BAB KE : 110FAIZ MENEMUI KARTOLO 16+Merasa tidak ada gerakan lagi dari tubuh Razio, Faiz melepaskan cengkramannya. Tubuh Razio melorot ke bumi dan diam untuk selamanya.Setelah menatap wajah Razio sesaat dan memastikan musuhnya sudah tidak bernyawa. Faiz kembali berlari ke dalam rumah, masuk ke kamarnya, lalu menutup tubuh Tina dengan kain jarik yang dia ambil dari dalam lemari.Faiz duduk di sisi ranjang dengan mata menatap ke wajah ibunya. Kemudian dia mencium Tina berapa kali. Air tidak mengalir lagi dari netra Faiz. Namun, wajahnya mengelam dengan tatapan yang sayu. Mungkin air mata Faiz telah kering, atau rasa dendam dan marah telah merubah hatinya. Tak perlu lagi air mata, semua telah terjadi.Pembunuhan terhadap kedua orang tuanya dan kedua orang tua Dudun adalah pembunuhan berencana. Hukuman yang pantas untuk mereka adalah hukuman mati. Tidak terkecuali terhadap papa Sisilia sekali pun! Itu yang ada dalam pikiran Faiz saat ini. "Ibu ... istirahatlah dengan tenang. Berk
BAB KE : 111KAMPUNG GALUH KEMBALI BERDUKA 16+Untuk kedua kalinya masyarakat Kampung Galuh berduka oleh peristiwa yang sama. Peristiwa kematian warganya dengan sangat tragis. Rumah Faiz dikunjungi oleh hampir semua penduduk Kampung Galuh. Tidak terlalu ramai karena orang yang menghuni wilayah tersebut sekarang sudah jauh berkurang. Sebagian dari mereka telah pindah dengan terpaksa oleh kekuatan uang dan kekuasaan manusia-manusia serakah. Tanah-tanah mereka dikuasai oleh pengusaha yang bekerja sama dengan penguasa zholim. Mereka rampok dengan dalih investasi. Kejadian pembunuhan telah dilaporkan kepada pihak yang berwenang. Terlihat beberapa police berada di sana, mereka sibuk mengolah tempat kejadian perkara. Kasus langsung di tangani police. Mayat Tina serta korban yang lain dibawa ke rumah sakit untuk keperluan penyelidikkan. ****Pagi ini Karta Setiawan terlihat begitu gelisah. Tidak hanya pagi ini bahkan dari semalam kegelisahan itu telah menghantui dirinya. Semua itu ter
BAB KE : 112SISILIA JATUH PINGSAN 16+Mendengar apa yang disampaikan papanya dan cara penyampaian yang tidak biasa membuat kening Sisilia berkerut, dia menatap Karta Setiawan dengan heran. "Emang kenapa, Pa?""Tidak baik sering-sering ke rumah laki-laki sendirian, Nak! Apa kata orang nanti," nasehat Karta Setiawan dengan memperkecil intonasi suaranya. Karta Setiawan sengaja mencari alasan seperti itu agar tidak membuat Sisilia curiga. "Nah, kebetulan sekali! Hari ini Sisil ke sana ditemani Vira! Hahahaha ...! Daaa, Papa!" Sisilia menjawab sambil terkekeh. Setelah melambaikan tangan, gadis itu memutar tubuh dan berjalan meninggalkan Karta Setiawan. Karta Setiawan tidak bisa mencegah Sisilia karena tidak mempunyai alasan lagi. Untuk terlalu keras mencegahnya tentu tidak mungkin. Situasinya sangat tidak tepat. Lelaki itu hanya bisa menarik napas berat dan kembali merebahkan punggung ke sandaran kursi dengan pikiran melayang entah kemana.****Ketika memasuki area perkebunan ada
BAB KE : 113USAHA KARTA SETIAWAN UNTUK MEMPENGARUHI SISILIA 16+Apa yang terjadi dengan Sisilia tentu membuat orang tuanya sangat cemas. Kecemasan itu tidak juga hilang disaat dokter telah memperbolehkan Sisilia pulang. "Makanya Papa melarang Sisil pergi waktu itu, karena ada sesuatu yang tidak enak di hati Papa. Kenyataannya memang benar, firasat Papa jadi kenyataan, anak Papa akhirnya harus dilarikan ke rumah sakit. Untung penanganan dokter di sana cukup baik, sehingga anak Papa tidak perlu diopname."Hanya suara Karta Setiawan yang terdengar di ruangan itu. Dia berkata dengan lembut sambil membelai kepala Sisilia yang terbaring di atas tempat tidur. Sekembali dari rumah sakit, gadis itu memang langsung berbaring di atas ranjang. Kedua orang tuanya selalu mendampingi dan belum beranjak dari kamar anaknya sampai saat ini. Begitu pula dengan Vira, dia masih tetap setia berada di samping sahabatnya. Hanya Bik Surti yang meninggalkan kamar Sisilia ketika azan Maghrib berkumandang
BAB KE : 114FAIZ HARUS ENYAH DARI KEHIDUPAN SISILIA 16+Tak ada yang menyangka bahwa Karta Setiawan akan mengultimatum anaknya dengan kalimat seperti itu. Walau dalam kata-kata Karta Setiawan ada kalimat pengharapan, tapi jelas ada tekanan di sana. "Tidak bisa begitu, Pa! Dia teman aku, dan hanya aku satu-satunya teman dekat yang dimilikinya. Di saat seperti ini, aku harus berada dekat dia ... menghibur dia," jawab Sisilia membantah apa yang dikatakan papanya. Karta Setiawan hanya diam dengan raut yang sulit diartikan. " Apalagi sekarang dia telah sebatang kara. Dia butuh teman untuk menguatkannya agar tidak terpuruk dalam kesedihan! Teman seperti apa aku, kalau dalam situasi seperti ini aku harus menghindarinya!" lanjut Sisilia.Karta Setiawan mengangkat wajah mendengar bantahan Sisilia. Mata lelaki itu menatap lurus ke wajah anaknya, tapi cuma sesaat, karena saat kemudian dia malah menunduk dengan sebuah tarikan napas dalam. Dada Karta Setiawan bergolak. Satu sisi ingin te
BAB KE : 115LUKA HATI SISILIA CARLINA 16+Dengan bergegas Sisilia meninggalkan kamar, dia tidak peduli lagi dengan orang-orang yang berada bersamanya di kamar tersebut. Sisilia bertekat malam ini juga dia harus menemui Faiz. "Aduh, Nenggg ...! Mau kemana ...? Jalannya jangan tergesa-gesa begitu! Neng Sisil kan baru habis sakit!"Di ruang tengah langkah Sisilia disambut oleh suara Bik Surti. Suara cempreng wanita itu mampu memperlambat langkah anak gadis Karta Setiawan tersebut. "Mau ke rumah teman, Bik." jawab Sisilia sambil melirik Bik Surti. Suaranya masih terdengar serak. Bik Surti bergegas menghampiri Sisilia dengan mulut siap melontarkan pertanyaan berikutnya, tapi urung, ketika matanya menangkap Sekar Wulandari yang sedang bergegas menuruni anak tangga. "Apa tidak bisa besok saja? Ini sudah malam ... Neng Sisil baru saja keluar dari rumah sakit!" Bik Surti menyampaikan kalimat tersebut seperti berbisik ketika dia telah berada di samping Sisilia. Wanita itu meraih tangan S
BAB KE : 116KEDATANGAN SISILIA DAN KEMARAHAN FAIZ 16+Sepanjang perjalanan, embun selalu menempel di bola mata Sisilia, bahkan tak jarang embun itu berubah menjadi bening air dan mengalir ke pipinya yang sedikit pucat. Entah sudah berapa tisu yang jadi korban keganasan air mata Sisilia itu. Bik Surti yang selama ini terkenal bawel, juga berubah. Tak seperti waktu-waktu yang lalu yang begitu berani menegur Sisilia dengan suaranya yang khas. Namun, saat ini dia lebih banyak diam. Hanya sesekali bisikan keluar dari mulutnya untuk menenangkan Sisilia, itupun bila dia melihat air mata mengalir di pipi gadis tersebut. Meskipun bisikan dari mulut Bik Surti terdengar oleh semua orang yang berada di dalam mobil, tapi Bik Surti tetap menganggapnya itu sebuah bisikan. Perubahan sikap Bik Surti tersebut, mungkin karena pengaruh hatinya yang sedang sedih, disebabkan oleh peristiwa yang menimpa Sisilia, atau mungkin juga Bik Surti tidak banyak bicara karena tadi dia tidak diajak untuk ikut
BAB KE : 117DUKA SISILIA SEMAKIN LARA 16+Mata Faiz memandang tajam ke arah tamunya yang baru datang dengan wajah mengelam. Kemudian tatapannya berhenti pada sosok Sisilia. "Pergi dari sini, Sisil!? Pergilah!?"Bentakkan Faiz membuat langkah Sisilia terhenti. Dia tercengang dan berdiri dengan raut terkejut, mulutnya sedikit terbuka dengan mata membulat menatap ke arah Faiz yang jaraknya tidak berapa meter dari posisi Sisilia berdiri. Ada sejuta rasa yang berkecamuk di hati Sisilia menghadapi kenyataan ini. Kenyataan dengan sikap Faiz menyambut dirinya. Menyambut dengan bentakan, wajah dingin, dan tatapan penuh kemarahan. Sungguh, bentuk sambutan yang tak pernah terpikirkan oleh Sisilia. "Faizzzz ...?" Sisilia berucap lirih dengan bibir bergetar. Air mata masih mengalir di pipinya. "Pergi dari sini!? Saya tak ingin lagi melihat wajahmu!?" Faiz menunjuk ke arah pintu, isarat memerintahkan Sisilia ke luar dari rumahnya. Tubuh Faiz bergetar dengan napas turun naik menahan gejolak