Aruna membuka matanya dengan perlahan, terbangun dari tidurnya yang nyenyak. Tangannya bergerak mengucek matanya sendiri, berusaha memperjelas penglihatannya. Setelah kesadarannya terkumpul, Aruna pun bangkit dan duduk di atas ranjang. Dia meringis pelan saat merasakan perih dan tak nyaman di area pribadinya.Aruna menarik selimut dan memegangnya dengan erat di dada. Matanya kemudian menatap sekeliling, dan dia tak menemukan sosok Arkan di sampingnya. Bahkan Aruna tak bisa menemukan sosok Arkan di sekeliling kamar hotel tersebut.Aruna menurunkan kedua kakinya dari atas ranjang. Lalu matanya tak sengaja melihat ada sebuah handuk yang terlipat rapi di atas laci samping tempat tidur. Sekali lagi, Aruna melihat sekeliling dan dia masih tak menemukan sosok Arkan berada di sana. Akhirnya Aruna mengambil handuk tersebut dan memakainya. Dia memunguti pakaiannya dan membawanya masuk ke dalam kamar mandi.Beberapa menit di dalam kamar mandi, akhirnya Aruna pun selesai membersihkan tubuhnya. Di
Arkan duduk di pinggir ranjang dengan bertelanjang dada. Dia memakai sebuah celana pendek berwarna hitam. Sementara Aruna berbaring di atas ranjang dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Matanya menatap tajam penuh rasa kesal pada Arkan yang terlihat santai dan tak merasa bersalah sama sekali karena telah memaksanya. Catat, memaksanya."Mana ponselmu?" Arkan bertanya seraya menengok ke arah Aruna yang memicingkan mata tajam ke arahnya."Buat apa?" Aruna bertanya dengan nada ketus."Aku pinjam sebentar." Arkan menjawab. Aruna semakin memicingkan mata pada Arkan. Namun pada akhirnya tetap menyerahkan juga ponselnya pada Arkan. Aruna sedikit melemparnya ke arah Arkan, karena dia masih kesal pada pria itu yang bertindak sesuka hati.Arkan meraih ponsel Aruna dan melihat-lihat menu. Kening dia berkerut saat merasakan ponsel Aruna yang tidak sebagus miliknya saat dipakai. Terasa kurang nyaman karena sudah agak rusak sepertinya."Sudah berapa lama kamu pakai ponsel ini?" Arkan bertany
Setelah beberapa saat, mobil Arkan memasuki parkiran mall. Aruna kebingungan kenapa Arkan mengajaknya ke sana, namun Aruna tetap mengikuti langkah pria itu untuk masuk ke dalam mall."Mau beli apa ke sini?" Aruna bertanya seraya menatap Arkan yang berjalan di sampingnya."Ponsel untukmu. Yang lama gak usah dipakai lagi," jawab Arkan jujur. Aruna melebarkan mata mendengar itu. Ini beneran kah? Wah, Aruna kadang lupa kalau Arkan itu orang kaya. "Mas Arkan gak bercanda kan?" Aruna bertanya penasaran."Apakah aku terlihat sedang bercanda?" Arkan melontarkan pertanyaan dengan tatapan tajam. Aruna langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat. Sudahlah. Biarkan saja Arkan dengan segala tindakannya yang tak bisa ditebak sama sekali.Setelah berjalan cukup lama, Arkan menarik Aruna ke sebuah toko ponsel dengan merk yang biasa dia pakai. Arkan tak menyuruh Aruna memilih, namun langsung meminta pegawai toko memperlihatkan beberapa model yang Arkan sebutkan."Pilih saja mau yang mana." Arkan be
Aruna dan Arkan kini berada di sebuah cafe yang masih berada di dalam mall. Arkan memesan satu cangkir kopi dengan kentang goreng, sedangkan Aruna memesan spageti dan es jeruk. Aruna menikmati spagetinya dengan santai tanpa buru-buru. Arkan juga bilang kalau mereka masih memiliki banyak waktu untuk jalan-jalan di mall sebelum pulang lagi ke hotel. "Setelah ini kita kemana?" Aruna bertanya seraya menatap Arkan yang duduk di depannya. Arkan yang semula memegang ponsel langsung menyimpannya di atas meja saat Aruna bertanya."Kamu mau kemana?" Arkan balik bertanya. Dia meraih cangkir kopi miliknya dan menyeruputnya sedikit demi sedikit."Entahlah. Aku juga bingung," jawab Aruna. Dia menatap sekitar, lalu secara tak sengaja Aruna melihat seorang wanita yang jaraknya cukup jauh dari dia dan Arkan. Wanita memperhatikan ke arah dia dan Arkan, namun langsung memalingkan wajah saat Aruna menatapnya."Mas, sepertinya ada yang memperhatikan kita," ucap Aruna. Arkan menaikkan sebelah alisnya saat
Aruna sudah takut dan ketar-ketir sendiri setelah Arkan membayar makanan mereka. Aruna benar-benar takut Arkan mengajaknya pulang sekarang. Namun ternyata, itu hanya sebuah ancaman belaka dari Arkan. Karena ternyata, Arkan malah mengajak Aruna untuk belanja lagi.Aruna sudah merasa lega karena tak diajak pulang lebih awal. Alhasil, sekarang Aruna tak lagi membantah perintah Arkan. Saat Arkan memberikan perintah padanya untuk memilih pakaian, Aruna menurut saja. Gak apa lah. Kapan lagi coba dia bisa membeli banyak barang tanpa mengeluarkan uang? Mana Arkan mengajaknya ke tempat-tempat yang memiliki harga jual barang yang mahal lagi.Di toko pakaian, Aruna mengambil dua buah dress selutut berwarna lilac dan toska. Dua celana jeans berwarna hitam dan putih, dan juga dua kemeja polos dengan warna yang berbeda juga. Arkan tak protes dengan setiap yang Aruna ambil dan menyuruh Aruna mengambil lebih jika memang masih ingin yang lain.Dan saat Aruna mengambil satu piyama tidur, Arkan langsung
Arkan dan Aruna keluar dari mall setelah selesai berbelanja. Bukan Aruna yang ingin, tapi Arkan yang menyuruh. Aruna hanya memanfaatkan kesempatan saja karena belum tentu besok dan seterusnya Arkan akan dermawan seperti hari ini.Setelah di parkiran, Arkan memasukkan seluruh kantong belanja di jok belakang. Aruna yang berdiri di samping Arkan tak langsung masuk dan malah melihat sekitar."Mau beli apa lagi?" Arkan bertanya saat tahu kalau Aruna sedang mencari sesuatu."Mau beli minuman. Haus," jawab Aruna dengan jujur. Matanya menyipit saat menatap Arkan karena silau oleh sinar matahari. Arkan mengerutkan kening mendengar itu. Dia mengeluarkan dompet lalu menyerahkan selembar uang berwarna merah pada Aruna."Sana cepat. Jangan jauh-jauh," ucap Arkan. Aruna tersenyum dan langsung berbalik meninggalkan Arkan di parkiran. Arkan menggelengkan kepala, tak percaya kalau dia ternyata menikahi seorang wanita yang secara usia sudah masuk dewasa, namun pemikiran dan tingkah lakunya masih sepert
Aruna meneguk minuman botol yang dia beli dengan perlahan. Setelah selesai, Aruna pun menutup kembali botol minuman tersebut."Kamu mendengar apa yang dia katakan." Arkan bukan bertanya, tapi berkata. Aruna sudah ada di belakang Rissa saat Rissa mengatakan sesuatu yang kurang baik."Ya, aku mendengarnya. Dan mungkin yang dia katakan benar. Seharusnya Mas Arkan tak perlu berusaha membelaku di depannya," ucap Aruna."Aku membelamu agar dia sadar kalau sahabatnya bukan lagi seseorang yang penting bagiku." Arkan berucap. Aruna diam mendengar itu. Dia menyadari keadaan fisiknya yang memang kurang menarik. Bersanding dengan Arkan jelas membuat perbedaan antara mereka terlihat jelas."Jadi, wanita barusan adalah sahabatnya mantan tunangan Mas Arkan?" Aruna bertanya karena penasaran. Arkan pun mengangguk sebagai jawaban."Kenapa pertunangan Mas Arkan batal setelah satu tahun?" Aruna bertanya lagi. Secara tak sadar, dia sudah menanyakan hal yang cukup pribadi bagi Arkan. Namun Arkan tak menunj
Arkan yang masih duduk di sofa hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan Aruna. Dia kembali fokus melihat-lihat ponsel yang di beli tadi, dan memilih mana yang lebih cocok untuk dipakai oleh Aruna. Sisanya, bisa dia pakai untuk keperluan lain atau disimpan saja."Aku tahu kamu belum tidur, Aruna. Kemari lah," ucap Arkan. Aruna tak bergerak sedikit pun dan memejamkan mata dengan erat, berharap Arkan percaya kalau dia sudah tidur."Aruna. Mau kuseret dengan paksa?" Arkan bertanya. Aruna menggeram kesal dalam hati. Akhirnya dia menyingkirkan selimut tersebut dari tubuhnya. Dia berdiri dan berjalan mendekati Arkan. Sengaja Aruna duduk di sofa dengan posisi yang cukup jauh dari Arkan."Apaan sih?" Aruna bertanya dengan kesal. Kemudian dia pura-pura menguap, memperlihatkan diri sudah mengantuk."Kamu pakai yang ini." Arkan berucap seraya menyerahkan satu ponsel dengan model yang bisa dilipat pada Aruna. Aruna pun menerimanya tanpa protes."Sisanya bagaimana?" Aruna bertanya penasaran. Dia