Setelah memastikan Arini tidak hamil, Yunus langsung memanggil penghulu untuk menikahkannya di bawah tangan. Terlalu lama jika mengurus pernikahan secara hukum. Apalagi mereka tidak akan tinggal lebih dari satu hari di Bukittinggi. Bisa jadi gunjingan tetangga nanti.
Lisa datang tepat dua jam sebelum akad nikah diselenggarakan. Dengan tergesa-gesa, wanita itu meletakkan koper kecil dan menyerahkan jas yang akan dikenakan Brandon untuk akad nikah. Beruntung Yunus telah memesankan kamar hotel, tepat di sebelah kamar yang ditempati Bran, sehingga tidak memakan banyak waktu.
Wanita paruh baya itu dengan energi yang terasa penuh segera ke rumah keluarga Arini. Jarak antara hotel dan rumah itu juga tidak jauh, hanya memakan waktu sepuluh menit berjalan kaki. Tentu saja Lisa menggunakan ojek online. Tampak kelegaan di wajahnya ketika keinginan agar Arini dan Brandon menikah bisa diwujudkan dalam hitungan jam.
Setidaknya, ia tidak lagi menanggung beban melihat mereka me
Arini kelelahan ketika tiba di Jakarta. Begitu sampai di apartemen Brandon, ia langsung ke kamar setelah berpamitan kepada Lisa, lalu berbaring di tempat tidur. Tidak hanya fisik yang lelah setelah pagi terbang dari Kuala Lumpur, memeriksakan kehamilan ke klinik sampai kembali lagi ke Jakarta dengan penerbangan terakhir. Namun, batinnya tidak kalah letih setelah dicoret dari list keluarga.“Arini tidur?” tanya Lisa melihat Brandon keluar lagi, setelah mengantarkan barang-barang ke dalam kamar.Brandon mengangguk dua kali seraya menutup pintu kamar. Dia ingin menanyakan sesuatu kepada sang ibu malam ini juga.“Mama mau tidur?” Brandon berbasa-basi terlebih dahulu, khawatir juga jika ibunya mengantuk. Malam ini, ia meminta Lisa menginap di apartemen.Perjuangan wanita paruh baya itu juga tidak main-main. Pagi sekali sudah mendatangi Georgio untuk mencari kebaya dan jas yang akan dikenakan Arini dan Brandon. Setelah mendapatkannya, ia langsung ke ba
Sepasang netra cokelat mulai mengerjap ketika sinar mentari pagi merambat melalui sela tirai kamar. Tilikannya perlahan beranjak ke samping kanan, tempat seorang pria masih terlelap dengan nyaman. Tubuh ramping itu beringsut sedikit ke atas, agar kepala bisa sejajar dengan wajah yang damai dalam tidur.Tangannya naik melihat cincin pernikahan yang disematkan kemarin sore. Tidak bisa dipercaya, Arini resmi menjadi istri seorang Brandon Harun, sahabatnya sendiri. Orang yang selama ini tidak masuk dalam kriteria suami idaman, sebelum pernikahan pertamanya dilaksanakan.Senyum tergambar di paras tirus Arini ketika mengamati paras Brandon. Ternyata pria itu telah menjelma menjadi sosok laki-laki yang rupawan. Berbeda jauh dari pertama kali bertemu sewaktu SMA. ‘Si Kunyuk Dekil’ itulah julukan yang pernah disematkannya kepada Bran dulu.“Gue sumpahin pria kayak gitu dapat istri yang jauh dari kriteria cewek impiannya.”Sumpah serapah yan
AriniPagi yang cerah untuk memulai hari yang baru. Arini melingkarkan tangan di pinggang ramping Bran dalam perjalanan menuju kantor. Hari ini ia mendapatkan sif kedua, masuk pukul 07.00. Sementara suaminya sif malam.Rasanya begitu berbeda ketika mereka berboncengan, setelah menjadi suami istri. Dia bebas menyentuh bagian mana saja dari tubuh Brandon dari belakang, selagi tidak bagian yang bisa memancing ketegangan saraf di suatu titik. Haha!Ketika libur nanti, Arini berencana memindahkan barang-barang di kamar kos. Artinya ia harus jujur kepada Siti dan Widya mengenai statusnya yang telah menjadi istri Brandon. Dia harus memastikan mereka tutup mulut terlebih dahulu, agar tidak menimbulkan kegaduhan di kantor.“Kenapa, Sayang?” tanya Brandon ketika merasakan embusan napas di punggungnya.Arini menggelengkan kepala enggan bercerita dengan Bran. Dia tidak ingin memperkeruh suasana dengan membicarakan Moza. Ah, tentu saja wanita itu tidak akan tinggal diam setelah tahu Arini dan Bran
Masih AriniSenyum sinis tergambar di paras Moza setelah berhasil melewati tempat duduk Arini. Suasana terasa tegang untuk beberapa saat ketika mereka berbagi tatapan dingin. Jangan berharap itu bisa membuat Arini takut. Tidak! Dia bertekad melawan Moza, jika sampai melakukan hal-hal buruk kepadanya di kantor.“Kakak kenal sama Bu Moza?” bisik agent yang duduk di samping Arini.Hanya gelengan kepala yang diberikan wanita itu sebagai jawaban. Floor bisa gempar jika orang-orang tahu, Moza adalah mantan terindah Brandon. Arini tahu persis kalau Bran tidak akan menyukai berita panas itu tersebar.Arini kembali fokus dengan pekerjaan. Dia tidak boleh melakukan kesalahan, apalagi yang bisa menyebabkan financial loss di hari-hari terakhir berada di perusahaan ini. Sebisa mungkin, ia harus membuat atasannya bangga dengan usaha maksimal yang diberikan, setelah mengajukan surat pengunduran diri. Dia tidak ingin seperti karyawan lain, berleha-leha ketika menunggu hari terakhir bekerja.Di tengah
AriniArini merapatkan geraham ketika melihat Moza duduk tepat di depannya dengan menyunggingkan senyum di sudut bibir kanan. Baru lima menit yang lalu Keysa mengutarakan keinginan duduk di meja yang sama dengan Arini. Namun, rasanya seperti berjam-jam.Selera makan Arini surut drastis di tengah ketidaknyamanan yang terasa. Mustahil ia menolak Keysa dan meminta mereka duduk di meja lain. Dia akan dicap sebagai karyawan yang tidak memiliki etika.“Sayang banget ya kamu cuma sebentar di sini.” Keysa membuka percakapan setelah makan siang tandas.“Iya, belum setahun, Mbak.” Fahmi menjawab mewakili Arini.Pandangan Arini beralih dari Fahmi ke Moza yang duduk bersebelahan di balik bulu matanya. Dia bisa melihat raut bingung di paras mantan terindah sang suami itu.“Emangnya Arini mau ke mana, Mbak?” Terdengar nada khawatir dari suara Moza.Cemas ya nggak bisa intimidasi gue? batin Arini senang.Arini mengangkat wajah dengan malas ketika ingin menjawab pertanyaan Moza dan mengatakan akan be
Arini hanya bisa pasrah ketika Brandon menarik tangannya menuju pintu masuk bangunan yang berukuran cukup besar tersebut. Tiba di dalam, tilikan netra cokelatnya beredar ke sisi ruangan yang didominasi warna hitam di bagian lantai dan putih di bagian dinding. Tampak begitu elegan. Banyak foto pengantin menggantung di setiap sisi dinding, menandakan usaha pemilik gedung ini berkaitan dengan pernikahan.“Brandon,” sambut seorang pria berkepala plontos dan sedikit gendut. Mata hitam bulat itu berkilat menatap Brandon.“Kamu udah besar aja sekarang.” Pria itu memegang kedua lengan Brandon, sebelum pindah mencubit pipinya pelan. “Makin ganteng juga.”Menyadari kemiripan dari gesture dan gaya bicara pria tersebut dengan Desta, membuat Arini bergidik ngeri. Dia langsung membuang jauh-jauh kenangan tentang mantan suaminya yang bertulang lunak tersebut.“Bisa aja nih, Om,” tanggap Brandon tanpa rasa canggung. Dia memperkenalkan Arini kepada pria itu. “Oh ya, ini istriku, Arini.”Brandon menole
Tak bisa dipercaya! Arini mengenakan gaun pengantin mewah yang harganya puluhan juta. Sebuah tiara kecil di bagian kepala. Wajah dihiasi make-up pengantin yang begitu elegan. Foto pernikahan. Hingga menginap di kamar hotel mewah. Tak lupa mobil Mercedes milik Georgio mengantarkan mereka ke hotel berbintang lima. Semua benar-benar kejutan yang luar biasa.Baru saja Brandon menggendongnya dari lobi hotel sampai ke kamar yang akan mereka tempati. Bayangkan keduanya menjadi pusat perhatian pengunjung hotel. Namun, Brandon seakan tidak mengindahkan pandangan mereka. Dia terus menggendong Arini sampai ke kamar, lalu menurunkannya tepat di samping tempat tidur.Apa yang dilakukan mereka begitu sampai di kamar? Sudah jelas bercinta dengan begitu indah dan syahdu. Terasa perbedaan besar ketika melakukannya sebelum dan sesudah menikah. Rasanya begitu nyaman, tenang dan ada rasa yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.“Bukannya lo malam ini sif malam ya?” Arini membuka percakapan setelah b
Sepanjang pagi menjelang berangkat ke kantor pusat, Arini cemberut bukan main. Keinginan menikmati acara outing tanpa gangguan, akhirnya tidak terwujud. Moza berada di grup yang sama dengannya. Tentu saja ia bisa membayangkan apa yang akan dilakukan wanita itu nanti.“Udah. Nggak usah dipikirkan. Masih ada Siti dan Widya ‘kan yang ikut,” hibur Brandon tahu istrinya galau.Brandon sendiri sudah cukup terganggu dengan kehadiran Fahmi. Apalagi ditambah dengan Moza. Tentu saja yang menjadi ancaman terbesar baginya bukanlah sang mantan, melainkan pria yang pernah ia jodohkan dengan Arini. Lelaki baik-baik yang dulu ia pikir pantas bersanding dengan sahabatnya.“Tetap aja mood gue rusak,” gerutu Arini dengan wajah masam.Tepat keesokan pagi ketika mereka menginap di hotel, tamu bulanan Arini datang. Dua hari ia menahan rasa sakit di area pinggang dan perut. Belum lagi mood yang buruk. Dia hanya berharap hari ini Moza tidak macam-macam, jika tidak ingin dirinya mengamuk dan menimbulkan kerib
LISAAku menatap nanar sesosok tubuh yang kini terbaring lemah di tempat tidur ruangan ICU. Pria yang menjadi cinta dalam hidup dan ayah dari putraku tak sadarkan diri dua minggu belakangan. Mas Sandy pingsan setelah Bran menyerahkan bukti penggelapan dana yang melibatkan istri mudanya, Ayu.Kalian benar, selama enam tahun belakangan diri ini dimadu olehnya. Aku tak pernah mendunga sebelumnya Mas Sandy akan mengkhianati cinta kami dengan menikahi wanita lain yang usianya jauh lebih muda dariku, apalagi seusia dengan putra kami, Brandon.Jangan ditanya lagi betapa hancur hati ini saat tahu dia menikah lagi, tapi ternyata itu tak mampu membuatku membencinya. Rumah tangga yang kami bina selama dua puluh lima tahun dengan penuh cinta mampu membuatku memaafkannya. Ya, aku sangat mencintai pria itu.“Maafkan Mas, Lis. Mas sungguh tidak ingin mengkhianati cinta kita, tapi kejadian itu membuatnya hamil. Mas harus bertanggung jawab,” ucap Mas Sandy ketika aku tahu pengkhianatannya.Ayu, maduku
Beberapa bulan kemudianEnam pasang mata melihat sesosok bayi yang sedang tertidur pulas di dalam box yang kini berada di ruang tamu. Keenam orang itu mengelilingi dengan tatapan takjub ke arah Elfarehza, putra pertama Arini dan Brandon.“Aku pengin punya anak juga!” seru Siti sambil bertepuk sekali.“Nikah gih. Udah ada calonnya ini. Tunggu apa lagi?” ledek Edo yang berdiri di sebelah Widya.“Kalian jangan pacaran lama-lama. Buruan nikah,” cetus Arini semangat.Mereka berenam melihat ke arah Arini yang sedang bermain dengan Rezky, putra Moza. Batita itu sangat bahagia bisa bertemu lagi dengannya. Ternyata Arini tipe wanita yang dengan mudah mencuri perhatian anak-anak. Buktinya Rezky dan Farzan langsung lengket dengan perempuan itu.Keenam tamu tersebut mengambil duduk di tempat masing-masing, meninggalkan El—panggilan Elfarehza—yang masih tidur pulas di dalam box.“Bang Edo dan Widya kapan mau nikah?” tanya Arini menyipitkan mata ke arah mereka.Betul sekali, Edo dan Widya menjalin
Memasuki usia kandungan delapan bulan, Arini mulai diserang gangguan tidur. Posisi tidur terasa tidak nyaman membuatnya sebentar miring ke kiri dan sebentar ke kanan. Ketika telentang, ia kesulitan bernapas. Alhasil pagi ini ia masih mengantuk.Keinginan untuk tidur lagi setelah salat Subuh, tidak bisa terwujudkan. Empat jam lagi, ia akan berangkat ke pesta pernikahan Keysa. Artinya, ini adalah kesempatan Arini bertemu dengan produser idola. Siapa lagi jika bukan Raline Rahardian yang merupakan sahabat karib mantan atasannya tersebut.Keysa yang tidak tahu tentang kehamilan Arini malah memintanya menjadi pagar ayu dan mengirimkan kebaya lima hari lalu. Jelas saja kebaya tersebut tidak muat di tubuh Arini yang sudah melar. Belum lagi kandungan yang membesar. Alhasil, ia harus meminta bantuan Georgio untuk membuat ulang gaun yang sama.“Konyol nggak sih pagar ayu lagi hamil?” celetuk Arini merasa aneh saat Keysa kekeh memintanya jadi pagar ayu, meski sudah tahu ia sedang hamil.“Sekali-
Pagi harinya, Arini terbangun dengan perasaan masih belum percaya kalau Brandon benar-benar ada di sampingnya. Pria itu tidur dengan rambut gondrong yang tidak diikat. Ternyata apa yang terjadi tadi malam bukanlah mimpi.Arini juga ingat bagaimana mereka melepas kerinduan tadi malam sampai bercinta di kamar mantan pacar Brandon. Jika diingat-ingat malu juga melakukannya di sana. Namun, tiga bulan sepi yang dilalui tidak mengizinkan mereka menunggu sampai tiba di apartemen.Mereka mengisi malam dengan berbagi cerita, termasuk bagaimana Brandon bisa tahu kalau Arini ada di rumah Moza. Barulah Arini tahu, kalau pria itu pernah melihat postingan Moza dan mendengar suaranya ketika menelepon.“Ibu hamil yang gue lihat di Teras Kota, anak kecil usia tiga tahunan, suara Moza waktu gue telepon lo sampai postingan foto hasil USG di IG Moza. Semuanya tuntun gue sampai temukan tempat lo sembunyi, In,” papar Brandon tadi malam.Selesai mandi, Arini dan Brandon langsung pamitan kepada Moza dan Suke
AriniArini tenggelam dalam pikiran sendiri. Dia masih ingat dengan pertemuan yang tidak disengaja tadi siang. Pria itu pasti Brandon, ia tidak mungkin salah mengenali suaminya sendiri. Meski penampilan orang tersebut berbeda dari biasa, tapi Arini yakin kalau sosok yang dilihat tadi adalah Brandon.Hatinya remuk menyaksikan kebahagiaan yang terpampang nyata. Sheila tersenyum lebar, begitu juga Brandon. Mereka tampak seperti pasangan suami istri yang bahagia dan saling mencintai. Apakah itu berarti Brandon sudah benar-benar melupakannya?“Lo harus pastikan dulu, Rin. Jangan berpikiran macam-macam sebelum semuanya jelas.” Begitu kata Moza beberapa jam lalu.“Gimana kalau mereka beneran jatuh cinta, Moz?”“Ya itu risiko. Lo yang biarkan mereka nikah dengan alasan kasihan sama Tante Lisa. Sekarang hadapi, jangan lari,” tegasnya sambil memegang bahu Arini yang rapuh. “Pilihannya ada dua. Tetap berada di samping Brandon apapun yang terjadi atau lo boleh balik lagi ke sini. Gue dengan senan
BrandonBrandon termenung sepanjang perjalanan kembali ke Jakarta. Entah kenapa, ia terus memikirkan ibu hamil yang dilihat bersama dengan anak kecil tadi. Jelas-jelas itu bukan Arini. Jika benar, siapa anak kecil itu?Dia tahu persis Arini tidak memiliki sanak saudara, apalagi kenalan yang tinggal di daerah itu. Dugaan tersebut langsung dienyahkan Brandon. Mungkin karena sangat merindukan istrinya, sehingga berpikir wanita tadi mirip dengan Arini.Mata sayu itu terpejam ketika kepala bersandar nyaman di kursi belakang kendaraan. Otak Brandon dipaksa berpikir keras di mana istrinya berada. Ke mana lagi ia harus mencari wanita itu? Dia bahkan meminta bantuan detektif swasta untuk mencari, tapi masih belum ada kabar sampai sekarang.Terlalu berisiko jika melaporkan kepada polisi, karena bisa menimbulkan kehebohan di media elektronik dan cetak. Yunus dan Asma akan tahu kalau Arini tidak bersama dengannya sekarang. Asma jelas belum tahu perihal kepergian Arini, karena tidak menghubungi Br
AriniTiga bulan kemudian.Pagi ini Arini terbangun dengan kehampaan di dalam diri. Tidak ada Brandon yang memeluk dan mengucapkan selamat pagi, juga memberi kecupan di kening seperti yang kerap dilakukannya. Brandon, barangkali lelaki itu sudah hidup bahagia dengan Sheila sekarang. Itulah yang ada di pikirannya.Sedetik kemudian Arini menepisnya. Dia percaya kalau Brandon tidak akan menjalankan peran sebagai suami sungguhan untuk Sheila. Ah, tiga bulan lamanya ia pergi meninggalkan sang suami. Mustahil jika pria itu tidak menyalurkan hasrat biologis yang kuat.Tubuh Arini tiba-tiba bergetar membayangkan semuanya. Jari-jarinya bergerak membelai perut yang sudah terlihat. Senyum dipaksa terbit di wajah yang sedikit berisi. Apapun yang terjadi, ia harus bertahan demi anak yang ada di dalam kandungan.“Kamu kangen sama Papi ya, Sayang?” bisiknya tadi pagi, “Mami juga kangen banget. Sabar ya. Nanti kalau udah lahir, kamu bisa ketemu sama Papi.”Begitulah Arini menghibur diri setiap pagi k
AriniSepasang kelopak lebar mulai mengerjap. Perlahan dua manik cokelat mulai terlihat memancarkan kesedihan yang mendalam. Tangan ramping dihiasi kulit kuning langsat itu meraba ke sisi kiri tempat tidur yang kosong. Rasa rindu yang membelit beberapa hari ini sungguh sulit untuk diredam.“Gue kangen sama lo, Bran,” bisik Arini dengan mata berkaca-kaca.Dia mulai melow lagi saat ingat dengan suami tercinta. Apalagi hari ini adalah hari pernikahan Brandon dengan Sheila. Pandangan netranya beralih ke jam dinding yang berada di dinding atas meja rias kamar Moza. Pernikahan itu seharusnya diselenggarakan tiga jam lagi, tepat pukul 10.00.Mata Arini terpejam rapat saat terus berusaha menyabarkan hati dan menerima semua dengan lapang dada. Sementara ia tidak bisa kembali ke sisi Brandon sampai bayi yang dikandung lahir.“Rin.” Terdengar suara Moza diselingi ketukan pintu kamar.“Ya?” sahutnya berusaha bangkit.Kepala kembali berdenyut membuat tubuhnya enggan beranjak ke posisi duduk. Setia
BrandonTiga hari ini Brandon tidak henti mencari keberadaan Arini. Dia menghubungi Siti, Widya dan teman-teman yang lain, tapi tetap saja tidak ada yang tahu di mana wanita itu berada sekarang. Ingin menghubungi Asma di Bukittinggi, tapi diurungkan. Mustahil istrinya pulang ke sana setelah dibuang oleh keluarga sendiri.Rindu yang menggebu bercampur rasa takut membuat batin Brandon tidak tenang. Akhirnya, ia kehilangan lagi wanita yang sangat dicintai.“Lo udah janji nggak akan tinggalin gue, In,” desah Brandon di balik meja kerja.Sejak Arini pergi, semangat untuk bekerja menurun drastis. Gairah hidup seakan direnggut pergi bersama dengan wanita tersebut. Setiap malam ia selalu merindukan sang istri. Ah, lebih tepatnya di setiap aliran darahnya, ia rindu Arini. Detak jantung Brandon pun menyerukan namanya.“Pulang, In,” gumamnya penuh harap.Brandon mengambil ponselnya lagi dan mencoba menghubungi Arini, tapi hasilnya tetap nihil. Nomor sang istri masih belum aktif. Dia mengirimkan