"Kamu senang??" tanya Rangga.
"Bangettttt," jawab Fasha."Makasih yah Ngga....," ucap Fasha yang langsung memeluk Rangga.Awalnya Rangga ragu untuk memeluk kembali Fasha, namun lambat laut Rangga pun membalas pelukan Fasha. Sepertinya Rangga mulai menemukan rasa kenyaman itu kembali."Fasha, mengapa takdir kita harus berakhir seperti ini?" batin Rangga."Kamu lapar gak?" tanya Rangga seraya melepaskan pelukannya.Fasha mengangguk."Ya udah kita makan dulu yah!" ajak Rangga.Rangga pun membuka tangannya di hadapan Fasha.Fasha bengong karena tidak mengerti, Rangga pun terus menyodorkan tangannya.Fasha pikir Rangga mau pinjam uangnya. Ia mengeluarkan dompetnya."Ya ampun!!" kesal Rangga. Ia langsung menggandeng tangan Fasha."Ohh... tangan," Fasha pun tak bisa menyembunyikan senyum bahagianya.Rangga mengajak Fasha makan di sebuah mall. Rasanya memang masih canggung, tapi Rangga kembali menggandeng tangan Fasha.Sepanjang merSelesai makan malam, Fasha dan Rangga memutuskan untuk pulang."Mas malam ini padahal aku sudah janji mau memasak buat kamu," ucap Fasha diperjalanan pulang."Gak papa lain kali aja, tapi emang bener Sha kamu bisa masak?" tanya Rangga seolah tak percaya."Ya elah.... kamu tuh raguin kemampuan aku," kesal Fasha."Secara yahh seorang Fasha yang aku tau dia dulu makan aja kadang masih suka di suapin sama Tante Maya, makanya waktu kamu bilang mau masak buat aku, aku tuh ya gak yakin," cerita Rangga yang mengenang kemanjaan Fasha dulu."Itu kan dulu, sekarang tuh aku udah jago!" bangga Fasha."Masak apa? paling masak air," goda Rangga pada Fasha."Yeee serius, entar yah kalau aku masak pasti langsung jatuh cinta sama masakan aku!" tantang Fasha yang siap mengadu rasa maskannya."OKE!!" mantap Rangga.**** Akhirnya mereka sampai. Di rumah Mamah Tari sudah tidak sabar mendengar hasil pemeriksaan."Gimana hasil pemeriksaannya?" tanya Mamah Tari yang sudah tidak sabar."Suruh duduk saja dulu
"Sepertinya kamu begitu bahagia dengan Fasha, Mas," sindir Dinda yang melihat suaminya datang dengan mood yang sumringah."Dinnn... masa aku harus cuek sih sama dia? Kan kamu yang selama ini selalu nyuruh aku buat adil, bahkan sekarang pun Fasha lho yang minta aku buat temani kamu!!" balas Rangga yang mulai terlihat membela Fasha."Oh jadi kamu ke sini karena di suruh Fasha bukan karena kemauan kamu Mas?" kesal Dinda pada suaminya."Kamu ko malah jadi nyalahin Fasha sih Din? selama ini kan kamu yang selalu suruh aku buat adil, sekarang aku berusha buat adil antara kamu dan Fasha, tapi kamu malah marah kaya gini?" Rangga bingung dengan sikap istrinya yang justru malah marah saat ia berusah untuk bersikap adil."Aku kan biasanya juga prioritasin kamu Din, bahkan kadang aku abaikan Fasha sampai aku pun tak pernah sedikitpun menyentuh dia!" ucap Rangga yang mulai emosi karena sikap Dinda padanya."Kalau kamu mau tidur sama dia ya silahkan!!" tutur Dinda.Rangga menarik nafasnya mencoba me
Fasha yang sadar dengan tatapan Rangga padanya lalu menutup tubuhnya kembali dengan cardigan dan ia pun tidur di samping Rangga."Ko di pakai lagi sih?" tanya Rangga agak canggung sebenarnya."Emhh... aku takut kamu gak nyaman! Maaf yah, soalnya aku udah biasa pakai baju seperti ini kalau tidur," jawab Fasha.Rangga jadi merasa bersalah dan kikuk.Dia bingung apa yang harus ia lakukan. Fasha bangun kembali lalu menyodorkan segelas air pada Rangga. Air tersebut langsung di teguknya habis seketika.Rangga pergi ke kamar mandi. Ia benar-benar bingung dengan apa yang terjadi pada dirinya dan otaknya yang tidak bisa berpikir jernih.Saat keluar dari kamar mandi ia melihat Fasha sudah berbalut selimut tebal. Rangga malah merasa bersalah pada Fasha.Melihat Fasha yang sudah tertidur Rangga lalu pun ikut berbaring di sisinya."Selamat malam is-triku," satu kecupan mendarat di kening Fasha. Ia pun coba untuk memejamkan matanya, namun itu semua tak berhasil.Rangga menoleh pada Fasha yang tidu
Saat terbangun rasanya seperti mimpi bagi Fasha akhirnya dia bisa memiliki laki-laki yang yang begitu ia cintai. Tak sia-sia jika selama ini ia menjaga dirinya untuk ia persembahkan semua untuk Rangga. Rangga pun yang terbawa suasana malam tadi masih memeluk erat Fasha karena di hati kecil Rangga masih ada ruang untuk Fasha."Morning," sapa lembut Fasha pada suaminya.Rangga agak terkejut ia mengintip selimut yang membalut mereka berdua. "Ahh... semalam aku melakukannya," batin Rangga.Ia agak canggung dengan Fasha, namun apa yang terjadi bukanlah sebuah dosa karena mereka sudah menikah. "Pagi juga," balas Rangga."Apa kamu menyesal?" tanya Fasha sedih karena melihat ekspresi dari Rangga."Engga lah, ini sudah kewajiban buat kita!" jawab Rangga sambil memberi senyum pada Fasha."Kalau begitu aku mandi dulu yah," kata Fasha yang beranjak pergi dari tempat tidurnya, namun memberikan sinyal nakal pada Rangga dengan menggigit telinga Rangga.Sontak Rangga hampir saja reflek menyingkirk
Hari ini Fasha izin pada Rangga untuk mengunjungi salon miliknya sekalia dia juga mau melakukan perawatan di sana."Ngga bisa antar aku ke salon hari ini?" tanya Rangga yang sedang melihat penampilannya di cermin."Kamu mau nyalon?" Rangga balik bertanya."Aku kan punya bisnis salon Ngga, semenjak aku pulang aku baru beberapa kali mengunjungi salon. Hari ini sekalian aku mau perawatan!" jelas Fahsa pada Rangga yang baru mengetahui jika Fasha memiliki usaha salon kecantikan."Ehh kamu antar aku ke rumah Papah aja deh!!" Fasha yang tiba-tiba berubah pikiran."Lho ko malah ke rumah?" tanya Rangga bingung."Mau ambil mobil, jadi kalau kemana-mana gak usah minta antar jemput kamu!!" jawab Fasha yang berencana membawa mobil pribadinya."Di sini juga kan ada mobil Sha...kesannya aku gak tanggung jawab!!" ucap Rangga muram.Fasha mendekati suaminya sambil merapikan pakaian suaminya."Itu mobil hasil jerih payah aku dari salon bukan dari Papah, lagi pula mulai hari ini aku bakalan rutin naganto
"Mas aku mau ke toko buku saja, lagi pula Rara juga udah nunggu aku!!" ucap Dinda yang menolak ajakan Fasha.Rangga mengangkat kedua alisnya tak bisa memaksakan kehendaknya juga pada Dinda. Tadinya Rangga berpikir itu juga demi kebaikan Dinda karena selama ini ia sepertinya jarang sekali merawat diri."Dinda lebih nyaman menghabiska waktu di toko buku!!" ucap Rangga sambil memegang paha Fasha yang masih saja berusaha memaksa Dinda untuk ikut."Hmmm ya udah, tapi lain kali mau yahh!!!" ajak Fasha lagi.Dinda hanya tersenyum kecil. Rangga bahkan menyindirnya yang lebih memilih ke toko buku dibandingkan merawat diri."Jadi ke rumah Mamah gak??" tanya Rangga saat mereka turun dari mobil."Nanti aku naik taxi aja ga papa," jawab Fasha."Telepon saja aku nanti aku jemput!!" suruh Rangga pada Fasha."Kamu juga masih di sini kan?" tanyanya pada Dinda."Ngga nanti aku pergi sama Rara," jawab Dinda.Mendengar hal itu membuat Fasha bahagia dan akhirnya ia meminta Rangga untuk menjemputnya."Oke d
"Sejak kapan ia berani bohong padaku?" tanya Rangga pada dirinya sendiri melihat Dinda yang berkeliaran di lingkungan sekolah.Ternyata ada yang diam-diam memotret bahakan memvideo Dinda saat ia meninggalkan mall.****Terlihat raut wajah Dinda yang begitu bahagia karena ia terjun kembali je dunia kerja."Sepuluh tahun," batin Dinda sambil membuang nafas.Sejak dulu Rangga memang tidak mengizinkan Dinda bekerja karena ia ingin Dinda mengurus rumah saja. "Haii... kantin yukk!!!" ajak Rara yang datang tiba-tiiba mengetkan Dinda.Ia langsung menoleh."Pasti deh suara dia," batin Dinda.Dinda tersenyum saja."Mau makan apa kamu??" tanya Rara waktu sudah sampai kd kantin, tapi kelihatanya Dinda tidak banyak memperhatikan."Aku minum aja deh, es lemon tea yah!!" jawab Dinda.Setelah memesan makanan mereka lalu duduk menunggu."Eh iyah Din tadi mau cerita apa?" tanya Rara."Oh tadi. Emhhh... sebenarnya aku belum izin Ra sama Rangga,"
"Dinda...." panggil seseorang dari kejauhan.Ia lalu mendekati sosok Dinda yang sedang duduk menikmati minumannya bersama Rara."Dinda.. beneran Dinda??" ucap sosok tersebut.Dinda pun menoleh."Andi...." balas Dinda."Kamu ngapain di sini?" tanya Andi penasaran karena tidak terbias melihat Dinda berkeliaran di luar. Sejak dulu Dinda hanya fokus mengurus rumah tangga, ia paling keluar cukup ikut kajian-kajian keagamaan saja."Aku??? aku yah kerja lah Ndi di sini," jawab Dinda.Andi pun merasa menarik mendengar jawaban dari Dinda ia lalu duduk di sampingnya."Kerja??" tanya Andi yang seolah tak percaya."Gak usah pasang muka heran dan bertanya-tanya gitu dehh!!" tutur Rara yang melihat ekspresi tidak percaya dari Andi."Bohong nihhh!!!" ucap Andi tidak percaya."Ngapain bohong sih," tutur Dinda yang dengan santai menanggapi Andi."Kamu sendiri ngapain di sini??" tanya Dinda."Dia tuh wakil direktur Yayasan, salah satu donatur tetap
Andi yang sedang membuka handphonenya begitu kaget saat melihat headline berita di media sosial."Apa???? Fasha bukan putri sah Om Evan dan Tante Maya," Andi tercengang saat membaca judul beritanya."Gila berita apaan ini?? mana paling atas pula," ucap Andi yang masih menganggap berita itu hanya omong kosong."Media emang kurang kerjaan, Om Evan dan Tante Maya kan baru saja dapat cucu masa mereka naikin berita gak bermutu kaya gini!!" Andi terus saja menskrol handphonenya, tapi alangkah kagetnya dia karena hampir semua pemberitaan di media mengangkat topik tentang keluarga Om Evan.Ia lalu menghubungi Dinda."Halo Din..." sapa Andi dengan nada yang penuh rasa penasaran."Tentang berita di media?" ucap Dinda yang langsung pada topiknya seolah ia sudah tau dan paham ke arah mana Andi akan bertanya."Sebenarnya ada apa Din, kenapa media memberitakan hal itu?" tanya Andi penasaran."Yah aku gak tau lah, kamu tanya aja medianya!!!" suruh Dinda."Kamu tuh ada-ada aja deh," kesal Andi menden
Semua orang mematung saat Dinda melenggang pergi dari ruang transfusi. Ia terlihat puas dengan keterpurukan yang sedang dihadapi dua keluarga ini. Seolah sedikit demi sedikit rasa sakitnya mulai terbayarkan. "Dasar wanita jalang," kesal Pak Evan dalam hatinya saal melihat Dinda yang tersenyum puas di hadapan Pak Evan. Rangga pun mengejar Dinda dan berterima kasih padanya karena dia masih punya hati untuk membantu istri dan anaknya. "Din tungga!!" Rangga meraih tangan Dinda. "Kamu mau apa lagi??" tanya Dinda sinis. "Aku cuma mau bilang terima kasih, karena kamu mau mendoorkan darahmu untuk Fasha," jawab Rangga agak kikuk. Dia terlihat malu karena perlakuannya selama ini, tapi di sisi lain Rangga pun sangat bersyukur. "Rawatlah mereka, jangan sampai kamu bernasib sama seperti mertuamu," Dinda lalu meninggalkan Rangga yang mematung usai mendengar ucapannya. "Apa maksud Dinda barusan??" Rangga bertanya-tanya dalam hatinya, namun ia mencoba untuk mengabaikannya lalu kembali pada kela
Rangga pun baru tahu tentang hubungan Ibu Maya di keluarga Fasha."Pah.... maksud Papah apa??" tanya Rangga bingung."Mamah kadung Fasha sudah meninggal saat Fasha masih bayi," ucap Pak Evan."Meninggal??? Jadi Mamah Maya tidak ada hubungan darah dengan Fasha??" Rangga yang masih belum percaya dengan apa yang ia dengar.Suster kembali keluar."Bagaimana Pak Rangga sudah ada yang bisa mendonor??" tanya suster."Tunggu sebentar Sus!!!" jawab Rangga. Ia pun langsung menghubungi teman-temannya, termasuk Dinda karena golongan darah Dinda sama dengan Fasha."Hallo Din.... maaf aku ganggu kamu, tapi aku benar-benar membutuhkanmu saat ini," ucap Rangga terburu-buru."Maksudnya apa sih???" tanya Dinda bingung."Fasha baru saja melahirkan, namun ia mengalami pendarahan hebat dan butuh transfusi darah sedangkan pasokan darah di rumah sakit untuk golongan AB tidak ada. Aku mohon bantu aku. Selamatkan Fasha!! pinta Rangga yang sudah tidak memikirkan rasa malu lagi.Mendengar hal itu Dinda terkeju
Kehadiran seorang bayi di tengah keluarga Rangga dan Fasha memberi kebahagiaan tersendiri terutama untuk Mamah Tari yang sejak dulu begitu menantikan kehadiran seorang cucu.Selesai persalinan Rangga pun dipersilahkan kembali untuk menunggu di luar dan bayinya akan dipindahkan ke ruang perawatan."Pak Rangga silahkan kembali tunggu di luar kembali!!" suruh seorang perawat.Rangga lalu berdiri."Aku keluar dulu yahh!!" pamit Rangga sebelum pergi, ia pun mengusap air mata di wajahnya karena terharu saat melihat dan mendengar suara bayi kecil itu untuk pertama kalinya."Rangga... gimana?? bayinya sudah lahir??" tanya Mamah Tari."Keadaan Fasha gimana??" Pak Evan yang ikut menyerobot bertanya."Bayinya sudah lahir, jenis kelaminnya laki-laki dan keadaan Fasha untuk saat ini cukup baik, namun dia masih belum sadar sepenuhnya karena pengaruh obat bius," jawab Rangga."Alhamdulillah...." ucap syukur Mamah Tari dan Ibu Maya."Bayinya akan dipindahakan ke ruang perawatan bayi, nanti kalian bis
Andi yang merasa bersalah terhadap Rara, apa lagi sebelumnya dia membuat Rara menangis, lalu menghubungi Rara, namun lagi-lagi Rara tidak mengangkat teleponya."Tumben banget deh Rara... biasnya dia langsung jawab," keluh Andi, tapi Andi gak ambil pusing ia menyangka mungkin saja Rara sedang sibuk."Ndi, orang lokasi udah telepon terus nih." Rangga yang memberi tahu jika mereka harus segera ke lokasi proyek."Iyah bentar!!" Andi pun menyimpan semua barangnya, lalu ke luar dari kamar."Ayo!!" ajak Andi sambil melempar kunci mobil pada Rangga."Kamu yang nyetir!!" suruh Andi.Di perjalanan menuju lokasi cukup hening tanpa ada pembicaraan di antara keduanya, sampai akhirnya Rangga membuka topik pembicaraan."Ndi... aku gak mau kita berselisih paham terus kaya gini cuma gara-gara masalah cewek!!" ucap Rangga mengawali pembicaraan di antara keduanya."Bukannya semua ini kamu yang mulai??" Andi yang melempar kesalahan pada Rangga karena memang selama ini Rangga yang mengawali pertengkaran d
"Mana mungkin Rara bertemu dengan Pak Diki, meskipun bergerak di dunia pendidikan namun dia bukan orang baru juga dalam dunia bisnis, Rara juga punya saham dibanyak perusahaan. Kamu mungkin salah lihat Din. Rara tuh tau Pak Diki orang seperti apa, aku yakin itu," jelas Andi saat berbicara dengan Dinda di balik telepon.Dinda pun terdiam. Ia berpikir ada benarnya Andi, gak mungkin Rara bertemu dengan Pak Diki. "Aku emang cuma lihat dia dari belakang, kaya mirip aja sama Rara," tutur Dinda pada Andi.Andi pun menghela nafasnya seolah merasa tenang karena memang tidak mungkin jika Rara berhubungan dengan orang-orang seperti Pak Diki."Kamu kangen aja kali yah sama aku, pake alesan bahas Rara segala," goda Andi."Ihh apaan, ngapain juga kangen sama kamu. Nggak lahhh!!!" elak Dinda, padahal sebenarnya sedari tadi ia tidak bisa tenang karena Andi belum juga menghubunginya."Aku tuh cuma kepikiran Rara aja soalnya belakangan ini sikap dia agak berubah," tutur Dinda yang merasa jika sikap Ra
Andi dan keluarga pun seger berangkat ke bandara, di sana sudah ada Rangga yang menunggu. Rangga pun menyalami Pak Fero dan Ibu Sarah saat mereka tiba di bandara. "Baik-baik kalian di sana!! Jangan berantem mulu!!!" pesan Pak Fero pada keduanya. "Iyahhh..." jawab Andi dengan malas. "Baik Pak!!" Rangga justru kebalikanya ia menjawabnya dengan mantap. Andi merasa aneh dengan sikap Rangga yang tiba-tiba menjadi kalem, karena biasanya tiap mereka bertemu pasti Rangga selalu mengajaknya adu statment. "Papah sudah urus semua keperluan kalian di sana, jadi kalian akan tinggal bersama di rumah perusahaan," ujar Pak Fero. "Apa?? aku sama dia tinggal bareng??" tanya Andi yang sepertinya menolak untuk tinggal bersama dengan Rangga. "Pahhh.... ayolahh masa aku sama dia," rengengek Andi pada Papahnya. "Kamu gak usah banyak merengek Andi, ini sudah jadi keputusan Papah, lagi pula ini tentang kerja sama tim, jadi Papah minta kamu abaikan dulu egomu itu!!" perintah Pak Fero pada Andi untuk bi
"ANDI!!" tegas Ibu Sarah memanggil putranya.Andi yang kaget langsung menoleh."Apa sih Mahh, manggilnya serem gitu," komentar Andi."Kamu apakan Rara sampai dia menangis barusan??" selidik Ibu Sarah pada Andi."Dia nangis?" Andi malah balik bertanya."Ko malah tanya Mamah sih, kamu apain dia??" tanya kembali Ibu Sarah."Gak di apa-apain Mah, kita habis ngobrol biasa," jawab Andi yang tidak merasa bersalah."Kalau gak di apa-apain mana mungkin nangis kaya tadi." Ibu Sarah yang tidak percaya pada Andi."Pokonya kamu harus kejar dia dan minta maaf!!" suruh Ibu Sarah.Andi pun tak bisa menolak, ia terpaksa keluar mencari Rara, namun sepertinya Rara sudah pergi."Raranya juga gak ada Mah, udah pulang kali dia," ucap Andi saat masuk kembali ke dalam rumah."Yahh kamu telepon dia dong!!!" paksa Ibu Sarah."Ya ampun mah, ini Andi udah mau berangkat masa masih harus ngurusin Rara sih," kesal Andi karena waktunya malah terbuang, apa lagi dia ada janji untuk bertemu dengan Dinda sebelum berang
Setibanya Rara di rumah Andi, mereka menyambutnya dengan baik."Hallo.... gimana kabar kamu sayang??" sambut Ibu Sarah saat melihat Rara tiba.'Baik Mah, mamah sendiri apa kabar?" tanya Rara."Mamah juga baik, sangat baik sekali," jawab Ibu Sarah.Rara pun menyalami Pak Fero. Semua terlihat senang melihat kedatangan Rara, namun Andi terlihat biasa saja dan malah membuang muka saat Rara menghampirinya. Sikap Andi membuat Rara merasa aneh, karena tidak biasanya ia seperti itu.Rara mencoba mendekatkan diri, membantu Andi mengemas barangnya."Gak usah!! Kamu temani Mamah saja sana!!' Andi mengambil barang yang dipegang oleh Rara."Aku bantu Ndi!" ucap Rara agak memaksa."Gak usah!!" larang Andi kembali, namun Rara tetap memaksa membantu Andi karena kesal melihat Rara yang keras kepala Andi pun merebut dengan paksa juga. Sikap Andi tersebut membuat Rara bingung."Kamu kenapa sih??" tanya Rara penasaran dengan perlakuan Andi padanya."Gak papa, biasa aja ko," jawab Andi singkat."Kamu