Alva Alexander melangkah ringan turun dari kamarnya menuju ke dapur saat mencium bau harum menggugah selera makannya dan menemukan Zetta yang sedang membuat sarapan. Alva tersenyum lebar begitu bersyukur dengan perkembangan hubungannya dengan Zetta belakangan ini. Meskipun masih ada beberapa hal yang meresahkannya.Sebelum dia meminta Zetta untuk menjadi istrinya secara resmi, dia mau melakukan beberapa hal yang dia pikir harus dia lakukan agar semuanya berjalan sebagaimana mestinya. Dan sekaranglah saat yang tepat untuk melakukannya. Sejak beberapa hari lalu, Alva sudah mulai memperlihatkan kepada dunia siapa wanita yang saat ini tengah menjadi kekasihnya sebelum dia mengumumkannya secara resmi nanti dalam acara Gala dinner itu. Mereka sudah mulai go public. Meskipun Zetta merasa keberatan karena beritanya pasti akan begitu di sorot dan mendapat caci maki dari wanita-wanita penggemarnya. Memangnya siapa yang peduli dengan pendapat mereka?Alva mendekati Zetta dan memeluknya dari bela
"Bagaimana keadaanmu?"Alva duduk di bangku kayu menghadap ke taman indah di salah satu sudut bangunan pusat rehabilitasi sambil memegang sekotak rokok yang dia mainkan di tangannya. Lebih memilih menatap kejauhan pada beberapa orang yang terlihat sama seperti mereka saat ini -- duduk seraya berbincang -- meskipun Alva sama sekali tidak menatap lawan bicaranya. Seakan-akan mereka duduk tidak saling mengenal."Baik sekali Alva Alexander datang jauh-jauh dari New York untuk menanyakam keadaanku." Jason sedikit terbahak. Duduk melipat lengannya di sana."Kamu tahu dengan jelas bukan itu maksud kedatanganku ke sini.""Zetta tidak ikut?"Alva tersenyum miring meski Jason tidak tertarik melihat wajahnya, "Berdoa saja semoga dia cepat memaafkanmu."Jason menggelengkan kepala dan tertawa seakan ada yang lucu dari pembicaraan mereka."Dulu, ketika Zetta masih berada di dalam jangkauanku dan tidak ada pengganggu sepertimu, aku sudah merencanakan sebuah lamaran untuknya meskipun aku harus berju
Dulu, Alva merasa kehilangan dan menyesal setelah dia meninggalkan Arzetta dalam keadaan menangis di taman dekat rumah Oma Elena saat mengetahui kalau gadis kecil itulah yang selalu meninggalkan permen dan coklat di setiap kunjungannya dan memberikan anjing kecil bernama Bruno yang menjadi teman bermainnya. Dia terlambat mengetahui dan meminta maaf karena setelah hari itu Alva tidak pernah lagi bertemu dengannya.Selama dua minggu lamanya, Alva selalu terbayang dengan wajah penuh tangisan Zetta setelah dia bentak karena memeluk Bruno tanpa izin padahal gadis itulah yang memberikannya. Alva memang tidak memiliki teman karena orang tuanya begitu protektif padanya jadi saat ada seseorang yang perhatian dan memberikan anjing kecilnya, Alva merasa senang bukan main.Hari itu, seharusnya dia sudah pulang ke rumahnya sendiri tapi dia bersikeras untuk tetap tinggal menunggu gadis kecilnya. Sebelumnya dia memang tidak terlalu nampak peduli dengan keberadaannya di dalam rumah juga karena Zetta
Kenzi melonggarkan kerah kemeja dan dasi yang di pakainya seraya membuka pintu dan masuk ke dalam kantornya setelah selesai memimpin rapat manajemennya. Alis tebalnya terangkat saat melihat sekotak bekal makan siang yang di letakkan di atas meja kerjanya. Istrinya pasti datang ke sini dan meletakkannya di sana saat dia sedang rapat. Kenzi duduk di kursi besarnya, merenggangkan otot-ototnya lalu menyandar di sana mengangkat kotak itu di depan wajahnya dan tersenyum.Amira itu sebenarnya istri yang manis, penurut dan berusaha untuk selalu memenuhi semua kebutuhannya ketika dia sudah tidak lagi memiliki pilihan lain selain menjadi istrinya. Hanya saja, Ken mencintai Eliana sejak dulu dan masih tetap menyimpan amarah di dalam hatinya untuk Amira hingga membuat mereka terjebak dalam pernikahan.Tapi belakangan ini, ada sesuatu yang terasa lain menyusup di dadanya. Setiap malam saat Amira tidur di sampingnya yang selalu dia puggungi karena lebih memilih melihat ke arah lain selain wajah Ami
Arzetta mengerang, terbangun dari tidurnya dan menemukan dirinya berada di rengkuhan lengan Alva yang tidur terlentang di sampingnya. Merasakan badannya sakit karena meskipun Alva memperlakukannya dengan lembut tetapi lelaki itu selalu melakukannya lebih dari satu kali. Zetta berdecak, menyingkirkan lengan Alva dari perutnya dan turun dari tempat tidur berjalan mengarah ke kamar mandi.Zetta butuh berendam dengan aroma teraphy lagi untuk merilekskan tubuhnya. Jadi itulah yang dia lakukan sekarang, duduk diam di dalam bath up sambil memikirkan sesuatu.Rasanya sangat salah membiarkan pikirannya terus dihinggapi berbagai pertanyaan tentang masa lalu Alva sedangkan lelaki itu sepertinya enggan untuk menceritakannya sendiri. Zetta bukannya ingin mempermasalahkan ataupun kembali menyibak luka lama tapi menurutnya dia juga harus mengetahuinya langsung dari Alva. Biar bagaimanapun, mereka memiliki niatan untuk menikah dan Zetta ingin Alva lebih terbuka padanya.Mau tidak mau, dia memang haru
Ini salahnya. Alva tahu kalau ini memang salahnya sampai Zetta berpikir bahwa dia adalah orang asing dalam kehidupannya. Padahal sebenarnya, dia adalah wanita pertama yang ada di hatinya sejak mereka anak-anak.Melihat tatapan mata Zetta yang terluka dan ditujukan untuknya memicu amarah untuk dirinya sendiri dan membakarnya habis membuatnya seperti orang idiot yang tidak bisa berbicara. Membiarkan Zetta pergi entah kemana dan dia seharian ini seperti orang gila mencarinya.Mungkin memang mereka butuh saling menjauh agar dia menyadari betul apa kesalahannya dan tidak akan mengulanginya lagi nanti supaya hubungan mereka baik-baik saja dan mereka bisa menikah. Tapi ini juga bukan hal mudah bagi Alva.Walaupun niat awalnya, dia akan tetap memberitahukannya tentang pertemuannya dengan Amira dalam keadaan yang santai tidak seperti tadi yang penuh emosi. Dia ingin membaginya meskipun menyingkap masa lalu di saat dia ingin merengkuh masa depan tidaklah mudah. Kalau memang hal itu penting untu
Central Park terlalu ramai bagi Arzetta pagi ini yang duduk sendirian di salah satu kursi besi yang banyak tersedia di sana. New York sedang memasuki musim panas jadi tidak heran kalau banyak yang datang untuk berjalan-jalan di bawah sinar matahari yang menyorot hangat dengan semilir angin yang sejuk menikmati waktu berharga bersama pasangan, teman ataupun keluarga. Seperti pasangan muda yang sedang asyik bermain dengan balitanya yang duduk memegang mainannya di stoller terlihat sangat bahagia bisa bersenda gurau dan tertawa tanpa beban.Membayangkan, seandainya yang ada di sana adalah keluarga kecilnya. Tidak ada lagi yang Zetta inginkan di dunia ini selain memiliki kebahagian sederhana seperti itu. Memiliki Alva yang akan di peluknya dan Alva junior yang akan mereka peluk bersama. Zetta hanya ingin bahagia.Zetta memilih menjauh dari Alva bukan tanpa maksud. Dia hanya ingin menenangkan pikiran dan hatinya yang merasa cemburu pada sosok yang sama yang melukai Alva selama bertahun-tah
"Damn it." Umpatan Alva menggema di dalam mobilnya."Aku sudah menyuruhmu langsung pulang ke apartemen idiot. Kenapa kamu malah berputar-putar kesana kemari dari tadi?"Alva memukul setir mobilnya, melakukan manuver banting setir ke arah yang berlawanan dan menginjak pedal gas semakin dalam membuat mobil sport itu melaju kencang meliuk-liuk di jalanan New York yang padat saat matahari mewarnai langit kota dengan semburat jingganya."Kenapa tidak kamu katakan sejak awal kalau Zetta ada di apartemen." Alva menekan klakson saat sebuah mobil menghadang jalurnya. "Shit!!!"Zafier di sebrang sana terdengar menghela napas, "Aku sudah menyuruhmu langsung pulang kan? Seharusnya kamu pintar dalam menangkap maksudku, bajingan!!!""Playboy tengik!!!""Jangan mengataiku dalam bahasa Indonesiamu itu Alva Alexander!!!" Dengus Zafier. "Kamu memang idiot!!! Jangan arahkan mobilmu ke jalur lurus karena sedang ada parade di Time Square. Kamu akan terlambat datang ke acara gala dinner nanti malam karena
London, Enam tahun kemudian,Arzetta duduk memandangi megahnya London Eye yang bercahaya biru indah di kejauhan dengan senyuman mengembang di wajah. Terpaan angin malam musim semi menerbangkan helaian rambut panjangnya yang kemudian dia rapikan dengan tangan. Diedarkannya pandangan ke sekelilingnya yang ramai seraya menunggu.Semenjak menikah dan memiliki seorang putri, Arzetta tidak habis-habisnya merasa bersyukur karena bisa merasakan perasaan bahagia tidak terkira dengan berkah yang diberikan padanya. Mengingat perjuangan panjang mereka yang tidak mudah di lalui untuk bisa bersama sampai akhirnya menikah.Masa lalu sebentuk kenangan yang akan tetap terpatri di dalam ingatannya sampai kapanpun. Kadang di saat malam ketika dia terbangun dan mendapati Alva sedang tertidur pulas sambil memeluk putri kecilnya yang tidur di antara mereka membuatnya meneteskan air mata bahagia. Tidak ada hal lain yang diinginkan Zetta selain kebahagiaan suami dan putrinya.Alva Alexander sendiri sudah ber
"Di mana mereka?" desis Alva dengan tangan terkepal saat menemukan Gevan, Zafier dan Jeremy di lobby hotel."Wuih cepet banget kamu—""DI MANA MEREKA?" bentak Alva seraya menarik kerah kemeja Zafier dengan amarah."Oke. Tenangkan dirimu, Bung," sela Gevan."Bagaimana aku bisa tenang kalau ada lelaki lain yang mengganggu Istriku?" ucapnya seraya melepaskan cekalannya dan mengacak rambutnya sendiri.Gevan berdecak, "Mungkin dia client-nya Zetta.""Ah, bodoh amat! Aku harus naik ke atas dan mencari tahu.""Kita temani," ucap Jeremy yang langsung menekan tombol lift, "Supaya kamu nggak ngamuk seperti singa.""Ahh brengsek! Makin runyam aja. Ini tuh gara-gara kalian!" Alva memukul perut Zaf, melepak kepala Gevan dan menendang kaki Jeremy dengan kesal di dalam lift yang membawa mereka ke lantai atas."Shit!" umpat Gevan sementara Jeremy mengertakkan giginya."Orang sabar di sayang Tuhan, Bung," gumam Zafier seraya memegangi perutnya yang langsung mendapat kepalan tangan Alva.Hari sudah ha
"Hmm, Sayang—" Alva mengacak rambutnya dan duduk di sofa ruang tamu rumahnya dengan penampilan yang berantakan juga bau minuman keras yang menyengat. Semalaman ketiga lelaki brengsek itu sudah memprovokasi untuk menumpahkan kekesalan karena lelaki yang mengobrol dengan Zetta itu ke minuman keras yang akhirnya membuatnya mabuk dan tidak sadarkan diri di salah satu kamar hotel sampai pagi sendirian dan harus kalang kabut pulang ke rumah dan mendapati Arzetta menunggunya di ruang tamu dengan wajah yang menyeramkan."Aku—" Alva bingung ingin menjelaskan dengan cara seperti apa supaya Zetta tidak marah."Kemarin sudah jelas aku bilang kalau kamu harus pulang satu jam lebih awal dari yang seharusnya karena kita rencananya mau ke rumah Mama. Aku sudah berusaha menghubungi kamu tapi nyatanya ponselmu tidak bisa dihubungi. Aku tidak tidur semalaman menunggu kamu pulang di sofa itu tapi ternyata kamu pulang pagi dan dalam keadaan kacau setelah mabuk seperti ini—" Zetta melipat lengannya di dad
Satu tahun kemudian, di Alexander Corp. New York "Eh setan!" Gevan refleks kaget."Eh, bokong!" ucap Zafier membuat Gevan langsung menendang kakinya."Kalian berdua sinting!" Jeremy mengatai mereka dalam bahasa Indonesia yang sekarang sukses dikuasainya."APA-APAAN INI?" sembur Alva Alexander yang tadi membuka pintu ruang kerjanya dengan kasar saat mengetahui ada tiga lelaki yang sedang asyik menikmati koleksi red wine di dalam kantornya tanpa di undang.Dia baru saja memimpin rapat direksi dan kedatangan ketiga orang terpenting dalam hidupnya itu tanpa pemberitahuan jelas membuatnya terus bertanya-tanya. Alva mendekati mereka seraya menggelengkan kepala, "Kalian nggak punya kerjaan?""Oh aku jelas orang penting yang selalu sibuk—""Sibuk bercinta maksudmu?" sela Alva menanggapi Zafier yang meminum wine dengan kaki disilangkan."Itu salah satunya," balasnya dengan santai. Alva memutar bola matanya."Kenapa sih kamu itu masuk ke kantor sendiri pakai aksi gebrak pintu model begitu sepe
"Apa?""Apanya?" Alva balik bertanya."Kenapa sejak tadi kamu memandangiku seperti itu?"Alva menaikkan alisnya, "Memandangi bagaimana?"Zetta sedikit memajukan tubuhnya dan menumpukan kedua lengannya di atas meja, "Kamu menatapku seakan-akan ingin menelanjangiku saat ini.""Ohh—" Alva terkekeh, ikut memajukan tubuhnya dan bertopang dagu di depan Zetta, "Aku memang ingin sekali merobek gaun pengantinmu ini sekarang juga bahkan sebelum kita menginjakkan kaki di Maldives, Nyonya Alva Alexander," Tatapan gairah itu tergambar jelas di mata Alva.Zetta mendengus, "Aku harus terbiasa dengan panggilan itu.""Tentu saja, aku ini Suamimu sekarang," Alva menyisir rambutnya ke belakang dengan senyuman menawan."Lalu—" Zetta meneguk Red Wine dalam sekali teguk tanpa mengalihkan tatapan dari wajah Suaminya. Lalu mengambil strawberry di tumpukan paling atas buah-buahan yang ada di samping botol Red Wine dan memakannya dengan gerakan erotis. Ia mengecup dan memakan buah itu dengan sensual tepat di d
"Katakan? Apa yang sebenarnya terjadi Zetta?" Alva menatap Zetta yang dia geret keluar dari gereja setelah menyuruh semua yang hadir di sana untuk tidak bergerak dari tempatnya sementara dia meminta penjelasan ke Zetta yang tiba-tiba muncul di siang bolong dengan busana pengantin dan tersenyum menatapnya."Kenapa kamu tiba-tiba bisa ada di sini sementara enam bulan yang lalu kamu jelas-jelas menolak kembali bersamaku bahkan menyuruhku pulang dan tidak usah mencarimu lagi?" Zetta hanya diam melihat kebingungan Alva. "Aku bahkan berpikir kalau kamu sudah menikah dengan lelaki Jepang itu!!!" "Nakamiya?" Zetta menggeleng. "Tidak. Dia guru merangkai bungaku." Alva mengerjapkan matanya, "Jadi kamu memang kursus di sana sambil menghukumku dengan membuatku terlunta-lunta di Jepang mencarimu selama lebih dari setahun?"Zetta tersenyum tanpa dosa, "Begitulah. Aku berniat membuka toko bunga di sini." Alva ternganga. "Aku pikir kamu tinggal menyuruh anak buahmu untuk mencariku. Aku sedikit ter
Alva terdiam di depan gereja katedral yang dulu menjadi tempat pilihannya saat berniat menikahi wanita yang dicintainya secara mendadak tapi tidak pernah terlaksana. Tangga gereja sudah dipercantik dengan hiasan bunga. Lebih mewah dari yang dulu di lakukannya. Pintu di depan sana tertutup. Alva tertegun sesaat.Setelah beberapa bulan ini, dia mencoba untuk merelakan meski sangat tidak rela dan belajar untuk pelan-pelan melupakan tapi tidak sanggup, saat ini semua kenangan yang dia milikki tentang Zetta menyeruak. Dadanya begitu sakit seperti di hantam ribuan godam kasat mata. Hatinya dan hidupnya sudah dia tinggalkan di Jepang. Jadi saat Mamanya menatapnya dengan tatapan frustasi dan mengatakan akan dinikahkan dengan wanita pilihannya, Alva hanya mengangguk mengiyakan. Terserah saja. Alva sama sekali tidak peduli. Tubuhnya bebas untuk dimiliki tapi tidak hatinya."Semuanya sudah menunggu Pak." Edwin membuyarkan lamunannya. "Ayo masuk."Alva berjalan dengan langkah pelan menaiki anak t
Alva masuk ke dalam gereja yang terlihat sepi itu seraya mengedarkan pandangan. Setelah bertanya sana sini akhirnya dia bisa menemukannya. Bangunannya tua tapi masih terawat dengan baik. Tiba-tiba dia terpaku memandangi satu sosok yang duduk sendirian di bagian depan terlihat sedang asyik berdoa. Alva melangkah dengan pelan dan duduk di sampingnya. Zetta menoleh dan tersentak kaget. Alva menatap ke arah depan dan mulai berdoa di sana mengabaikan Zetta yang diam memandanginya."568 hari atau 13.632 jam aku berkelana di Jepang untuk mencarimu Zetta," desah Alva. "Tolong dengarkan dulu perkataanku kali ini." Alva menoleh dan melihat mata abu-abu itu memandanginya dalam diam lalu Zetta menghela napasnya dan duduk bersandar di sana memilih menghadap ke depan."Aku memberimu satu kesempatan untuk berbicara. Setelah itu kamu harus kembali ke New York dan jangan mencariku lagi."Alva diam. Zetta menunggu. "Apa kamu bahagia di sini?" Alva yang juga melihat ke depan berkata lirih membuat Zetta
Kyoto, Jepang.2 Minggu kemudian,Alva menggenggam erat secarik kertas di tangannya saat memandangi toko bunga di hadapannya. Jantungnya berdetak kencang membayangkan bagaimana reaksi Zetta saat dia akhirnya menemukannya setelah melalui waktu yang tidak sebentar untuk mencarinya. Tidak peduli meski tangan kirinya di perban karena patah tulang setelah bertabrakan dengan pengendara sepeda waktu itu dan harus dirawat di rumah sakit.Akhirnya dia menemukan toko bunga itu yang siang ini terlihat ramai pengunjung. Bertanya-tanya dalam hati, apa yang sedang Zetta lakukan di sana? Kursus merangkai bunga?Alva menarik napasnya lalu menghembuskannya dan bergerak masuk ke dalam toko yang langsung di sambut seorang wanita muda berwajah oriental yang mengikat satu rambutnya ke atas membentuk kuncir kuda."Ada yang bisa dibantu?" bahasa inggrisnya lancar tanpa cela. Alva tidak menjawab karena sibuk memandangi area dalam toko memperhatikan semua yang ada di sana."Permisi tuan? Ada yang bisa di bant