"Oh, enak banget yah! Santai-santai doang,tanpa membereskan rumah. Mau aku adukan dengan anakku, Herman? Pantesan aja pagi-pagi anakku mengadu, rupanya punya istri gak becus!". Bu Ratih, langsung memarahi menantunya itu.
"Kamu itu, istri gak tau diri! Rumah berantakan seperti ini,gak pantes kamu jadi istri Herman". Sambung Adel, menyunggingkan senyumnya. Bagus! Aku senang sekali, melihat kamu di marahi ibu mertua kita. Rasakan kamu Mia, emangnya enak di omelin sama suami dan ibu mertua."Dasar wanita miskin, sukanya malas-malasan menghabiskan uang anakku saja. Sedangkan kerjaannya cuman santai-santai seperti ini, rumah kaya kapal pecah dan debu sekali. Istri gak bersyukur kamu, Mia! Kasian anakku menikah dengan wanita yang salah, kerjaannya cuman memanfaatkan Herman". Bu Ratih, menatap tajam ke arah Mia."Bu, bukannya aku malas atau tidak bersyukur. Keadaan ku sekarang tidak seperti dulu, kakiku masih sakit sekali. Apa lagi bu,aku tengah berduka atas kehilangan calon buah hatiku". Mia, mencoba membela dirinya itu. Ya Allah, rupanya mas Herman benar-benar mengadu kepada ibunya. Apa aku sanggup menahan diri dari mereka,sabarkan hatiku Ya Allah."Alah...Kamu itu,banyak alasan agar kami luluh dengan ucapan mu. Oh,jangan harap bisa membodohi kami". Sambung Adel, menyenggol lengan ibu mertuanya. "Mbak,diam jangan memperkeruh suasana semakin sulit!" Bentak Mia, dadanya naik turun mengontrol dirinya. Astagfirullah,mbak Adel benar-benar keterlaluan semakin rumit keadaan."Diam kamu, Mia!" Bentak bu Ratih, tidak terima menantunya kesayangannya di bentak. "Kamu tidak pantas membentak Adel,karena kamu bukan levelnya. Apa yang di katakan Adel, memang benar dan kamu salah. Ambil kresek ini,cuci semua pakaian kotor dan bereskan seisi rumah. Aku dan Adel,akan mengawasi pekerjaan mu dan tidak boleh makan sebelum selesai. Kalau tidak selesai atau tidak menuruti perkataan kami, siap-siaplah berurusan dengan Herman".Deg!Mia, melonjak terkejut mendengar ucapan ibu mertuanya. Begitu tega memperlakukan dirinya seperti itu, sudah pasti suaminya membela ibu dan kakaknya ipar."Satu lagi,baju yang putih harus di kucek jangan di campur dengan yang berwarna. Awas saja, pakaian putih terkena warna luntur akan aku adukan kepada Herman. Biar Herman,yang menghajarmu habis-habisan karena ceroboh tak becus mengerjakan tugas". Sahut Adel, meletakkan dua kresek lumayan besar di depan Mia. "Cepat,bawa sana! Cuci semua pakaian ini, cepat!" Perintah bu Ratih, mendorong bahu menantunya itu.Mau tidak mau, Mia membawa dua kresek lumayan berat. Dia bertambah kesusahan berjalan, lagi-lagi tubuhnya di dorong kakak iparnya itu."Aduh...! Lama banget sih, jalannya kaya siput tau. Cuman cedera kaki doang, lebay banget mau cari simpati". Decak Adel, sesekali mendorong tubuh adik iparnya."Mbak,jangan dorong-dorongan badanku. Aku susah payah berjalan berlahan menahan rasa sakit di bagian kaki,mbak seenaknya sendiri mendorong ku". Mia, menghela nafas panjang dan membalikkan badan ke arah kakak iparnya."Kalau gak mau di dorong sama aku, cepetan jalan sana! Bikin kesal aja, lelet kaya siput". Bentak Adel, menyunggingkan senyumnya. "Yang bersih nyuci bajunya jangan sampai ada noda,awas kalau tidak becus". Ancamnya lagi, membuat Mia mengepalkan kedua tangannya."Cuci pakaian yang berwarna putih, kucek yang bersih jangan lelet. Pakaian yang warna lainnya,bisa menggunakan mesin cuci sambil nyapu dan pel. Beres-beres rumah itu, harus cekatan jangan lemot kaya siput. Bisa ngerjain tugas 3 sekaligus, Mia". Sahut ibu mertuanya, menggeleng kepala melihat tumpukan piring kotor di wastafel."Astaga! Kamu enak banget yah, Mia. Kerjaan mu apa sih,di rumah ini? Lihatlah, cucian piring kotor menumpuk seperti ini. Mana meja makan berantakan sekali, tempat sampah menggunung juga". Adel, semakin mengompori ibu mertuanya agar semakin marah kepada Mia."Mia,Mia, istri macam apa kamu ha? Sampah sudah menumpuk segunung,mana bau lagi. Pantesan Herman, marah kepada mu mentang-mentang cedera serius di bagian kaki dan seenaknya beli makanan di luar. Namanya pemborosan Mia, sebagai istri harus bisa mengatur keuangan suami. Biar aku bilang kepada Herman,jangan lagi memberikan nafkah uang kepadamu. Keenakan dong,kamu menikmati jerih payah anakku". Bu Ratih, mendelik tajam ke arah Mia yang sibuk mencuci pakaian.Mia, beberapa kali menyeka air matanya hatinya sakit mendengar omelan dari ibu mertuanya. Mereka sama-sama tidak memiliki perasaan sedikitpun,ketika dirinya dalam kesakitan seperti ini. "Benar bu,jangan sampai Herman di manfaatkan istrinya yang tidak becus ini. Semakin lama semakin ngelunjak nantinya,jangan di biarkan terus-menerus". Sambung Adel,membuka kulkas dan melihat beberapa sayuran."Nyuci bajunya cepetan, Mia! Pekerjaan mu masih banyak loh, belum nyapu, ngepel,nyuci piring,masak,nyapu halaman, kaca-kaca jendela di lap sudah berdebu". Teriak bu Ratih, sesekali mendorong kepala menantunya itu."Cukup,bu! Aku bisa mengerjakannya sendiri, tidak perlu kalian ikut campur dan ngoceh terhadap ku!" Teriak Mia,menghempas baju di tangannya. Dadanya kembang kempes menahan emosi, sungguh sakit mendengar kata-kata pedas dari ibu mertuanya.Plak!Geram dengan sikap Mia, bu Ratih melayangkan tangannya dan menampar pipi kiri menantunya itu. "Lancang sekali kamu, Mia! Aku akan mengadukan mu, kepada Herman dan memberikan kamu hukuman setimpal"."Iya,kamu menantu durhaka Mia. Berani sekali membentak ibu mertua seperti itu,aku akan menjadi saksinya nanti". Sahut Adel, meletakkan gelas di meja.Mia, memejamkan matanya sekejap. "Laporkan saja,bu! Biar kalian puas melihat ku di siksa, itukan yang kalian mau! Untuk saat ini,memang aku tidak bisa membalas kalian". Teriak Mia, sudah tak sanggup menahan dirinya."Oh, rupanya kamu menantang Mia. Baik,aku laporkan kepada Herman pulang kerja nanti". Kata bu Ratih, sedikit mendorong tubuh menantunya itu.Mia, meremas ujung bajunya dan melanjutkan pekerjaannya lagi. Membiarkan ibu mertuanya dan kakak iparnya itu. Terus-terusan mengomel tidak jelas,tak segan-segan menghina dirinya yang pincang saat ini.Berdebat dengan mereka tidak ada habisnya,malah semakin menambah masalah nanti.Selesai mencari pakaian, melanjutkan pekerjaan lainnya. Mencoba berlahan-lahan menyapu lantai, meskipun kakinya semakin sakit."Aduh...! Kamu ini,gak becus menyapu lantai. masih ada kotor ini. Mia,nyapu lantai yang benar dong". Bu Ratih, menunjukkan ada sampah di kolong meja."Iya,ini juga berusaha untuk menyapu yang benar. Kakiku semakin bu,jadi harus berlahan di gerakan". Ucap Mia, mengeluh pun tidak ada artinya di mata ibu mertuanya.Bu Ratih, tidak memperdulikan menantunya kesakitan dan terus memaksa mengerjakan tugas yang lainnya.Brakk...!Adel, sengaja mendorong ember berisi air untuk ngepel lantai. Mia, melonjak terkejut melihat aksi kakak iparnya itu."Mbak!" pekik Mia, sungguh tega yang mereka lakukan kepadanya."Apa!Kamu berani sama aku,ha?". Adel, mendorong tubuh Mia dan jatuh di lantai."Aaaarrgghh....!" Mia, meringis kesakitan matanya tertuju pada kakak iparnya. Apakah Mia, membalas dendam kepada Adel?"Gimana bu, Mia? Apa dia tidak marah-marah sama ibu,sama mbak juga?". Tanya Herman, melihat sekeliling rumah nampak bersih dan rapi. Tidak seperti pagi tadi,masih berantakan dan berdebu.Bu Ratih dan Adel, sudah merencanakan sesuatu untuk memberikan pelajaran kepada Mia. "Tenggorokan ibu serak gara-gara memarahi, Mia. Mana dia berani membentak ibu dan mbak mu, Herman. Istri mu itu, benar-benar keterlaluan terhadap kami dan suka seenaknya saja". Ucap bu Ratih,dalam hatinya tersenyum merekah."Sialan, kurang ajar sekali Mia berani membentak ibu. Aku tidak terima ini,bu". Kata Herman, mengepalkan kedua tangannya."Dia juga mencaci maki,mbak. Mentang-mentang mbak ini,punya penghasilan sendiri katanya dan seenaknya sendiri menginjak harga dirinya". Sambung Adel, menyunggingkan senyumnya dan tak sabar melihat Mia di siksa Herman. "Asalkan kamu tau, Herman. Ibu sama mbakmu,yang membereskan semua ini. Mencuci pakaian kalian, mencuci piring,ngepel,nyapu,buang sampah dan melap kaca jendela su
"Keluar kamu, Mia! Aku ingin berbicara dengan mu, keluar! Mia,keluar atau aku dobrak pintu ini!". Herman, menggedor-gedor pintu kamar sebelah yang di tempati istrinya.Pagi-pagi buta sekali, Mia menyelesaikan pekerjaan rumah agar suaminya tidak marah-marah lagi. Selesai memasak makanan untuk sarapan pagi,dia langsung mengurung diri di kamar. Tidak ingin bertemu dengan suaminya itu,masih sakit hati karena perilakunya tadi malam."Mia,keluar kamu! Mia!". Teriak Herman, berkali-kali dan menggedor-gedor pintu kamar.Ceklekk....Mia,membuka pintu kamar dan melihat suaminya sudah berpakaian rapi. Herman, langsung menyeret paksa istrinya keluar dari kamar. Lagi-lagi Mia, mendapatkan kekerasan dari suaminya sendiri."Lepaskan,mas! Tidak bisakah kamu pelan-pelan,kakiku masih sakit dan kamu memperlakukan aku seperti ini. Tidak puaskah tadi malam, menampar wajahku sampai bengkak seperti ini. Asalkan kamu tau mas,aku tidak berbohong kepada mu dan ibumu memfitnah ku". Ucap Mia, matanya berembun i
Herman dan bu Ratih, mengobrak-abrik seisi kamar dan ditempat lain. Hasilnya nihil tidak menemukan perhiasan, Mia."Mia,dimana kamu letakan perhiasan itu?" Bentak Herman,menarik lengan istrinya yang tengah mengobati luka di bagian keningnya."Sudah aku bilang,mas! Aku tidak memiliki perhiasan emas, jikapun ada memilikinya. Aku tidak akan pernah meminjam kepada ibumu,yang tukang bohong!". Mia,membalas bentakan suaminya itu.Herman, ingin menampar wajah istrinya lagi. Namun di urungkan niatnya, berusaha mengontrol dirinya. "Aku melihat mu Mia, pernah memegang perhiasan emas itu dan kami simpan di dalam kotak kecil. Kalai tidak ada perhiasan itu,kau kemana kan?" Deg!Rupanya suaminya sendiri memberitahu kepada ibunya,jika Mia memiliki perhiasan emas. "Terserah aku mas, Itukan perhiasan ku dan kamu tidak berhak atas hakku". Mia, langsung menepis tangan suaminya. Sudah pasti ingin mencekram kuat lagi, jangan harap Mia mengalah terus-terusan."Menantu durhaka kamu Mia, sudah berani sama s
Deg!Mia, terkejut melihat kedatangan suami,ibu mertua dan kakak iparnya itu. "Masuklah, ada yang kamu bicarakan dengan mu". Kata Herman, sambil menarik lengan istrinya."Ada apa sih,mas? Main tarik-tarik segala,aku bisa jalan sendiri tau". Sesekali Mia, menepis tangan suaminya itu. Pasti ada sesuatu yang tidak beres, bau-bau tidak enak ini. Apa lagi, wajah bang Lingga kusut amat."Kalau gak ditarik jalanmu itu,lamban kaya siput. Dasar pincang, sok belagu lagi". Gerutu ibu mertuanya, sungguh menyayat hati Mia."Masih betah punya istri pincang, memalukan sekali". Sambung Lingga, menyunggingkan senyumnya."Tidak perlu menghina kekurangan ku,bang. Aku seperti ini,demi menyelamatkan nyawa ibu.Nyatanya kalian seenaknya menghinaku,dasar tak punya hati". Ucap Mia, menahan air matanya."Mia,bisa diam gak? Ngomong ngelantur kemana-mana,dasar!". Bentak Herman, menarik lengan istrinya agar duduk di samping."Gak usah tarik-tarik mas,aku bisa sendiri. Sama kamu juga, gak punya hati". Lagi-lagi M
Mia, melayani sang suami sarapan pagi. Tidak ada perbincangan hangat di pagi ini, semenjak kakinya mengalami kecacatan. Herman, tidak memperdulikan istrinya dan memberikan perhatian seperti dulu.Air bening menetes di pipinya, segera mungkin di hapus. Mia, merindukan sesosok suaminya dulu. Begitu hangat kepadanya,penuh dengan kasih sayang dan cinta.Herman, mengeluarkan amplop coklat berisi uang untuk memberikan kepada sang istri. "Ini uang bulanan untukmu satu juta rupiah, sisanya untuk ku bayar cicilan dan ibu. Jangan boros-boros Mia,harus mengelola keuangan suami".Mia, menghela nafas beratnya."Istighfar mas, kamu kerasukan apa sih? Uang satu juta gak cukup buat sebulan, belum lagi bayar listrik dan keperluan lainnya. Kamu kelola saja sendiri,ogah megang uang cuman segitu". Mia, mengembalikan uang dari suaminya."Mia,jangan ngelunjak kamu! Benar kata ibu, mentang-mentang aku memanjakan mu dulu.Uang segitu gak cukup,kamu kira cari uang enak? Punya istri gak bersyukur banget sih,gak p
"Aarrrghh...Sakit mbak Adel, lepasin rambut ku!". Pekik Mia, meringis kesakitan karena rambutnya ditarik. Ya Allah,kenapa mereka menyiksa ku seperti ini? Siapapun tolonglah aku,sakit sekali."Makanya jangan sok-sokan terhadap kami, berikan sertifikat rumah ini! Aku tidak rela jika suamiku, sampai kehilangan pekerjaan gara-gara kamu!". Ucap Adel,sambil menarik rambut adik iparnya itu. Rasakan kamu Mia,aku sudah menanti momen menyiksamu seperti ini. puas rasanya aku melihat mu merintih kesakitan, makanya jangan sok-sokan terhadap kami."Aauu...Bu, tolongin aku! Sakit bu,sakit!". Mia,terus merintih kesakitan di bagian kepala dan kakinya. Ya Allah, sakit sekali. Mas Herman, apakah kamu berpihak kepada ku atau tidak? Keluargamu menyiksa ku mas,aku harap kamu membelaku."Ck,ini adalah akibatnya membangkang terhadap mertua sendiri. Tarik yang kencang Del,jangan kasih ampun biar tau rasa dia". Kata bu Ratih, menyunggingkan senyumnya.Mia,tak sanggup menahan rasa sakitnya sampai menangis terse
Brakkk...Herman, menggebrak meja makan karena kesal tidak ada makanan di tudung saji. "Mia!Mia! Ke sini kamu,Mia!". Teriaknya sekeras mungkin.Mendengar suaminya memanggil, Mia meninggal pekerjaannya dan berjalan-jalan menuju ke dapur. "Ada apa mas? Jangan teriak-teriak di sini rumah, bukan hutan loh. Apa gak mau di dengar tetangga lain,aku sibuk membereskan rumah ini".Herman, menatap tajam ke arah istrinya itu. "Mana makan malam? Aku lapar sekali,masak sambil beres-beres rumah bisa kan? Jangan membantah perkataan ku,Mia".Mia, menghela nafas panjang dan mendekati suaminya. "Asalkan mas tau,aku tidak bisa masak karena bahan ikan sayur tidak beli".Herman, semakin murka dengan istrinya itu. "Istri tidak becus kamu, Mia! Aku sudah kasih kamu uang, seharusnya kamu beli sayur dan ikan. Kau kira aku tidak lapar, sampai kamu tidak masak!". Bentaknya keras."Gimana mau belanja mas,uang yang kamu kasih di rampas ibumu. Bukan salahku loh, pergi ke rumah ibumu dan minta makan di sana. Muak! A
Lingga dan Herman, nekad pergi kediaman juragan Karto sekaligus merupakan rentenir."Wah... Kalau gak ada jaminan,aku tidak mau meminjamkan uang dengan jumlah besar. Sama saja, kalian menjaminkan rumah Mia tetapi tidak ada sertifikat rumahnya. Kalau ada sertifikat rumahnya,detik ini cair uang 100 juta". Ucap pak Karto,memang benar menginginkan rumah dan tanah milik Mia. Dia tahu,jika lahan besar dan panjang bisa menanam sawit miliknya.Lingga dan Herman,saling menoleh mendengarnya. Sudah pasti mereka tidak mendapatkan pinjaman uang."Sebenarnya, aku sangat menginginkan tanah dan rumah istrimu Herman. Aku tahu, lahannya sangat panjang ke belakang. Pas untuk menanam sawitku nanti, bakalan untung besar". Ucap pak Karto lagi."Sudah dimana-mana juragan,kami tidak menemukan sertifikat rumah itu. Apa jangan-jangan tanahnya sengketa yah,mana mungkin Mia menyimpan di tempat lain". Lingga, menggaruk-garuk pelipisnya."Tidak. Aku pernah tau, tentang tanah milik orangtuanya Mia. Tanah itu,bukan
Sebenarnya Herman, ingin sekali menunggu Rama dan Megan keluar dari hotel tersebut. Ingin mengikuti Rama pulang, mengetahui dimana tempat tinggalnya.Akan tetapi,ada orderan taksi online masuk dan harus ke tempat lokasi. Mana mungkin menolak Rezeki, suatu saat nanti bakalan ketahuan juga dan harus bersabar kali ini.Semenjak mengetahui Megan berselingkuh, Herman bersikap dingin dan tidak memberikan uang lagi. Diam-diam mengikuti Megan, mengambil bukti-bukti perselingkuhan mereka berdua.Ketika bukti sudah terkumpul jelas waktunya mencari istri sah Rama dan bersama-sama membongkar perselingkuhan mereka berdua.Herman, pertama kali melihat istri Rama rupanya seorang wanita karir dan pemimpin perusahaan. Mereka berdua bertemu di sebuah restoran ternama di kota ini,tak sabar memberitahu perselingkuhan mereka berdua."Kenalkan nama saya, Andini". Kata wanita itu, tersenyum ramah terhadap Herman."Saya Herman, seorang taksi online". Herman, menyambut uluran tangan Andini dan duduk di kursi."
Beberapa hari kemudian, Herman mulai bekerja sebagai taksi online tanpa sepengetahuan istri dan mertuanya."Mau kemana kamu, Megan?". Tanya Herman, akhir-akhir ini sang istri jarang di rumah. "Sepagi ini,kamu mau pergi tanpa menyiapkan keperluan suami. Malam tadi kamu pulang larut malam loh, sebenarnya kemana kamu?"."Hussssttttt... Terserah akulah mas,aku mau jalan-jalan sama teman-teman aku. Jangan lupa transfer uang lima juta yah,aku mau shopping mall". Kata Megan, sambil mengoles lipstik di bibirnya."Tidak. Aku sudah mentransfer uang kemarin sekitar 3 juta,jangan terlalu boros Megan. Apa kamu tidak memikirkan perasaan ku,ha? Setiap hari bekerja tanpa mengenal lelah, sedangkan kamu di rumah enak-enakan dan nongrong sama temanmu". Herman, mengusap wajahnya dengan kasar."Aduhhh...Jangan pelit-pelit sama istri mas,aku Megan bukan mantan istri mu yang diam saja. Secepatnya kamu transfer uang ke rekening ku,jangan lupa mas. Aku tidak segan-segan memberitahu sikap mu kepada kedua orang
Herman, memasuki tempat tinggal ibu kandungnya. Sangat sempit sekali, perabotan rumah tangga cuman seadanya saja. "Inilah tempat tinggal ibu, seadanya dan sempit. sedangkan kamu masih enakan, tinggal di rumah mertua". Kata bu Ratih, menyusun belanjaan tadi."Yang salah siapa,bu? Dulu,aku sudah memperingati jangan percaya dengan ucapan bang Lingga. sekarang ibu pasti menyesal bukan, coba menuruti perkataan ku dan ibu tidak akan tinggal di sini". Sahut Herman, mengusap wajahnya dengan kasar. memikirkan bagaimana nanti,jika istri dan keluarganya tau dirinya sudah di pecat dari pekerjaannya."Coba aja,kamu membayar perbulannya di juragan Karto. Ibu dan adikmu,gak bakalan di tinggal di sini. Malah Megan, enak-enakan menikmati gaji mu". Bu Ratih, menoleh ke arah anaknya itu."Ngapain aku capek-capek membayar di tempat juragan, Karto? yang menikmati uangnya siapa,bu? Lagipula sekarang aku sudah tidak memiliki pekerjaan apapun, aku tidak bisa membantu kebutuhan ibu. carilah bang Lingga, lagi
"Dani,kamu ada uang? Beras dan bahan dapur pada habis loh. Mana bayar kos bulan ini, abangmu Lingga gak pulang-pulang beberapa hari". Kata bu Ratih, mendekati anal bungsunya."Aduh...Aku capek bu, gajihan masih lama. Aku bakalan bayar tempat tinggal kita kok,kalau bahan dapur dan lainnya uangku gak bakalan cukup. Coba ibu mikir deh,cari kerja apa kek gitu". Kata Dani,mendengus dingin."Ya sudah, ibu minta sama Herman nanti". Kata bu Ratih, langsung masuk kedalam tempat tinggalnya. Mata tertuju pada tudung saji,cuman ada tempe goreng dan nasi. Mau tidak mau,memakan seadanya karena perut sudah keroncongan sejak tadi"Kenapa kehidupan ku berubah drastis seperti ini? Bahkan makan tidak sanggup beli ikan atau telor". Gumam pelan, memaksakan satu-persatu suapan ke dalam mulutnya."Lagi-lagi tempe terus, badanku kurus kering bu. Tiap hari makan seperti ini, menyebalkan sekali". Dani, memijit pelipisnya dan menatap menu makanan di depannya itu."Makan yang ada Dani,siapa tahu abangmu Lingga
"Bang,tadi bu Arin ada ke peternakan sapi?". Tanya Mia, mendongakkan kepalanya menatap wajah sang suami."Ada. Beliau meminta untuk menjemput anaknya di kampus,tapi abang sibuk banget.Lagipula abang,malas meladeni ucapan bu Arin. Apa kata orang lain dek, Dania menolak perjodohan itu. Tapi,aku mau-maunya membantu. pastilah orang-orang berpikir aneh-aneh,iyakan?". Kata Gabbar, mengecup bibir Mia."Kayanya bang, Dania nyesal menolak perjodohan itu. Aku takut bang,kalau bu Arin ngomong macam-macam sama ibumu. Takutnya meminta abang, menikahi Dania". Mia, tertunduk sedih."Ee.. Kamu ngomong apa sayang? Ibu,gak bakalan ngomong seperti itu. Lagipula yah, ibu sudah kecewa berat dengan bu Arin karena masalah itu. Satu hal lagi,abang mana mau sama Dania. Sekarang abang, bersyukur memiliki istri seperti mu". Gabbar, menangkup wajah istrinya itu."Makasih,banyak bang.Aku benar-benar takut hal itu terjadi, karena aku mencintaimu bang". Kata Mia, tersipu-sipu malu. Entah sejak kapan,cinta itu tumbu
Adel dan teman-temannya, tercengang melihat Gabbar menggesek kartu untuk membayar makanan."Ayo, kita pulang ke hotel lagi". Kata Gabbar, masih terdengar oleh mereka."Iya,bang". Jawab Mia, tersenyum manis. "Mbak Adel dan lainnya, permisi dulu yah". pamit Mia, bergandengan tangan dengan suaminya itu.Adel,nampak tak suka dengan Mia yang sok belagu. "Masa sih, mereka nginap di hotel?"."Bisa jadi, kayanya suami Mia banyak uang deh". Sahut lainnya."Gak mungkin deh,kan suaminya seorang petani doang". Bantah lainnya,sambil menikmati hidangan di meja.Duhhh... Pasti harga makanannya mahal-mahal ini,sialan Mia benar-benar menjebak ku.Batin Adel, berharap uangnya cukup membayar makanan mahal yang mereka pesan."Pssstt... Kita bayar makanan ini, patungan kan?". Tanya teman Adel,karena uangnya tidak cukup."Iya-iya,kita patungan bayarnya. Masa iya, gak patungan". Sahut Adel, yang di angguki oleh lainnya juga.********************************Puas rasanya liburan bersama sang suami, pagi-pagi
Megan, terus-terusan menepis tangan Herman yang kesal karena tidak mampu membelikan perhiasan yang di inginkan. Lebih parahnya lagi, harus kalah saing dengan Mia memiliki suami yang banyak uang."Aku sudah bilang sama kamu, uangku tinggal sedikit. Mana cukup membeli perhiasan harganya mahal sekali,jangan membuat ku pusing". Kata Herman, meninggalkan parkiran mall."Setidaknya kamu usaha kek,jangan sampai kalah sama mantan istrimu. Mau taruh dimana wajahku mas? Mia, mendapatkan suami royal dan tau sendiri berapa harga perhiasan tadi? Aku yakin sekali mas, suaminya Mia memiliki pekerjaan sampingan bukan petani semata". Megan, menaruh rasa curiga kepada suami Mia.Herman, menyipitkan bola matanya dan penasaran juga. "Palingan tabungan bertahun-tahun, atau baru jual tanah sawah suaminya Mia.Mana mungkin memiliki pekerjaan sampingan lainnya, gak yakin aku"."Menyebalkan sekali,kalah dengan Mia. Kamu manager keuangan mas, apa gak bisa minjam uangnya perusahaan sebentar? Jumlah gak banyak ko
Sepanjang perjalanan Dania, memasang wajah masam duduk di kursi bagian belakang. Sedangkan di depan Gabbar,tengah menyetir mobil dan di samping istrinya.Hati Dania memanas melihat Gabbar, begitu romantis memperlakukan istrinya. Apa lagi, Mia senyum-senyum dan malu-malu kucing.Bahkan mereka berdua tidak memperdulikan ada seseorang di belakang ,fokus menikmati perjalanan menuju kota dan saling bercanda tawa.Menyebalkan sekali, niatnya mau pamer sama teman-teman. Eee..Malah seperti ini, hilang moodku sepagi ini.Batin Dania, meremas ujung bajunya."Dania,kalau pulang dari camping mau di jemput atau gak nanti?". Tanya Gabbar,tanpa menoleh ke belakang."Boleh,apa sama istri nanti jemput aku?". Tanya Dania, berharap Mia tidak ikutan lagi."Jelaslah aku mengajak istri ku, sekalian jalan-jalan". Jawab Gabbar, langsung."Tapi,kalau istrinya Gabbar ikut bakalan gak muat nanti. Soalnya ada beberapa teman yang ikut, sekalian anterin mereka pulang ke rumah masing-masing". Alibi Dania,agar Mia ti
Bu Arin, tak sabar menunggu kedatangan anaknya yang meminta bantuan kepada Gabbar besok hari.Dania,yang baru pulang langsung di tarik oleh ibunya. "Ada apa,bu? Main tarik-tarik saja, mau jatuh ni"."Aduhh... Gimana tadi? Gabbar,mau gak ngantar kamu besok ke kampus?". Tanya bu Arin, tersenyum sumringah.Awalnya Dania,memang tidak tertarik dengan Gabbar karena penampilannya yang udik. Sekarang baru di akuinya, Gabbar sudah mengubah penampilannya setelah menikah. Bahkan jauh lebih tampan dari biasanya, tidak mengenakan pakaian udik lagi. "Mau, besok pagi jemput ke sini". Jawabnya."Bagus-bagus jadi,ini adalah permainan pertama. Kapan-kapan lagi, ibu meminta bantuan kepada Gabbar untuk menjemputmu di kampus.Berlahan-lahan akan terdengar gosip yang beredar, tentang kamu dan Gabbar. Apa lagi, Gabbar seringkali bersama mu dan rumah tangganya dengan Mia hancur. Kesempatan ibu, mempengaruhi pikiran bu Sarmi untuk menyatukan kalian. Kamu sih, kenapa kemarin menolak perjodohan ini? Sekarang apa