Dua detik kemudian, Max telah mengirimkan nomor Bian. Rina langsung melakukan panggilan. Ketika dia hendak menyatukan ponsel ke telinga, dari arah belakang merampas ponselnya. Itu adalah Byanca dengan banjir air mata di seluruh wajahnya.
“Biar Byanca saja, Mi.”
Rina terkesiap. Sejak kapan Byanca mendengarkan obrolannya.
Byanca tampak mengatur napasnya sebelum bergumam, “Kenapa kau sangat jahat? Dimana harga diri dan hati nuranimu sebagai seorang ayah?”
Byanca buru-buru memotong ucapan Bian, “Mulai detik ini jangan pernah anggap Ken sebagai putramu lagi dan tolong izinkan kami hidup bahagia.”
Byanca benar-benar tak memberi Bian kesempatan untuk berbicara, “Bian, aku memang bodoh telah mempercayakan hatiku untukmu, tetapi sekarang kamu tega menculik Ken. Aku tak akan tinggal diam. Ken trauma. Apakah kau menginginkannya terus menderita?” Byanca setengah berteriak. Ia hampir gila. <
Rina melakukan proses penghormatan terakhir pada jasad Jung. Di sisi kanan ruang pemakaman, keluarga Jung berdiri. Mata mereka sembab dengan suara isak yang terdengar. Rina menundukkan kepalanya, hormat. Setelah ia keluar, salah satu anak Jung kehilangan kendali. Ia mendorong Rina hingga terjatuh ke lantai. Sontak beberapa anak buah Rina langsung membantunya untuk berdiri sementara yang lain membawa anak Jung untuk menjauh. Anak itu adalah laki-laki, kira-kira berusia 17 tahun. Ia memberontak dalam cengkeraman anak buah Rina.“Lepaskan aku! Aku ingin menghajar wanita itu. Karena dialah ayahku wafat,” teriaknya dengan kaki menendang angin seolah itu adalah tubuh Rina.Rata-rata yang berada di sana langsung mengerumuni mereka. Beberapa diantaranya menatap jijik pada Rina, tetapi yang lainnya bersimpati padanya. Rina tidak terlalu mengambil pusing hal tersebut. Yang ada dalam pikirannya adalah anak itu. Bagaimana ia menjelaskan bahwa wafatnya Jun
“Apa maksudmu?” Mellisa menatap Dewo dengan keraguan.Dewo duduk di sebuah sofa. Kakinya ia silangkan. Sebuah rokok dikeluarkan dari sakunya. Ia bukan pecandu tembakau tersebut tetapi ia sengaja melakukannya ketika dalam suasana hati buruk. Mata Dewo terus menatap Mellisa sementara mulutnya sibuk mengisap rokok tersebut. Segera asap menggumpal memenuhi wajah Mellisa. Ia terbatuk-terbatuk.“Aku rasa kau yang paling paham maksudku.” Ekspresi yang ditampilkan Dewo seakan menegaskan bahwa ia adalah makhluk yang telah sembuh dari kebutaan.Bulu mata Mellisa bergetar. Jujur ia khawatir. “Dewo apakah kau ke sini hanya untuk mengatakan hal yang tidak penting?” Mellisa berpura-pura seolah tak ada sesuatu yang disembunyikan. Ia terlihat sedikit genit dengan berjalan kea rah Dewo. Bajunya yang ketat menampilkan lekuk tubuh seksinya.Di mata orang lain, Mellisa mungkin wanita yang cantik dengan rupa dan tubuhnya yang menawan. Namun
Pada malam harinya, Dewo memutuskan kembali ke Busan. Ia merasa tugasnya sudah selesai di tempat ini dan ia yakin bahwa Mellisa tidak akan mengganggunya lagi. Adapun Archi yang tak diizinkan Mellisa untuk dirawatnya, maka secara diam-diam ia meminta anak buahnya menjaga Archi dari jarak jauh. Ia juga akan memantau tumbuh kembang Archi. Bagaimana pun rasa sayang masih melekat pada putranya ituDewo menyandarkan punggungnya ketika menduduki kursi jet pribadinya. Ia cukup lelah. Selama dua hari ini, ia belum tidur dan makannya juga sangat sedikit. Dewo teringat bagaimana lahapnya ia makan ketika bersama Rina di restoran waktu itu.“Berikan ponselku!” Dewo mengulurkan tangannya pada sang asisten. Sejak keberangkatannya ke Singapore, ia menitipkan ponselnya kepada asistennya. Ia juga meminta agar ponselnya dimatikan. Itu dikarenakan ia ingin fokus menyelesaikan permasalahan dengan Mellisa.Nama Rina dan Byanca langsung memenuhi tampilan layar
“Rams, bantu aku!” Mellisa menjelaskan semuanya termasuk Dewo yang sudah mengetahui kebohongan mereka.“Dasar ceroboh!”Emosi Mellisa memuncak. Pria ini sangat lancang mengatainya. Jika bukan karena ia maka Mellisa tak akan jatuh ke titik ini. Mellisa menendang kursi dengan keras hingga suaranya terdengar oleh Rams.“Aku akan ke sana membantumu tetapi jangan beri tahu Rentina.”Meski Mellisa tak mengerti arti peringatan tersebut. Ia tak terlalu memikirkan. Baginya, kini sudah saatnya Rams mengambil tanggung jawab untuk Archi. Rams belum pernah sekali pun melihat Archi. Wajah mereka mirip. Tak akan ada yang tak percaya bila dikatakan mereka sepasang ayah dan anak.***Dewo menggulir layar ponselnya dengan malas. Sudah lebih dari 5 jam pesannya tak kunjung dibalas oleh Byanca. Apakah anaknya itu terlalu sibuk
Rina merasa diawasi. Mata Byanca setajam mata elang. Mata itu menembus organ dalam Rina. Meski mulutnya tak bersuara tetapi Rina mengerti jika Byanca ingin melayangkan protes.Rina tampak tak mempedulikan. Ia masuk ke dalam kamar tidur di sebelah ruangan Ken. Jadi, tempat Ken dirawat rumah sakit ini merupakan ruangan VIP. Ada sebuah kamar tidur, pantry, dua buah toilet hingga perabotan lainnya. Bisa dikatakan mirip seperti apartemen.Byanca hendak mendatangi Rina karena tega mengusir papinya. Byanca tahu bahwa Dewo telah mengecewakan mereka tetapi mengusir secara langsung seperti itu juga terlalu berlebihan. Tadinya Byanca ingin mengajak Dewo berbicara di kantin rumah sakit. Bukan Rina namanya jika mengizinkan. Ia menarik tangan Byanca ke dalam ruangan Ken.“Mi…” suara parau Ken membuyarkan lamunan Byanca.“Iya, Sayang.” Byanca mengambil segelas
Suasana dingin menyelimuti ruangan inap Bian. Hembusan angin terdengar lirih bersanding dengan suara jarum jam.Perbedaan karakter memang merupakan salah satu alasan perpisahan. David tak bisa mengelak, ia memang tak pernah menyukai sikap ketus Rentina. Ia yang lembut akan sangat berbanding terbalik dengan Rentina.“Aku ke sini bukan untuk berdebat,” putusnya. Bagaimanapun ia sangat menyukai kedamaian. Hidup damai itu menyenangkan, meski ketinggalan tetapi tak merusak kejernihan hati.Dia duduk di sebelah Bian. Melihat putranya terbaring juga kesedihan baginya.Rentina juga merasakan kesal jika berlama-lama di ruangan ini bersama mantan suaminya. Ia mengambil tas kemudian pamit pergi.David menghela napas ketika menyaksikan pemandangan itu. Dulu, mereka adalah korban perjodohan kedua orang tua sehingga tak ada cara untuk saling menolak. S
Rentina tak langsung pulang. Ia memilih pergi ke suatu tempat. Pemikirannya terlihat runyam. Ia sama sekali tak yakin atas ucapan Max. Bian bukan anak yang sejahat itu. Dia yang melahirkan Bian. Jadi, dia mengetahui karakter Bian dengan jelas.“Apa yang membuatmu datang ke sini?”Dia menuangkan minuman ke dalam gelas Rentina. Dari tutur katanya bahwa sangat jelas jika mereka memiliki hubungan yang akrab.“Ada yang sedang bermain-main denganku.” Rentina mengatakan dengan mata terbakar, tangannya terkepal. Orang di hadapannya dapat merasakan emosi Rentina.Dia masih belum mengerti permasalahan yang menyulitkan Rentina. Ia hanya diam, menunggu Rentina akan menyampaikan sendiri permasalahannya.Jika seorang anak akan menangis ketika terserang permasalahan kepada ibunya, maka tidak dengan Rentina. Dia akan menangis, mengeluh dan meminta perlindungan kepada wanita di hadapannya ini. Rentina merasa nyaman bila berada di dekatnya.
“Ngomong-ngomong, Tuan. Ada berita baik untuk Anda. Ken besok pagi sudah diperbolehkan pulang,” beri tahu Frans.Hal itu membuat Dewo terlihat senang. Ia tersenyum setelah dari tadi menekukkan wajahnya. Ia membuka dompetnya dan melemparkan sebuah kartu pada Frans. “Pergilah berbelanja! Belikan Ken mainan, pakaian, sepatu atau apapun yang membuatnya bahagia.”Jika itu untukknya, maka Frans akan dengan suka rela menerima. Namun, ini untuk Ken. Dia bahkan belum memiliki anak, bagaimana ia bisa mengerti apa yang disukai anak kecil. Tak berani melawan, ia pun dengan patuh pergi. Pikirnya nanti ia akan bertanya pada petugas toko-toko yang ada. Bosnya tidak akan bangkrut bila ia membeli asal-asalan.***Keesokan pagi disambut dengan keceriaan Ken. Ia berceloteh tentang sekolah, mainan hingga film yang baru ditonton tadi malam. Byanca pun dengan senang hati merespon ucapan demi ucapan tersebut. Sembari Ken sarapan, Byanca mengambil kesempa
Tidak ada yang bisa menerima sebuah perpisahan. Baik pisah hidup maupun mati. Semua yang pernah bersama ingin selalu bersama hingga akhir hayat bahkan di kehidupan selanjutnya. Dunia fana ini selalu diimingi dengan kebahagiaan semata. Nyatanya kebahagiaan itu semu.Renata melakukan aksinya untuk memisahkan Dewo dan Rina karena kebenciannya pada ayah Dewo, Pramasta yang telah merenggut nyawa kedua orang tuanya. Tidak hanya itu, menurut Rentina sejak sahabatnya itu—Dewo—mengenal Rina waktunya sangat sedikit untuk Rentina. Hal itu semakin memupuk rasa kebenciaannya.Strategi demi strategi untuk balas dendam telah direncanakan. Salah satu yang direalisasikannya adalah masuknya orang ketiga dalam rumah tangga Dewo. Sebenarnya itu tidak murni rencananya. Rams berselingkuh dengan seorang wanita bernama Mellisa. Suatu hari, Rams mengatakan bahwa Mellisa tengah mengandung anak mereka. Rentina tidak dapat menerima itu, dia pun kesal pada Rams dan mengancam Rams atas
Rentina tersadar dari hanyutan masa lalunya. Matanya memerah menatap Dewo. Aura kebencian terpancar dari lensa hitam tersebut. Aliran darahnya seakan membuncah untuk membalaskan dendam kepada Dewo. Sialnya, rantai yang kuat ini menjeratnya.“Pramasta apa kabar?”Ini adalah kali pertama ia menyebut nama ayah Dewo tanpa menggunakan embel-embel panggilan ‘om’ untuk kesopanan. Sejak ia menyelidiki lebih lanjut ucapan mantan supirnya, Rentina tidak menelan informasi itu mentah-mentah melainkan ia menyelidiki lebih lanjut. Masih ada harapan Rentina bahwa ayah temannya itu tidak bersalah. Satu demi satu bukti dan saksi Rentina kumpulkan selama bertahun-tahun hingga akhirnya bahwa kecurigaan itu adalah benar.Lalu apa yang dilakukan Rentina?Apakah ia langsung membalaskan dendamnya pada Pramasta?Tidak!!Ya, jawabannya tidak. Rentina tidak melakukan apapun kepada Pramasta karena ketika ia telah berhasil mengumpulkan semua buk
Perusahaan warisan ayah Rentina telah dikelola oleh adik kandung ayahnya sendiri yang mana nantinya akan diserahkan kepadanya. Rentina tidak terlalu mengambil berat hal itu karena ia menganggap dirinya masih belum mampu untuk mengelola perusahaan tersebut. Rentina hanya menerima hasil setiap bulan dan dimanfaatkan untuk biaya sekolahnya. Rentina sering berkunjung hanya untuk mendapatkan teka-teki atas kematian orang tuanya. Dia mulai melibatkan diri dalam pekerjaan di perusahaan. Mulanya hanya untuk memecahkan teka-teki, lama kelamaan menjadi ketertarikan untuk bekerja di sana. Rentina meminta kepada omnya untuk diajak bekerja, ia pun ingin mengambil peran dari mulai yang terendah dahulu. Rentina mempelajari setiap liku pekerjaan tersebut. Perusahaan ayah mengalami gejolak hingga hampir gulung tikar. Om Irwan, omnya mengaku sudah melakukan banyak cara untuk menstabilkan permasalahan tersebut. Permasalahan ini dipicu karena mereka salah memilih distributor. Uang yang
Flashback on“Rentina, ikhlaskan kepergian mereka!” ucap tantenya sambil memeluk tubuh remaja Rentina.Rentina mengatupkan mulutnya. Membungkam kesedihan yang membendung. Hari itu adalah hari yang sangat buruk bagi Rentina. Tak pernah ia bayangkan bahwa hari itu datang, hari dimana ia kehilangan dua orang yang disayanginya yaitu papa dan mamanya.“Tante, kata ikhlas memang mudah diucapkan tetapi, sangat sulit untuk diimplementasikan. Bagaimana aku akan menjalani hariku tanpa mereka? Aku hanya anak tunggal. Aku tak memiliki apapun dan siapapun lagi.”Rentina tahu bahwa ini kehendak Tuhan akan tetapi ia belum siap. Hati dan kepalanya terus berbicara akan sendiri yang akan dihadapinya. Rentina menekuk lututnya kemudian memeluk lutut itu, menggambarkan bahwa ia hanya bisa bertahan dengan dirinya sendiri. Hartanya adalah dirinya sendiri. Ia menangkup dan menangis sekencang-kencangnya. Para pelayat yang mengirimkan doa kepada orangtuanya
“Apa sebenarnya penyebab kalian merusak rumah tangga ku?”Rina tak mampu menahan seluruh gejolak pertanyaan yang telah dari Singapore ia pendam. Rina tak mementingkan waktu jika saat ini antara Rentina dan Dewo sedang bersitegang. Ia hanya ingin tahu agar dadanya tak sesak menahan.Mata Rentina beralih pada Rina. Alih-alih menjawab, ia justru menyunggingkan senyuman seakan mengejek Rina. Senyuman yang dulunya hangat kini menjadi tajam yang mampu menyabik hati Rina.“Karena kamu terlalu sombong, Rina.”Rina terpancing untuk menghampiri Rentina. Entah hanya sekedar mendekatkan telinganya agar memastikan bahwa ia tak salah dengar. Namun, Dewo segera mencegahnya. Dewo menarik tangan Rina dan membisikkan kata-kata penenang.Rina memejamkan mata kemudian mengatur emosinya. Ia tak boleh terpancing demi permasalahan ini cepat diselesaikan. Melihat wajah Rentina terlalu lama akan mempengaruhi kesehatan jantungnya.“Kamu
Rina menyunggingkan senyuman kepada Bian setelah mendengar teriakan Indira. Wanita itu sangat kacau dan berantakan. Rina mengira bahwa mentalnya telah terguncang. Ia mendekati Dewo dan bertanya apa yang sebenarnya terjadi kepada Indira. Dewo hanya menjawab dengan mengangkat bahunya membuat Rina menghela napas malas. Sudah dalam keadaan seperti ini pun Dewo masih sempat untuk bermain rahasia. Di hadapan Rams dan Rentina terbentang sebuah sofa panjang dengan sebuah meja di hadapannya yang berisi banyak makanan dan juga minuman. Dewo mengajak mereka semua untuk duduk. “Rentina, Rams dan Indira kehadiranku membawa mereka semua ke sini bukan untuk menghukum kalian. Aku tahu semua orang pasti pernah melakukan kesalahan tidak terkecuali diriku sendiri. Aku ingin kita menyelesaikan dengan damai dan secara kekeluargaan. Tolong akui semua kesalahan kalian!” Tak munafik bahwa kekesalan Dewo kepada tiga manusia di hadapannya sudah mengubun-ubun tetapi ia masih memiliki h
Pesawat yang ditumpangi mendarat indah di Bandar udara Soekarno Hatta. Dewo beserta rombongan segera menaiki mobil yang telah disediakan. Perjalanan selanjtunya adalah menuju tempat penyekapan Rams dan Rentina. Sepanjang perjalanan, semua tampak tak banyak bicara. Hanya diam dan menerka-nerka akan bagaimana kelanjutan cerita ini.Begitu sampai tempat penyekapan, Salim telah menunggu mereka. Ia segera mendekat dan menyapa satu-persatu. Dewo tersenyum ramah dan juga berjalan di samping Salim.“Lalu, apa yang akan kau lakukan?” Siapapun pasti akan sangat penasaran. Begitu pula dengan Salim. Sudah lama ia menanti hari ini. Ia juga sudah lelah menebak konspirasi di antara semuanya.“Dimana Bema dan Brian?” Dewo berhenti dan memperhatikan sekitar. Hal tersebut juga membuat semuanya berhenti dan mengikuti arah pandang Dewo.“Aku sudah meminta mereka datang tetapi tidak tahu kemana dua anak itu.” Tak ingin membuat suasana hati
Langit cerah menutupi raut kemarahan dari dua anak manusia yang saling berhadapan dengan kondisi tubuh terikat tali. Mereka adalah Rentina dan Rams. Rentina menggerakkan tubuhnya; menggapai-gapai tangan Rams. Ia tak bisa dengan lantang menyuarakan isi kepalanya sebab mulutnya ditutupi lakban hitam yang menyebalkan.Rentina berusaha berbicara lewat mata. Sayangnya Rams nampak tak tertarik, ia memutar lehernya dan lebih memilih menatap dinding yang dipenuhi sarang laba-laba tersebut. Lebih baik melihat itu dari pada menatap Rentina dengan segala gejolak emosinya.“Apa kau tak ingin mengalahkan Dewo di dunia bisnis?” Rams mengingat dengan jelas kata-kata yang diucapkan Rentina dahulu. Kata yang menjadi mantra untuknya melakukan segala cara agar mengalahkan Dewo. Meski Dewo bukan tandingannya di dunia bisnis tetapi Rams mengal
Berdamai dengan keadaan adalah jalan yang dipilih Rina meski hati masih berbentur dengan luka masa lalu, tetapi ia begitu sadar bahwa semua karena jebakan. Rina memang mencoba untuk memaafkan Mellisa. Melihat Archi yang sedikit trauma membuat Rina merasa iba. Ia pernah melihat jiwa Byanca terguncang. Oleh sebab itu, ia tak ingin Archi juga nekat melakukan apa yang Byanca lakukan dahulu.Mellisa merasa terharu atas sikap Rina. Ia berulang mengucapkan terima kasih bahkan ia secara refelks memeluk Rina. Semua ini di luar ekspektasinya. Mellisa iri dengan Rina yang memiliki hati begitu lembut. Ia berjanji akan menjadikan dirinya lebih baik lagi untuk membalas kebaikan Rina. Untuk Dewo, ia tak akan mengejarnya lagi. Terserah pada Dewo untuk hidup seperti apa, lagi pula mereka telah berpisah sejak beberapa bulan yang lalu.Usai melepaskan pelukan Mellisa, Rina menatap Dewo dengan ekspresi tak terbaca. Dewo menaikkan sebelah alisnya tanda tak mengerti arti tatapan itu. Rina t