Adel, tercengang yang menampar wajahnya adalah ibu mertuanya sendiri.Sedangkan di ambang pintu adik iparnya,Mia yang tersenyum manis ke arahnya."Mia, ngapain kamu ke sini?". Tanya Herman, kebingungan atas kedatangan istrinya."Aku sudah lama menunggu mu,mas. Token listrik habis mas,aku perlu uang untuk membelinya. Mana uang bulanan ku,mas?". Mia, menadah tangannya ke depan sang suami.Mia, mendelik ke arah kakak iparnya masih mengelus-elus pipinya itu. "Gimana mbak, rasanya di tampar? Enak pasti yah,kasian sekali". Ejek Mia, menyunggingkan senyumnya."Kamu bisa nunggu aku pulang, Mia. Kaki pincang sok-sokan kemana-mana,yang ada membuat orang susah". Gerutu Herman, tidak menyukai kedatangan istrinya."Diam kamu, Mia! Semua ini, gara-gara kamu tidak memberikan sertifikat rumah itu!". Bentaknya Adel, matanya memerah habis menangis."Aku tidak mau mbak,karena hartaku satu-satunya". Kata Mia, menoleh ke arah ibu mertuanya nampak kesal."Mana mas,uang bulananku? Kalau tidak ada,jangan minta
"Bagaimana bang,dapat uangnya?". Tanya Herman, setelah pulang dari kerja langsung mampir ke rumah ibunya. Jam dinding menunjukkan pukul 6 sore, sebentar pagi mau adzan magrib. Makan Malam dulu,baru pulang kerumah istrinya."Gak dapat, warisan keluarganya sudah di jual. Bahkan tanah warisannya milik Adel,di sita sama rentenir karena abangnya tak mampu bayar bulanannya. Satu-satu harapannya adalah sertifikat rumah ibu,tapi kamu tau sendiri bersikukuh tidak mau mengasih sertifikat rumah ini". Lingga, mondar-mandir tak karuan. Besok alasan apa lagi,agar dia dan keluarganya percaya. Kenapa serumit ini,sih? coba kalau Mia, dengan keihklasan sertifikat rumahnya. Pasti urusan ku sudah selesai, bahkan ongkang-ongkang santai."Ibu,gak setuju dengan idemu. Mau taruh dimana wajah ibu ibu, tetangga bakalan gosip". Bu Ratih,tetap mempertahankan rumahnya ini. Huuu...Semua ini, gara-gara menantu gak bisa ada yang benarnya."Mau gimana lagi bu,mbak Adel tidak ada uang sebanyak itu. Bahkan Mia, enggan
"Tidak! Aku tidak mau kehilanganmu, Liza. Lebih baik dia yang aku ceraikan, demi dirimu sayang". Lingga, menggeleng kepalanya. Mana mungkin aku melepaskan Liza,bisa hancur berantakan semuanya.Liza, tersenyum mengejek ke arah istri pertama suaminya itu. Lihatlah, istri tua suamimu malah memilih ku yang segala-galanya ini.Batinnya.Adel, terkejut mendengar ucapan sang suami demi wanita ini. Dia rela meninggalkan dirinya,tanpa memperdulikan hatinya sakit sekali. "Mas! Kamu ngomong apa sih, aku tidak mau bercerai dengan mu. Mentang-mentang dia kaya begitu, meninggalkan aku ini"."Adel,kamu diam! Makanya jadi istri yang becus dong, jadinya suami gak betah sama kamu". Sahut bu Ratih, tentu membela mantu kaya raya. Tentu saja,aku memilih mantu dari kaya raya,ibunya memiliki gelang emas banyak sekali"Benar kata ibu,mbak. Dulu bang Lingga pulang merantau,bukan melayani suami. Malah pulang ke rumah orangtua, berfoya-foya dengan jerih payahnya". Sambung Mia, menyudutkan kakak iparnya. Semakin
Hari demi hari berlalu, Mia semakin dingin dengan suaminya. Begitu juga dengan Herman, lebih banyak waktu di rumah ibunya makan dan tidur juga.Ceklekk...Pintu rumah di buka oleh Herman,nampak wajah kusut. Matanya tertuju pada istrinya,tengah menikmati semangkuk bakso.Mia, tidak memperdulikan kedatangan suaminya. Lebih menikmati bakso, sambil menonton televisi.Herman,duduk lemas di samping istrinya dan melirik Mia. Perutnya keroncongan sejak mencium aroma bakso, terlihat sangat lezat sekali."Uang darimana kamu bisa membeli bakso?". Tanya Herman, penasaran darimana istrinya mendapatkan uang."Kerja". Jawab Mia,sinis."Ck,kerja dimana Mia? Mana ada orang menerima kamu bekerja, kondisi kamu pincang". Herman, tidak memperdulikan perasaan istrinya itu."Jangan menghina kekuranganku, mas. Aku seperti ini,demi menyelamatkan ibumu loh. Selagi kita berusaha sendiri, pasti mendapatkan pekerjaan yang layak untuk ku". Mia, tersenyum mengejek ke arah suaminya itu."Ck, palingan kerja serabuta
Mia, tidak memperdulikan keluarga suaminya itu. Tidak tahu,kakak iparnya mendapatkan uang darimana untuk istri barunya. Dengar-dengar Adel, masih di rumah mertuanya itu."Gimana mas,bang Lingga dapat uangnya?". Tanya Mia, Kebetulan suaminya baru datang."Malah nanya macam-macam, suami datang bukannya di suguhkan kopi kek". Sungguh Herman,duduk lemas di lantai nampak jelas raut wajahnya kusut."Gimana mau bikin kopi, semuanya serba habis mas". Jawab Mia, tersenyum kecil."Ck,bilangnya sok-sokan kerja tapi gak bisa beli bahan dapur". Herman, menoleh ke arah istrinya itu."Kamu sendiri taulah, penghasilan cukup buat aku mas. Gak mungkin kan,aku mencukupi kebutuhan mu ini. Nanti malah kamu yang menumpang hidup sama aku, buktinya masih balik kerumah ini". Jawab Mia, membuat wajah suaminya marah padam."Aaaarrgghh.... Tidak bisakah kamu meringankan beban pikiran ku,ha?". Bentak suaminya, dengan tatapan tajam."Memangnya beban pikiran apa,mas? Kehidupan mu enak banget sudah,punya pekerjaan,g
Herman,duduk lemas di sofa ruang tamu. Sang ibu, meletakkan teh hangat untuk anaknya itu. "Herman, besok ada acara arisan di rumah ini. Jangan lupa bilangin sama istri mu buat bantuin-bantu,ibu. Sekalian deh,ibu minta uang buat beli makanan dan cemilan buat arisan gak banyak sejuta saja".Herman, mengerutkan keningnya mendengar ucapan sang ibu. "Loh, ngapain minta uang sama aku lagi bu. Aku sudah memberikan jatah 3 juta loh,gak ada uang untuk ibu". Tolaknya langsung."Loh, uang 3 juta buat kebutuhan sehari-hari ibu. Kalau ini, jelaslah beda Herman. Sudahlah,mana uangnya jangan banyak bantah ibu". Bu Ratih, langsung menadah tangan ke depan anaknya."Ibu, tau sendirilah gimana pengeluaran aku di rumah ini. Minta sama bang Lingga,atau mbak Adel. Uangku pas-pasan bayar ini,itu,bang Lingga belum tentu mau bayar sertifikat rumah ini". Herman, tidak menyanggupi permintaan ibunya."Ya sudah,ibu minta tolong sama abangmu. Terus,jangan bilang sama istri mu buat bantuin ibu besok". Bu Ratih, men
Sepulang dari bekerja di rumah pak RT,rupanya ada ibu mertua tengah menunggu kepulangan Mia. Kedatangan ibu mertuanya, sudah merasakan firasat buruk yang akan di hadapinya itu."Masuk,bu". Kata Mia, sudah membuka pintu rumahnya. Nampak jelas raut wajah ibu mertuanya, tidak menyukainya dan melongos masuk kedalam.Ngapain lagi sih,nenek lampir mampir segala. Anak sama ibu sama,bikin hidupku gak tenang.Batin Mia."Lama banget sih, pulang kerjanya lumutan kaki ni nungguin kamu. Cepetan sana, bikinkan minuman dingin biar seger daripada sumpek di sini. Jangan malas melayani ibu mertua,cukup jadi istri durhaka saja". Ucap bu Ratih, menyunggingkan senyumnya.Mia, bersikap biasa menghadapi sikap ibu mertuanya itu. "Di dapur gak ada apa-apa,bu. Bukannya jatah bulanan di kasih sama ibu, makanya di dapur kosong melompong. Mau air putih? Bentar yah,aku ambilkan"."Katanya kerja kamu,masa ngisi bahan dapur gak ada. Percuma dong,kerja gak punya apa-apa". Cibir bu Ratih, mengikuti menantunya ke dapur
"Gimana bu, Mia atau mbak Adel mau bantuin hari ini?". Tanya Herman,baru datang bekerja dan langsung kerumah ibunya untuk makan malam. Jika dirinya langsung pulang,mana ada makanan di rumah karena istrinya tidak masak."Gak ada. Mereka berdua bikin kesal saja, Adel mana mau menolong ibu semenjak Lingga menikah lagi". Jawab bu Ratih, mendengus dingin."Yah...Sabar aja bu,ada kabar tentang bang Lingga gak?". Tanya Herman, was-was takut sang kakak meninggalkan tanggung jawabnya."Gak ada juga, nomornya tidak aktif". Jawab bu Ratih, dengan kesalnya. "Bukannya Lingga, mau mengadakan pesta pernikahan? Terus,kenapa gak kabarin kita?".Herman, menggaruk-garuk kepalanya. "Apa jangan-jangan bang lingga,kena tipu yah?"."Alah...Mana mungkin abangmu kena tipu,ngawur kamu ini. Herman,besok bawa istri mu ke sini untuk masak dan beberes rumah sekalian di rumah ibu. Bi Fatma,mau pulang kampung katanya ngambil cuti". Perintah sang ibu, yang hobi santai-santai tidak mengerjakan apapun di rumah. "Kalau
Sebenarnya Herman, ingin sekali menunggu Rama dan Megan keluar dari hotel tersebut. Ingin mengikuti Rama pulang, mengetahui dimana tempat tinggalnya.Akan tetapi,ada orderan taksi online masuk dan harus ke tempat lokasi. Mana mungkin menolak Rezeki, suatu saat nanti bakalan ketahuan juga dan harus bersabar kali ini.Semenjak mengetahui Megan berselingkuh, Herman bersikap dingin dan tidak memberikan uang lagi. Diam-diam mengikuti Megan, mengambil bukti-bukti perselingkuhan mereka berdua.Ketika bukti sudah terkumpul jelas waktunya mencari istri sah Rama dan bersama-sama membongkar perselingkuhan mereka berdua.Herman, pertama kali melihat istri Rama rupanya seorang wanita karir dan pemimpin perusahaan. Mereka berdua bertemu di sebuah restoran ternama di kota ini,tak sabar memberitahu perselingkuhan mereka berdua."Kenalkan nama saya, Andini". Kata wanita itu, tersenyum ramah terhadap Herman."Saya Herman, seorang taksi online". Herman, menyambut uluran tangan Andini dan duduk di kursi."
Beberapa hari kemudian, Herman mulai bekerja sebagai taksi online tanpa sepengetahuan istri dan mertuanya."Mau kemana kamu, Megan?". Tanya Herman, akhir-akhir ini sang istri jarang di rumah. "Sepagi ini,kamu mau pergi tanpa menyiapkan keperluan suami. Malam tadi kamu pulang larut malam loh, sebenarnya kemana kamu?"."Hussssttttt... Terserah akulah mas,aku mau jalan-jalan sama teman-teman aku. Jangan lupa transfer uang lima juta yah,aku mau shopping mall". Kata Megan, sambil mengoles lipstik di bibirnya."Tidak. Aku sudah mentransfer uang kemarin sekitar 3 juta,jangan terlalu boros Megan. Apa kamu tidak memikirkan perasaan ku,ha? Setiap hari bekerja tanpa mengenal lelah, sedangkan kamu di rumah enak-enakan dan nongrong sama temanmu". Herman, mengusap wajahnya dengan kasar."Aduhhh...Jangan pelit-pelit sama istri mas,aku Megan bukan mantan istri mu yang diam saja. Secepatnya kamu transfer uang ke rekening ku,jangan lupa mas. Aku tidak segan-segan memberitahu sikap mu kepada kedua orang
Herman, memasuki tempat tinggal ibu kandungnya. Sangat sempit sekali, perabotan rumah tangga cuman seadanya saja. "Inilah tempat tinggal ibu, seadanya dan sempit. sedangkan kamu masih enakan, tinggal di rumah mertua". Kata bu Ratih, menyusun belanjaan tadi."Yang salah siapa,bu? Dulu,aku sudah memperingati jangan percaya dengan ucapan bang Lingga. sekarang ibu pasti menyesal bukan, coba menuruti perkataan ku dan ibu tidak akan tinggal di sini". Sahut Herman, mengusap wajahnya dengan kasar. memikirkan bagaimana nanti,jika istri dan keluarganya tau dirinya sudah di pecat dari pekerjaannya."Coba aja,kamu membayar perbulannya di juragan Karto. Ibu dan adikmu,gak bakalan di tinggal di sini. Malah Megan, enak-enakan menikmati gaji mu". Bu Ratih, menoleh ke arah anaknya itu."Ngapain aku capek-capek membayar di tempat juragan, Karto? yang menikmati uangnya siapa,bu? Lagipula sekarang aku sudah tidak memiliki pekerjaan apapun, aku tidak bisa membantu kebutuhan ibu. carilah bang Lingga, lagi
"Dani,kamu ada uang? Beras dan bahan dapur pada habis loh. Mana bayar kos bulan ini, abangmu Lingga gak pulang-pulang beberapa hari". Kata bu Ratih, mendekati anal bungsunya."Aduh...Aku capek bu, gajihan masih lama. Aku bakalan bayar tempat tinggal kita kok,kalau bahan dapur dan lainnya uangku gak bakalan cukup. Coba ibu mikir deh,cari kerja apa kek gitu". Kata Dani,mendengus dingin."Ya sudah, ibu minta sama Herman nanti". Kata bu Ratih, langsung masuk kedalam tempat tinggalnya. Mata tertuju pada tudung saji,cuman ada tempe goreng dan nasi. Mau tidak mau,memakan seadanya karena perut sudah keroncongan sejak tadi"Kenapa kehidupan ku berubah drastis seperti ini? Bahkan makan tidak sanggup beli ikan atau telor". Gumam pelan, memaksakan satu-persatu suapan ke dalam mulutnya."Lagi-lagi tempe terus, badanku kurus kering bu. Tiap hari makan seperti ini, menyebalkan sekali". Dani, memijit pelipisnya dan menatap menu makanan di depannya itu."Makan yang ada Dani,siapa tahu abangmu Lingga
"Bang,tadi bu Arin ada ke peternakan sapi?". Tanya Mia, mendongakkan kepalanya menatap wajah sang suami."Ada. Beliau meminta untuk menjemput anaknya di kampus,tapi abang sibuk banget.Lagipula abang,malas meladeni ucapan bu Arin. Apa kata orang lain dek, Dania menolak perjodohan itu. Tapi,aku mau-maunya membantu. pastilah orang-orang berpikir aneh-aneh,iyakan?". Kata Gabbar, mengecup bibir Mia."Kayanya bang, Dania nyesal menolak perjodohan itu. Aku takut bang,kalau bu Arin ngomong macam-macam sama ibumu. Takutnya meminta abang, menikahi Dania". Mia, tertunduk sedih."Ee.. Kamu ngomong apa sayang? Ibu,gak bakalan ngomong seperti itu. Lagipula yah, ibu sudah kecewa berat dengan bu Arin karena masalah itu. Satu hal lagi,abang mana mau sama Dania. Sekarang abang, bersyukur memiliki istri seperti mu". Gabbar, menangkup wajah istrinya itu."Makasih,banyak bang.Aku benar-benar takut hal itu terjadi, karena aku mencintaimu bang". Kata Mia, tersipu-sipu malu. Entah sejak kapan,cinta itu tumbu
Adel dan teman-temannya, tercengang melihat Gabbar menggesek kartu untuk membayar makanan."Ayo, kita pulang ke hotel lagi". Kata Gabbar, masih terdengar oleh mereka."Iya,bang". Jawab Mia, tersenyum manis. "Mbak Adel dan lainnya, permisi dulu yah". pamit Mia, bergandengan tangan dengan suaminya itu.Adel,nampak tak suka dengan Mia yang sok belagu. "Masa sih, mereka nginap di hotel?"."Bisa jadi, kayanya suami Mia banyak uang deh". Sahut lainnya."Gak mungkin deh,kan suaminya seorang petani doang". Bantah lainnya,sambil menikmati hidangan di meja.Duhhh... Pasti harga makanannya mahal-mahal ini,sialan Mia benar-benar menjebak ku.Batin Adel, berharap uangnya cukup membayar makanan mahal yang mereka pesan."Pssstt... Kita bayar makanan ini, patungan kan?". Tanya teman Adel,karena uangnya tidak cukup."Iya-iya,kita patungan bayarnya. Masa iya, gak patungan". Sahut Adel, yang di angguki oleh lainnya juga.********************************Puas rasanya liburan bersama sang suami, pagi-pagi
Megan, terus-terusan menepis tangan Herman yang kesal karena tidak mampu membelikan perhiasan yang di inginkan. Lebih parahnya lagi, harus kalah saing dengan Mia memiliki suami yang banyak uang."Aku sudah bilang sama kamu, uangku tinggal sedikit. Mana cukup membeli perhiasan harganya mahal sekali,jangan membuat ku pusing". Kata Herman, meninggalkan parkiran mall."Setidaknya kamu usaha kek,jangan sampai kalah sama mantan istrimu. Mau taruh dimana wajahku mas? Mia, mendapatkan suami royal dan tau sendiri berapa harga perhiasan tadi? Aku yakin sekali mas, suaminya Mia memiliki pekerjaan sampingan bukan petani semata". Megan, menaruh rasa curiga kepada suami Mia.Herman, menyipitkan bola matanya dan penasaran juga. "Palingan tabungan bertahun-tahun, atau baru jual tanah sawah suaminya Mia.Mana mungkin memiliki pekerjaan sampingan lainnya, gak yakin aku"."Menyebalkan sekali,kalah dengan Mia. Kamu manager keuangan mas, apa gak bisa minjam uangnya perusahaan sebentar? Jumlah gak banyak ko
Sepanjang perjalanan Dania, memasang wajah masam duduk di kursi bagian belakang. Sedangkan di depan Gabbar,tengah menyetir mobil dan di samping istrinya.Hati Dania memanas melihat Gabbar, begitu romantis memperlakukan istrinya. Apa lagi, Mia senyum-senyum dan malu-malu kucing.Bahkan mereka berdua tidak memperdulikan ada seseorang di belakang ,fokus menikmati perjalanan menuju kota dan saling bercanda tawa.Menyebalkan sekali, niatnya mau pamer sama teman-teman. Eee..Malah seperti ini, hilang moodku sepagi ini.Batin Dania, meremas ujung bajunya."Dania,kalau pulang dari camping mau di jemput atau gak nanti?". Tanya Gabbar,tanpa menoleh ke belakang."Boleh,apa sama istri nanti jemput aku?". Tanya Dania, berharap Mia tidak ikutan lagi."Jelaslah aku mengajak istri ku, sekalian jalan-jalan". Jawab Gabbar, langsung."Tapi,kalau istrinya Gabbar ikut bakalan gak muat nanti. Soalnya ada beberapa teman yang ikut, sekalian anterin mereka pulang ke rumah masing-masing". Alibi Dania,agar Mia ti
Bu Arin, tak sabar menunggu kedatangan anaknya yang meminta bantuan kepada Gabbar besok hari.Dania,yang baru pulang langsung di tarik oleh ibunya. "Ada apa,bu? Main tarik-tarik saja, mau jatuh ni"."Aduhh... Gimana tadi? Gabbar,mau gak ngantar kamu besok ke kampus?". Tanya bu Arin, tersenyum sumringah.Awalnya Dania,memang tidak tertarik dengan Gabbar karena penampilannya yang udik. Sekarang baru di akuinya, Gabbar sudah mengubah penampilannya setelah menikah. Bahkan jauh lebih tampan dari biasanya, tidak mengenakan pakaian udik lagi. "Mau, besok pagi jemput ke sini". Jawabnya."Bagus-bagus jadi,ini adalah permainan pertama. Kapan-kapan lagi, ibu meminta bantuan kepada Gabbar untuk menjemputmu di kampus.Berlahan-lahan akan terdengar gosip yang beredar, tentang kamu dan Gabbar. Apa lagi, Gabbar seringkali bersama mu dan rumah tangganya dengan Mia hancur. Kesempatan ibu, mempengaruhi pikiran bu Sarmi untuk menyatukan kalian. Kamu sih, kenapa kemarin menolak perjodohan ini? Sekarang apa