"Pak Andi ini berkas kerja sama yang Pak Andi minta," ucap Fany sekertaris pribadi Andi. Ia menyodorkan berkas kerja sama yang harus ditanda tangani oleh Andi. Andi lalu membuka berkas tersebut. Ternyata itu adalah perusahaanya Rangga, mereka mengajukan kerja sama dengan perusahaan Andi untuk pembangunan vila di puncak. "Kenapa Rangga gak ngobrol langsung sama gue yah?" batin Andi. Ia lalu membaca isi kontrak tersebut. Betapa kagetnya Andi saat melihat surat kuasa yang menyatakan bahwa lima puluh persen saham perusahaan sudah menjadi atas nama Fasha. "Rangga dah gila kali yah," kaget Andi saat membaca nama-nama pemegang sahan di perusahaan Rangga. Jika lima puluh persen saham ada di tangan Fasha suatu saat nanti Fasha bisa mengakusisi perusahaan Rangga. Hal itu yang justru Andi khawatirkan. Ia lalu menghubungi sahabatnya. "Hallo Ngga," sapa Andi. "Iyah...." balas Rangga. "Ngapain lo telepon gue?? Mau ngajak berantem lagi urusan Dinda?" sewot Rangga. "Apaan sih lu Ngga?? Gue h
"Thanks yah Dit lu udah mau gue ajak share, entar kalau dah nemu waktu yang tepat gue ajak Dinda ketemu sama lu deh" ucap Andi."Iyah sama-sama, mudah-mudahan temen lu bisa cepet pulih yah, karena sebenarnya obat paling manjur buat mereka yang kena sakit mental adala suport sistem dari keluarga dan orang-orang terdekat," jelas Dita yang meminta Andi untuk terus memberi dukungan pada temannya."Okeh deh!!""Lu mau gue anter gak??" tanya Andi menawarkan tumpangan pada Dita karena seblumnya Dita bilang ia tidak membawa mobil."Gak usah. Gue dijemput ko," jawab Dita."Sama Tama?" tanya Andi.Dita hanya mengangguk mengiyakan, ia lalu pamit pergi meninggalkan Andi."Gue duluan yah!!" Dita pamit pergi dulua karena Tama sudah datang menjemputnya.Tama hanya melambaikan tangan dari dalam mobil dan Andi membalasnya.Fasha melihat pertemuan Dita dan Andi. Ia lalu berjalan menghampiri Andi."Abis apa lu ketemu Dita??" tanya Fasha.Andi menoleh."B
Andi tidak memberi kabar pada Dinda jika ia akan datang mengunjunginya. Ia ingin memberikan kejutan pada Dinda. "Permisi Pak, rumahnya Pak Danu sebelah mana yah??" tanya Andi pada sala satu warga."Tinggal lurus saja Nak nanti mentok di ujung jala belok kanan nah itu rumahnya Pak Danu, yang cat warna hijau," jawab Bapak tersebut."Oh baik Pak, terima kasih yah!!" Andi melanjutka perjalannya."Berarti di sini tinggal belok kanan." Andi pun akhirnya sampai di rumah Pak Danu."Assalamualikum..." teriak Andi."Waalaikumslaam," jawab seseorang dari dalam sepertinya suara Ibu Harti."Nak Andi," ucap Ibu Harti saat membuka pintu rumahnya."Ayo masuk Nak!!" ajak Ibu Harti."Siapa Bu???" tanya Dinda yan keluar dari kamarnya."Andi...." panggil Dinda.Andi pun tersenyum."Apa kabar Din??" tanya Andi sambil melambaikan tangannya."Alhamdulillah aku baik ko, kamu ada urusan apa datang ke sini??" tanya Dinda bingung.Andi pun sama bingungnya mau menjawab apa."Ohhh... kamu pasti di suruh Rangga b
"Tawa ini hanya tawa semu, tapi harusnya kamu bisa lepas tertawa seperti ini Din," batin Andi saat melihat Dinda tertawa bersamanya. Ibu Harti pun tersenyum bahagia yang melihat putrinya bisa tertawa seperti itu karena selama kepulangannya dari Jakarta ia sama sekali belum melihat raut ceria dari wajah putrinya. "Lagi ngomongin apa sih seru banget kayanya?" tanya Ibu Harti. "Buu, cariin pacar nih buat Andi, biar dia tuh gak galau mulu!!" pinta Dinda pada Ibunya. "Hah??? Memangnya Nak Andi belum punya pacar??" tanya Ibu Harti yang tidak percaya karena Andi memiliki paras yang tampan dan dia seorang pria yang mapan, pasti banyak sekali wanita yang antri ingin jadi pacarnya. "Masa Nak Andi belum punya pacar? Ibu gak percaya ah," tambah Ibu Harti. "Yang ngantri banyak Bu, tapi Andi nya so jual mahal," sahut Dinda. "Ya jelas lah. Ada syarat penting kalau mau jadi istri aku," ucap Andi sambil melipatkan tangannya di depan. "Udah deh gak usah kebanyakan syarat entar malah jadi perjak
"Kamu gak pulang Ndi??" tanya Dinda. "Emhhh... bentar lagi ko," jawab Andi yang kelabakan mencari alasan. "Memangnya Nak Andi datang ke Cianjur ada urusan apa?" tanya Bu Harti. "Emhh... ada urusan kerjaan Bu, ini lagi nunggu konfirmasi hotelanya, tapi ko masih belum ada yahh," jawab Andi agak gelagapan karena niat dia pergi ke Cianjur juga ingin bertemu dengan Dinda. "Menginap di sini saja Nak." Pak Danu menawarkan Andi untuk menginap di rumahnya. "Emang boleh Pak??" tanya Andi. "Ya bol..." belum selesai Pak Danu berbicara Dinda memotong ucapan Ayahnya. "Gak boleh lah!!" tekan Dinda. "Ya udah Pak kalau boleh saya menginap di sini saja, ternyata hotel yang perusahaan kami tunjuk mengalami trouble," jelas Andi yang menerima tawaran Pak Danu. "Ekhh gak bisa, apa-apaan sih. Udah makan gratis, sekarang tidur gratis juga," kesal Dinda karena Ayahnya malah menawarkan Andi untuk menginap. "Kita kan gak boleh perhitungan sayang!!" ucap Bu Harti. "Bu... apa kata orang, suami aku aja
"Pak saya janji tidak aka memberi tahu Rangg jika nanti Dinda kembali ke Jakarta." Andi meyakinkan Pak Danu."Bapak pikirkan dulu yahh!!" ucap Pak Danu sambil memegang pundak Adi, ia lalu meninggalka Andi di ruang tengah."Nak Andi istirahat saja! Ini sudah malam!!" suruh Ibu Harti.Andi hanya mengangguk. Ia pun kembali ditinggalkan seorang diri di ruang tengah rumah Dinda.Jelas saja Pak Danu dan Ibu Harti harus memikirkan semua itu dengan matang. Membawa Dinda kembali ke Jakarta sama saja melukai hati Dinda kelak, tapi ia juga bingung karena psikater yang menangani Dinda tidak mungkin ia panggil ke kampung ini setiap hari.Andi pun tak lama masuk ke kamarnya. Ia berbaring di sana."Kasur ini tidak empuk, bahkan begitu keras. Sama seperti dulu saat di panti," kenang Andi saat dulu ia masih berada di panti asuhan.Saat ini Andi sudah memiliki segalanya, jika ia mau, Andi tinggal menunjuk wanita yang ingin ia nikahi, tapi kali ini Andi malah rela melakukan semua ini untuk Dinda yang be
"Pah, Andi gak mau tanda tangan perjanjian kerja sama perusahaan Rangga dengan perusahaan miliknya. Pokonya Papah harus kasih Andi pelajaran," adu Fasha pada Pak Evan."Kenapa Andi tidak mau menandatanganinya??" tanya Pak Evan."Aku rasa dia terpengaruh oleh Dinda," jawab Fasha."Dinda??? Dinda istri Rangga??" tanya Pak Evan memastikan."Sebentar lagi akan menjadi mantan istri," jelas Fasha."Rangga coba kamu cek kembali semua isi perjanjian itu mungkin saja ada hal yang terlewat sehingga Andi tidak mau menandatangninya," jelas Pak Evan."Baik Pah nanti Rangga cek lagi," balas Rangga."Atau mungkin kamu yang kurang kompeten, sehingga Andi tidak mau bekerja sama denganmu," celetuk Mamah Maya."Mahh mana mungkin Rangga tidak kompeten, dia adalah pengusaha terbaik di negri ini," ucap Fasha yang menyombongkan suaminya."Dan Andi adalah direktur perusahan terbesar di ASIA," balas Mamah Maya."Yahh, tapi Mamah yakin ko kalian tentunya bisa bekerja s
"Sayang aku yakin, Papah pasti akan bantu kamu!!" ucap Fasha saat perjalanan pulang.Rangga sepertinya tidak memeperhatikan Fasha yang sedang berbicara. Pikirannya saat ini sedang kalut, apa lagi mengetahui jika Andi ternyata seorang pengusaha besar. Ia pikir selama ini Andi hanyalah seorang anak konglomerat yang suka berfoya-foya saja.Ia lalu memukul stir mobilnya sambil berkata kasar, "SIALANNNN!!""Rangga!!" teriak Fasha kesal pada Rangga yang malah memukul stir mobil."Kamu dari tadi perhatiin aku bicara gak sih??" tanya Fasha kesal.Rangga menoleh, "Memangnya kamu bicara apa??"Rangga malah balik bertanya pada Fasha."Keterlaluan kamu yah, memangnya apa sih yang ada di pikiranmu sampai-sampai kamu mengabaikan aku??" Fasha semakin kesal pada suaminya.Rangga masih berusaha untuk sabar."Aku lagi banyak pikiran Sha, kamu tau sendiri kan tiba-tiba Papah merekomendasikan sebuah perusahaan besar yang aku pikir ini akan jadi batu loncatan perusahaan aku, tapi ternyata perusahaan itu a
Andi yang sedang membuka handphonenya begitu kaget saat melihat headline berita di media sosial."Apa???? Fasha bukan putri sah Om Evan dan Tante Maya," Andi tercengang saat membaca judul beritanya."Gila berita apaan ini?? mana paling atas pula," ucap Andi yang masih menganggap berita itu hanya omong kosong."Media emang kurang kerjaan, Om Evan dan Tante Maya kan baru saja dapat cucu masa mereka naikin berita gak bermutu kaya gini!!" Andi terus saja menskrol handphonenya, tapi alangkah kagetnya dia karena hampir semua pemberitaan di media mengangkat topik tentang keluarga Om Evan.Ia lalu menghubungi Dinda."Halo Din..." sapa Andi dengan nada yang penuh rasa penasaran."Tentang berita di media?" ucap Dinda yang langsung pada topiknya seolah ia sudah tau dan paham ke arah mana Andi akan bertanya."Sebenarnya ada apa Din, kenapa media memberitakan hal itu?" tanya Andi penasaran."Yah aku gak tau lah, kamu tanya aja medianya!!!" suruh Dinda."Kamu tuh ada-ada aja deh," kesal Andi menden
Semua orang mematung saat Dinda melenggang pergi dari ruang transfusi. Ia terlihat puas dengan keterpurukan yang sedang dihadapi dua keluarga ini. Seolah sedikit demi sedikit rasa sakitnya mulai terbayarkan. "Dasar wanita jalang," kesal Pak Evan dalam hatinya saal melihat Dinda yang tersenyum puas di hadapan Pak Evan. Rangga pun mengejar Dinda dan berterima kasih padanya karena dia masih punya hati untuk membantu istri dan anaknya. "Din tungga!!" Rangga meraih tangan Dinda. "Kamu mau apa lagi??" tanya Dinda sinis. "Aku cuma mau bilang terima kasih, karena kamu mau mendoorkan darahmu untuk Fasha," jawab Rangga agak kikuk. Dia terlihat malu karena perlakuannya selama ini, tapi di sisi lain Rangga pun sangat bersyukur. "Rawatlah mereka, jangan sampai kamu bernasib sama seperti mertuamu," Dinda lalu meninggalkan Rangga yang mematung usai mendengar ucapannya. "Apa maksud Dinda barusan??" Rangga bertanya-tanya dalam hatinya, namun ia mencoba untuk mengabaikannya lalu kembali pada kela
Rangga pun baru tahu tentang hubungan Ibu Maya di keluarga Fasha."Pah.... maksud Papah apa??" tanya Rangga bingung."Mamah kadung Fasha sudah meninggal saat Fasha masih bayi," ucap Pak Evan."Meninggal??? Jadi Mamah Maya tidak ada hubungan darah dengan Fasha??" Rangga yang masih belum percaya dengan apa yang ia dengar.Suster kembali keluar."Bagaimana Pak Rangga sudah ada yang bisa mendonor??" tanya suster."Tunggu sebentar Sus!!!" jawab Rangga. Ia pun langsung menghubungi teman-temannya, termasuk Dinda karena golongan darah Dinda sama dengan Fasha."Hallo Din.... maaf aku ganggu kamu, tapi aku benar-benar membutuhkanmu saat ini," ucap Rangga terburu-buru."Maksudnya apa sih???" tanya Dinda bingung."Fasha baru saja melahirkan, namun ia mengalami pendarahan hebat dan butuh transfusi darah sedangkan pasokan darah di rumah sakit untuk golongan AB tidak ada. Aku mohon bantu aku. Selamatkan Fasha!! pinta Rangga yang sudah tidak memikirkan rasa malu lagi.Mendengar hal itu Dinda terkeju
Kehadiran seorang bayi di tengah keluarga Rangga dan Fasha memberi kebahagiaan tersendiri terutama untuk Mamah Tari yang sejak dulu begitu menantikan kehadiran seorang cucu.Selesai persalinan Rangga pun dipersilahkan kembali untuk menunggu di luar dan bayinya akan dipindahkan ke ruang perawatan."Pak Rangga silahkan kembali tunggu di luar kembali!!" suruh seorang perawat.Rangga lalu berdiri."Aku keluar dulu yahh!!" pamit Rangga sebelum pergi, ia pun mengusap air mata di wajahnya karena terharu saat melihat dan mendengar suara bayi kecil itu untuk pertama kalinya."Rangga... gimana?? bayinya sudah lahir??" tanya Mamah Tari."Keadaan Fasha gimana??" Pak Evan yang ikut menyerobot bertanya."Bayinya sudah lahir, jenis kelaminnya laki-laki dan keadaan Fasha untuk saat ini cukup baik, namun dia masih belum sadar sepenuhnya karena pengaruh obat bius," jawab Rangga."Alhamdulillah...." ucap syukur Mamah Tari dan Ibu Maya."Bayinya akan dipindahakan ke ruang perawatan bayi, nanti kalian bis
Andi yang merasa bersalah terhadap Rara, apa lagi sebelumnya dia membuat Rara menangis, lalu menghubungi Rara, namun lagi-lagi Rara tidak mengangkat teleponya."Tumben banget deh Rara... biasnya dia langsung jawab," keluh Andi, tapi Andi gak ambil pusing ia menyangka mungkin saja Rara sedang sibuk."Ndi, orang lokasi udah telepon terus nih." Rangga yang memberi tahu jika mereka harus segera ke lokasi proyek."Iyah bentar!!" Andi pun menyimpan semua barangnya, lalu ke luar dari kamar."Ayo!!" ajak Andi sambil melempar kunci mobil pada Rangga."Kamu yang nyetir!!" suruh Andi.Di perjalanan menuju lokasi cukup hening tanpa ada pembicaraan di antara keduanya, sampai akhirnya Rangga membuka topik pembicaraan."Ndi... aku gak mau kita berselisih paham terus kaya gini cuma gara-gara masalah cewek!!" ucap Rangga mengawali pembicaraan di antara keduanya."Bukannya semua ini kamu yang mulai??" Andi yang melempar kesalahan pada Rangga karena memang selama ini Rangga yang mengawali pertengkaran d
"Mana mungkin Rara bertemu dengan Pak Diki, meskipun bergerak di dunia pendidikan namun dia bukan orang baru juga dalam dunia bisnis, Rara juga punya saham dibanyak perusahaan. Kamu mungkin salah lihat Din. Rara tuh tau Pak Diki orang seperti apa, aku yakin itu," jelas Andi saat berbicara dengan Dinda di balik telepon.Dinda pun terdiam. Ia berpikir ada benarnya Andi, gak mungkin Rara bertemu dengan Pak Diki. "Aku emang cuma lihat dia dari belakang, kaya mirip aja sama Rara," tutur Dinda pada Andi.Andi pun menghela nafasnya seolah merasa tenang karena memang tidak mungkin jika Rara berhubungan dengan orang-orang seperti Pak Diki."Kamu kangen aja kali yah sama aku, pake alesan bahas Rara segala," goda Andi."Ihh apaan, ngapain juga kangen sama kamu. Nggak lahhh!!!" elak Dinda, padahal sebenarnya sedari tadi ia tidak bisa tenang karena Andi belum juga menghubunginya."Aku tuh cuma kepikiran Rara aja soalnya belakangan ini sikap dia agak berubah," tutur Dinda yang merasa jika sikap Ra
Andi dan keluarga pun seger berangkat ke bandara, di sana sudah ada Rangga yang menunggu. Rangga pun menyalami Pak Fero dan Ibu Sarah saat mereka tiba di bandara. "Baik-baik kalian di sana!! Jangan berantem mulu!!!" pesan Pak Fero pada keduanya. "Iyahhh..." jawab Andi dengan malas. "Baik Pak!!" Rangga justru kebalikanya ia menjawabnya dengan mantap. Andi merasa aneh dengan sikap Rangga yang tiba-tiba menjadi kalem, karena biasanya tiap mereka bertemu pasti Rangga selalu mengajaknya adu statment. "Papah sudah urus semua keperluan kalian di sana, jadi kalian akan tinggal bersama di rumah perusahaan," ujar Pak Fero. "Apa?? aku sama dia tinggal bareng??" tanya Andi yang sepertinya menolak untuk tinggal bersama dengan Rangga. "Pahhh.... ayolahh masa aku sama dia," rengengek Andi pada Papahnya. "Kamu gak usah banyak merengek Andi, ini sudah jadi keputusan Papah, lagi pula ini tentang kerja sama tim, jadi Papah minta kamu abaikan dulu egomu itu!!" perintah Pak Fero pada Andi untuk bi
"ANDI!!" tegas Ibu Sarah memanggil putranya.Andi yang kaget langsung menoleh."Apa sih Mahh, manggilnya serem gitu," komentar Andi."Kamu apakan Rara sampai dia menangis barusan??" selidik Ibu Sarah pada Andi."Dia nangis?" Andi malah balik bertanya."Ko malah tanya Mamah sih, kamu apain dia??" tanya kembali Ibu Sarah."Gak di apa-apain Mah, kita habis ngobrol biasa," jawab Andi yang tidak merasa bersalah."Kalau gak di apa-apain mana mungkin nangis kaya tadi." Ibu Sarah yang tidak percaya pada Andi."Pokonya kamu harus kejar dia dan minta maaf!!" suruh Ibu Sarah.Andi pun tak bisa menolak, ia terpaksa keluar mencari Rara, namun sepertinya Rara sudah pergi."Raranya juga gak ada Mah, udah pulang kali dia," ucap Andi saat masuk kembali ke dalam rumah."Yahh kamu telepon dia dong!!!" paksa Ibu Sarah."Ya ampun mah, ini Andi udah mau berangkat masa masih harus ngurusin Rara sih," kesal Andi karena waktunya malah terbuang, apa lagi dia ada janji untuk bertemu dengan Dinda sebelum berang
Setibanya Rara di rumah Andi, mereka menyambutnya dengan baik."Hallo.... gimana kabar kamu sayang??" sambut Ibu Sarah saat melihat Rara tiba.'Baik Mah, mamah sendiri apa kabar?" tanya Rara."Mamah juga baik, sangat baik sekali," jawab Ibu Sarah.Rara pun menyalami Pak Fero. Semua terlihat senang melihat kedatangan Rara, namun Andi terlihat biasa saja dan malah membuang muka saat Rara menghampirinya. Sikap Andi membuat Rara merasa aneh, karena tidak biasanya ia seperti itu.Rara mencoba mendekatkan diri, membantu Andi mengemas barangnya."Gak usah!! Kamu temani Mamah saja sana!!' Andi mengambil barang yang dipegang oleh Rara."Aku bantu Ndi!" ucap Rara agak memaksa."Gak usah!!" larang Andi kembali, namun Rara tetap memaksa membantu Andi karena kesal melihat Rara yang keras kepala Andi pun merebut dengan paksa juga. Sikap Andi tersebut membuat Rara bingung."Kamu kenapa sih??" tanya Rara penasaran dengan perlakuan Andi padanya."Gak papa, biasa aja ko," jawab Andi singkat."Kamu