Share

Bab 121

Author: Fatimah
last update Last Updated: 2025-02-23 11:23:16

Naira terduduk di pinggiran ranjang usai Sean keluar dari kamarnya. Tangannya masih bergetar, dan napasnya terasa berat. Setelah terdengar deru suara mobil Sean semakin jauh, Naira pun lantas mengambil kardus sepatu yang didalamnya terdapat ponsel Sean.

“Cepat atau lambat Dia pasti tahu kalau akulah pelakunya,“ gumamnya sambil menatap ponsel ponsel Sean.

“Aku harus menitipkannya di tempat yang aman,“ sambungnya.

“Tapi dimana? Siapa yang bisa kupercaya? Tak mungkin aku menitipkannya di Adila, Cantika apalagi Meera. Mereka punya kesibukan masing-masing.“

Naira memijat lembut kepalanya yang dibalut hijab. Lalu tiba-tiba saja satu nama melintas begitu saja di pikirannya.

“Aric? Haruskah aku menitipkannya pada Aric?“

Naira bergeming cukup lama. Setelah berpikir berulang-ulang, dia pun langsung mengirim pesan pada lelaki itu.

[Ric, can you help me?]

Centa
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Susi Hendra
lanjut.....
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 122

    Waktu berjalan lambat. Naira duduk di ruang tunggu dengan tatapan kosong, mulutnya terus berkomat-kamit melafalkan doa. Rio mondar-mandir di depan pintu, sesekali mengepalkan tangannya, mencoba menahan emosi yang membuncah. Alisa terus memeluk Naira, mengusap punggungnya untuk memberikan kekuatan. Sementara Meera hanya diam, tenggelam dalam rasa bersalah yang tak tertahankan. Pun dengan Bu Anya. Setelah hampir tiga jam, pintu ruang tindakan akhirnya terbuka. Aric keluar dengan pakaian operasi masih melekat di tubuhnya. Ekspresi wajahnya serius, menunjukkan kelelahan yang amat sangat. “Bagaimana anak-anakku, Dok?” Naira langsung berdiri, tubuhnya gemetar. Aric menarik napas dalam sebelum menjawab. “Atharrazka stabil. Luka di dadanya sudah kami tangani, dan dia sekarang sedang dalam masa observasi. Tapi tidak ada yang perlu dikhawatirkan.” Naira men

    Last Updated : 2025-02-23
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 123

    “Ada apa, Bun?“ tanya Rio, melihat Bu Anya yang tampak melamun di depan laptop. Bu Anya menoleh, lalu menggeleng pelan. “Nggak ada apa-apa. Cuma ini katanya hape Sean hilang. Tadi Annisa minta rekaman cctv kemarin, tapi ternyata nggak ada. Kira-kira siapa ya yang matiin cctv-nya?“ ujarnya dengan nada penasaran. “Mungkin tukang dekor, Bun,“ jawab Rio. “Masa sih?“ Bu Anya tampak tak percaya pada asumsi Rio. “Bisa jadi nggak sengaja. Tapi hari ini gimana? Udah tersambung lagi?“ Rio bertanya sambil membuka rekaman cctv. “Yang hari ini udah nyala lagi. Ini ada pas kita berangkat tadi,“ lanjutnya sambil menunjukan rekaman cctv saat mereka hendak berangkat. “Tau lah. Nanti bunda coba tanya ke Naira,“ kata Bu Anya sambil beranjak berdiri. “Kok tanya Naira sih, Bun? Apa hubungannya?“ Rio mengerutkan dahi.

    Last Updated : 2025-02-23
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 124

    Suasana di ruang PICU hanya dihiasi suara detak mesin yang memonitor kondisi Shaka. Tubuh mungilnya terbaring lemah, dengan selang dan kabel yang berserakan di sekitar tempat tidur. Naira tak pernah merasa begitu hancur seperti saat ini. Tangannya gemetar menyentuh kaca, seakan sedang menyentuh anaknya. Sementara air mata terus mengalir di pipinya. “Shaka … mommy di sini, Nak,” bisiknya dengan suara parau. “Mommy nggak akan pergi, jadi kamu juga harus bangun, ya? Mommy mohon …” Sedangkan di sisi lain, Razka yang baru dipindahkan dari ruang perawatan mulai membuka matanya perlahan. Kelopak matanya bergerak, tubuh kecilnya tampak menggeliat. “Adek sudah bangun, Sayang?“ Rio yang bertugas menungguinya, buru-buru menghampirinya. Dia merunduk, mengusap rambut dan menatap wajah pucat putra angkatnya itu. “Razka, Sayang …“ “Ayah … Abang mana?“ Razka merespon sambil mengerjap beberapa kali.

    Last Updated : 2025-02-24
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 125

    Perlahan, Naira menatapnya. “Aku takut, Ric. Aku takut kehilangan mereka…” “Kamu nggak akan kehilangan mereka,” jawab Aric tegas. “Selama aku di sini, aku akan berusaha menjaga kalian. Semaksimal mungkin tak akanmembiarkan hal itu terjadi.” Naira ingin mempercayai kata-kata itu, tapi ketakutan masih menghantuinya. Namun melihat tatapan Aric yang penuh keyakinan, dia merasa sedikit tenang. Sebelum ia sempat menjawab, suara langkah kaki mendekat membuat mereka berdua menoleh. “Naira …” Sebuah suara berat menginterupsi keheningan di antara keduanya. Tak jauh dari mereka, Hangga berdiri di ujung koridor. Wajahnya tampak penuh rasa bersalah, dan tangannya mengepal erat. “Mas Hangga?” Suara Naira bergetar. “Aku tak sengaja bertemu dengan sahabatmu. Aku dengar anak-anak kecelakaan. Apa itu benar?” Hangga melangkah mendekat, tatapannya bergantian antara Naira dan Aric.

    Last Updated : 2025-02-24
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 126

    Naira masih terduduk di kursi ruang tunggu PICU, meski matanya sudah mulai terasa berat. Sementara Razka, ditunggui Rio dan Bu Anya. Sebenarnya Rio dan Bu Anya memintanya pulang untuk beristirahat. Naira pun memang lelah, tapi pikirannya menolak untuk beristirahat. Wajah anak-anaknya terus muncul di benaknya, terutama Shaka yang masih berjuang di ruang PICU. Di sebelahnya, Aric duduk dengan tubuh condong ke depan, kedua siku bertumpu pada lutut. Dia tak banyak bicara sejak tadi, membiarkan Naira menikmati keheningan dan ketenangan yang dia tahu sangat dibutuhkan. Tiba-tiba langkah kaki tergesa terdengar mendekat. Naira mendongak dan tubuhnya seketika menegang. Sean berdiri di sana, mengenakan jaket hitam dan celana jeans, wajahnya keras dan penuh amarah yang tertahan. “Naira,“ panggilnya, nada suaranya dingin. Naira langsung bangkit dari duduknya, nalurinya mendorongnya untu

    Last Updated : 2025-02-25
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 127

    Aric duduk di tepi trotoar sambil menunggu taksi yang dipesannya datang. Tubuhnya terasa berat, seperti dihantam bertubi-tubi oleh rasa lelah dan adrenalin yang menguap. Sementara Erlangga masih sibuk berbicara dengan pihak berwajib, memastikan dua pria yang memakai penutup wajah itu tak akan melarikan diri. "Nggak nyangka, Ric," ujar Erlangga sambil menghampiri Aric dengan tangan membawa dua botol air mineral. “Lo selalu bilang hidup lo aman-aman aja, tapi hari ini lo bikin gue balapan sama waktu. Yakin nggak ada urusan gelap yang Lo sembunyiin dari gue?“ Aric mendongak, menatap sahabatnya dengan pandangan lelah. “Kalau gue punya urusan gelap, gue pasti nggak bakal ngerepotin lo, Er. Kejadian barusan beneran nggak pernah gue duga.“ Erlangga mendudukkan dirinya di sebelah Aric, lalu menyodorkan sebotol air mineral pada Aric. “Gue percaya lo, Ric. Tapi i

    Last Updated : 2025-02-25
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 128

    Setelah kejadian dramatis yang menimpa Aric dan Rio, Naira jadi semakin waspada. Dia selalu mengecek Shaka dan Razka secara bergantian dan berkala. Tak peduli seberapa lelah tubuhnya. Baginya keselamatan kedua anaknya lebih penting. Aric dan Naira berdiri bersebelahan, di lorong ruang PICU. Pandangan mereka tertuju pada orang yang sama, yaitu Shaka. Tadi Shaka sempat sadarkan diri, tapi setelahnya anak itu tertidur kembali. Harap-harap cemas Naira menanti. Berharap putranya itu kembali sadarkan diri. Setelah cukup lama Aric dan Naira berdiri, Shaka yang semula tampak lemah dan tidak bergerak, perlahan membuka matanya. Nafasnya yang sempat terengah-engah kini mulai tenang, meskipun matanya tampak kabur, mencoba fokus pada wajah yang mengelilinginya. “Shaka bangun, Ric …“ Naira berbisik, air matanya hampir tumpah, tetapi dia menahan diri untuk langsung masuk. Bagaimanapun dia harus mematuhi prosedur rumah sakit. “Shaka … Anakku… kamu baik-baik saja kan?“ Seolah mendengar ri

    Last Updated : 2025-02-25
  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 129

    Kata-kata itu seperti bom yang meledak di tengah-tengah mereka. Seketika suasana menjadi hening, dan setelah cukup lama barulah Bu Anya melayangkan protes. “Apa kamu serius, Nai?“ Bu Anya mendelik tajam. “Kenapa kamu memutuskan hal itu? Kenapa kamu tega memisahkan anak-anak dari dirimu sendiri dan dari kami?“ sambungnya kecewa Naira memilin jemari. Mata lelahnya pun mulai dikabuti air mata. “Ini keputusan yang sangat sulit, Bun. Tapi aku pikir inilah yang terbaik untuk mereka. Sean hanya menginginkanku. Aku nggak bisa membiarkan Shaka, Razka dan kalian terus-menerus diintai bahaya,“ jawab Naira dengan suara bergetar. “Diintai bahaya? Maksudmu apa?“ Meera menyahuti dengan bingung. “Kecelakaan kamu dan si kembar, intimidasi yang didapatkan Aric, lalu penganiayaan yang menimpa Abang … apa kalian pikir itu ulah orang iseng? Atau mungkin memang kejadian biasa? Tidak. Menurutku ini ada hubungannya dengan Sean. Kejadiannya berurutan, dan proses hukumnya pun sangat lambat. Engga

    Last Updated : 2025-02-25

Latest chapter

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 154

    Setelah resepsi pernikahan Hilma selesai, Aric pun lantas mengantar Naira pulang. Mobil yang mereka tumpangi, meluncur perlahan di jalanan yang ramai lancar. “Kamu lelah, Babe?“ tanya Aric sambil melirik Naira yang bersandar di kursi dengan mata terpejam. “Lumayan. Tapi aku happy, kok,“ jawab Naira sambil membuka matanya dan tersenyum tipis. Aric ikut tersenyum. “Aku lebih bahagia darimu, Babe. Karena akhirnya aku bisa mengenalkan perempuan yang kucintai pada Daddy, Ibu, dan semua keluarga,“ katanya. Naira menatapnya beberapa saat tanpa mengerjap. “Kamu tahu? Sudah lama sekali aku menantikan momen ini. Mengenalkanmu pada seluruh keluarga, dan mengatakan pada mereka kalau kamu lah satu-satunya perempuan yang tak lekang menempati hati ini,“ ujar Aric lagi. Mata Naira memanas seketika. Walau terasa berlebihan, tapi ucapan Aric benar-benar membuatnya terharu. “Kamu lebay ih,“ kelakarnya sambil pura-pura tertawa. Menyamarkan genangan air yang menggantung di pelupuk matanya. Aric i

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 153

    “Hah? Serius?“ pekik Hilma hampir berteriak, suaranya cukup menarik perhatian tamu terdekat.“Kenapa?“ Aric terkekeh melihat reaksi Hilma. Hilma menggeleng. Lalu menatap Pak Frans dan Bu Hania yang ikut bahagia melihat Aric akhirnya mendapatkan cintanya.“Apapun yang terjadi di antara kalian, ibu sama Daddy ikut senang karena akhirnya kalian bisa bersama,“ ujar Bu Hania.“Iya kan, Mas?“ Dia menatap Pak Frans yang langsung mengangguk.“Aku juga ikut senang, Bu. Tapi—“Ucap Hilma, tapi terhenti saat tiba-tiba saja Aric membisikkan sesuatu padanya. Hilma sesekali melirik pada Naira, lalu mengangguk.“Makasih, Bocil!“ seru Aric sambil beranjak ke sisi Naira.“Kamu tunggu dulu di sini, ya!“ serunya.“Memangnya kamu mau ke mana?“ Naira menatapnya penasaran.“Ada perlu sebentar,“ jawab Aric. Naira mengangguk ragu. Sambil menunggu Aric, dia pun lantas menyalami Hilma. Tak lupa mendoakan yang terbaik untuk calon iparnya itu. Setelah itu dia menyalami Pak Frans dan Bu Hania, yang langsung meme

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 152

    Naira memutar bola matanya, tak ingin memperpanjang obrolan. Dia tahu betul, kalau Aric sudah punya rencana, sulit baginya untuk mengubah keputusan lelaki itu. “Taksinya sudah datang. Ayo, Babe!“ seru Aric sambil mengambil alih koper Naira. Naira pun mengikutinya dengan bibir mengerucut. Sejujurnya dia ingin pulang ke rumahnya. Lalu bertemu si kembar. “Kenapa cemberut terus?“ tanya Aric saat di perjalanan menuju hotel. “Aku kangen si kembar,“ jawab Naira sendu. “Maaf, ya. Tapi ini juga demi kelancaran segalanya. Setelah dari acara Hilma, kita langsung ke rumahmu. Aku akan meminta izin langsung sama si kembar,“ sahut Aric. Naira menghela napas panjang. “Oke deh.“ Pagi cukup cerah saat Naira sibuk mematut dirinya di cermin. Jika biasanya dia mengenakan gaun buatannya sendiri, kali ini Naira mengenakan gaun berwarna pastel yang dua hari lalu dibeli Aric. Gaun itu tampak elegan, menawan tapi tak mencolok. Ukurannya pun begitu pas di tubuh Naira. “Kok deg-degan ya?“ gu

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 151

    “Ric, kenapa?“ Naira kembali bertanya. Aric kembali mengusap wajahnya. “Malam ini dan seminggu ke depan, kamu tidur di sini ya?“ katanya. “Sama kamu?“ tanya Naira. “Maunya sih begitu,“ jawab Aric sambil membuang napas “Tapi no! Aku mau nginep di apartemen temanku saja, Babe. Aku nggak yakin bisa menahan diri kalau dekat-dekat terus sama kamu,“ jawab Aric. Seketika hati Naira dipenuhi haru. “Kamu …“ “Aku nggak yakin bisa menjaga diri kalau berada di dekatmu, Khai. Sekarang hanya ini yang bisa aku lakukan sebelum kita halal,“ ujar Aric. Seketika air mata Naira mengalir. Bukan air mata sedih, tapi haru. “Kok nangis? Sedih nggak aku sentuh?“ kelakar Aric. Naira langsung mengerucutkan bibirnya. “Baru aja aku terharu, eh kamu malah bikin kesel,“ katanya. Aric pun tertawa lepas. “Udah masuk jam makan siang. Kita cari makan dulu, yuk!“ ajak Aric. “Boleh. Tapi shalat dulu, ya!“ balas Naira. “Oke.“ ** Aric membawa Naira ke sebuah restoran halal langganannya. Sebe

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 150

    “Nggak! Aku nggak mau!“ seru Aric dengan mata melotot.Mendengar penolakan Aric, dunia Naira seolah runtuh. Naira menghela napas sejenak, lalu berbalik hendak meninggalkan Aric. Tapi sedetik kemudian, Aric menarik tangannya dengan kencang hingga Naira jatuh ke pelukannya.Naira mengerjap pelan. Dahinya sedikit mengerut, mencerna apa yang sebenarnya diinginkan Aric.“Apa yang sebenarnya kamu inginkan, Khai? Tadi kamu bilang membutuhkanku, mencintaiku, tapi kenapa tiba-tiba tiba-tiba kamu bilang ingin bersahabat denganku? Jangan main-main dengan hatiku, Khaira!“ serunya tegas dengan suara tertahan.“Aku nggak main-main, Ric. Aku hanya ….“ Naira tak mampu menyelesaikan perkataannya.“Aku nggak mau kalau hanya jadi sahabatmu, Khai. Aku bosan jadi sahabatmu. Dari SMP sampai setua ini, tak bisakah aku menjadi pendamping hidupmu, Khai? Memilikimu seutuhnya?“ Aric menatap Naira lekat-lekat. Naira menelan salivanya susah payah. Lidahnya terasa kelu, tak tahu harus berkata apa lagi setelah men

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 149

    “Jadi gimana, Nai? Lo masih belum ketemu Aric?“ tanya Meera. Malam itu, sepulang dari rumah sakit, Naira melakukan video call dengan ketiga sahabatnya. “Belum, Meer.“ Naira menjawab lesu dengan mata berkaca-kaca. “Si Erlangga nggak ngerjain Lo kan, Nai?“ sahut Cantika. Naira mengangkat bahu. “Keknya sih enggak. Cuma emang kebijakan rumah sakitnya ketat. Andai punya nomor Aric, pasti nggak bakalan sesusah ini,“ keluhnya. Ke tiga sahabatnya saling melirik. Merasa iba pada Naira. Melihat seberapa besar effort perempuan itu mengejar cintanya. “Lo nggak punya nomor Erlangga juga?“ tanya Meera. “Enggak, Meer.“ Naira menghela napas berat. “Terus gimana? Kamu masih mau di situ atau gimana?“ tanya Adila. Naira terdiam sejenak. “Aku … belum tahu.“ Naira tak mau mengatakan kalau tabungannya menipis. Dia takut ke tiga sahabatnya itu turun tangan membantunya. Setelah panggilan video call berakhir, Naira berbaring miring sambil memeluk guling. Memikirkan apa kiranya langkah yang harus di

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 148

    Naira duduk di tepi ranjang hotelnya, menatap ke luar jendela yang berembun. Udara terasa menusuk, meski penghangat ruangan menyala. Langit di luar tampak kelabu, menandai musim gugur yang nyaris berakhir. Dia menarik nafas panjang, menyentuh kaca jendela dengan ujung jarinya, menyeka embun tipis yang menghalangi pandangannya. Trotoar di bawah sudah mulai ramai. Orang-orang berjalan terburu-buru, membungkus diri dengan mantel tebal, seolah tak sabar ingin menghindari dingin. Dari kejauhan, Naira melihat sekelompok burung kecil berterbangan, mencari tempat berlindung. Pemandangan itu membuatnya termenung. “Musim salju hampir tiba,” gumamnya pelan, sambil memeluk tubuhnya sendiri. Pagi itu terasa berbeda, bukan hanya karena udara yang dingin, tetapi juga karena hatinya yang masih bertahan dalam kegelisahan. Ada harapan kecil yang terus dia jaga, meski perlahan mulai meredup. Setelah mengisi perut, Naira kembali ke rumah sakit dengan semangat baru. Dia yakin, hari kedua akan berbe

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 147

    Waktu berlalu, Naira sibuk menyiapkan keberangkatannya. Dia sudah memesan tiket pesawat, hotel selama di sana, mencari tahu tentang rumah sakit tempat Aric bekerja, dan memastikan semua kebutuhan si kembar terpenuhi.“Mommy nggak bakalan lama kan ke luar negerinya?“ tanya Razka saat Naira meminta izin sebelum menidurkan mereka.Naira mengangguk sambil membelai rambut putra Razka dan Shaka bergantian.“Insya Allah, paling lama seminggu, Sayang. Selama mommy pergi, kalian jangan bertengkar, harus saling mengayomi,“ kata Naira.“Kalau aku sih oke, Mom. Tapi entah tuh Razka. Selama ini dia kan yang suka bikin ulah lebih dulu,“ sahut Shaka.Naira tertawa kecil, meski matanya mulai berkaca-kaca. Sedih sebenarnya harus meninggalkan si kembar. Andai punya tabungan lebih banyak, pasti dia akan mengajak mereka serta.“Pokoknya kalian jangan bertengkar. Abang harus mengayomi Adek, dan Adek harus hormat sama Abang.”“Siap, Mommy.“**Hari keberangkatan pun akhirnya telah tiba. Naira berdiri di ba

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 146

    Naira menatap mantan suaminya. Dia sama sekali tak marah. Setelah melihat tanggung jawab Hangga pada si kembar, rasa sakit lagi di hati seolah enyah entah kemana. Dia justru mendoakan yang terbaik untuk lelaki itu. “Selamat ya, Mas. Semoga kali ini Mas Hangga benar-benar bahagia. Aku harap dia juga jadi pelabuhan terakhir buat Mas.” “Aamiin,” jawab Hangga sambil tersenyum. “Terima kasih, Nai. Doa kamu berarti banget.” Hangga pun menyuruh si kembar meminta izin pada Bu Anya. Tanpa membantah, Shaka dan Razka langsung masuk menghampiri Bu Anya yang sedang memasak di dapur. Sedangkan Hangga memandang Naira dengan tatapan serius. Ada sesuatu yang sangat ingin dia tanyakan pada Naira. “Ngomong-ngomong, gimana hubungan kamu sama Aric? Aku dengar kalian dekat lagi?” Naira balas menatap Hangga dengan satu alis terangkat. Lalu tertawa kecil sebelum akhirnya menghela napas dan menggelengkan kepala. “Nggak, Mas. Jangankan dekat … yang ada Aric malah pindah ke luar negeri. Aku ngga

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status