"Pah, Andi gak mau tanda tangan perjanjian kerja sama perusahaan Rangga dengan perusahaan miliknya. Pokonya Papah harus kasih Andi pelajaran," adu Fasha pada Pak Evan.
"Kenapa Andi tidak mau menandatanganinya??" tanya Pak Evan."Aku rasa dia terpengaruh oleh Dinda," jawab Fasha."Dinda??? Dinda istri Rangga??" tanya Pak Evan memastikan."Sebentar lagi akan menjadi mantan istri," jelas Fasha."Rangga coba kamu cek kembali semua isi perjanjian itu mungkin saja ada hal yang terlewat sehingga Andi tidak mau menandatangninya," jelas Pak Evan."Baik Pah nanti Rangga cek lagi," balas Rangga."Atau mungkin kamu yang kurang kompeten, sehingga Andi tidak mau bekerja sama denganmu," celetuk Mamah Maya."Mahh mana mungkin Rangga tidak kompeten, dia adalah pengusaha terbaik di negri ini," ucap Fasha yang menyombongkan suaminya."Dan Andi adalah direktur perusahan terbesar di ASIA," balas Mamah Maya."Yahh, tapi Mamah yakin ko kalian tentunya bisa bekerja s"Sayang aku yakin, Papah pasti akan bantu kamu!!" ucap Fasha saat perjalanan pulang.Rangga sepertinya tidak memeperhatikan Fasha yang sedang berbicara. Pikirannya saat ini sedang kalut, apa lagi mengetahui jika Andi ternyata seorang pengusaha besar. Ia pikir selama ini Andi hanyalah seorang anak konglomerat yang suka berfoya-foya saja.Ia lalu memukul stir mobilnya sambil berkata kasar, "SIALANNNN!!""Rangga!!" teriak Fasha kesal pada Rangga yang malah memukul stir mobil."Kamu dari tadi perhatiin aku bicara gak sih??" tanya Fasha kesal.Rangga menoleh, "Memangnya kamu bicara apa??"Rangga malah balik bertanya pada Fasha."Keterlaluan kamu yah, memangnya apa sih yang ada di pikiranmu sampai-sampai kamu mengabaikan aku??" Fasha semakin kesal pada suaminya.Rangga masih berusaha untuk sabar."Aku lagi banyak pikiran Sha, kamu tau sendiri kan tiba-tiba Papah merekomendasikan sebuah perusahaan besar yang aku pikir ini akan jadi batu loncatan perusahaan aku, tapi ternyata perusahaan itu a
"Selamat malam Mah.. Pah.." sapa Fasha pada mertuanya yang sudah bersiap di meja makan. "Mamah pikir kalian mau menginap di rumah Pak Evan," ujar Mamah Tari. "Nggak Mah, kita hanya membahas urusan perusahaan saja," ucap Rangga yang langsung duduk. "Lalu bagaimana Andi mau menandatanginya??" tanya Mamah Tari pada putranya. Rangga menarik nafasnya, ia enggan membahas tentang Andi saat ini. "Kita bahas itu nanti saja yah!!" ucapnya sambil membalikan piring. "Mana bisa kamu menyelesaikan urusan perusahaan, urusan rumah tangga saja kamu gak becus," celetuk Papah Harto yang membuat Rangga tersinggung. "Maksud Papah apa sih?" tanya Rangga dengan nada kesal. "Bawa kembali Dinda ke rumah ini, maka Allah akan memudahkanmu kembali urusanmu," jawab Papah Harto. "Dinda?? Wanita murahan yang bermain serong di belakang Rangga. Sudahlah Pah gak perlu kita bahas lagi tentang Dinda. Sebentar lagi dia akan Rangga ceraikan," ucap Rangga. Mendengar hal itu sunggu membuat Papah Harto shock. "Cera
"Kamu ko gak pulang-pulang sih?" tanya Dinda pada Andi yang sedang duduk di depan laptop. "Aku kan lagi kerja ini," jawab Andi. "Kenapa kerjanya di rumah aku?" tanya Dinda kesal. "Kan aku bilang di hotel yang harusnya sekarang jadi tempat pertemuan relasi lagi ada masalah, makanya rapat relasinya harus online," jawab Andi yang berbohong pada Dinda. "Banyak alasan kamu," kesal Dinda sambil menyuguhi secangkir teh hangat dan beberapa makanan khas pedesaan. "Makasih yahh!!" ucap Rangga seraya memberi senyum manisnya. Dinda lalu pergi meninggalakan Andi sedirian karena sepertinya Andi memang sedang sibuk dengan pekerjaannya. "Sebenarnya apa maksud Andi datang ke sini?" tanya Dinda dalam hati.Dinda mengamati Andi di balik pintu, sepertinya Andi sedang menelepon seseorang, Dinda mencoba menguping.****"Pak Evan tau sendiri bagaimana kinerja saja, harusnya Pak Evan bisa paham kenapa saya tidak kunjung menandatangi kontrak kerja tersebut," ucap Rangga dari luar.Dinda yang menguping m
Andi sama sekali tidak beranjak meninggalkan Dinda, ia terus memeluk Dinda hingga ia menjadi tenang."Aku gak akan pernah ninggalin kamu Dinda," ucap Andi yang tak kuasa menahan air matanya melihat keadaan Dinda saat ini.Perlahan Dinda mulai lemas, namun ia masih terus menangis.Ibu Harti membawa segelas air untuk Dinda."Ayo minum dulu Nak!!" suruh Ibu Harti yang membantu putrinya untuk minum."Maafkan aku Din, aku tidak bermaksud membohongimu," ucap Andi yang merasa bersalah karena sudah berbohong pada Dinda.Dinda masih belum berkomentar apapun, pandangannya begitu kosong. "Aku ingin bertemu Mas Rangga Bu..." lirih Dinda.Ibu Harti menoleh pada suaminya dan Andi."Nak.... kamu benar-benar ingin bertemu dengan Rangga??" tanya Ibu Harti pada putrinya.Dinda mengangguk."Kalau kamu ingin bertemu dengan Rangga, ayo ikut aku ke Jakarta!!" ajak Rangga pada Dinda."NAK ANDI!!!" bentak Pak Danu."Untuk apa kamu mempertemukan kembali Rangga dengan Dinda??" tanya Pak Danu dengan emosi ting
"Din... " panggil Andi pada Dinda.Dinda pun menoleh, lalu menyimpan foto yang sedang ia pegang."Ada apa??" tanya Dinda."Ngga papa ko..." jawab Andi seperti salah tingkah."Emhh kamu mau ikut aku gak ke mall, kita beli bahan-bahan makanan, sekalian mungkin kamu mau beli buku, buat ngusir rasa bosan kamu," ajak Andi yang sepertinya sudah kehabisan ide.Dinda menunduk."Andi..." panggil Dinda."Iyahh Din..." jawab Andi.Dinda lalu menatap mata Andi lalu berkata dengan sinis, "Rangga bayar kamu berapa sih?"Andi menghela nafas karena Dinda masih saja menuduhnya."Din... aku tuh gak di bayar sama Rangga dan aku juga bukan orang suruhan Rangga," bela Andi mencoba menjelaskan jika dirinya tidak ada sangkut pautnya dengan Andi.Dinda malah membuang muka dan pergi sambil berkata, "Ya sudah ayolah kita pergi, habiska saja uang yang Rangga berikan sama kamu."Andi menepuk dahinya, ia berusaha bersabar menghadapi sikap Dinda yang demikian. Mereka pun lalu pergi ke mall.Andi mendorong keranjan
"Dinda.. Dinn.. tenang, aku mohon Dinda!!" Andi dengan cepat memeluk Dinda."MAS RANGGA.... MAS RANGGA... !!! teriak Dinda pada suaminya."Aku mohon jangan tinggalin aku Mas!!" rengek Dinda.Rangga hanya melihat dengan tatapan meledek begitu pun juga Fasha."Pergi kalian dari sini!!" usir Andi pada Rangga dan Fasha yang hany berdiri di depannya tanpa membantu."Ayo kita pergi Fasha!!" ajak Rangga."Untuk apa kita melayani orang gila seperti ini," hina Rangga pada suaminya."MASSSS.... MASSSSS..... MAS RANGGA!!!!" Dita yang berteriak semaki menjadi."Dinda aku mohon Din, kamu harus tenang!!" Andi yang terus menenangkan Dinda.Andi mencoba meraih ponsel di saku celananya. Akhirnya ia mendapatkannya. Ia lalu menghubungi Dita."Hallo Ndi ada apa??" tanya Dita."Dit, tolong gue, Dinda ngamuk di mall gue gak bisa tenangin dia sendirian," pinta Andi temannya yang selalu care padanya."Apaa??? oke tunggu gue yah!!" Dita pun lansung menutup tel
"Dit, kenapa kondisi Dinda bisa kaya gini?" tanya Andi yang khawatir."Ini bisa terjadi pada orang yang mengalami trauma Ndi, gue rasa Dinda emang udah mengalami trauma yang cukup dalam jadi dia cederung ingin menyakiti orang-orang yang sudah menyakitinya. Akan terbentuk sifat pertahanan diri yang baru Ndi untuk membela dirinya," jelas Dita tentang rasa trauma yang terjadi pada Mala."Dit, gue mohon bantu Dinda buat sembuh kembali!" pinta Andi pada sahabatnya."Apa pun dan berapa pun yang harus di bayar biar gue yang tanggung," mantap Andi berbicara kepada Dita.Andi terlihat begitu kahawatir dengan keadaan Dinda, ia bahkan meminta secara pribadi untuk pengobatan Dinda saat ini. Sepanjang perjalanan ia terus memeluk Dinda."Lo pasti sayang banget sama Dinda yah," ucap Dita.Andi menoleh pada Dita."Gue juga gak tau Dit, kenapa gue bisa sesayang ini sama dia, padahal belum tentu Dinda mau balas perasaan gue. Cinta dia benar-benar besar pada Rangga," tutur Andi."Gue berharap yang terba
"ANDI..." teriak seseorang dari kejauhan.Andi menoleh melihat seseorang yang memanggilnya."Papah... Mamah.... " panggilnya lirih.Ternyata mereka adalah orang tua Andi. "Apa-apaan kamu Ndi??" tanya Mamah Sarah pada putranya."Kapan Papah dan Mamah pulang??" Andi malah balik bertanya pada Mamahnya."Kenapa?? Kaget kamu??? Papah dan Mamah udah tau semuanya Ndi, lancang kamu yah memasukan orang asing ke rumah kita," murka Mamah Sarah pada Andi."Pak Evan sudah menceritakan semuanya pada Papah, sekarang kamu usir orang-orang itu di rumah kita!!" perintah Papah Fero pada Andi."Apa??? Pak Evan... apa yang mereka bicarakan?? Aku bisa jelaskan semua itu Pah!!" bela Andi."Gak perlu... kamu tuh mikir gak sih Ndi?? Papah kamu tuh seorang pengusaha besar, kalau ada wartawan yang tau tentang kelakuan kamu yang kaya gini. Mau di taro di mana muka Papah dan Mamah?" geram Mamah Sarah karena mendengar aduan dari Pak Evan."Dan wanita jalang bernama Dinda itu, Mamah minta putuskan hubunganmu denga
Andi yang sedang membuka handphonenya begitu kaget saat melihat headline berita di media sosial."Apa???? Fasha bukan putri sah Om Evan dan Tante Maya," Andi tercengang saat membaca judul beritanya."Gila berita apaan ini?? mana paling atas pula," ucap Andi yang masih menganggap berita itu hanya omong kosong."Media emang kurang kerjaan, Om Evan dan Tante Maya kan baru saja dapat cucu masa mereka naikin berita gak bermutu kaya gini!!" Andi terus saja menskrol handphonenya, tapi alangkah kagetnya dia karena hampir semua pemberitaan di media mengangkat topik tentang keluarga Om Evan.Ia lalu menghubungi Dinda."Halo Din..." sapa Andi dengan nada yang penuh rasa penasaran."Tentang berita di media?" ucap Dinda yang langsung pada topiknya seolah ia sudah tau dan paham ke arah mana Andi akan bertanya."Sebenarnya ada apa Din, kenapa media memberitakan hal itu?" tanya Andi penasaran."Yah aku gak tau lah, kamu tanya aja medianya!!!" suruh Dinda."Kamu tuh ada-ada aja deh," kesal Andi menden
Semua orang mematung saat Dinda melenggang pergi dari ruang transfusi. Ia terlihat puas dengan keterpurukan yang sedang dihadapi dua keluarga ini. Seolah sedikit demi sedikit rasa sakitnya mulai terbayarkan. "Dasar wanita jalang," kesal Pak Evan dalam hatinya saal melihat Dinda yang tersenyum puas di hadapan Pak Evan. Rangga pun mengejar Dinda dan berterima kasih padanya karena dia masih punya hati untuk membantu istri dan anaknya. "Din tungga!!" Rangga meraih tangan Dinda. "Kamu mau apa lagi??" tanya Dinda sinis. "Aku cuma mau bilang terima kasih, karena kamu mau mendoorkan darahmu untuk Fasha," jawab Rangga agak kikuk. Dia terlihat malu karena perlakuannya selama ini, tapi di sisi lain Rangga pun sangat bersyukur. "Rawatlah mereka, jangan sampai kamu bernasib sama seperti mertuamu," Dinda lalu meninggalkan Rangga yang mematung usai mendengar ucapannya. "Apa maksud Dinda barusan??" Rangga bertanya-tanya dalam hatinya, namun ia mencoba untuk mengabaikannya lalu kembali pada kela
Rangga pun baru tahu tentang hubungan Ibu Maya di keluarga Fasha."Pah.... maksud Papah apa??" tanya Rangga bingung."Mamah kadung Fasha sudah meninggal saat Fasha masih bayi," ucap Pak Evan."Meninggal??? Jadi Mamah Maya tidak ada hubungan darah dengan Fasha??" Rangga yang masih belum percaya dengan apa yang ia dengar.Suster kembali keluar."Bagaimana Pak Rangga sudah ada yang bisa mendonor??" tanya suster."Tunggu sebentar Sus!!!" jawab Rangga. Ia pun langsung menghubungi teman-temannya, termasuk Dinda karena golongan darah Dinda sama dengan Fasha."Hallo Din.... maaf aku ganggu kamu, tapi aku benar-benar membutuhkanmu saat ini," ucap Rangga terburu-buru."Maksudnya apa sih???" tanya Dinda bingung."Fasha baru saja melahirkan, namun ia mengalami pendarahan hebat dan butuh transfusi darah sedangkan pasokan darah di rumah sakit untuk golongan AB tidak ada. Aku mohon bantu aku. Selamatkan Fasha!! pinta Rangga yang sudah tidak memikirkan rasa malu lagi.Mendengar hal itu Dinda terkeju
Kehadiran seorang bayi di tengah keluarga Rangga dan Fasha memberi kebahagiaan tersendiri terutama untuk Mamah Tari yang sejak dulu begitu menantikan kehadiran seorang cucu.Selesai persalinan Rangga pun dipersilahkan kembali untuk menunggu di luar dan bayinya akan dipindahkan ke ruang perawatan."Pak Rangga silahkan kembali tunggu di luar kembali!!" suruh seorang perawat.Rangga lalu berdiri."Aku keluar dulu yahh!!" pamit Rangga sebelum pergi, ia pun mengusap air mata di wajahnya karena terharu saat melihat dan mendengar suara bayi kecil itu untuk pertama kalinya."Rangga... gimana?? bayinya sudah lahir??" tanya Mamah Tari."Keadaan Fasha gimana??" Pak Evan yang ikut menyerobot bertanya."Bayinya sudah lahir, jenis kelaminnya laki-laki dan keadaan Fasha untuk saat ini cukup baik, namun dia masih belum sadar sepenuhnya karena pengaruh obat bius," jawab Rangga."Alhamdulillah...." ucap syukur Mamah Tari dan Ibu Maya."Bayinya akan dipindahakan ke ruang perawatan bayi, nanti kalian bis
Andi yang merasa bersalah terhadap Rara, apa lagi sebelumnya dia membuat Rara menangis, lalu menghubungi Rara, namun lagi-lagi Rara tidak mengangkat teleponya."Tumben banget deh Rara... biasnya dia langsung jawab," keluh Andi, tapi Andi gak ambil pusing ia menyangka mungkin saja Rara sedang sibuk."Ndi, orang lokasi udah telepon terus nih." Rangga yang memberi tahu jika mereka harus segera ke lokasi proyek."Iyah bentar!!" Andi pun menyimpan semua barangnya, lalu ke luar dari kamar."Ayo!!" ajak Andi sambil melempar kunci mobil pada Rangga."Kamu yang nyetir!!" suruh Andi.Di perjalanan menuju lokasi cukup hening tanpa ada pembicaraan di antara keduanya, sampai akhirnya Rangga membuka topik pembicaraan."Ndi... aku gak mau kita berselisih paham terus kaya gini cuma gara-gara masalah cewek!!" ucap Rangga mengawali pembicaraan di antara keduanya."Bukannya semua ini kamu yang mulai??" Andi yang melempar kesalahan pada Rangga karena memang selama ini Rangga yang mengawali pertengkaran d
"Mana mungkin Rara bertemu dengan Pak Diki, meskipun bergerak di dunia pendidikan namun dia bukan orang baru juga dalam dunia bisnis, Rara juga punya saham dibanyak perusahaan. Kamu mungkin salah lihat Din. Rara tuh tau Pak Diki orang seperti apa, aku yakin itu," jelas Andi saat berbicara dengan Dinda di balik telepon.Dinda pun terdiam. Ia berpikir ada benarnya Andi, gak mungkin Rara bertemu dengan Pak Diki. "Aku emang cuma lihat dia dari belakang, kaya mirip aja sama Rara," tutur Dinda pada Andi.Andi pun menghela nafasnya seolah merasa tenang karena memang tidak mungkin jika Rara berhubungan dengan orang-orang seperti Pak Diki."Kamu kangen aja kali yah sama aku, pake alesan bahas Rara segala," goda Andi."Ihh apaan, ngapain juga kangen sama kamu. Nggak lahhh!!!" elak Dinda, padahal sebenarnya sedari tadi ia tidak bisa tenang karena Andi belum juga menghubunginya."Aku tuh cuma kepikiran Rara aja soalnya belakangan ini sikap dia agak berubah," tutur Dinda yang merasa jika sikap Ra
Andi dan keluarga pun seger berangkat ke bandara, di sana sudah ada Rangga yang menunggu. Rangga pun menyalami Pak Fero dan Ibu Sarah saat mereka tiba di bandara. "Baik-baik kalian di sana!! Jangan berantem mulu!!!" pesan Pak Fero pada keduanya. "Iyahhh..." jawab Andi dengan malas. "Baik Pak!!" Rangga justru kebalikanya ia menjawabnya dengan mantap. Andi merasa aneh dengan sikap Rangga yang tiba-tiba menjadi kalem, karena biasanya tiap mereka bertemu pasti Rangga selalu mengajaknya adu statment. "Papah sudah urus semua keperluan kalian di sana, jadi kalian akan tinggal bersama di rumah perusahaan," ujar Pak Fero. "Apa?? aku sama dia tinggal bareng??" tanya Andi yang sepertinya menolak untuk tinggal bersama dengan Rangga. "Pahhh.... ayolahh masa aku sama dia," rengengek Andi pada Papahnya. "Kamu gak usah banyak merengek Andi, ini sudah jadi keputusan Papah, lagi pula ini tentang kerja sama tim, jadi Papah minta kamu abaikan dulu egomu itu!!" perintah Pak Fero pada Andi untuk bi
"ANDI!!" tegas Ibu Sarah memanggil putranya.Andi yang kaget langsung menoleh."Apa sih Mahh, manggilnya serem gitu," komentar Andi."Kamu apakan Rara sampai dia menangis barusan??" selidik Ibu Sarah pada Andi."Dia nangis?" Andi malah balik bertanya."Ko malah tanya Mamah sih, kamu apain dia??" tanya kembali Ibu Sarah."Gak di apa-apain Mah, kita habis ngobrol biasa," jawab Andi yang tidak merasa bersalah."Kalau gak di apa-apain mana mungkin nangis kaya tadi." Ibu Sarah yang tidak percaya pada Andi."Pokonya kamu harus kejar dia dan minta maaf!!" suruh Ibu Sarah.Andi pun tak bisa menolak, ia terpaksa keluar mencari Rara, namun sepertinya Rara sudah pergi."Raranya juga gak ada Mah, udah pulang kali dia," ucap Andi saat masuk kembali ke dalam rumah."Yahh kamu telepon dia dong!!!" paksa Ibu Sarah."Ya ampun mah, ini Andi udah mau berangkat masa masih harus ngurusin Rara sih," kesal Andi karena waktunya malah terbuang, apa lagi dia ada janji untuk bertemu dengan Dinda sebelum berang
Setibanya Rara di rumah Andi, mereka menyambutnya dengan baik."Hallo.... gimana kabar kamu sayang??" sambut Ibu Sarah saat melihat Rara tiba.'Baik Mah, mamah sendiri apa kabar?" tanya Rara."Mamah juga baik, sangat baik sekali," jawab Ibu Sarah.Rara pun menyalami Pak Fero. Semua terlihat senang melihat kedatangan Rara, namun Andi terlihat biasa saja dan malah membuang muka saat Rara menghampirinya. Sikap Andi membuat Rara merasa aneh, karena tidak biasanya ia seperti itu.Rara mencoba mendekatkan diri, membantu Andi mengemas barangnya."Gak usah!! Kamu temani Mamah saja sana!!' Andi mengambil barang yang dipegang oleh Rara."Aku bantu Ndi!" ucap Rara agak memaksa."Gak usah!!" larang Andi kembali, namun Rara tetap memaksa membantu Andi karena kesal melihat Rara yang keras kepala Andi pun merebut dengan paksa juga. Sikap Andi tersebut membuat Rara bingung."Kamu kenapa sih??" tanya Rara penasaran dengan perlakuan Andi padanya."Gak papa, biasa aja ko," jawab Andi singkat."Kamu