WAKTU terasa begitu lambat bagi Tiara. Entah sudah berapa lama Mat dan Ton meninggalkannya sendirian. Sejak saat itu si gadis merasakan dunia seolah-olah berhenti berputar.
Atau lebih tepatnya lagi, itulah yang diharapkan Tiara terjadi. Dunia berhenti berputar, waktu berhenti bergulir, sehingga dengan demikian gadis itu dapat tetap sendirian tanpa seorang pun mengganggunya lagi.
Tiara disekap dalam kamar dalam keadaan terikat erat kedua tangan dan kakinya. Gadis itu tak dapat bergerak, kecuali berguling-guling di atas kasur yang amat dibencinya, dan sesekali duduk.
"Di mana Abdi? Kenapa dia nggak datang ke sini menolongku?" batin Tiara, teringat pada Abdi yang entah sedang berada di mana.
Satu pikiran buruk seketika berkelabat di benak gadis itu. Jangan-jangan, dua lelaki yang tadi menghadang Abdi benar-benar menjalankan niat mereka untuk menghabisi pemuda itu?
Tiara meringis ngeri. Ia tak sanggup membayangkan jika pikiran buruknya itu benar-benar
HARI menjelang sore sewaktu Abdi tersadar dari pingsan. Pemuda itu bangkit dan duduk, langsung kaget merasakan pantatnya basah. Ia jadi terjingkat berdiri.Kening Abdi berkerut dalam mengetahui dirinya tadi terbaring di atas tanah basah, di pinggir sungai. Sementara barang-barangnya berada di seberang lain.Saat menggerakkan tubuhnya, Abdi merasakan nyeri di dada dan pinggul. Barulah pemuda itu sadar apa yang telah terjadi pada dirinya. Seketika ia teringat pada Tiara yang entah berada di mana."Tiara?" desis Abdi. Tanpa sadar untuk pertama kalinya tidak menyebut nama atasannya tanpa embel-embel 'Ibu'.Kepala Abdi berputar, mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Ia mencari-cari di mana tempat tadi tiga orang yang menculik Tiara pergi.Lalu pandangannya menangkap jejak-jejak basah di sebelah depan. Menuju ke sebalik semak-semak nan rimbun. Banyak sekali jejak kaki di sana."Mereka pasti pergi ke arah sana. Aku harus segera menyusul mereka se
PARA lelaki pembalak liar heran sendiri ketika mengetahui bos mereka langsung keluar dari dalam kamar. Padahal biasanya begitu melihat perempuan, si bos tak pernah bisa menahan diri. Selalu saja langsung ditiduri tanpa peduli waktu.Diliputi rasa penasaran yang amat sangat, si Mat bersama Ton membuntuti keluar. Sesampainya di luar rumah barulah mereka mengerti apa yang menjadi alasan. Rupanya ada seorang berseragam hijau yang ingin bertemu si bos. Mereka kenal betul ddengan lelaki berseragam tersebut."Kalian mulai sekarang harus hati-hati. Aku dapat bocoran informasi, bakal diadakan patroli gabungan ke tempat ini," kata petugas berpakaian hijau, yang dari seragamnya adalah polisi kehutanan."Patroli? Tumben-tumbenan ada patroli sampai ke tempat terpencil ini," sahut si Bos, lalu diikuti tawa mengekeh.Polisi kehutanan tadi tampak menggeleng-gelengkan kepala dengan masygul."Kalian juga sih. Kan sudah sering aku ingatkan, ambil secukupnya saja. Jan
BEGITU mengetahui siapa pemuda yang mereka temukan, para aparat patroli gabungan kendurkan sikap siaga yang mereka tunjukkan. Tak ada lagi tangan-tangan yang memegangi gagang senjata. Juga tak ada bentakan-bentakan penuh kecurigaan.Seluruh personil yang sejak tadi bersiaga di belakang para pimpinan mereka, perlahan mendekat ke tepian sungai. Beberapa di antara mereka tampak memandang penuh empati pada Abdi yang terlihat begitu cemas."Oya, perkenalkan nama saya Margono. Pangkat Ajun Komisaris Polisi, dan saya saat ini dipercaya menjabat sebagai Kepala Polsek Watukumpul." Pak polisi tadi memperkenalkan diri.Spontan Abdi ulurkan tangan mengajak berjabatan."Saya Abdi, Pak. Sopir di PT Tirya Parkindo. Jadi, saya karyawannya Ibu Tiara Wardoyo," balas Abdi memperkenalkan diri selengkap mungkin.Satu demi satu para pemimpin tertinggi masing-masing satuan memperkenalkan diri. Abdi berusaha mengingat nama dan pangkat masing-masing orang tersebut baik-bai
HARI semakin sore manakala Abdi berlari kencang menerabas tingginya ilalang. Pemuda itu sudah berada jauh dari perkemahan tim patroli gabungan. Ia tak lagi memedulikan arah. Semata-mata mengandalkan insting berdasarkan pengalamannya sebagai seorang pecinta alam.Setelah sekian lama berlari, lamat-lamat telinga Abdi menangkap suara deru mesin sepeda motor. Ia kenal betul suara tersebut. Hanya dengan mendengar suara mesinnya saja ia bisa tahu jenis kendaraan tersebut.Wajah Abdi seketika berubah cerah. Suara sepeda motor di tengah tempat sepi seperti hutan belantara ini bisa jadi petunjuk penting. Maka Abdi tak mau kehilangan asal suara sepeda motor itu. Ia bertekad kuat harus dapat menemukannya."Suara sepeda motor itu berasal dari arah sana, dan sepertinya menuju ke sebelah sana. Berarti aku harus mengambil jalan ke sana agar dapat memotong kendaran tersebut."Demikian Abdi memperkirakan harus bergerak ke mana agar dapat memotong kendaraan yang tengah dik
SADAR kalau ekspresi wajahnya menunjukkan sesuatu pada pemuda di hadapannya, lelaki berseragam hijau buru-buru menyeringai. Bermaksud menutupi ekspresi sebelumnya. Tapi terlambat. Abdi sudah terlanjur melihat dan tahu jika lelaki itu tahu sesuatu."Bapak agaknya tahu siapa teman perempuan yang sedang saya cari?" tanya Abdi to the point.Wajah lelaki berseragam tersebut kembali berubah. Tapi ia buru-buru gelengkan kepala."Tidak, tidak. Saya tidak tahu apa-apa," sahutnya cepat. "Saya barusan melakukan patroli dari dalam hutan yang belum pernah dijamah manusia. Mana mungkin saya ketemu temanmu itu."Abdi tersenyum misterius. Ia dapat membaca jika lelaki di hadapannya itu berbohong. Gerak-gerik lelaki tersebut menunjukkan semuanya. Bahwa ia sebenarnya tahu apa yang sedang ditanyakan Abdi."Maaf, Pak Ramlan. Keselamatan teman saya itu bisa jadi tengah terancam saat ini. Saya akan sangat berterima kasih sekali jika Bapak mau berterus terang memberi tahu
MALAM jatuh diiringi suara orkestra hewan-hewan di balik rerumputan. Sesekali burung hantu terdengar menyeling dengan suara kukuknya di kejauhan. Lalu sesekali kepak kelelawar meningkahi, diiringi suara cicitnya yang nyaring.Gelap menyungkupi seisi hutan yang sepi. Kemana pun mata memandang yang terlihat hanyalah kegelapan menghitam. Bulan sabit yang menggantung rendah di langit barat tak punya cukup sinar untuk melawan gelapnya malam.Di antara kegelapan nan syahdu, ada satu tempat yang tampak dilingkungi cahaya lampu. Tidak terlalu terang, namun sudah cukup jelas untuk melihat siapa dan apa yang ada di sana. Tempat itu tak lain tak bukan adalah markas para pembalak liar di mana Tiara disekap.Di dalam kamar tempatnya dikurung, Tiara duduk bertekuk lutut di sudut ruangan. Kedua tangannya terlipat di atas lututnya yang menyatu. Menjadi penyangga bagi kepalanya yang tertunduk dalam."Abdi, di mana kamu? Cuma kamu harapanku satu-satunya saat ini," desah Ti
DUA pembalak tersebut sontak buang rokok yang sedang mereka hisap. Lalu bersicepat masuk ke dalam rumah dengan setengah berlari. Di kepala mereka tiba-tiba saja muncul ketakutan kalau-kalau Tiara kabur.Ketakutan yang masuk akal. Sebab seingat mereka selama ini tidak pernah ada kucing di sekitar rumah tersebut. Jadi, kalau ada yang bisa memecahkan barang, bisa dipastikan itu ulah manusia.Karena sejak tadi mereka berdua berada di teras, maka kemungkinan pelaku satu-satunya hanyalah Tiara. Gadis itu sedang disekap di kamar dan terlihat ketakutan sejak pertama kali dibawa. Kalau ada kesempatan untuk melarikan diri, pastilah tak akan disia-siakan olehnya."Mana kunci kamarnya? Kamu yang bawa, kan?" seru salah seorang pembalak begitu tiba di depan kamar tempat Tiara disekap. Suaranya terdengar gugup.Pembalak satunya lagi, yang tak lain adalah orang yang dipanggil Ton, tidak menjawab sepatah kata pun. Hanya wajahnya yang terlihat tegang dan cemas. Buru-buru i
"KALAU nggak lewat pintu belakang, berarti cewek itu lewat depan dong," kata Ton lagi, dengan nada tak percaya. Sedangkan kalau benar ia lewat depan, seharusnya mereka berdua sudah melihat si gadis sejak tadi-tadi.Wid tak kalah bingung. Lebih dari itu, anggota komplotan pembalak liar tersebut sudah dirayapi rasa takut akan luapan amarah si bos. Sebelum si bos kembali ke base camp, gadis itu sudah harus mereka temukan.Di tempatnya, Ton diam-diam coba membaca rentetan kejadian barusan. Sejak tadi mereka berada di teras. Begitu mendengar suara benda pecah, ia dan Wid langsung masuk ke dalam untuk memeriksa.Mulut Ton berdecak saat menyadari kesalahan yang telah mereka lakukan. Dalam kepanikan tadi mereka langsung masuk memeriksa kamar. Padahal pecahan botol berada di luar kamar."Artinya, saat aku dan Wid masuk ke dalam kamar, cewek itu malah sudah berada di luar kamar," batin Ton sembari geleng-geleng kepala, tak percaya telah berbuat ceroboh."Seh