sahabatnya. “Belum, Meer.“ Naira menjawab lesu dengan mata berkaca-kaca. “Si Erlangga nggak ngerjain Lo kan, Nai?“ sahut Cantika. Naira mengangkat bahu. “Keknya sih enggak. Cuma emang kebijakan rumah sakitnya ketat. Andai punya nomor Aric, pasti nggak bakalan sesusah ini,“ keluhnya. Ke tiga sahabatnya saling melirik. Merasa iba pada Naira. Melihat seberapa besar effort perempuan itu mengejar cintanya. “Lo nggak punya nomor Erlangga juga?“ tanya Meera. “Enggak, Meer.“ Naira menghela napas berat. “Terus gimana? Kamu masih mau di situ atau gimana?“ tanya Adila. Naira terdiam sejenak. “Aku … belum tahu.“ Naira tak mau mengatakan kalau tabungannya menipis. Dia takut ke tiga sahabatnya itu turun tangan membantunya. Setelah panggilan video call berakhir, Naira berbaring miring sambil memeluk guling. Memikirkan apa kiranya langkah yang harus di

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-10

Bab terbaru

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 154

    Setelah resepsi pernikahan Hilma selesai, Aric pun lantas mengantar Naira pulang. Mobil yang mereka tumpangi, meluncur perlahan di jalanan yang ramai lancar. “Kamu lelah, Babe?“ tanya Aric sambil melirik Naira yang bersandar di kursi dengan mata terpejam. “Lumayan. Tapi aku happy, kok,“ jawab Naira sambil membuka matanya dan tersenyum tipis. Aric ikut tersenyum. “Aku lebih bahagia darimu, Babe. Karena akhirnya aku bisa mengenalkan perempuan yang kucintai pada Daddy, Ibu, dan semua keluarga,“ katanya. Naira menatapnya beberapa saat tanpa mengerjap. “Kamu tahu? Sudah lama sekali aku menantikan momen ini. Mengenalkanmu pada seluruh keluarga, dan mengatakan pada mereka kalau kamu lah satu-satunya perempuan yang tak lekang menempati hati ini,“ ujar Aric lagi. Mata Naira memanas seketika. Walau terasa berlebihan, tapi ucapan Aric benar-benar membuatnya terharu. “Kamu lebay ih,“ kelakarnya sambil pura-pura tertawa. Menyamarkan genangan air yang menggantung di pelupuk matanya. Aric i

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 153

    “Hah? Serius?“ pekik Hilma hampir berteriak, suaranya cukup menarik perhatian tamu terdekat.“Kenapa?“ Aric terkekeh melihat reaksi Hilma. Hilma menggeleng. Lalu menatap Pak Frans dan Bu Hania yang ikut bahagia melihat Aric akhirnya mendapatkan cintanya.“Apapun yang terjadi di antara kalian, ibu sama Daddy ikut senang karena akhirnya kalian bisa bersama,“ ujar Bu Hania.“Iya kan, Mas?“ Dia menatap Pak Frans yang langsung mengangguk.“Aku juga ikut senang, Bu. Tapi—“Ucap Hilma, tapi terhenti saat tiba-tiba saja Aric membisikkan sesuatu padanya. Hilma sesekali melirik pada Naira, lalu mengangguk.“Makasih, Bocil!“ seru Aric sambil beranjak ke sisi Naira.“Kamu tunggu dulu di sini, ya!“ serunya.“Memangnya kamu mau ke mana?“ Naira menatapnya penasaran.“Ada perlu sebentar,“ jawab Aric. Naira mengangguk ragu. Sambil menunggu Aric, dia pun lantas menyalami Hilma. Tak lupa mendoakan yang terbaik untuk calon iparnya itu. Setelah itu dia menyalami Pak Frans dan Bu Hania, yang langsung meme

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 152

    Naira memutar bola matanya, tak ingin memperpanjang obrolan. Dia tahu betul, kalau Aric sudah punya rencana, sulit baginya untuk mengubah keputusan lelaki itu. “Taksinya sudah datang. Ayo, Babe!“ seru Aric sambil mengambil alih koper Naira. Naira pun mengikutinya dengan bibir mengerucut. Sejujurnya dia ingin pulang ke rumahnya. Lalu bertemu si kembar. “Kenapa cemberut terus?“ tanya Aric saat di perjalanan menuju hotel. “Aku kangen si kembar,“ jawab Naira sendu. “Maaf, ya. Tapi ini juga demi kelancaran segalanya. Setelah dari acara Hilma, kita langsung ke rumahmu. Aku akan meminta izin langsung sama si kembar,“ sahut Aric. Naira menghela napas panjang. “Oke deh.“ Pagi cukup cerah saat Naira sibuk mematut dirinya di cermin. Jika biasanya dia mengenakan gaun buatannya sendiri, kali ini Naira mengenakan gaun berwarna pastel yang dua hari lalu dibeli Aric. Gaun itu tampak elegan, menawan tapi tak mencolok. Ukurannya pun begitu pas di tubuh Naira. “Kok deg-degan ya?“ gu

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 151

    “Ric, kenapa?“ Naira kembali bertanya. Aric kembali mengusap wajahnya. “Malam ini dan seminggu ke depan, kamu tidur di sini ya?“ katanya. “Sama kamu?“ tanya Naira. “Maunya sih begitu,“ jawab Aric sambil membuang napas “Tapi no! Aku mau nginep di apartemen temanku saja, Babe. Aku nggak yakin bisa menahan diri kalau dekat-dekat terus sama kamu,“ jawab Aric. Seketika hati Naira dipenuhi haru. “Kamu …“ “Aku nggak yakin bisa menjaga diri kalau berada di dekatmu, Khai. Sekarang hanya ini yang bisa aku lakukan sebelum kita halal,“ ujar Aric. Seketika air mata Naira mengalir. Bukan air mata sedih, tapi haru. “Kok nangis? Sedih nggak aku sentuh?“ kelakar Aric. Naira langsung mengerucutkan bibirnya. “Baru aja aku terharu, eh kamu malah bikin kesel,“ katanya. Aric pun tertawa lepas. “Udah masuk jam makan siang. Kita cari makan dulu, yuk!“ ajak Aric. “Boleh. Tapi shalat dulu, ya!“ balas Naira. “Oke.“ ** Aric membawa Naira ke sebuah restoran halal langganannya. Sebe

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 150

    “Nggak! Aku nggak mau!“ seru Aric dengan mata melotot.Mendengar penolakan Aric, dunia Naira seolah runtuh. Naira menghela napas sejenak, lalu berbalik hendak meninggalkan Aric. Tapi sedetik kemudian, Aric menarik tangannya dengan kencang hingga Naira jatuh ke pelukannya.Naira mengerjap pelan. Dahinya sedikit mengerut, mencerna apa yang sebenarnya diinginkan Aric.“Apa yang sebenarnya kamu inginkan, Khai? Tadi kamu bilang membutuhkanku, mencintaiku, tapi kenapa tiba-tiba tiba-tiba kamu bilang ingin bersahabat denganku? Jangan main-main dengan hatiku, Khaira!“ serunya tegas dengan suara tertahan.“Aku nggak main-main, Ric. Aku hanya ….“ Naira tak mampu menyelesaikan perkataannya.“Aku nggak mau kalau hanya jadi sahabatmu, Khai. Aku bosan jadi sahabatmu. Dari SMP sampai setua ini, tak bisakah aku menjadi pendamping hidupmu, Khai? Memilikimu seutuhnya?“ Aric menatap Naira lekat-lekat. Naira menelan salivanya susah payah. Lidahnya terasa kelu, tak tahu harus berkata apa lagi setelah men

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 149

    “Jadi gimana, Nai? Lo masih belum ketemu Aric?“ tanya Meera. Malam itu, sepulang dari rumah sakit, Naira melakukan video call dengan ketiga sahabatnya. “Belum, Meer.“ Naira menjawab lesu dengan mata berkaca-kaca. “Si Erlangga nggak ngerjain Lo kan, Nai?“ sahut Cantika. Naira mengangkat bahu. “Keknya sih enggak. Cuma emang kebijakan rumah sakitnya ketat. Andai punya nomor Aric, pasti nggak bakalan sesusah ini,“ keluhnya. Ke tiga sahabatnya saling melirik. Merasa iba pada Naira. Melihat seberapa besar effort perempuan itu mengejar cintanya. “Lo nggak punya nomor Erlangga juga?“ tanya Meera. “Enggak, Meer.“ Naira menghela napas berat. “Terus gimana? Kamu masih mau di situ atau gimana?“ tanya Adila. Naira terdiam sejenak. “Aku … belum tahu.“ Naira tak mau mengatakan kalau tabungannya menipis. Dia takut ke tiga sahabatnya itu turun tangan membantunya. Setelah panggilan video call berakhir, Naira berbaring miring sambil memeluk guling. Memikirkan apa kiranya langkah yang harus di

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 148

    Naira duduk di tepi ranjang hotelnya, menatap ke luar jendela yang berembun. Udara terasa menusuk, meski penghangat ruangan menyala. Langit di luar tampak kelabu, menandai musim gugur yang nyaris berakhir. Dia menarik nafas panjang, menyentuh kaca jendela dengan ujung jarinya, menyeka embun tipis yang menghalangi pandangannya. Trotoar di bawah sudah mulai ramai. Orang-orang berjalan terburu-buru, membungkus diri dengan mantel tebal, seolah tak sabar ingin menghindari dingin. Dari kejauhan, Naira melihat sekelompok burung kecil berterbangan, mencari tempat berlindung. Pemandangan itu membuatnya termenung. “Musim salju hampir tiba,” gumamnya pelan, sambil memeluk tubuhnya sendiri. Pagi itu terasa berbeda, bukan hanya karena udara yang dingin, tetapi juga karena hatinya yang masih bertahan dalam kegelisahan. Ada harapan kecil yang terus dia jaga, meski perlahan mulai meredup. Setelah mengisi perut, Naira kembali ke rumah sakit dengan semangat baru. Dia yakin, hari kedua akan berbe

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 147

    Waktu berlalu, Naira sibuk menyiapkan keberangkatannya. Dia sudah memesan tiket pesawat, hotel selama di sana, mencari tahu tentang rumah sakit tempat Aric bekerja, dan memastikan semua kebutuhan si kembar terpenuhi.“Mommy nggak bakalan lama kan ke luar negerinya?“ tanya Razka saat Naira meminta izin sebelum menidurkan mereka.Naira mengangguk sambil membelai rambut putra Razka dan Shaka bergantian.“Insya Allah, paling lama seminggu, Sayang. Selama mommy pergi, kalian jangan bertengkar, harus saling mengayomi,“ kata Naira.“Kalau aku sih oke, Mom. Tapi entah tuh Razka. Selama ini dia kan yang suka bikin ulah lebih dulu,“ sahut Shaka.Naira tertawa kecil, meski matanya mulai berkaca-kaca. Sedih sebenarnya harus meninggalkan si kembar. Andai punya tabungan lebih banyak, pasti dia akan mengajak mereka serta.“Pokoknya kalian jangan bertengkar. Abang harus mengayomi Adek, dan Adek harus hormat sama Abang.”“Siap, Mommy.“**Hari keberangkatan pun akhirnya telah tiba. Naira berdiri di ba

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 146

    Naira menatap mantan suaminya. Dia sama sekali tak marah. Setelah melihat tanggung jawab Hangga pada si kembar, rasa sakit lagi di hati seolah enyah entah kemana. Dia justru mendoakan yang terbaik untuk lelaki itu. “Selamat ya, Mas. Semoga kali ini Mas Hangga benar-benar bahagia. Aku harap dia juga jadi pelabuhan terakhir buat Mas.” “Aamiin,” jawab Hangga sambil tersenyum. “Terima kasih, Nai. Doa kamu berarti banget.” Hangga pun menyuruh si kembar meminta izin pada Bu Anya. Tanpa membantah, Shaka dan Razka langsung masuk menghampiri Bu Anya yang sedang memasak di dapur. Sedangkan Hangga memandang Naira dengan tatapan serius. Ada sesuatu yang sangat ingin dia tanyakan pada Naira. “Ngomong-ngomong, gimana hubungan kamu sama Aric? Aku dengar kalian dekat lagi?” Naira balas menatap Hangga dengan satu alis terangkat. Lalu tertawa kecil sebelum akhirnya menghela napas dan menggelengkan kepala. “Nggak, Mas. Jangankan dekat … yang ada Aric malah pindah ke luar negeri. Aku ngga

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status