Alva Alexander mengeryit heran saat melihat apartemennya dalam keadaan sepi dan televisi di ruangan tengah menyala tanpa ada yang menontonnya. Segera saja Alva meletakkan kotak kue Red velvet pesanan Zetta di meja dan mengedarkan pandangan."Arzetta!!" Seruannya menggema bersamaan dengan kakinya yang tergesa memeriksa setiap ruangan yang ada di sana. Tapi nihil, Zetta sama sekali tidak terlihat.Alva mengacak rambutnya dan mencoba menghubungi ponsel Zetta tapi tidak tersambung membuat Alva semakin panik."AHH SIAL!!!" umpatnya kesal.Kenapa dia tidak menyuruh salah satu anak buahnya untuk berjaga-jaga di sekitar apartemennya. Berbagai macam prasangka dan pikiran buruknya mulai terbayang karena memang sebelum ini wanita itu selalu izin padanya kalau mau kemana-mana.Alva terduduk di sofa memegangi kepalanya dengan kedua tangannya khawatir. Seperti tersadar dia lalu berdiri dan keluar dari apartemen turun ke lobbi mencoba untuk mencari tahu ke resepsionis Apartemen.Saat dia sudah sampa
Alva Alexander bergegas keluar untuk melihat apa yang sedang terjadi berharap kalau itu tidak ada hubungannya dengan Arzetta. Kerumunan orang di luar adalah hal pertama yang di lihatnya. Hujan sudah berhenti beberapa saat lalu meninggalkan jalanan basah dan licin.Alva mengedarkan pandangan, menyibak kerumunan orang dan terdiam melihat kecelakaan tunggal yang terjadi di dekat persimpangan. Alva mundur masih sambil mencari di sekelilingnya sampai dia menangkap sosok itu berdiri di sisi lain jalan tepatnya di depan cafe langganannya juga sedang berusaha untuk melihat apa yang terjadi.Sontak saja Alva dihinggapi perasaan lega. Dia langsung berlari menyebrang jalan dan mendekat."Zetta," teriaknya.Zetta menoleh saat mendengar panggilannya dan langsung tersenyum lalu melangkah mendekatinya. Alva langsung memeluknya begitu Zetta berada di hadapannya."Astaga, aku mencarimu kemana-mana Zetta," katanya seraya mengusap kepalanya lalu mengurai pelukannya memperhatikan keseluruhan tubuh Zetta
Flashback On"Mam, kenapa Alva Alexander selalu terlihat murung dan sendirian di sana?"Zetta kecil yang duduk di kursi penumpang di samping Mamanya yang fokus menyetir mobil bertanya sepulangnya mereka dari kediaman Oma Elena. Mamanya menoleh sekilas, mengulurkan sebelah tangan untuk mengusap kepalanya seraya tersenyum."Kamu memperhatikannya sayang?"Zetta merengut lucu, "Aku hanya melihatnya dari jauh.""Kenapa tidak mendekatinya dan bertanya sendiri?"Tanpa sadar wajah Zetta kecil merona merah, kakinya berayun-ayun dengan kedua tangan terangkat ketika melihat kumpulan awan-awan putih yang berarak di langit dari kaca depan mobil. Seakan-akan tangannya yang mungil mampu menggapai awan-awan itu."Dia terlalu tampan."Mamanya tertawa dan menggelengkan kepala. Zetta menoleh tambah merengut, "Zetta tidak pernah punya teman seperti dia di rumah Mam. Rei dan Tom jelek."Mamanya semakin nyaring tertawa masih dengan tangan yang sibuk dengan setir mobilnya. Berusaha fokus dengan ocehan gadis
Zetta tersenyum , duduk di samping Alva setelah lelaki itu menggeserkan kursinya. Gabriell hanya menatap semua senyuman keluarga yang dicintainya dalam diam. Betapa bersyukurnya karena sekarang keadaan sudah berjalan dengan baik. Anak lelakinya akan menjadi lelaki yang sesungguhnya bukan lagi seorang lelaki yang sibuk dengan wanita-wanita tidak jelas. Zetta lebih seperti penyeimbang untuk Alva sama seperti Sonia baginya. Tidak ada keraguan akan keyakinanya. Dia hanya harus bersabar sedikit lagi sampai mereka berdua menikah.Gabriell yakin Alva sudah memikirkan rencana romantis untuk melamar Zetta.Mereka berempat makan seraya bercanda tapi lebih banyak menertawakan ekspresi Zetta yang baru pertama kali mencoba semua masakan Indonesia itu. Melihat binar matanya yang amat senang saat Zetta memakan martabak india dengan rendangnya lalu ketagihan. Semua yang ada di sana bahagia, tentu saja.Sonia merasakan perasaannya tenang saat melihat interaksi yang terjadi antara Alva dan Zetta. Untuk
Alva Alexander melangkah ringan turun dari kamarnya menuju ke dapur saat mencium bau harum menggugah selera makannya dan menemukan Zetta yang sedang membuat sarapan. Alva tersenyum lebar begitu bersyukur dengan perkembangan hubungannya dengan Zetta belakangan ini. Meskipun masih ada beberapa hal yang meresahkannya.Sebelum dia meminta Zetta untuk menjadi istrinya secara resmi, dia mau melakukan beberapa hal yang dia pikir harus dia lakukan agar semuanya berjalan sebagaimana mestinya. Dan sekaranglah saat yang tepat untuk melakukannya. Sejak beberapa hari lalu, Alva sudah mulai memperlihatkan kepada dunia siapa wanita yang saat ini tengah menjadi kekasihnya sebelum dia mengumumkannya secara resmi nanti dalam acara Gala dinner itu. Mereka sudah mulai go public. Meskipun Zetta merasa keberatan karena beritanya pasti akan begitu di sorot dan mendapat caci maki dari wanita-wanita penggemarnya. Memangnya siapa yang peduli dengan pendapat mereka?Alva mendekati Zetta dan memeluknya dari bela
"Bagaimana keadaanmu?"Alva duduk di bangku kayu menghadap ke taman indah di salah satu sudut bangunan pusat rehabilitasi sambil memegang sekotak rokok yang dia mainkan di tangannya. Lebih memilih menatap kejauhan pada beberapa orang yang terlihat sama seperti mereka saat ini -- duduk seraya berbincang -- meskipun Alva sama sekali tidak menatap lawan bicaranya. Seakan-akan mereka duduk tidak saling mengenal."Baik sekali Alva Alexander datang jauh-jauh dari New York untuk menanyakam keadaanku." Jason sedikit terbahak. Duduk melipat lengannya di sana."Kamu tahu dengan jelas bukan itu maksud kedatanganku ke sini.""Zetta tidak ikut?"Alva tersenyum miring meski Jason tidak tertarik melihat wajahnya, "Berdoa saja semoga dia cepat memaafkanmu."Jason menggelengkan kepala dan tertawa seakan ada yang lucu dari pembicaraan mereka."Dulu, ketika Zetta masih berada di dalam jangkauanku dan tidak ada pengganggu sepertimu, aku sudah merencanakan sebuah lamaran untuknya meskipun aku harus berju
Dulu, Alva merasa kehilangan dan menyesal setelah dia meninggalkan Arzetta dalam keadaan menangis di taman dekat rumah Oma Elena saat mengetahui kalau gadis kecil itulah yang selalu meninggalkan permen dan coklat di setiap kunjungannya dan memberikan anjing kecil bernama Bruno yang menjadi teman bermainnya. Dia terlambat mengetahui dan meminta maaf karena setelah hari itu Alva tidak pernah lagi bertemu dengannya.Selama dua minggu lamanya, Alva selalu terbayang dengan wajah penuh tangisan Zetta setelah dia bentak karena memeluk Bruno tanpa izin padahal gadis itulah yang memberikannya. Alva memang tidak memiliki teman karena orang tuanya begitu protektif padanya jadi saat ada seseorang yang perhatian dan memberikan anjing kecilnya, Alva merasa senang bukan main.Hari itu, seharusnya dia sudah pulang ke rumahnya sendiri tapi dia bersikeras untuk tetap tinggal menunggu gadis kecilnya. Sebelumnya dia memang tidak terlalu nampak peduli dengan keberadaannya di dalam rumah juga karena Zetta
Kenzi melonggarkan kerah kemeja dan dasi yang di pakainya seraya membuka pintu dan masuk ke dalam kantornya setelah selesai memimpin rapat manajemennya. Alis tebalnya terangkat saat melihat sekotak bekal makan siang yang di letakkan di atas meja kerjanya. Istrinya pasti datang ke sini dan meletakkannya di sana saat dia sedang rapat. Kenzi duduk di kursi besarnya, merenggangkan otot-ototnya lalu menyandar di sana mengangkat kotak itu di depan wajahnya dan tersenyum.Amira itu sebenarnya istri yang manis, penurut dan berusaha untuk selalu memenuhi semua kebutuhannya ketika dia sudah tidak lagi memiliki pilihan lain selain menjadi istrinya. Hanya saja, Ken mencintai Eliana sejak dulu dan masih tetap menyimpan amarah di dalam hatinya untuk Amira hingga membuat mereka terjebak dalam pernikahan.Tapi belakangan ini, ada sesuatu yang terasa lain menyusup di dadanya. Setiap malam saat Amira tidur di sampingnya yang selalu dia puggungi karena lebih memilih melihat ke arah lain selain wajah Ami
London, Enam tahun kemudian,Arzetta duduk memandangi megahnya London Eye yang bercahaya biru indah di kejauhan dengan senyuman mengembang di wajah. Terpaan angin malam musim semi menerbangkan helaian rambut panjangnya yang kemudian dia rapikan dengan tangan. Diedarkannya pandangan ke sekelilingnya yang ramai seraya menunggu.Semenjak menikah dan memiliki seorang putri, Arzetta tidak habis-habisnya merasa bersyukur karena bisa merasakan perasaan bahagia tidak terkira dengan berkah yang diberikan padanya. Mengingat perjuangan panjang mereka yang tidak mudah di lalui untuk bisa bersama sampai akhirnya menikah.Masa lalu sebentuk kenangan yang akan tetap terpatri di dalam ingatannya sampai kapanpun. Kadang di saat malam ketika dia terbangun dan mendapati Alva sedang tertidur pulas sambil memeluk putri kecilnya yang tidur di antara mereka membuatnya meneteskan air mata bahagia. Tidak ada hal lain yang diinginkan Zetta selain kebahagiaan suami dan putrinya.Alva Alexander sendiri sudah ber
"Di mana mereka?" desis Alva dengan tangan terkepal saat menemukan Gevan, Zafier dan Jeremy di lobby hotel."Wuih cepet banget kamu—""DI MANA MEREKA?" bentak Alva seraya menarik kerah kemeja Zafier dengan amarah."Oke. Tenangkan dirimu, Bung," sela Gevan."Bagaimana aku bisa tenang kalau ada lelaki lain yang mengganggu Istriku?" ucapnya seraya melepaskan cekalannya dan mengacak rambutnya sendiri.Gevan berdecak, "Mungkin dia client-nya Zetta.""Ah, bodoh amat! Aku harus naik ke atas dan mencari tahu.""Kita temani," ucap Jeremy yang langsung menekan tombol lift, "Supaya kamu nggak ngamuk seperti singa.""Ahh brengsek! Makin runyam aja. Ini tuh gara-gara kalian!" Alva memukul perut Zaf, melepak kepala Gevan dan menendang kaki Jeremy dengan kesal di dalam lift yang membawa mereka ke lantai atas."Shit!" umpat Gevan sementara Jeremy mengertakkan giginya."Orang sabar di sayang Tuhan, Bung," gumam Zafier seraya memegangi perutnya yang langsung mendapat kepalan tangan Alva.Hari sudah ha
"Hmm, Sayang—" Alva mengacak rambutnya dan duduk di sofa ruang tamu rumahnya dengan penampilan yang berantakan juga bau minuman keras yang menyengat. Semalaman ketiga lelaki brengsek itu sudah memprovokasi untuk menumpahkan kekesalan karena lelaki yang mengobrol dengan Zetta itu ke minuman keras yang akhirnya membuatnya mabuk dan tidak sadarkan diri di salah satu kamar hotel sampai pagi sendirian dan harus kalang kabut pulang ke rumah dan mendapati Arzetta menunggunya di ruang tamu dengan wajah yang menyeramkan."Aku—" Alva bingung ingin menjelaskan dengan cara seperti apa supaya Zetta tidak marah."Kemarin sudah jelas aku bilang kalau kamu harus pulang satu jam lebih awal dari yang seharusnya karena kita rencananya mau ke rumah Mama. Aku sudah berusaha menghubungi kamu tapi nyatanya ponselmu tidak bisa dihubungi. Aku tidak tidur semalaman menunggu kamu pulang di sofa itu tapi ternyata kamu pulang pagi dan dalam keadaan kacau setelah mabuk seperti ini—" Zetta melipat lengannya di dad
Satu tahun kemudian, di Alexander Corp. New York "Eh setan!" Gevan refleks kaget."Eh, bokong!" ucap Zafier membuat Gevan langsung menendang kakinya."Kalian berdua sinting!" Jeremy mengatai mereka dalam bahasa Indonesia yang sekarang sukses dikuasainya."APA-APAAN INI?" sembur Alva Alexander yang tadi membuka pintu ruang kerjanya dengan kasar saat mengetahui ada tiga lelaki yang sedang asyik menikmati koleksi red wine di dalam kantornya tanpa di undang.Dia baru saja memimpin rapat direksi dan kedatangan ketiga orang terpenting dalam hidupnya itu tanpa pemberitahuan jelas membuatnya terus bertanya-tanya. Alva mendekati mereka seraya menggelengkan kepala, "Kalian nggak punya kerjaan?""Oh aku jelas orang penting yang selalu sibuk—""Sibuk bercinta maksudmu?" sela Alva menanggapi Zafier yang meminum wine dengan kaki disilangkan."Itu salah satunya," balasnya dengan santai. Alva memutar bola matanya."Kenapa sih kamu itu masuk ke kantor sendiri pakai aksi gebrak pintu model begitu sepe
"Apa?""Apanya?" Alva balik bertanya."Kenapa sejak tadi kamu memandangiku seperti itu?"Alva menaikkan alisnya, "Memandangi bagaimana?"Zetta sedikit memajukan tubuhnya dan menumpukan kedua lengannya di atas meja, "Kamu menatapku seakan-akan ingin menelanjangiku saat ini.""Ohh—" Alva terkekeh, ikut memajukan tubuhnya dan bertopang dagu di depan Zetta, "Aku memang ingin sekali merobek gaun pengantinmu ini sekarang juga bahkan sebelum kita menginjakkan kaki di Maldives, Nyonya Alva Alexander," Tatapan gairah itu tergambar jelas di mata Alva.Zetta mendengus, "Aku harus terbiasa dengan panggilan itu.""Tentu saja, aku ini Suamimu sekarang," Alva menyisir rambutnya ke belakang dengan senyuman menawan."Lalu—" Zetta meneguk Red Wine dalam sekali teguk tanpa mengalihkan tatapan dari wajah Suaminya. Lalu mengambil strawberry di tumpukan paling atas buah-buahan yang ada di samping botol Red Wine dan memakannya dengan gerakan erotis. Ia mengecup dan memakan buah itu dengan sensual tepat di d
"Katakan? Apa yang sebenarnya terjadi Zetta?" Alva menatap Zetta yang dia geret keluar dari gereja setelah menyuruh semua yang hadir di sana untuk tidak bergerak dari tempatnya sementara dia meminta penjelasan ke Zetta yang tiba-tiba muncul di siang bolong dengan busana pengantin dan tersenyum menatapnya."Kenapa kamu tiba-tiba bisa ada di sini sementara enam bulan yang lalu kamu jelas-jelas menolak kembali bersamaku bahkan menyuruhku pulang dan tidak usah mencarimu lagi?" Zetta hanya diam melihat kebingungan Alva. "Aku bahkan berpikir kalau kamu sudah menikah dengan lelaki Jepang itu!!!" "Nakamiya?" Zetta menggeleng. "Tidak. Dia guru merangkai bungaku." Alva mengerjapkan matanya, "Jadi kamu memang kursus di sana sambil menghukumku dengan membuatku terlunta-lunta di Jepang mencarimu selama lebih dari setahun?"Zetta tersenyum tanpa dosa, "Begitulah. Aku berniat membuka toko bunga di sini." Alva ternganga. "Aku pikir kamu tinggal menyuruh anak buahmu untuk mencariku. Aku sedikit ter
Alva terdiam di depan gereja katedral yang dulu menjadi tempat pilihannya saat berniat menikahi wanita yang dicintainya secara mendadak tapi tidak pernah terlaksana. Tangga gereja sudah dipercantik dengan hiasan bunga. Lebih mewah dari yang dulu di lakukannya. Pintu di depan sana tertutup. Alva tertegun sesaat.Setelah beberapa bulan ini, dia mencoba untuk merelakan meski sangat tidak rela dan belajar untuk pelan-pelan melupakan tapi tidak sanggup, saat ini semua kenangan yang dia milikki tentang Zetta menyeruak. Dadanya begitu sakit seperti di hantam ribuan godam kasat mata. Hatinya dan hidupnya sudah dia tinggalkan di Jepang. Jadi saat Mamanya menatapnya dengan tatapan frustasi dan mengatakan akan dinikahkan dengan wanita pilihannya, Alva hanya mengangguk mengiyakan. Terserah saja. Alva sama sekali tidak peduli. Tubuhnya bebas untuk dimiliki tapi tidak hatinya."Semuanya sudah menunggu Pak." Edwin membuyarkan lamunannya. "Ayo masuk."Alva berjalan dengan langkah pelan menaiki anak t
Alva masuk ke dalam gereja yang terlihat sepi itu seraya mengedarkan pandangan. Setelah bertanya sana sini akhirnya dia bisa menemukannya. Bangunannya tua tapi masih terawat dengan baik. Tiba-tiba dia terpaku memandangi satu sosok yang duduk sendirian di bagian depan terlihat sedang asyik berdoa. Alva melangkah dengan pelan dan duduk di sampingnya. Zetta menoleh dan tersentak kaget. Alva menatap ke arah depan dan mulai berdoa di sana mengabaikan Zetta yang diam memandanginya."568 hari atau 13.632 jam aku berkelana di Jepang untuk mencarimu Zetta," desah Alva. "Tolong dengarkan dulu perkataanku kali ini." Alva menoleh dan melihat mata abu-abu itu memandanginya dalam diam lalu Zetta menghela napasnya dan duduk bersandar di sana memilih menghadap ke depan."Aku memberimu satu kesempatan untuk berbicara. Setelah itu kamu harus kembali ke New York dan jangan mencariku lagi."Alva diam. Zetta menunggu. "Apa kamu bahagia di sini?" Alva yang juga melihat ke depan berkata lirih membuat Zetta
Kyoto, Jepang.2 Minggu kemudian,Alva menggenggam erat secarik kertas di tangannya saat memandangi toko bunga di hadapannya. Jantungnya berdetak kencang membayangkan bagaimana reaksi Zetta saat dia akhirnya menemukannya setelah melalui waktu yang tidak sebentar untuk mencarinya. Tidak peduli meski tangan kirinya di perban karena patah tulang setelah bertabrakan dengan pengendara sepeda waktu itu dan harus dirawat di rumah sakit.Akhirnya dia menemukan toko bunga itu yang siang ini terlihat ramai pengunjung. Bertanya-tanya dalam hati, apa yang sedang Zetta lakukan di sana? Kursus merangkai bunga?Alva menarik napasnya lalu menghembuskannya dan bergerak masuk ke dalam toko yang langsung di sambut seorang wanita muda berwajah oriental yang mengikat satu rambutnya ke atas membentuk kuncir kuda."Ada yang bisa dibantu?" bahasa inggrisnya lancar tanpa cela. Alva tidak menjawab karena sibuk memandangi area dalam toko memperhatikan semua yang ada di sana."Permisi tuan? Ada yang bisa di bant