Sejak menjadi calon istri pura-pura Andi keseharian Rara lebih banyak ia habiskan bersama Ibu Sarah karena Ibu Sarah memasukannya pada komunitas istri pengusaha yang di dalamnya termasuk para calon istri. Dulu yang menjadi ketua komunitas tersebut adalah Mamah Tari karena dulu perusahan Wijaya dianggap memiliki peran penting dan merupakan salah satu perusahan paling maju di Jakarta. Selain itu Ibu Sarah dulu belum menetap di Indonesia meskipun pusat perusahaan berada di Indonesia, sehingga Mamah Tari lah yang memiliki peran paling utama saat itu. "Mah... Rara gak usah ikut yah," tolak Rara yang tidak berkenan untuk menghandiri acara komunitas tersebut. "Lho kenapa??" tanya Ibu Sarah yang masih sibuk bersolek. "Rara kan cuma calon istri bohonga Andi Mah, kayanya untuk ikut komunitas ini terlalu berlebihan," sungkan Rara yang merasa tidak pantas untuk menghadiri acara tersebut. "Sayang... kamu ini adalah calon istri dari penerus perusahaan besar. Okeh ini memang hanya sandiwara, tapi
"Mahh... udahlah gak usah ladenin Fasha, dia emang orangnya kaya gitu." Rara yang mencoba melerai Ibu Sarah yang sepertinya sudah kesal sama Fasha."Biarkan saja sayang, biar dia gak macem-macem lagi sama kamu," ucap Ibu Sarah.Fasha pun merasa malu di hadapan banyak orang."Apa yang kamu lakukan barusan??" tanya Ibu Maya yang melihat kebodohan putrinya."Aku kesal saja pada Rara yang terlihat so, dia itu dulu cuma pengikut Dinda," jawab Fasha kesal."Tapi yang kamu hadapi barusan adalah Ibu Sarah dan Rara sekarang adalah calon mantu dari keluarga mereka. Kamu harus hati-hati!!" Ibu Maya yang memperingatkan Fasha agar tidak macam-macam.Fasha sebenarnya merasa kesal dengan keadaannya saat ini karena dulu ia yang akan dijodohkan dengan Andi. Ia dulu tidak tau jika Andi putra dari Pak Fero pemilik perusahaan terbesar di Asia, jika ia tau mungkin Fasha lebih memilih Andi dibandingkan Rangga. Hidupnya bersama Rangga saat ini jauh dari ekspestasinya dulu.****"Nak Rara," sapa Mamah Tari.
"Kenapa Fasha bebicara seperti itu?? apa maksudnya??" Rara merasa Fasha sangat aneh.Rara lalu mendekat pada Fasha."Aku tidak akan termakan ucapanmu Fasha, kehidupanku baik-baik saja dan kamu gak usah ikut campur. Aku gak pernah mengusik kehidupanmu," ucap Rara.Sebelum Rara pergi meninggalkan Fasha ia berbisik, "Kecuali kamu ingin hidupmu semakin hancur."Kali ini justru Fasha yang kaget karena Rara berani berbicara seperti itu padanya."Kurang ajar!! Awas kamu Rara," ancam Fasha yang kesal dengan ucapan Rara padanya.****"Mahh aku pulang duluan yah, Andi udah jemput aku, kita ada urusan!!" pamit Rara.Ternyata benar Andi sudah menjemputnya. Ibu Sarah begitu bahagia melihat kedatangan Andi."Sebelah sini Nak!!" Ibu Sarah melambaikan tangannya pada Andi.Andi pun menyapa para istri pengusaha relasi papahnya dengan senyum manisnya."Wahh Andi dan Rara memang terlihat sangat cocok yah," komentar Ibu Ratih."Benar mereka begitu serasi!!!" puji Ibu Jeny yang berdiri di sebelahnya.Andi
"Rara ko aneh sih, dia kaya yang males buat selesaika masalah ini??" Dinda yang penuh tanya saat melihat sikap Rara barusan."Ini salah gue juga sih," Andi yang malah menyalahkan dirinya."Ko jadi kamu yang salah??" Dinda bingung dengan jawaban Andi."Kalau aja aku bisa nahan diri, Rara gak akan terjerumus masuk dalam lingkup masalah ini dan dia juga gak perlu bersandiwara seperti sekarang," jawab Andi. Ia kasihan pada Rara yang sudah banyak berkorban untuk dia bahkan sekarang untuk keluarganya."Waktu kamu dalam masa pengobatan juga, Rara yang sering bantu aku buat urus dokumen kepindahan kamu, bahkan dia tidak menghapus data kamu di sekolah karena Rara berpikir kelak kamu pasti akan kembali," tambah Andi."Rara emang orang yang baik, makanya aku kaget pas lihat ekspersi dia barusan," komentar Dinda karena Rara tidak pernah bersikap demikian."Dia juga manusia kali bisa kesal juga dong," ucap Andi yang menganggap hal itu biasa.Dinda hanya mengangguk-angguk.Rara lalu kembali."Maaf
"Kalian habis dari mana??" tanya Ibu Sarah saat Andi dan Rara tiba di rumah."Dari cafe Mah, abis makan," jawab Andi.Namun Ibu Sarah terus memperhatikan Rara yang terlihat muram."Kamu kenapa sayang ko kaya yang bete??" tanya Ibu Sarah yang mendekat pada Rara."Ya itu gara-gara mamah ajak dia ke pertemuan komunitas ibu-ibu," serobot Andi yang terus saja menjawab pertanyaan."Emang benar??" tanya Ibu Sarah memastikam.Rara jelas menampiknya, "Enggak Mah, enggak ko!!""Yeee... malah bohong lagi," ucap Andi, ia lalu mendekat pada Ibu Sarah dan Rara yang sedang duduk di ruang keluarga."Mahh... kasian Rara, gak usah di ajak ke acara-acara kaya gitu deh!!" pinta Andi karena Rara yang terlihat tidak nyaman."Serius kamu gak nyaman ikut sama Mamah tadi??" tanya Ibu Sarah."Iyah sih Mah, apa lagi tadi ada Fasha dan Tante Tari, tapi untuk kedepannya Rara pasti udah terbiasa ko," jawab Rara dengan bijak."Tuhh kan, aku bilang apa?? Mamah tuh maksa sih," ucap Andi yang merasa menang."Lagian ki
"Rara..." panggil Andi heran saat melihat Rara masih ada di rumahnya."Mamah maksa aku buat nginep di sini," ucap Rara mencoba menjelaskan keberadaannya di rumah Andi."Mamah benar-benar keterlaluan deh dia sampai minta kamu buat nginap di sini!" kesal Andi dengan sikap Ibu Sarah yang terlalu memaksa kepada Rara."Maafin Mamah yah Ra dia terlalu maksa kamu," tutur Andi yang merasa tidak enak karena Rara harus terus mengikuti kemauan Mamahnya."Gak papa ko Ndi, lagian di rumah juga sepi gak ada siapa-siapa." Semenjak kepergian orang tuanya dunia Rara memang seolah hancur, ia bisa bangkit kembali karena Andi yang selalu menemaninya dan keluarga Andi yang selalu mensuportnya selama ini.Andi lalu memegang tangan Rara."Kita itu keluarga jadi kamu gak perlu merasa sendirian." Andi menguatkan Rara untuk tidak merasa kesepaian karena selama ini Andi akan selalu ada untuk Rara sebagai seorang Kakak."Mau coklat panas gak??" Andi menawarkan minuman hangat pada Rara."Boleh..." jawab Rara."T
Rara yang sama terkejutnya langsung berlari masuk menuju kamarnya. Ia malu sekali karena sudah menanyakan hal tersebut."Parah banget kamu Rara...!!" kesal Rara pada dirinya sendiri.Ia langsung mengunci diri di kamarnya, menyelimuti tubuhnya dengan selimut karena saking malunya. Rara berusaha memejamkan matanya untuk tidur berharap bisa melupakan kejadian barusan, namun usahanya sia-sia ia tak kunjung mengantuk.Rara lalu melihat jam tangannya."Pukul 11 malam," ucapnya.Ia ⁰membuka lemari baju yang sudah disediakan untuknya berharap ada sepotong baju renang yang disediakan oleh Ibu Sarah karena kamarnya menghadap langsung ke kolam renang."Kali aja ada baju renang, meskipun kayanya gak mungkin," ucapnya sambil terus mencari.Ternyata ada satu baju renang yang memang dipersiapkan oleh Ibu Sarah untuk Rara.Ia pun langsung mengganti bajunya dan membuka jendela kamarnya.Rara menarik nafasnya, ia menghirup udara malam di rumah Andi."Aku tidak akan melepaskannya!!" ucap Rara yang kemud
Pagi sekali Rara sudah bangun untuk mempersiapkan sarapan, ia di bantu oleh asisten rumah tangga Ibu Sarah. "Wahh anak gadis jam segini udah sibuk siapin sarapan," ucap Pak Fero yang baru saja selesai berolah raga.Rara tersenyum ia pun menawarkan kopi pada Pak Fero, "Om mau kopi??""Emhh boleh.." jawab Pak Fero.Rara pun membuatkan kopi untuk Pak Fero."Ini Om!!" Secangkir kopi disajikan untuk menemani Pak Fero yang sedang melihat berita di TV."Makasih yah!!" ucap Pak Fero yang terlihat senang melihat Rara."Waw, lengkap sekali menunya Ra??? Ini kamu yang masak??" tanya Ibu Sarah."Dibantu Bibi Mah," jawab Rara merendah."Non Rara semua yang siapkan Bu... saya aja kaget biasanya pagi-pagi gak serame ini di dapur, malah gak enak saya sama Non Rara!!" ucap Bibi menunduk."Gak papa Bi... Rara udah biasa ko," balas Rara sambil memegang pundak Bibi ART."Mamah gak salah kan Pah??" Ibu Sarah yang terlihat bangga karena sejak awal Rara adalah pilihan Ibu Sarah."Iyaahh," ucap Pak Fero."
Andi yang sedang membuka handphonenya begitu kaget saat melihat headline berita di media sosial."Apa???? Fasha bukan putri sah Om Evan dan Tante Maya," Andi tercengang saat membaca judul beritanya."Gila berita apaan ini?? mana paling atas pula," ucap Andi yang masih menganggap berita itu hanya omong kosong."Media emang kurang kerjaan, Om Evan dan Tante Maya kan baru saja dapat cucu masa mereka naikin berita gak bermutu kaya gini!!" Andi terus saja menskrol handphonenya, tapi alangkah kagetnya dia karena hampir semua pemberitaan di media mengangkat topik tentang keluarga Om Evan.Ia lalu menghubungi Dinda."Halo Din..." sapa Andi dengan nada yang penuh rasa penasaran."Tentang berita di media?" ucap Dinda yang langsung pada topiknya seolah ia sudah tau dan paham ke arah mana Andi akan bertanya."Sebenarnya ada apa Din, kenapa media memberitakan hal itu?" tanya Andi penasaran."Yah aku gak tau lah, kamu tanya aja medianya!!!" suruh Dinda."Kamu tuh ada-ada aja deh," kesal Andi menden
Semua orang mematung saat Dinda melenggang pergi dari ruang transfusi. Ia terlihat puas dengan keterpurukan yang sedang dihadapi dua keluarga ini. Seolah sedikit demi sedikit rasa sakitnya mulai terbayarkan. "Dasar wanita jalang," kesal Pak Evan dalam hatinya saal melihat Dinda yang tersenyum puas di hadapan Pak Evan. Rangga pun mengejar Dinda dan berterima kasih padanya karena dia masih punya hati untuk membantu istri dan anaknya. "Din tungga!!" Rangga meraih tangan Dinda. "Kamu mau apa lagi??" tanya Dinda sinis. "Aku cuma mau bilang terima kasih, karena kamu mau mendoorkan darahmu untuk Fasha," jawab Rangga agak kikuk. Dia terlihat malu karena perlakuannya selama ini, tapi di sisi lain Rangga pun sangat bersyukur. "Rawatlah mereka, jangan sampai kamu bernasib sama seperti mertuamu," Dinda lalu meninggalkan Rangga yang mematung usai mendengar ucapannya. "Apa maksud Dinda barusan??" Rangga bertanya-tanya dalam hatinya, namun ia mencoba untuk mengabaikannya lalu kembali pada kela
Rangga pun baru tahu tentang hubungan Ibu Maya di keluarga Fasha."Pah.... maksud Papah apa??" tanya Rangga bingung."Mamah kadung Fasha sudah meninggal saat Fasha masih bayi," ucap Pak Evan."Meninggal??? Jadi Mamah Maya tidak ada hubungan darah dengan Fasha??" Rangga yang masih belum percaya dengan apa yang ia dengar.Suster kembali keluar."Bagaimana Pak Rangga sudah ada yang bisa mendonor??" tanya suster."Tunggu sebentar Sus!!!" jawab Rangga. Ia pun langsung menghubungi teman-temannya, termasuk Dinda karena golongan darah Dinda sama dengan Fasha."Hallo Din.... maaf aku ganggu kamu, tapi aku benar-benar membutuhkanmu saat ini," ucap Rangga terburu-buru."Maksudnya apa sih???" tanya Dinda bingung."Fasha baru saja melahirkan, namun ia mengalami pendarahan hebat dan butuh transfusi darah sedangkan pasokan darah di rumah sakit untuk golongan AB tidak ada. Aku mohon bantu aku. Selamatkan Fasha!! pinta Rangga yang sudah tidak memikirkan rasa malu lagi.Mendengar hal itu Dinda terkeju
Kehadiran seorang bayi di tengah keluarga Rangga dan Fasha memberi kebahagiaan tersendiri terutama untuk Mamah Tari yang sejak dulu begitu menantikan kehadiran seorang cucu.Selesai persalinan Rangga pun dipersilahkan kembali untuk menunggu di luar dan bayinya akan dipindahkan ke ruang perawatan."Pak Rangga silahkan kembali tunggu di luar kembali!!" suruh seorang perawat.Rangga lalu berdiri."Aku keluar dulu yahh!!" pamit Rangga sebelum pergi, ia pun mengusap air mata di wajahnya karena terharu saat melihat dan mendengar suara bayi kecil itu untuk pertama kalinya."Rangga... gimana?? bayinya sudah lahir??" tanya Mamah Tari."Keadaan Fasha gimana??" Pak Evan yang ikut menyerobot bertanya."Bayinya sudah lahir, jenis kelaminnya laki-laki dan keadaan Fasha untuk saat ini cukup baik, namun dia masih belum sadar sepenuhnya karena pengaruh obat bius," jawab Rangga."Alhamdulillah...." ucap syukur Mamah Tari dan Ibu Maya."Bayinya akan dipindahakan ke ruang perawatan bayi, nanti kalian bis
Andi yang merasa bersalah terhadap Rara, apa lagi sebelumnya dia membuat Rara menangis, lalu menghubungi Rara, namun lagi-lagi Rara tidak mengangkat teleponya."Tumben banget deh Rara... biasnya dia langsung jawab," keluh Andi, tapi Andi gak ambil pusing ia menyangka mungkin saja Rara sedang sibuk."Ndi, orang lokasi udah telepon terus nih." Rangga yang memberi tahu jika mereka harus segera ke lokasi proyek."Iyah bentar!!" Andi pun menyimpan semua barangnya, lalu ke luar dari kamar."Ayo!!" ajak Andi sambil melempar kunci mobil pada Rangga."Kamu yang nyetir!!" suruh Andi.Di perjalanan menuju lokasi cukup hening tanpa ada pembicaraan di antara keduanya, sampai akhirnya Rangga membuka topik pembicaraan."Ndi... aku gak mau kita berselisih paham terus kaya gini cuma gara-gara masalah cewek!!" ucap Rangga mengawali pembicaraan di antara keduanya."Bukannya semua ini kamu yang mulai??" Andi yang melempar kesalahan pada Rangga karena memang selama ini Rangga yang mengawali pertengkaran d
"Mana mungkin Rara bertemu dengan Pak Diki, meskipun bergerak di dunia pendidikan namun dia bukan orang baru juga dalam dunia bisnis, Rara juga punya saham dibanyak perusahaan. Kamu mungkin salah lihat Din. Rara tuh tau Pak Diki orang seperti apa, aku yakin itu," jelas Andi saat berbicara dengan Dinda di balik telepon.Dinda pun terdiam. Ia berpikir ada benarnya Andi, gak mungkin Rara bertemu dengan Pak Diki. "Aku emang cuma lihat dia dari belakang, kaya mirip aja sama Rara," tutur Dinda pada Andi.Andi pun menghela nafasnya seolah merasa tenang karena memang tidak mungkin jika Rara berhubungan dengan orang-orang seperti Pak Diki."Kamu kangen aja kali yah sama aku, pake alesan bahas Rara segala," goda Andi."Ihh apaan, ngapain juga kangen sama kamu. Nggak lahhh!!!" elak Dinda, padahal sebenarnya sedari tadi ia tidak bisa tenang karena Andi belum juga menghubunginya."Aku tuh cuma kepikiran Rara aja soalnya belakangan ini sikap dia agak berubah," tutur Dinda yang merasa jika sikap Ra
Andi dan keluarga pun seger berangkat ke bandara, di sana sudah ada Rangga yang menunggu. Rangga pun menyalami Pak Fero dan Ibu Sarah saat mereka tiba di bandara. "Baik-baik kalian di sana!! Jangan berantem mulu!!!" pesan Pak Fero pada keduanya. "Iyahhh..." jawab Andi dengan malas. "Baik Pak!!" Rangga justru kebalikanya ia menjawabnya dengan mantap. Andi merasa aneh dengan sikap Rangga yang tiba-tiba menjadi kalem, karena biasanya tiap mereka bertemu pasti Rangga selalu mengajaknya adu statment. "Papah sudah urus semua keperluan kalian di sana, jadi kalian akan tinggal bersama di rumah perusahaan," ujar Pak Fero. "Apa?? aku sama dia tinggal bareng??" tanya Andi yang sepertinya menolak untuk tinggal bersama dengan Rangga. "Pahhh.... ayolahh masa aku sama dia," rengengek Andi pada Papahnya. "Kamu gak usah banyak merengek Andi, ini sudah jadi keputusan Papah, lagi pula ini tentang kerja sama tim, jadi Papah minta kamu abaikan dulu egomu itu!!" perintah Pak Fero pada Andi untuk bi
"ANDI!!" tegas Ibu Sarah memanggil putranya.Andi yang kaget langsung menoleh."Apa sih Mahh, manggilnya serem gitu," komentar Andi."Kamu apakan Rara sampai dia menangis barusan??" selidik Ibu Sarah pada Andi."Dia nangis?" Andi malah balik bertanya."Ko malah tanya Mamah sih, kamu apain dia??" tanya kembali Ibu Sarah."Gak di apa-apain Mah, kita habis ngobrol biasa," jawab Andi yang tidak merasa bersalah."Kalau gak di apa-apain mana mungkin nangis kaya tadi." Ibu Sarah yang tidak percaya pada Andi."Pokonya kamu harus kejar dia dan minta maaf!!" suruh Ibu Sarah.Andi pun tak bisa menolak, ia terpaksa keluar mencari Rara, namun sepertinya Rara sudah pergi."Raranya juga gak ada Mah, udah pulang kali dia," ucap Andi saat masuk kembali ke dalam rumah."Yahh kamu telepon dia dong!!!" paksa Ibu Sarah."Ya ampun mah, ini Andi udah mau berangkat masa masih harus ngurusin Rara sih," kesal Andi karena waktunya malah terbuang, apa lagi dia ada janji untuk bertemu dengan Dinda sebelum berang
Setibanya Rara di rumah Andi, mereka menyambutnya dengan baik."Hallo.... gimana kabar kamu sayang??" sambut Ibu Sarah saat melihat Rara tiba.'Baik Mah, mamah sendiri apa kabar?" tanya Rara."Mamah juga baik, sangat baik sekali," jawab Ibu Sarah.Rara pun menyalami Pak Fero. Semua terlihat senang melihat kedatangan Rara, namun Andi terlihat biasa saja dan malah membuang muka saat Rara menghampirinya. Sikap Andi membuat Rara merasa aneh, karena tidak biasanya ia seperti itu.Rara mencoba mendekatkan diri, membantu Andi mengemas barangnya."Gak usah!! Kamu temani Mamah saja sana!!' Andi mengambil barang yang dipegang oleh Rara."Aku bantu Ndi!" ucap Rara agak memaksa."Gak usah!!" larang Andi kembali, namun Rara tetap memaksa membantu Andi karena kesal melihat Rara yang keras kepala Andi pun merebut dengan paksa juga. Sikap Andi tersebut membuat Rara bingung."Kamu kenapa sih??" tanya Rara penasaran dengan perlakuan Andi padanya."Gak papa, biasa aja ko," jawab Andi singkat."Kamu