KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 27Aku menganggukkan kepalaku. "Aku mencintaimu Bambang Hendromoyo," ucapku lirih.Seketika dia memelukku dan aku pun membalasnya dengan mempererat lingkaran tanganku di pinggangnya. Pancaran sinar matahari menjadi saksi pengakuanku."Jika mencintaimu adalah suatu kesalahan, maka aku rela menangung kesalahan itu seumur hidupku," balas suamiku.Entah berapa lama kami menikmati suasana ini. "Dinda mau ke pantai?" "Tentu saja mau." Entah sudah berapa tahun aku tak pernah menyentuh pasir pantai. Itu karena aku yang tak pernah piknik. Jangankan piknik tidak kekurangan saja rasanya sudah sangat bersyukur.Kami akhirnya menikmati sarapan di pinggir pantai. Ah, indahnya pemandangannya. Lama aku dan suamiku menikmati indahnya pasir putih. Kuunggah untuk pertama kalinya foto suamiku di pantai. Lepas itu kami berkeliling kota gudeg. "Kanda, bukankah itu kebun binatang Gembira Loka?" tanyaku saat mobil melintas di depannya.Suamiku yang tadinya sedang asyik dengan
KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 28Tok tok tokSiapa sih yang datang sepagi ini! Aku beranjak dan membuka pintu. Mataku membelalak sempurna melihat orang yang berdiri di depan pintu."Mbak Ni—sa," ucapku terbata. Aku tak percaya dengan penglihatanku. Anak dari suamiku itu kini ada di depanku."Iya! Ini Aku Ni Sa! Kaget?!" Ah, dia masih saja ketus padaku, wajar lah. "Mana ayahku?" "Ada di dalam, mari masuk Mbak," ajakku."Minggir!" Dia masuk sambil mendorong tubuhku."Ayah!" Teriak Mbak.Nisa begitu melihat suamiku."Hei, sudah datang ternyata." Oh, jadi suamiku sudah tau kalau Mbak Nisa akan datang? Kenapa nggak bilang sama aku ya?"Ini beneran Ayah? Kok jadi keren?" Mbak Nisa melihat penampilan ayahnya dari ujung kaki sampai ujung kepala. Sementara suamiku justru merentangkan kedua tangannya.Mbak Nisa yang masih tertegun cukup lama menyambut tangan ayahnya. Mereka berdua kemudian berpelukan. Ayah dan anak itu sudah kembali akur. Aku senang melihatnya."Dinda, ayo sini!" perintah suamiku
KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 29"Bang Bambang, Kak Bambang, Mas Bambang, Akang Bambang, Brother Bambang, Uda Bambang atau kalau mau keren Hyung Bambang—" Kubekap mulut Riska yang terus-menerus nyerocos!"Halah biyung, ini bocah brisik banget! Tau gitu tinggal aja di pom bensin. Udah Va, kamu siap-siap sekarang," seloroh Ibu.Ibu itu sudah akrab sama Riska malah udah kayak anak sendiri makannya sudah biasa jika Riska ditegur sama oleh ibu.Akhirnya siang ini kami berangkat menuju ke kebun binatang, menuruti keinginan Seno. Antusias sekali Seno melihat setiap satwa yang ada.Satu per satu, Mbak akan wujudkan keinginanmu. Semoga kelak kamu akan jadi laki-laki yang tangguh.Ting![ Selamat bersenang-senang, Sayang ] [ Makasih Kanda, Terimakasih juga untuk kiriman pasukan paket lengkapnya. Jangan telat makan ya ][ Dinda juga. Have fun sayang ]Sebagai balasannya aku kirimkan fotoku."Cieee yang senyum-senyum sendiri, nyampe saudara sendiri di cuekin." Aku masukkan kembali ponsel dalam tasku
KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 30"Hobi banget deh teriak-teriak, kenapa sih? Siapa yang dateng?" Aku kemudian menyusul Riska.Ternyata suamiku yang masih berdiri di luar sementara Riska masih berdiri memegang handle pintu."Loh, Kanda, katanya nggak balik?" tanyaku heran. "Ris, itu suamiku kayaknya mau masuk deh." Riska masih saja berdiri menghalangi jalan. Aku mendekatinya, ternyata pandangannya kosong. Aku gerakkan tanganku di depan wajahnya."Riska … Woy!" Kutinggikan nada suaraku karena Riska masih saja ngalamun."Eh, iya, Va, kenapa?" Akhirnya Riska sadar juga."Itu suamiku mau masuk.""Maaf, maaf," ucap Riska, kemudian membuka penuh pintu dan dia berjalan mundur. "Va, aku balik ke kamar ku ya, nggak jadi tidur bareng disini." Riska mungkin merasa tidak enak suamiku mendadak balik ke resort."Ehm, Kanda … eh, maksudku Pak Bambang, makasih ya udah ngajakin Riska ikut liburan." "Sama-sama. Terimakasih juga sudah jadi sahabat istriku. Mau temenin Seva tidur disini juga nggak apa-apa k
KAKEK TUA itu SUAMIKUPoV Kanda (Bambang Hendromoyo)Hari itu di taman rumah sakit, seorang gadis terlihat duduk sendirian. Tatapan matanya kosong tapi air mata terus berlinang. Entah apa yang sedang terjadi dengannya. Pemandangan itu menarik perhatianku. Bukan karena sosoknya yang cantik, tapi beban yang terlihat di wajahnya.Tanpa sadar aku terus menatapnya. Sesekali dia mengusap air matanya, tapi sesaat kemudian dia kembali terisak. Dia larut dalam pikirannya sampai kehadiranku tak mampu mengalihkan perhatiannya.Kuberanikan diri untuk menanyakan kenapa dia menangis."Bapak dan adikku, mereka terbaring di rumah sakit ini, sementara aku tak punya biaya untuk pengobatan mereka." Jawaban yang membuatku sangat pilu. Bagaimana mungkin gadis seusianya menanggung beban berat seperti itu."Berapa biayanya?" "Kata dokter, untuk pemasangan ring di jantung Bapak itu 80 juta, sementara untuk pemasangan pen di kaki adikku aku belum tau." Dia masih saja terisak sambil sesekali mengusap ingusny
KAKEK TUA itu SUAMIKUPOV KandaUntung saja ponsel yang aku berikan sudah aku sambung dengan GPS, jadi aku tau dimana keberadaannya. Benar saja ketika aku ancam akan dicoret dari daftar warisan Tania dan Lidiya langsung bertindak dengan meminta maaf, bahkan memanggil Dindaku dengan sebutan Mamih, kecuali Nisa yang tak perduli dengan ancamanku. Dia meminta maaf tapi penuh dengan amarah, kemudian pergi. Nisa itu anakku, aku tau persis sifatnya. Dia keras tapi baik. Aku bisa menebak kemana dia pergi, tak perlu aku khawatir karena ada orangku yang sengaja mengawasinya. Benar saja Nisa kembali ke Australia.Dinda istriku, masih saja dengan sifat polosnya, kadang dia mengerucutkan bibirnya hingga membuatku ingin membeli pabrik karet agar bibirnya bisa dikuncung. Pernah, dia jadi korban pencopetan tapi malah menyuruhku untuk tetap diam dan dia yang akan mengejarnya. Lucu sekali dia. Dia belum tau, masa mudaku itu seorang atlit karate juga hobi balapan.Mudah saja buatku untuk mengejar dan
KAKEK TUA itu SUAMIKUPOV KandaSayang sekali, semuanya harus terusik dengan panggilan masuk ke ponsel Dinda. Semua karena Parmin yang membuat onar dan dibawanya ke kantor polisi. Kebetulan, aku juga sudah punya bukti kalau dia adalah pelaku pencopetan terhadap Dinda jadi sekalian saja aku laporkan dia. Sebenarnya aku enggan berbuat demikian, mengingat Parmin adalah Pakde dari Dinda, tapi kelakuannya sudah keterlaluan.Malam itu istriku terlihat sangat kelelahan, sebenarnya aku ingin mengajaknya liburan tapi biarlah, aku jadikan saja kejutan untuknya esok hari, segala sesuatu sudah aku persiapkan tinggal berangkat saja. Jogja menjadi tempat tujuanku."Kemarilah Dinda." Aku memanggil Dinda saat kami sudah di resort Jogja. Kolam renang yang langsung menghadap ke pantai sekaligus menikmati pemandangan matahari terbit ingin aku tunjukkan pada istriku."Dinda suka?" Aku memeluknya dari belakang menghirup wangi aroma shampo mint yang begitu wangi."Tentu saja, ini pertama kali untukku. Teri
KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 34Terlihat Bude yang keluar dengan berlari. Langkah kakiku semakin kupercepat untuk menemui Bude."Bude, kenapa lari-lari? Terus kenapa juga Bude menangis?" tanyaku yang panik melihat keadaan Bude yang penuh keringat dan terus menangis. Tak pernah aku melihat keadaan Bude seperti ini."Tolongin Bude, Va!""Iya, tapi ini kenapa dulu?" "Riko, Va, Riko tadi kejang!""Ya Allah! Dimana sekarang Riko, Mbak?" tanya Ibu."Di rumah, aku tidak punya uang untuk membawanya ke rumah sakit." Dengan derai air mata Bude menjelaskan keadaannya."Bude sama Ibu sekarang siap-siap ya, kita bawa Riko ke rumah sakit! Seva pulang dulu minta Bapak siapkan mobil." Aku berlari hendak menemui Bapak dan memintanya membawa Riko ke rumah sakit."Pak … Bapak …" Aku memanggil nama Bapak ketika sampai di rumah. Tadi waktu aku sama Ibu pergi Bapak sedang mengecek bagian belakang rumah."Iya Va, kenapa?" sahut Bapak."Ehm, Ayo antar ke rumah sakit Pak!""Rumah sakit? Siapa yang sakit? Apa su
"Cie yang sudah jadi CEO," ledek Riska saat aku sampai di kantor. "Kamu tahu?" Riska mengangguk." Tristan yang cerita semalam." "Kenapa bukan Tristan saja yang menggantikanku? Kenapa Andi?" "Andi itu di Australia pimpinan tertinggi perusahaan Va, sekarang beralih pada Mas Ivan. Andi dipindah tugaskan balik kesini jadi presiden direktur menggantikan kamu" jelas Riska. "Nggak tau aku maunya suamiku, bisa-bisanya mengundurkan diri nggak bilang-bilang." "Suamimu ingin yang terbaik buatmu Va, yakin itu," ucap Riska. *** Malam ini udara terasa dingin, bahkan pendingin ruangan tidak aku nyalakan. "Masih banyak kerjaannya?" tanya suamiku yang melihatku masih sibuk di depan laptop. "Nggak, bentar lagi selesai. Lagian kenapa Kanda harus mundur sih? Kalau nggak kenapa bukan Tristan aja yang jadi CEO?" Aku kemudian mematikan laptopku, pertanda aku sudah selesai mengerjakan pekerjaanku. Di dada bidang suamiku aku sandarkan kepalaku. "Kanda hanya ingin istirahat Dinda, Kanda mau m
"Iya, ini aku. Kenapa? Kamu kaget?" Sejujurnya iya, aku sangat kaget. Dari gelagatnya, sepertinya Mbak Susi punya niat tidak baik sama aku. "Mbak Susi mau apa?" "Mau main-main sebentar sama kamu," sahut Mbak Susi. "Apa maksud Mbak Susi?" "Aku cuma mau tau, kalau wajahmu itu sudah nggak cantik, apa suamimu masih mau sama kamu?" Aku semakin bingung dengan ucapan Mbak Susi. Mbak Susi terlihat sibuk mencari sesuatu dari dalam tasnya. Pintu toilet yang tadinya tertutup kini terbuka semuanya. Namun yang keluar bukan wanita, tapi justru Pakde Parmin juga dengan tiga orang polisi lain, hanya satu yang wanita dia adalah Riska. Mbak Susi yang masih sibuk dengan tasnya tak sadar jika Pakde Parmin dan ketiga polisi datang mendekat, ketiga polisi bahkan langsung menyergap Mbak Susi dari belakang. Mbak Susi kaget, dan berusaha memberontak. "Lepas! Lepaskan aku!" "Kamu nggak akan bisa lepas sekarang," sahut Pakde Parmin. "Bapak tega, menangkap anak Bapak sendiri?" "Bapak harus teg
Sesampainya di parkiran aku dan Riska bergegas untuk turun. Langsung menuju ke lantai lima. Di depan ruanganku aku dan Riska kemudian berpisah. Riska ke divisinya sendiri dan aku masuk ke ruanganku sendiri.Hari itu aku lewati seperti biasa, memeriksa laporan dan menandatangani berkas. Ting Pesan masuk ke ponselku. Nomor baru lagi. Apa ini Mbak Susi lagi ya? Aku segera membukanya. Benar dia lagi yang mengirimku pesan.[ KAMU PIKIR AKU TAKUT DENGAN BODYGUARDMU YANG BERTAMBAH BANYAK? NGGAK! KAMU SALAH! ] [ Mau kamu sebenarnya apa, Mbak? Aku rasa aku nggak pernah mengusikmu, mengganggumu. ] Kubalas pesan dari Mbak Susi. Sudah muak rasanya mendiamkannya.[ BERANI JUGA KAMU MEMBALAS PESANKU. AKU MAU KAMU MENDERITA! AKU TIDAK RELA JIKA KAMU BAHAGIA! ] Mbak Susi kemudian mengirimkan sebuah foto padaku. Foto mobil Tristan yang tadi pagi aku tumpangi. Ya Tuhan, bahkan Mbak Susi tau jika aku ikut mobilnya Tristan.Aku segera keluar dari ruanganku dengan buru-buru dan menuju ke ruangan Tris
"Jangan begitu Bude. Bude nggak usah merasa bersalah. Kita doakan saja semoga Mbak Susi secepatnya kembali ke jalan yang benar." "Bude sudah berusaha menghubungi nomor Susi tapi tidak ada yang bisa." "Sudahlah Bude, suatu saat Mbak Susi pasti mencari Bude. Bagaimanapun juga seorang anak pasti suatu hari butuh ibunya. Ehm, Bude minta tolong siapkan buah ya," pintaku pada Bude. Bude kemudian beranjak menuju ke dapur menyiapkan apa yang aku minta. "Assalamualaikum …!" Terdengar suara seseorang yang selama beberapa hari ini menghilang. Suara yang aku rindukan. "Waalaikumsalam," jawabku seraya menyambut Riska. Riska langsung memelukku erat. "Kangen banget sama kamu, Va," ucap Riska. "Ah, aku nggak, biasa aja!" jawabku bohong. Riska kemudian mendorongku. "Tega banget kamu!" Aku menarik tangan Riska kemudian merangkulnya. "Gitu aja ngambek. Ya kangen lah," lanjutku. Tak lama berselang, Tristan datang. "Tiap hari dia minta pulang, katanya kangen si kembar, kangen kamu, kangen Bi R
Pagi ini, aku tengah bersiap pergi ke kantor. Jadwal sudah dikirim lewat email oleh Nana–sekretarisku. "Kanda, mungkin nanti aku pulangnya sore," ucapku pada suamiku. Suamiku sekarang lebih banyak di rumah. Hanya sesekali ke kantor itupun tidak lama. "Apa Dinda sibuk?" "Lumayan, ada berkas yang harus aku pelajari dari hasil meeting kemarin, juga ada meeting dengan klien siang nanti." Pekerjaan yang kemarin tertunda karena sibuk dengan kasus Seno, kini harus menumpuk pada hari ini. Biasanya ada Riska dan Tristan yang menghandle, tapi mereka baru akan kembali tiga hari lagi. Dari foto yang dikirim Riska, terlihat dia sangat bahagia. Syukurlah, aku ikut senang melihatnya. Sebenarnya ada rasa kehilangan beberapa hari tidak mendengar suara khas Riska. Untung saja besok setelah honeymoon mereka akan tinggal disini terlebih dahulu. Kali ini aku setuju dengan hadiah rumah yang besar dari suamiku, bisa menampung orang banyak. "Jangan terlalu capek, kalau ada apa-apa hubungi Kanda." Sua
Waktu menunjukkan pukul delapan malam, saat semua prosedur pembebasan Seno telah selesai. Dengan langkah yang gembira Seno berjalan menuju ke mobil."Aku lapar," ucapku saat diperjalanan menuju pulang."Saya juga lapar, Nona Bos," sahut Pak Agus. "Kanda juga, dari siang belum makan," imbuh suamiku. "Ha ha ha." Kami semua tergelak tertawa bersama. Saking fokusnya pada Seno kami lupa mengisi perut kami.Sebelum sampai rumah, kami memutuskan untuk terlebih dahulu membeli makanan untuk dibawa pulang. Menu yang paling disukai oleh anak-anak. Ayam goreng tepung kriuk-kriuk begitu anaku menyebutnya. "Pak Agus, bagikan juga makanannya pada bodyguard serta yang lainnya ya." "Siap, Nona Bos," sahut Pak Agus."Om Seno …!" teriak Arthur saat melihat Seno masuk ke rumah. Dia langsung meminta Seno untuk menggendongnya. Padahal Arthur sudah berusia enam tahun tapi tetap saja jika ada Seno ataupun Tristan dia akan langsung minta gendong. Berbeda dengan Alvina, dia hanya akan memeluk Seno dan memi
Mendengar perintah suamiku, anak buah suamiku dengan cekatan langsung mengambil laptop dan menyalakannya. Aku dan suamiku kemudian duduk di kursi tepat di hadapan mereka.Raut wajah mereka berubah pucat setelah melihat putaran rekaman CCTV. Salah satu dari mereka memang tidak terlihat jelas wajahnya tapi jika dilihat dari rekaman CCTV mobil Seno akan sangat terlihat jelas."Apa mereka pelakunya, Va?" tanya Pakde Parmin. "Iya Pakde, tapi mereka belum mau mengaku.""Apa kalian masih mau menyangkal setelah melihat rekaman itu?" Lanjut suamiku bertanya.Mereka berdua saling pandang satu sama lain. Keringat bahkan sudah terlihat jelas mengalir pada wajah mereka. Mereka tentu saja takut, tidak ada celah lagi buat mereka untuk menghindar."Kalian mau menjawabnya atau anak buah saya yang bertindak?" ancam suamiku.Bodyguard di belakang mereka bahkan sudah menarik baju bagian leher mereka. "A—ampun, saya akan mengatakannya," ucap laki-laki berkaos putih dengan mimik wajah ketakutan."Kataka
Percakapan dengan Aldo sengaja aku keraskan volumenya, agar satu ruangan ini bisa mendengarnya. "Bagaimana ini, Kanda?" "Tenanglah, sudah ada titik terang," jawab suamiku. "Kalian, segera bawa kesini dua orang yang menanyakan alamat pada Aldo!" Perintah suamiku pada anak buahnya. "Siap Bos!" jawab mereka serempak. Aku terus mondar-mandir di teras, menanti kedatangan Pakde Parmin dan Pak Agus. "Dinda, sini duduk. Jangan mondar mandir terus seperti itu," titah suamiku. Aku tak menggubrisnya, terus saja aku melangkah maju lalu kembali lagi. "Dinda …." Lagi, suamiku memanggil namaku. Mau tak mau aku menurutinya, duduk di samping suamiku di kursi teras. Tiiin Tiin Terdengar klakson mobil di depan, dengan segera Pak Satpam membuka pintu gerbang. Pertama masuk adalah mobil sedan hitam milik suamiku, disusul kemudian mobil sport milik Seno. Aku sangat penasaran dengan mobil Seno, bahkan sebelum mobil itu berhenti aku sudah berlari menghampirinya. Pintu mobil Seno terbuka, kelua
"Dia dituduh membawa narkoba Mbak," jawab Ibu."Nggak mungkin Seno seperti itu, ini pasti ada kesalahan, atau mungkin ada yang menjebaknya!" "Permisi Bos, mereka sudah datang," ucap Pak Agus. "Suruh mereka tunggu di ruang tamu.""Siap, Bos."Suamiku kemudian meletakkan sendoknya, meminum air putih yang ada di depannya, kemudian beranjak dan meninggalkan meja makan."Bude, tolong temani Ibu ya," pintaku pada Bude Ratmi. Aku kemudian menyusul suamiku, menemui orang-orang suruhan suamiku."Aku berikan tugas untuk kalian minta rekaman CCTV hari ini yang ada di toko buku Pelita, kafe Remaja juga di sekitar kampus Seno. Selidiki juga teman yang bersama Seno!" titah suamiku. "Akan ku kirim foto Seno pada kalian!""Siap Bos!" sahut mereka serempak. Lima orang dengan pawakan tinggi kekar kini beranjak dan meninggalkan ruang tamu.***Keesokan harinya, aku tengah bersiap untuk menemani Ibu ke kantor polisi. Semua jadwal kantor sudah aku serahkan dengan Pak Ilyas, direktur keuangan pada perusa