KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 29"Bang Bambang, Kak Bambang, Mas Bambang, Akang Bambang, Brother Bambang, Uda Bambang atau kalau mau keren Hyung Bambang—" Kubekap mulut Riska yang terus-menerus nyerocos!"Halah biyung, ini bocah brisik banget! Tau gitu tinggal aja di pom bensin. Udah Va, kamu siap-siap sekarang," seloroh Ibu.Ibu itu sudah akrab sama Riska malah udah kayak anak sendiri makannya sudah biasa jika Riska ditegur sama oleh ibu.Akhirnya siang ini kami berangkat menuju ke kebun binatang, menuruti keinginan Seno. Antusias sekali Seno melihat setiap satwa yang ada.Satu per satu, Mbak akan wujudkan keinginanmu. Semoga kelak kamu akan jadi laki-laki yang tangguh.Ting![ Selamat bersenang-senang, Sayang ] [ Makasih Kanda, Terimakasih juga untuk kiriman pasukan paket lengkapnya. Jangan telat makan ya ][ Dinda juga. Have fun sayang ]Sebagai balasannya aku kirimkan fotoku."Cieee yang senyum-senyum sendiri, nyampe saudara sendiri di cuekin." Aku masukkan kembali ponsel dalam tasku
KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 30"Hobi banget deh teriak-teriak, kenapa sih? Siapa yang dateng?" Aku kemudian menyusul Riska.Ternyata suamiku yang masih berdiri di luar sementara Riska masih berdiri memegang handle pintu."Loh, Kanda, katanya nggak balik?" tanyaku heran. "Ris, itu suamiku kayaknya mau masuk deh." Riska masih saja berdiri menghalangi jalan. Aku mendekatinya, ternyata pandangannya kosong. Aku gerakkan tanganku di depan wajahnya."Riska … Woy!" Kutinggikan nada suaraku karena Riska masih saja ngalamun."Eh, iya, Va, kenapa?" Akhirnya Riska sadar juga."Itu suamiku mau masuk.""Maaf, maaf," ucap Riska, kemudian membuka penuh pintu dan dia berjalan mundur. "Va, aku balik ke kamar ku ya, nggak jadi tidur bareng disini." Riska mungkin merasa tidak enak suamiku mendadak balik ke resort."Ehm, Kanda … eh, maksudku Pak Bambang, makasih ya udah ngajakin Riska ikut liburan." "Sama-sama. Terimakasih juga sudah jadi sahabat istriku. Mau temenin Seva tidur disini juga nggak apa-apa k
KAKEK TUA itu SUAMIKUPoV Kanda (Bambang Hendromoyo)Hari itu di taman rumah sakit, seorang gadis terlihat duduk sendirian. Tatapan matanya kosong tapi air mata terus berlinang. Entah apa yang sedang terjadi dengannya. Pemandangan itu menarik perhatianku. Bukan karena sosoknya yang cantik, tapi beban yang terlihat di wajahnya.Tanpa sadar aku terus menatapnya. Sesekali dia mengusap air matanya, tapi sesaat kemudian dia kembali terisak. Dia larut dalam pikirannya sampai kehadiranku tak mampu mengalihkan perhatiannya.Kuberanikan diri untuk menanyakan kenapa dia menangis."Bapak dan adikku, mereka terbaring di rumah sakit ini, sementara aku tak punya biaya untuk pengobatan mereka." Jawaban yang membuatku sangat pilu. Bagaimana mungkin gadis seusianya menanggung beban berat seperti itu."Berapa biayanya?" "Kata dokter, untuk pemasangan ring di jantung Bapak itu 80 juta, sementara untuk pemasangan pen di kaki adikku aku belum tau." Dia masih saja terisak sambil sesekali mengusap ingusny
KAKEK TUA itu SUAMIKUPOV KandaUntung saja ponsel yang aku berikan sudah aku sambung dengan GPS, jadi aku tau dimana keberadaannya. Benar saja ketika aku ancam akan dicoret dari daftar warisan Tania dan Lidiya langsung bertindak dengan meminta maaf, bahkan memanggil Dindaku dengan sebutan Mamih, kecuali Nisa yang tak perduli dengan ancamanku. Dia meminta maaf tapi penuh dengan amarah, kemudian pergi. Nisa itu anakku, aku tau persis sifatnya. Dia keras tapi baik. Aku bisa menebak kemana dia pergi, tak perlu aku khawatir karena ada orangku yang sengaja mengawasinya. Benar saja Nisa kembali ke Australia.Dinda istriku, masih saja dengan sifat polosnya, kadang dia mengerucutkan bibirnya hingga membuatku ingin membeli pabrik karet agar bibirnya bisa dikuncung. Pernah, dia jadi korban pencopetan tapi malah menyuruhku untuk tetap diam dan dia yang akan mengejarnya. Lucu sekali dia. Dia belum tau, masa mudaku itu seorang atlit karate juga hobi balapan.Mudah saja buatku untuk mengejar dan
KAKEK TUA itu SUAMIKUPOV KandaSayang sekali, semuanya harus terusik dengan panggilan masuk ke ponsel Dinda. Semua karena Parmin yang membuat onar dan dibawanya ke kantor polisi. Kebetulan, aku juga sudah punya bukti kalau dia adalah pelaku pencopetan terhadap Dinda jadi sekalian saja aku laporkan dia. Sebenarnya aku enggan berbuat demikian, mengingat Parmin adalah Pakde dari Dinda, tapi kelakuannya sudah keterlaluan.Malam itu istriku terlihat sangat kelelahan, sebenarnya aku ingin mengajaknya liburan tapi biarlah, aku jadikan saja kejutan untuknya esok hari, segala sesuatu sudah aku persiapkan tinggal berangkat saja. Jogja menjadi tempat tujuanku."Kemarilah Dinda." Aku memanggil Dinda saat kami sudah di resort Jogja. Kolam renang yang langsung menghadap ke pantai sekaligus menikmati pemandangan matahari terbit ingin aku tunjukkan pada istriku."Dinda suka?" Aku memeluknya dari belakang menghirup wangi aroma shampo mint yang begitu wangi."Tentu saja, ini pertama kali untukku. Teri
KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 34Terlihat Bude yang keluar dengan berlari. Langkah kakiku semakin kupercepat untuk menemui Bude."Bude, kenapa lari-lari? Terus kenapa juga Bude menangis?" tanyaku yang panik melihat keadaan Bude yang penuh keringat dan terus menangis. Tak pernah aku melihat keadaan Bude seperti ini."Tolongin Bude, Va!""Iya, tapi ini kenapa dulu?" "Riko, Va, Riko tadi kejang!""Ya Allah! Dimana sekarang Riko, Mbak?" tanya Ibu."Di rumah, aku tidak punya uang untuk membawanya ke rumah sakit." Dengan derai air mata Bude menjelaskan keadaannya."Bude sama Ibu sekarang siap-siap ya, kita bawa Riko ke rumah sakit! Seva pulang dulu minta Bapak siapkan mobil." Aku berlari hendak menemui Bapak dan memintanya membawa Riko ke rumah sakit."Pak … Bapak …" Aku memanggil nama Bapak ketika sampai di rumah. Tadi waktu aku sama Ibu pergi Bapak sedang mengecek bagian belakang rumah."Iya Va, kenapa?" sahut Bapak."Ehm, Ayo antar ke rumah sakit Pak!""Rumah sakit? Siapa yang sakit? Apa su
KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 35[ Oh iya, Mbak, tapi sepertinya suamiku lagi meeting, kalau sama temen suamiku gimana?][ Ok! Aku tunggu!][ Nggak pake lama ][ Setengah jam lagi aku tunggu di gerbang!][ Telat lima menit aku marah!!!!]Rentetan pesan Mbak Susi hanya aku baca. Semoga suka dengan teman suamiku ya, Mbak.Nah, itu dia Bapak keluar."Pak, mau jemput Seno ya?" tanyaku."Iya, kenapa?" "Titip pesen bilangin sama Mbah Dibyo buat jemput Mbak Susi ya, nanti Mbak Susi tunggu di gerbang kampus.""Mbah Dibyo tukang becak temen Bapak? Kenapa nggak sekalian dijemput Bapak aja?" "Mbak Susi nggak mau. Ini nanti tolong kasih Mbah Dibyo ya Pak, biar Mbak Susi nggak usah bayar." Kuberikan lima lembar uang berwarna merah pada Bapak."Banyak amat, Va? Kan cuma deket, paling juga sepuluh ribu biasanya." "Nggak apa-apa Pak," jawabku. Mbah Dibyo itu sudah sepuh, bahkan lebih tua dari suamiku tapi masih harus menghidupi tiga orang cucunya yang yatim piatu. Anak dan menantunya meninggal dalam k
KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 36"Nggak kok, mungkin suamimu salah lihat kali ya, Va, orang kita baik-baik aja. Kita kan saudara, bener kan Va?" Mbak Susi tak mau mengakui perbuatannya tadi bahkan kini dia merangkulku."Kanda, kenapa ada disini?" Aku mengalihkan perhatian suamiku yang masih berusaha mendapat jawaban dariku."Tadi Kanda telepon ke ponsel Dinda tapi Seno yang menjawab, terus bilang Dinda ada di rumah sakit, Kanda takut Dinda kenapa-kenapa jadi Kanda langsung kesini." "Aku nggak apa-apa, Riko tadi kejang terus dibawa ke rumah sakit sama Bapak. Ayo, lihat keadaan Riko." Aku mengajak suamiku untuk masuk melihat keadaan Riko.Suamiku menggandeng tanganku, sementara Mbak Susi mengikuti dari belakang."Loh, Mas Mantu kok ada disini?" tanya Ibu. Kemudian aku menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Sekitar sepuluh menit berada di ruang Riko, kami memutuskan untuk pulang terlebih dahulu."Bude, Seva pulang dulu ya, besok insyaallah kesini lagi," pamitku."Aku ikut pulang!" Mbak Susi
"Ehm, Pak Agus kalau pulangnya naik taxi online nggak apa-apa?" "Nggak apa-apa sih, Nona Bos, tapi mobilnya mau dibawa kemana?""Mau dibawa buat momong aki-aki," gurauku."Gimana Bos?" Pak Agus meminta persetujuan dari suamiku."Perintah istriku mutlak wajib dikabulkan," jawab suamiku. Pak Agus kemudian menyerahkan kunci mobil pada suamiku namun sebelum suamiku menerimanya aku sudah terlebih dahulu merebutnya."Aku yang nyetir," ucapku sambil berlalu menaiki mobil."Jangan lupa pasang safety belt ya Kek," candaku saat suamiku duduk di kursi penumpang sebelahku."Mohon maaf Cu, Kakek lupa cara pasangnya." Lah malah suamiku balik ledek."Oke, kita berangkat. Sesuai aplikasi ya," ucapku menirukan driver taxi online. Kemudian aku pacu mobil sedan Mercedes Benz keluaran terbaru berwarna hitam dengan kecepatan sedang."Kita mau kemana, Sayang?" tanya suamiku."Gimana kalau nonton bioskop?" usulku."Boleh, bentar Kanda booking dulu.""Eh, jangan donk, jangan main asal booking. Kita biasa a
Aku cukup kaget mendengar perintah suamiku, dan Seno pun terlihat langsung menunduk."Darimana kamu belajar nyetir?" tanya suamiku."Dari Bapak," jawab Seno lirih."Maaf Mas Mantu, Seno sebenarnya sudah ada satu tahun belajar nyetir, kadang dia yang antar pesanan ketring, tapi tetap dalam pengawasan bapak. Hanya saja, setelah bapak meninggal, Seno bawa sendiri. Kalau keberatan nanti biar mobilnya ditinggal disini," imbuh Ibu."Apa Kanda marah sama Seno?" tanyaku pada suamiku."Siapa yang marah?""Itu tadi minta mobil di tinggal disini.""Memangnya nggak boleh kalau ditinggal disini?" "Satu minggu lagi kan Seno tujuh belas tahun, bisa buat SIM sama KTP kenapa harus ditinggal disini mobilnya? Kalau ditinggal disini Ibu gimana anter pesanan ketring?" "Dinda jangan marah-marah dulu, belum selesai ngomong udah di protes." "Terus?""Itu mobil yang dibawa Seno udah ketinggalan model, masa anak muda kaya Seno bawa mobil kaya gitu, niatnya mau dibelikan yang baru …," jelas suamiku. "Tapi ka
Perhatian kini tertuju pada perempuan itu, ah iya aku ingat namanya Mayang.Mbak Nisa berbalik, karena perempuan itu datang dari arah belakang Mbak Nisa."Enak banget kamu mau melamar dia?!" pekik Mayang.Ivan yang tadinya berlutut kemudian berdiri menghampiri Mayang."Apa ada yang salah, Mayang?" tanya Ivan."Tentu saja ada!" jawab Mayang dengan nada tinggi. "Kalau kamu melamar dia, apa arti kedekatan kita selama ini?" "Kedekatan? Apa maksudmu? Bukankah dari awal aku sudah memberitahu tentang rencana ini?" tanya Ivan."Kalian selesaikan dulu masalahnya, aku pergi dulu," ucap Mbak Nisa."Tunggu, Nisa!" cegah Ivan."Ada apa lagi? Sudah jelas kan kalau dia berharap lebih pada kamu?""Tapi aku tidak ada maksud apa-apa sama Mayang, aku hanya mencintaimu Nisa ….""Aku juga," jawab Mbak Nisa lirih. "Tapi aku tidak mau ada orang lain yang sakit hati dengan hubungan kita.""Katakan sekali lagi Nisa, apa kamu mencintai Ivan?" tanya Mayang."Maaf, kalau aku salah. Aku memang masih sangat menci
Setelah dilakukan cek darah, dia terkena tipes dan itu sudah lumayan parah," jelas Dokter. "Dia harus rawat inap di rumah sakit," imbuh Dokter."Lakukan yang terbaik untuk putri saya Dok," ucap Ayah Riska."Rawat dia di ruang VVIP, akan aku booking satu lantai untuk dia," ujar suamiku."Tuh, Ris, ucapan adalah doa. Kamu kan dulu pengen booking satu lantai sekarang kesampaian." "Ya kali harus sakit dulu kaya gini," elak Riska. "Ehm, aku cancel deh buat booking satu lantai, mending pulang aja. Boleh nggak, Dok?" pinta Riska."Nggak bisa. Apa kamu mau sakitmu tambah parah?" Riska akhirnya pasrah harus opname di rumah sakit. "Terimakasih Pak Bambang, sudah sangat peduli dengan anak kami," ucap Ayah Riska saat aku dan suamiku hendak pulang."Tidak apa-apa. Riska adalah sahabat baik istriku, dia sudah saya anggap sebagai—""Stop Pak Bambang!" sergah Riska. "Jangan anggap aku sebagai istrimu!" Mendengar ucapan Riska, Ibu Riska langsung memukul kaki Riska."Astaga! ini bocah kalau ngomong
"Maaf Va, tapi benar-benar perutku mual," ucap Riska."Nggak apa-apa." Aku mendorong kursiku kemudian mendekati Riska. Aku pijat tengkuk lehernya, agar dia merasa lebih baik. "Jangan-jangan dia hamil," ucap seseorang yang duduk di meja sebelahku."Apa maksudmu mengatakan hal itu?" tanyaku padanya."Ya nggak apa-apa. Sekarang lihat deh, dia muntah-muntah di pagi hari, bukankah pas sama ciri-ciri orang hamil?""Kalau ngomong disaring dulu mulutnya! Nggak tau apa-apa udah ngomong hamil!""Loh, kok kamu nggak terima?!""Kirim aja nggak gimana aku mau terima? Dasar aneh, kenal juga nggak udah main tuduh!" Ingin aku menyiram muka perempuan itu dengan teh yang ada diatas meja, tapi tanganku malah ditarik oleh Riska."Va … aku pulang aja ya," ucap Riska."Aku anterin ya," usulku pada Riska."Nggak usah, aku naik taksi online aja, kamu kan ada kelas pagi," tolak Riska."Udah, nggak usah dipikirin," jawabku.Aku kemudian membantu Riska untuk berdiri dan memapahnya."Maaf Va, ngrepotin kamu," u
"Va, kamu selalu bawa kan?" tanya Riska. Entah apa maksudnya malah tanya seperti itu."Bawa apaan?" "Permen!" jawab Riska ketus. "Botol Va, botol."Auto mikir dengan ucapan Riska. Aku ingat-ingat tentang botol, yang terlintas di otak malah bayangan tampan suamiku. Aku geser kembali bayangan suamiku, yang keluar malah Song Joong Ki. Hih! Ni otak kenapa mendadak pintar!"Kelamaan mikir kamu, Va!" hardik Riska. Dua orang laki-laki itu sudah sangat dekat jaraknya dengan kami. "Om-om! Lihat deh, ke atas," ucap Riska."Ada apa di atas?" tanya salah satu laki-laki itu."Itu ada cicak bawa koper, kayaknya keberatan deh. Bantuin dulu gih Om," jawab Riska membuatku tepuk jidat. Bisa-bisanya dia bercanda disaat seperti ini."Ngledek kamu, hah?!" bentak laki-laki itu."Siapa yang ngeledek?" elak Riska. "Kalau yang ini beneran deh, tuh lihat dipojokkan," tunjuk Riska pada benda kecil yang terpasang di langit-langit pojok lift. "Kasih lihat giginya dulu, Om!" perintah Riska. Yang lebih mencengang
"Mbak … Mbak Nisa kenapa?" Aku beranikan diri untuk bertanya pada Mbak Nisa karena semakin lama air mata Mbak Nisa semakin banyak mengalir di pipi."Mbak Nisa nangis pengin balon? Atau mau kue ulang tahun? Nanti Riska ambilkan, tapi jangan nangis ya …" hibur Riska."Kenapa rasanya sakit kaya gini? Seharusnya aku biasa saja. Aku sudah menolaknya, tapi aku sakit melihatnya dengan perempuan lain," ucap Mbak Nisa terisak."Apa itu karena Ivan Mbak?" tanyaku pada Mbak Nisa. "Kenapa Mbak Nisa menolak lamaran Ivan kalau Mbak Nisa cinta sama dia?""A—aku takut dia kecewa Va. Kamu kan tau aku nggak bisa kasih dia keturunan dulu juga ibunya menentang hubungan kami karena hal itu.""Waktu mau melamar Mbak Nisa kan ibunya sudah merestui Mbak, kenapa Mbak Nisa tetap menolaknya?""Aku takut Va, takut jika suatu saat ibunya kembali mengungkitnya.""Mbak Nisa sekarang masih cinta sama Ivan?""Dari dulu aku nggak pernah mencintai laki-laki lain selain dia, bahkan setelah aku meninggalkannya ke Austral
Malamnya kami sudah sampai di tempat Ibu. Mbak Nisa malah sudah sampai terlebih dahulu karena Mbak Nisa dari kantor langsung ke tempat Ibu. Kue yang aku pesan juga sudah sekalian dibawa sama Mbak Nisa.Di ruang tamu para tamu datang berkumpul untuk mengirimkan doa untuk Bapak."Va, kuenya enak," ucap Riska saat baca doa telah selesai."Hmmmm, makan terus kamu kerjanya! Bukannya ikut kirim doa!" sungutku pada Riska."Aku kan lagi halangan, Va," jawabnya dengan mulut penuh makanan. "Halah! Alasan aja kamu!" timpal Mbak Nisa. "Aku perhatiin kok dari tadi kamu sibuk sama kacang di depan kamu. Tuh lihat kulitnya aja paling banyak di depan kamu." "Lah kan biar pas, nanti kalau kulitnya di buang jadinya kacang yang lupa sama kulitnya," elak Riska.Pukul sembilan malam akhirnya acara telah selesai, semua tamu sudah kembali ke rumah masing-masing. Kami memutuskan untuk menginap di rumah Ibu."Ris, kamu masih ngunyah?" tanya Mbak Nisa saat Riska masih menikmati bola-bola coklat yang ada di de
Bi Asih kemudian mematikan sambungan teleponnya dan berbalik."Nyo—nya," ucap Bi Asih gelagapan. Mukanya menunduk tak berani menatapku."Iya ini saya. Kaget?!" "Ti—tidak Nyonya, saya kira Nyonya masih di kamar sebelah," jawab Bi Asih melawan rasa gugupnya."Sudah dari tadi saya disini. Mana ponselmu?" Bi Asih kemudian merogoh saku bajunya dan menyerahkan ponsel kepadaku, yang diserahkannya justru ponselku padahal sudah jelas yang aku minta adalah ponsel Bi Asih. Aku terima saja ponselku dan aku masukkan kantong bajuku."Ponsel Bi Asih mana?" tanyaku."Bu—bu—buat apa Nyonya?" "Nggak usah banyak tanya! Saya sudah tau semuanya! Cepat berikan ponsel kamu!" teriaku.Bi Asih kaget dengan suara nada tinggi yang aku keluarkan. Tangannya langsung bertindak cepat merogoh saku kemudian menyerahkan ponsel miliknya padaku."Ada apa Dinda?" tanya suamiku yang baru saja terbangun. Mungkin dia kaget dengan suara kerasku."Maaf Kanda, sudah membuat Kanda kaget sampai terbangun," jawabku pada suamik