Awalnya Rangga berniat menjenguk Dinda di rumah sakit saat itu, namun saat menanyakan pasien bernama Dinda ternyata dia sudah dipindahkan. Andi memang sengaja memindahkan Dinda karena ia tidak mau Dinda mendapat gangguan dari Rangga.**Saat sampai di rumah Mamah Tari sudah begitu senang ingin menyambut kepulangan Fasha."Selamat datang!!!" sambut Mamah Tari."Lho... Fasha mana??" tanya Mamah Tari bingung."Dia pulang ke rumah orang tuanya," jawab Rangga kesal."Ko bisa katanya mau pulang ke sini??" tanya Mamah Tari."Udah deh Mamah gak usah banyak tanya bikin aku makin pusing." Rangga pun masuk ke dalam rumah dengan perasaan kesalnya.Mamah Tari mengikutinya dari belakang dan masih saja bertanya. Emosi Rangga yang sudah di ujung tanduk akhirnya keluar juga."DIAM MAH!!" bentak Rangga.Mamah Tari sontak kaget. Baru kali ini Rangga membentaknya."Rangga...." lirih Mamah Tari yang tidak bisa berkata-kata lagi.Ia tidak percaya jika Rangga tega membentaknya seperti itu. Bukannya minta ma
"Dinnn...." sapa seseorang dari belakang pada Dinda duduk di kursi.Dinda menoleh dan tersenyum."Kamu udah datang," seru Dinda yang terlihat bahagia melihat kedatangan orang tersebut.Ternyata dia adalah Andi. Orang yang selama ini selalu menjenguk Dinda."Gimana keadaan kamu??" tanya Andi."Baik... yaa beginilah orang dengan gangguan mental selalu terlihat baik, namun kami punya beban yang cukup berat," jawab Dinda dengan senyumannya.Ternyata keadaan Dinda semakin hari semakin membaik, ia sengaja di isolasi oleh Andi di suatu tempat yang tidak diketahui oleh siapa pun kecuali orang tua Dinda dan Dita sebagai dokter yang menangani Dinda.Depalan bulan sudah Dinda berada di tempat tersebut, ia mendapat perawatan yang cukup intensif.Bukan hal mudah bagi Dinda untuk tinggal di tempat tersebut, ia bahkan sempat berencana beberapa kali untuk kabur karena selalu ingin menemui Rangga, namun lambat laut dengan perawatan dari Dita, ia mulai bisa menerima semua keadaan yang terjadi pada diri
Pertemuan Andi dan Rangga di lobi membuat Andi penasaran tentang proyek apa lagi yang ingin ia ajukan pada perusahaan orang tuanya. Andi pun segera menemui Papahnya.Andi mengetuk pintu ruangan Papahnya."Masukkk!!!" suruh Pak Fero."Kamu... Papah kira siapa," ucap Pak Fero."Ada apa??" tanya Pak Fero sembari tangan dan matanya tetap fokus pada laptop."Barusan ada Rangga Pah....???" tanya Andi."Hmmm..." jawab Pak Fero yang kemudian menyerahkan sebuah berkas pada Andi."Coba kamu pelajari proyek ini!! Papah juga sedang cek lokasinya. Sepertinya lokasinya sangat menjanjikan untuk pembangunan pusat perbelanjaan yang ada di dekat pantai," jelas Pak Fero.Ia lalu menutup laptopnya dan mulai menjelaskan tentang proyek yang diajukan oleh Rangga pada mereka."Kali ini Papah cukup tertarik dengan proyek milik Rangga, kita bisa mengembangkan sayap bisnis kita di daerah Yogyakarta Ndi," saran Pak Fero yang sepertinya tertarik dengan proyek Rangga saat ini."Daerah sana memang belum memiliki pu
"Bagimana?? Kamu mau menerima proyek ini kan??" tanya Pak Fero pada putranya."Tapi Pah...." Andi merasa ragu karena ia harus meninggalkan Jakarta dan sudah pasti akan meninggalkan Dinda."Apa lagi yang kamu pikirkan Andi, kamu sudah lihat ternyata Rangga memang benar-benar bisa bangkit dari keterpurukannya, ia bahkan menyesali perbuatanya selama ini yang sudah menuduh kamu dan Dinda berselingkuh, padahal pada kenyataanya Fasha lah yang memfitnah kalian dengan menyuruh orang untuk memotret kalian berdua," jelas Pak Fero."Bahakan kamu sendiri yang sengaja membeli rumah Rangga dengan harga tinggi karena kamu masih menganggapnya seorang sahabat," tambah Pak Fero."Ayolah Nak!!! Kamu dan Rangga punya potensi yang bagus dalam bidang ini, jika kalian bekerja sama Papah yakin perusahaan kita bisa semakin maju," bujuk Pak Fero karena beliau tau dalam hati Andi ia tidak benar-benar membenci Rangga."Andi pikirin dulu yah Pah!!" jawab Andi yang kemudian mem
"Gue bersyukur sih ada orang yang bisa gue andelin kaya lo," ucap Andi. "Hati-hati harus ada imbalannya," balas Rara sambil tersenyum jail pada Andi. "Lo mau apa sih, tinggal ngomong sama gue!! Pasti bakal gue penuhin!!" ujar Andi yang memberikan janjinya pada Rara. Rara pun tersenyum bahagia, ia lalu menyodorkan jari kelingkingnya. "Janji jari kelingking yahh!!" seru Rara yang terus menantap Andi dengan perasaan bahagia. "Kagak ahh... kek anak bocil," tolak Andi, namun Rara tetap memaksanya. "Ntar lo lupa malah ingkar sama gue," ucap Rara. "Yahh emangnya lo mau minta apa sih sama gue, tinggal ngomong aja!!" suruh Andi pada Rara."Entar deh gue pikirin dulu, minta sama lo tuh gak boleh tanggung-tanggung," balas Rara."Iyahh... iyah mau apa aja pokonya terserah kamu," ucap Andi."Kalau gitu gue pulang dulu yah!!" pamit Andi. Ia pun lekas pergi meninggalkan ruangan Rara."Mau gue antar ke depan." Rara menawarkan diri untuk mengantarkan Andi ke depan."Gak usah!! Kek pejabat aja,"
Rangga tidak pernah menyangka dia yang dulu selalu berada di atas Andi kini harus bisa menerima kenyataan jika dirinya hanyalah seorang bawahan.Saat kuliah dulu Andi memang terlihat kurang tertarik dengan dunia bisnis, meskipun ia tetap kuliah di jurusan bisnis karena paksaan dari keluarganya. Berbeda dengan Rangga yang sejak kuliah sudah aktif berkecimpung dalam dunia bisnis orang tuanya.Andi terlihat seperti orang biasa saja bahkan Rangga pun tidak mengetahui detail profil keluarga Andi yang ia tau Andi hanya berasal dari keluarga kaya raya, namun ia tidak menyangka jika ternyata keluarga angkat Andi adalah Pak Fero dan Ibu Sarah."Kalau begitu saya tunggu di ruangan saya untuk mendiskusikan lebih lanjut tentang proyek kita ini!!" ucap Andi. Ia pun pamit pada Papahnya."Andi keluar dulu Pah!!" pamit Andi. Pak Fero hanya mengaangguk saja."Pak Rangga untuk kedepanya Anda akan lebih banyak bekerja sama dengan putra saya Andi, saya tau kalian punya masa lalu yang cukup rumit dengan
Selesai dari kantor Andi langsung pulang menemui Dinda. "Assalamualaikum..." Andi mengetuk pintu rumah Dinda. "Waalaikumsalam..." jawab seseorang dari dalam. "Ehh Pak Andi," sapa Mba Marni. Dia sudah sejak lama tinggal bersama dengan keluarga Mala karena bisnis catring keluarga Mala cukup rame sehingga mereka membutuhkan seseorang untuk membantu pekerjaan mereka. "Ibu sama Bapak ada Mba?" tanya Andi. "Ada Pak, ayo masuk aja!!" Mba Marni yang mempersilahkan Rangga untuk masuk. Dinda lalu menyambut kedatangan Andi saat ia mendengar suara Andi dari dalam kamarnya. "Kamu udah dateng," ucap Dinda yang sepertinya menunggu kedatangan Andi. "Ayah sama Ibu mana??" tanya Andi pada Dinda. "Ada di belakang," jawab Dinda. Mereka pun pergi menemui Pak Danu dan Ibu Harti di belakang. Terlihat Ibu Harti da Pak Danu sedang sibuk memasak di dapur, sepertinya mereka sedang mendapat orderan yang cukup banyak hari ini. Andi pun menyingsingkan lengan bajunya. Ia malah ikut membantu pekerjaan dapu
Andi sudah di anggap seperti putra kadungnya Pak Danu dan Ibu Harti jadi mereka juga sudah tidak canggung lagi."Sudah-sudah kalian jangan malah berantem, sini pada makana!!!" ajak Ibu Harti. Mereka pun mencuci tangan dan pergi ke meja makan. "Numpang makan mulu lo...!!!" ledek Dinda karena setiap kali Andi ke sini pasti selalu saja makan. "Ya... biarin masakan Ibu enak semua," balas Rasya. "Iyahh gak papa ko... Ibu sama Ayah malah senang jika nak Andi terus makan di sini," jawah Ibiu Harti. "Uhh kesenengan kamu kalau gini mah," kesal Dinda namun tetap dalam candaannya. Mereka pun menikmati makan malam dengan penuh kebahagiaan. **** Selesai makan Andi lalu meminta Ibu Harti dan Pak Danu untuk berkumpul di ruang tengah. Mereka terlihat tegang dan agak khwatir karena takut ada berita tidak baik."Ada apa Nak???" tanya Pak Danu."Emhhh ini tentang Rasya dan Rangga Pak,Bu..." jawab Andi."Memangnya kalian kenapa??" tanya Bu Harti."Aku dapat proyek yan bareng Rangga Bu dan kita jug
Andi yang sedang membuka handphonenya begitu kaget saat melihat headline berita di media sosial."Apa???? Fasha bukan putri sah Om Evan dan Tante Maya," Andi tercengang saat membaca judul beritanya."Gila berita apaan ini?? mana paling atas pula," ucap Andi yang masih menganggap berita itu hanya omong kosong."Media emang kurang kerjaan, Om Evan dan Tante Maya kan baru saja dapat cucu masa mereka naikin berita gak bermutu kaya gini!!" Andi terus saja menskrol handphonenya, tapi alangkah kagetnya dia karena hampir semua pemberitaan di media mengangkat topik tentang keluarga Om Evan.Ia lalu menghubungi Dinda."Halo Din..." sapa Andi dengan nada yang penuh rasa penasaran."Tentang berita di media?" ucap Dinda yang langsung pada topiknya seolah ia sudah tau dan paham ke arah mana Andi akan bertanya."Sebenarnya ada apa Din, kenapa media memberitakan hal itu?" tanya Andi penasaran."Yah aku gak tau lah, kamu tanya aja medianya!!!" suruh Dinda."Kamu tuh ada-ada aja deh," kesal Andi menden
Semua orang mematung saat Dinda melenggang pergi dari ruang transfusi. Ia terlihat puas dengan keterpurukan yang sedang dihadapi dua keluarga ini. Seolah sedikit demi sedikit rasa sakitnya mulai terbayarkan. "Dasar wanita jalang," kesal Pak Evan dalam hatinya saal melihat Dinda yang tersenyum puas di hadapan Pak Evan. Rangga pun mengejar Dinda dan berterima kasih padanya karena dia masih punya hati untuk membantu istri dan anaknya. "Din tungga!!" Rangga meraih tangan Dinda. "Kamu mau apa lagi??" tanya Dinda sinis. "Aku cuma mau bilang terima kasih, karena kamu mau mendoorkan darahmu untuk Fasha," jawab Rangga agak kikuk. Dia terlihat malu karena perlakuannya selama ini, tapi di sisi lain Rangga pun sangat bersyukur. "Rawatlah mereka, jangan sampai kamu bernasib sama seperti mertuamu," Dinda lalu meninggalkan Rangga yang mematung usai mendengar ucapannya. "Apa maksud Dinda barusan??" Rangga bertanya-tanya dalam hatinya, namun ia mencoba untuk mengabaikannya lalu kembali pada kela
Rangga pun baru tahu tentang hubungan Ibu Maya di keluarga Fasha."Pah.... maksud Papah apa??" tanya Rangga bingung."Mamah kadung Fasha sudah meninggal saat Fasha masih bayi," ucap Pak Evan."Meninggal??? Jadi Mamah Maya tidak ada hubungan darah dengan Fasha??" Rangga yang masih belum percaya dengan apa yang ia dengar.Suster kembali keluar."Bagaimana Pak Rangga sudah ada yang bisa mendonor??" tanya suster."Tunggu sebentar Sus!!!" jawab Rangga. Ia pun langsung menghubungi teman-temannya, termasuk Dinda karena golongan darah Dinda sama dengan Fasha."Hallo Din.... maaf aku ganggu kamu, tapi aku benar-benar membutuhkanmu saat ini," ucap Rangga terburu-buru."Maksudnya apa sih???" tanya Dinda bingung."Fasha baru saja melahirkan, namun ia mengalami pendarahan hebat dan butuh transfusi darah sedangkan pasokan darah di rumah sakit untuk golongan AB tidak ada. Aku mohon bantu aku. Selamatkan Fasha!! pinta Rangga yang sudah tidak memikirkan rasa malu lagi.Mendengar hal itu Dinda terkeju
Kehadiran seorang bayi di tengah keluarga Rangga dan Fasha memberi kebahagiaan tersendiri terutama untuk Mamah Tari yang sejak dulu begitu menantikan kehadiran seorang cucu.Selesai persalinan Rangga pun dipersilahkan kembali untuk menunggu di luar dan bayinya akan dipindahkan ke ruang perawatan."Pak Rangga silahkan kembali tunggu di luar kembali!!" suruh seorang perawat.Rangga lalu berdiri."Aku keluar dulu yahh!!" pamit Rangga sebelum pergi, ia pun mengusap air mata di wajahnya karena terharu saat melihat dan mendengar suara bayi kecil itu untuk pertama kalinya."Rangga... gimana?? bayinya sudah lahir??" tanya Mamah Tari."Keadaan Fasha gimana??" Pak Evan yang ikut menyerobot bertanya."Bayinya sudah lahir, jenis kelaminnya laki-laki dan keadaan Fasha untuk saat ini cukup baik, namun dia masih belum sadar sepenuhnya karena pengaruh obat bius," jawab Rangga."Alhamdulillah...." ucap syukur Mamah Tari dan Ibu Maya."Bayinya akan dipindahakan ke ruang perawatan bayi, nanti kalian bis
Andi yang merasa bersalah terhadap Rara, apa lagi sebelumnya dia membuat Rara menangis, lalu menghubungi Rara, namun lagi-lagi Rara tidak mengangkat teleponya."Tumben banget deh Rara... biasnya dia langsung jawab," keluh Andi, tapi Andi gak ambil pusing ia menyangka mungkin saja Rara sedang sibuk."Ndi, orang lokasi udah telepon terus nih." Rangga yang memberi tahu jika mereka harus segera ke lokasi proyek."Iyah bentar!!" Andi pun menyimpan semua barangnya, lalu ke luar dari kamar."Ayo!!" ajak Andi sambil melempar kunci mobil pada Rangga."Kamu yang nyetir!!" suruh Andi.Di perjalanan menuju lokasi cukup hening tanpa ada pembicaraan di antara keduanya, sampai akhirnya Rangga membuka topik pembicaraan."Ndi... aku gak mau kita berselisih paham terus kaya gini cuma gara-gara masalah cewek!!" ucap Rangga mengawali pembicaraan di antara keduanya."Bukannya semua ini kamu yang mulai??" Andi yang melempar kesalahan pada Rangga karena memang selama ini Rangga yang mengawali pertengkaran d
"Mana mungkin Rara bertemu dengan Pak Diki, meskipun bergerak di dunia pendidikan namun dia bukan orang baru juga dalam dunia bisnis, Rara juga punya saham dibanyak perusahaan. Kamu mungkin salah lihat Din. Rara tuh tau Pak Diki orang seperti apa, aku yakin itu," jelas Andi saat berbicara dengan Dinda di balik telepon.Dinda pun terdiam. Ia berpikir ada benarnya Andi, gak mungkin Rara bertemu dengan Pak Diki. "Aku emang cuma lihat dia dari belakang, kaya mirip aja sama Rara," tutur Dinda pada Andi.Andi pun menghela nafasnya seolah merasa tenang karena memang tidak mungkin jika Rara berhubungan dengan orang-orang seperti Pak Diki."Kamu kangen aja kali yah sama aku, pake alesan bahas Rara segala," goda Andi."Ihh apaan, ngapain juga kangen sama kamu. Nggak lahhh!!!" elak Dinda, padahal sebenarnya sedari tadi ia tidak bisa tenang karena Andi belum juga menghubunginya."Aku tuh cuma kepikiran Rara aja soalnya belakangan ini sikap dia agak berubah," tutur Dinda yang merasa jika sikap Ra
Andi dan keluarga pun seger berangkat ke bandara, di sana sudah ada Rangga yang menunggu. Rangga pun menyalami Pak Fero dan Ibu Sarah saat mereka tiba di bandara. "Baik-baik kalian di sana!! Jangan berantem mulu!!!" pesan Pak Fero pada keduanya. "Iyahhh..." jawab Andi dengan malas. "Baik Pak!!" Rangga justru kebalikanya ia menjawabnya dengan mantap. Andi merasa aneh dengan sikap Rangga yang tiba-tiba menjadi kalem, karena biasanya tiap mereka bertemu pasti Rangga selalu mengajaknya adu statment. "Papah sudah urus semua keperluan kalian di sana, jadi kalian akan tinggal bersama di rumah perusahaan," ujar Pak Fero. "Apa?? aku sama dia tinggal bareng??" tanya Andi yang sepertinya menolak untuk tinggal bersama dengan Rangga. "Pahhh.... ayolahh masa aku sama dia," rengengek Andi pada Papahnya. "Kamu gak usah banyak merengek Andi, ini sudah jadi keputusan Papah, lagi pula ini tentang kerja sama tim, jadi Papah minta kamu abaikan dulu egomu itu!!" perintah Pak Fero pada Andi untuk bi
"ANDI!!" tegas Ibu Sarah memanggil putranya.Andi yang kaget langsung menoleh."Apa sih Mahh, manggilnya serem gitu," komentar Andi."Kamu apakan Rara sampai dia menangis barusan??" selidik Ibu Sarah pada Andi."Dia nangis?" Andi malah balik bertanya."Ko malah tanya Mamah sih, kamu apain dia??" tanya kembali Ibu Sarah."Gak di apa-apain Mah, kita habis ngobrol biasa," jawab Andi yang tidak merasa bersalah."Kalau gak di apa-apain mana mungkin nangis kaya tadi." Ibu Sarah yang tidak percaya pada Andi."Pokonya kamu harus kejar dia dan minta maaf!!" suruh Ibu Sarah.Andi pun tak bisa menolak, ia terpaksa keluar mencari Rara, namun sepertinya Rara sudah pergi."Raranya juga gak ada Mah, udah pulang kali dia," ucap Andi saat masuk kembali ke dalam rumah."Yahh kamu telepon dia dong!!!" paksa Ibu Sarah."Ya ampun mah, ini Andi udah mau berangkat masa masih harus ngurusin Rara sih," kesal Andi karena waktunya malah terbuang, apa lagi dia ada janji untuk bertemu dengan Dinda sebelum berang
Setibanya Rara di rumah Andi, mereka menyambutnya dengan baik."Hallo.... gimana kabar kamu sayang??" sambut Ibu Sarah saat melihat Rara tiba.'Baik Mah, mamah sendiri apa kabar?" tanya Rara."Mamah juga baik, sangat baik sekali," jawab Ibu Sarah.Rara pun menyalami Pak Fero. Semua terlihat senang melihat kedatangan Rara, namun Andi terlihat biasa saja dan malah membuang muka saat Rara menghampirinya. Sikap Andi membuat Rara merasa aneh, karena tidak biasanya ia seperti itu.Rara mencoba mendekatkan diri, membantu Andi mengemas barangnya."Gak usah!! Kamu temani Mamah saja sana!!' Andi mengambil barang yang dipegang oleh Rara."Aku bantu Ndi!" ucap Rara agak memaksa."Gak usah!!" larang Andi kembali, namun Rara tetap memaksa membantu Andi karena kesal melihat Rara yang keras kepala Andi pun merebut dengan paksa juga. Sikap Andi tersebut membuat Rara bingung."Kamu kenapa sih??" tanya Rara penasaran dengan perlakuan Andi padanya."Gak papa, biasa aja ko," jawab Andi singkat."Kamu