Hubungan ibunya dan Athalia sudah lama memburuk. Kalau diingat-ingat, persisnya sejak sang ayah mulai mempertanyakan apakah Athalia adalah anak kandungnya atau anak dari selingkuhan ibunya.“Mama yang selingkuh, tapi aku yang kena getahnya! Papa udah nggak nganggep aku anaknya lagi gara-gara Mama yang egois!”Kala itu Athalia yang merasa marah setelah ayahnya yang menghilang entah ke mana, memilih untuk mengonfrontasi Astrid. Astrid di saat itu juga melakukan hal yang sama dengan apa yang ia lakukan hari ini—menampar Athalia tanpa peduli di mana mereka berada.Sebenarnya saat Astrid mulai berteriak, seorang satpam yang posisinya di depan pintu lobi sudah mulai berjalan menghampiri mereka. Ini bukan pertama kali ada kejadian semacam ini di lobi kantor, tapi tetap saja bukan untuk dibiarkan.Langkah lelaki paruh baya itu melangkah semakin cepat saat tahu-tahu Astrid sudah melayangkan tamparannya ke wajah Athalia.Dua perempuan beda generasi itu digiring ke tempat yang lebih sepi, setela
Athalia pikir, ia memang akan ditakdirkan hidup sendiri dan kesepian.Pemikiran itu muncul di benak Athalia saat keluarganya tercerai berai hingga ia bertemu dengan Marcell. Dulunya, Marcell selalu bisa membuat Athalia bahagia bahkan dengan hal kecil.Namun, entah sejak kapan persisnya—Athalia lupa—kebahagiaan Marcell menjelma menjadi menghajar Athalia sampai ia mengemis maaf padanya. Padahal Athalia saat itu tidak melakukan kesalahan apa pun, tapi Marcell akan selalu berhenti setelah Athalia memohon padanya.Sejak saat itu, Athalia percaya kalau meskipun ada seseorang yang katanya mencintainya, ia tetap bisa saja merasa sendiri dan kesepian.“Tante salut sama kamu.” Suara selembut beledu milik Padma Hardjaja menyadarkan Athalia kala
“Nginep?”“Iya, nginep aja ya, Tha?” Padma kini tengah mengangguk sebagai salah satu usahanya untuk meyakinkan Athalia agar ia menginap di kediaman Tanaka malam ini.“Ilana sama Meisie seukuran kok sama kamu, kamu bisa pakai baju mereka untuk malam ini dan besok. Atau mau diambilin bajunya di kos-kosan sama Ilana? Kebetulan dia baru on the way dari kantor.”Athalia bahkan tak tahu harus menanggapi ucapan Padma yang mana terlebih dahulu—soal ia menginap di sini atau usulannya untuk menyuruh si anak tengah Tanaka mengambilkan pakaiannya seusai pulang kerja.Tidakkah keduanya sama-sama merepotkan?“Aku udah ngerepotin Tante banyak banget hari ini.” Athalia menjawab seray
Ini pertama kalinya ada orang lain yang menginap di kamar Asa dan orang itu bukanlah keluarga atau teman masa kecilnya—seperti anak-anak sahabat ayah dan ibunya.Selalu ada yang pertama, begitulah kata orang-orang.Kini melihat Athalia sudah bersiap tidur di kamarnya, membuat Asa jadi bimbang.Apa boleh jika ini bukan kali pertama dan terakhir Athalia ada di sini?“Kamu yakin nggak mau tidur di sini aja dan aku yang di kamar tamu?”“Yakin seribu persen.” Asa mengulum senyumnya saat menjawab pertanyaan Athalia. Sejak tadi Athalia sudah menanyakan hal yang sama dan Asa masih sabar untuk menjawabnya dengan jawaban yang sama. “Kamu di sini aja, lebih nyaman. Jendelanya lebih lebar
“Gimana tidurnya, Mbak? Nyenyak kan?”“Nyenyak kok.” Athalia berharap rambut yang ia gerai saat menjawab pertanyaan Ilana barusan, mampu menutupi rona wajahnya yang memerah.Athalia tahu, tidak seharusnya ia merona hanya karena pertanyaan sesederhana dan sewajar itu. Hanya saja, kejadian semalam langsung melintas di benak Athalia dan membuatnya merasa menjadi seperti orang mesum.But he kissed me, batin Athalia yang masih tak percaya kalau kejadian semalam benar-benar nyata.“Tidurnya menjelang tengah malem ya, Mbak? Kayaknya sekilas aku denger ada suara-suara orang ngobrol dari kamar Abang pas semalem,” tambah Ilana yang sepertinya tak tahu kalau seandainya Athalia bisa menutup
Asa tidak pernah menyangka kalau sebuah ciuman bisa mengubah banyak hal.“Mikirin apaan sih? Serius banget, Bang.”Celetukan yang berasal dari Ilana itu hanya ditanggapi dengan gelengan samar dari Asa. Walau begitu, bibirnya tetap menyunggingkan senyum yang tanpa ia sadari sudah muncul di wajahnya sejak tadi.“Mikir jorok ya?” goda Ilana lagi yang diiringi cekikikan Meisie. “Hayooo, ngaku deh, Bang!”“Nggaklah.” Asa menjitak kening Ilana, tapi ia merasa geli karena kali ini ia mungkin bisa dibilang tengah berbohong kepada adiknya.Apa mikirin ciumanku dengan Athalia minggu lalu bisa dibilang mikir jorok? batin Asa yang merasa kalau dirinya malah seperti remaja yang tengah b
“Emang nggak apa-apa kamu nggak makan sama pacarmu hari ini?”“Ya nggak apa-apa, Saf,” jawab Athalia yang tak bisa menghalangi wajahnya yang merona. Perlukah untuk dirinya mengoreksi kata pacar yang Safira asosiasikan dengan Asa? “Kan kita udah janjian juga.”Safira terkikik sambil mengangguk paham. Memang pagi tadi ia mengajak Athalia untuk mencoba warung ayam gepuk yang baru buka di belakang kantor mereka. Dengar-dengar dari pegawai di divisi lain, ayam gepuk di sana jadi yang paling enak di sepanjang jalan area perkantoran ini.Athalia yang sudah sering makan siang dengan Asa pun memutuskan untuk mengiakan ajakan Safira. Toh sudah lama juga ia tidak makan siang bersama dengan rekan kerjanya itu.“Semoga kita masi
“Khansa pingsan di kantorku dan sekarang aku baru sampai di rumah sakit, Sa. Kamu… kira-kira bisa hubungin keluarganya nggak? Aku nggak mungkin biarin dia sendirian terus di sin kan? She needs her family….”Asa tahu ia dilarang berlari di area rumah sakit, tapi ia tak bisa untuk tidak melakukannya. Syukurlah Athalia tidak kenapa-kenapa. Jantung Asa sudah mencelos sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, saat Athalia hanya memintanya untuk datang tanpa menjelaskan apa yang terjadi.Barulah saat tadi Asa terjebak cukup lama di lampu lalu lintas yang lampu merahnya cukup lama, ia menelepon Athalia untuk mengabarinya dan Athalia menjelaskan secara singkat apa yang terjadi.Apa sih yang dimau Khansa? Kenapa dia nggak kenal kata menyerah? batin Asa yang me