Semakin hari, semakin merasa tersiksa untuk seorang Sonia. Malam ini terasa panjang sekali.Air mata tak berkesudahan, apalagi mengetahui advis Dokter tentang penyakit yang menderanya."Aku tidak berguna, jadi tinggalkan saja aku David. Aku sungguh tersiksa dengan bayi yang ada di perutku ini." isak tangis Sonia semakin meyayat hati. Tubuhnya sudah tidak berdaya lagi. Akhirnya, Sonia kembali ke rumah sakit. Kali ini rumah sakit yang bebeda dari yang pertama.Keputusan terakhir. Bayi Sonia tak terselamatkan. Karena keselamatan ibu yang sudah tidak memungkinkan lagi diteruskan hingga sang bayi di lahirkan.Dalam kamar rumah sakit, terlihat Sonia terbaring dalam keadaan wajah yang pucat pasi.David masih tetap setia mendampingi wanita yang di cintainya.Waktu berlalu dengan cepat. Karena Dira menjalaninya dalam keikhlasaan, keadaan debay dalam rahim Dira, dalam keadaan sehat walafiat."Ini bulan apa Mbak?" tanya Dira pada Mbak Murni yang sedang membuat jus orange untuk Dira."Bulan Febru
"Kembalikan itu anakku!" teriak lelaki berjenggot lebat tersebut."Kau! Aku bisa laporkan kamu saat ini juga," teriak Sonia."Aku tak peduli lagi, kembalikan anakku. Ada yang mau membayarkan dalam jumlah besar. Bila kau bisa bayar lebih besar dari dia , kau boleh ... Ambil anak aku." jelas Gibran sambil tertawa ngakak.Rumah dalam keadaan sepi, David baru saja pergi."Atau ... Ah aku sudah tak minat dengan tubuh kerempengmu itu, Sonia." ejek Gibran sambil menatap perubahan fisik dari Sonia yang jauh, kini tubuhnya semakin kurus dan tak terawat."Kurang ajar, kata-katamu sungguh tak enak."Sonia menampakkan kemarahan. Kedua tangannya masih menggendong anak tersebut. Heran, anaknya diam dan tak menangis."Loh, emang itu kenyataannya. Bagaimana perasaanmu? Hidup dengan lelaki tersebut? Lihat mantan kekasihmu tambah kaya dan bahagia. Apa kau tidak iri. Karena wanita sainganmu pun sudah menimang bayi." Gibran tertawa ngekek, sambil memperagakan wanita saat mengendong bayinya."Sekarang mau
Sonia puas sekali hari ini, liburan kali ini terasa di hati, karena jatah bulanan bertambah, karena ada bonus tersendiri.Tak jauh dari kota Batam, di sebuah pulau terpencil. Kini tinggal Gibran bersama Tissa, hidup tenang berbisnis warung kelontong, hasil dari pemberian uang dua miliar, terlihat Tissa sedang hamil lagi. Wajahnya tak sekuyu dulu lagi. Mengapa mereka memilih kota kecil tersebut, karena Gibran masih termasuk dalam daftar pencarian orang, identitas palsunya menutupinya dengan penampilan yang berbrewok dan selalu memakai pakian lebar. Mereka tak pedulikan lagi hidup dalam hukum negara. Mereka hanya menikah siri saja.David? Bagaimana kabar David? Dia mencari ketenangan dalam sebuah pondok pesantren. Setelah diusir Sonia dengan kasar dan penghinaan yang amat sangat. David menjadi orang yang merasa dirinya penuh dengan luka hati dan luka yang tak bisa terobati. Bahkan dirinya menjadi seorang pecandu narkoba. Namun, hidupnya kini semakin lebih baik lagi, berkat keluarganya
Bab 36"Aku ikut, Minahhhhh, bawa Lalita dulu, aku mau ikut Bapak." teriakan dari Sonia membuat Minah, asisten rumah tangga Sonia, datang dengan tergopoh-gopoh, dirinya tak mau mendapat semprotan amarah dari majikan perempuannya. Bisa-bisa gajian bulan ini potong habis, imbasnya."Iya, Nyah Mami ..." kata Minah, memanggil 'Nyah Mami' pada Sonia."Bawa, Lalita dulu, ya. Ajak dia bermain dulu."Lalita melihat inang asuhnya dengan tersenyum. "Iya, Nyah Mami ..."Namun, terlihat wajah penasaran suaminya."Maksud Mami , mau apa. Ikut Papi ke kantor?" "Iya, nanti aku pulang nggak usah di antar, mau mampir ke pasar dulu,""Lah, mau ngapain ke kantor."Pertanyaan suaminya, membuat Sonia tergagap tak bisa mau jawab apa."Anu, Pih , mau ketemu .... Ayu ... Ketemu Ayu. Ada yang mau aku bicarakan dengan Ayu." Begitu alasan Sonia, sekenanya saja.Suaminya tak banyak curiga pada alasan Sonia, yang sebenarnya dirinya mau mencari info di mana Sean kini berada.Mereka pun berangkat tanpa beban. Tin
Mobil taksi itu pun meninggalkan kantor sean, dan membawa Sonia, pulang. Wajahnya terlihat puas, bahagia.Di suatu tempat yang jauh, terlihat lelaki kurus sudah bersiap untuk sebuah perjalanan jauh."Terima kasih atas dedikasinya selama ini , Pak Rendi." ucap salah satu petugas jaga Wana."Iya, saya pun banyak berterima kasih pada Bapak selama ini. Banyak pengalaman dan ilmu baru bagi saya, Pak." tutur Rendi dan menyalami semua petugas di sana."Jarang ada seorang Dokter SPOG seperti Pak Rendi, mau membantu kami di sini.""Ah, ini karena ada tugas dari pusat. Beruntung populasi orang utan yang hampir punah sudah teratasi, jaga My prity ..." pesan Rendi membuat petugas itu tersenyum.Terlihat orang utan bernama My prity sedang bersama Empat anak kembarnya."Hebat, Pak Dokter, bisa membuat empat anak kembar." Semua pun tergelak tertawa. Rendi tertawa pula, pemberian sistem bayi tabung pada orang utan berhasil menjadikan My Prity mempunyai 4 bayi kembar, kini mereka berusia 7 bulan, an
Terlihat Dira masih berbaring, wajah kuyunya tersenyum pada suaminya. Kemudian senyum itu memudar tatkala melihat sosok Rendi di belakang Sean."Rendi .." desis Dira pelan."Iya, Rendi sudah menceritakan semuanya. Jangan marah padanya." Pelan Sean duduk dekat ranjang Dira."Mama ...""Raska ..."Mbak Murni mendekat pada Dira sambil menggendong Raska.Lelaki kecil dan imut tersebut langsung berbaring di dekat mamanya."Ya Allah, rindu sekali aku padamu, Nak." Dira memeluk anaknya dengan erat. Semua melihatnya penuh haru.Tak lama, masuklah Dokter Sesil."Selamat siang, Alhamdulillah, Bu Dira sudah siuman. Saya priksa tensinya dulu ya Bu. Saya yang akan memeriksa ibu Dira." ucap Dokter Sesil mendekat, setelah Sean menyingkir berpindah ke sisi satunya.Rendi masih berdiri di ambang pintu, memperhatikan semuanya walau dalam hati sedih dan entah, perasaan itu berangsur hilang, dengan rasa ikhlas yang dia bangun cukup lama.Semua terdiam, saat Dira diperiksa, begitu juga Raska."Iya, cukup,
Sean dinyatakan mengalami stroke ringan pada otaknya. Dirinya hanya bisa berbaring saja diranjang. Dira dan Raska selalu menemani Sean di kamar rumah sakit. Dira adalah wanita yang kuat, kini usia kehamilan Dira memasuki usia lima bulan."Mas, lihat, perut aku sudah kelihatan buncit ya, ada adik Raska di dalam sini." kata Dira sambil mengelus perutnya di depan Sean yang masih terbaring dan terpejam rapat.Dira kemudian duduk, mengusap pelan dahi Sean, mengelus pipinya, dan memegang tangan suaminya , lalu mengecupnya pelan."Bangun , Mas, aku nggak mau sendirian. Kamu bilang akan selalu ada untuk aku. Kita belum dinner lagi, Mas ." bisik lirih Dira di telinga Sean."Mama ... "Raska memanggil Dira. "Bu, sebaiknya, ibu makan dulu." saran Mbak Murni yang selalu setia pada Dira. Kemanapun majikan perempuannya pergi selalu ada di dekatnya."Iya, Mbak, saya pasti makan. Tenang saja." Dira pun memangku Raska."Sapa Papa dulu, kak ..." ucap Dira pada Raska yang sudah dibiasakan memanggil kak
Mbak Murni, duduk di dekat majikannya. wajahnya nampak terharu. "Maafkan saya , Pak. Ibu terpaksa harus istirahat total di ranjang, tidak boleh cape dan macam-macam. jadi saya sekarang yang akan menengok Bapak setiap hari. Jangan bosan pada cerewet saya , ya , Pak." Mbak Murni menyeka air matanya sendiri tidak tega pada keadaan Sean, yang selama ini baik dan pengertian padanya.Sean hanya diam saja, namun, menyiratkan bahwa dia paham apa yang asisten rumah tangganya sampaikan saat itu."Tapi, saya tidak sendirian Pak, ada Pak Ilham yang akan membantu saya, Pak. dia perawat laki-laki yang nanti akan mengurus tetek bengek tentang kesehatan Bapak. ini anjuran dari Dewi," tutur Mbak Marni. Mata Sean sedikit terbelalak, kaget."Oh, iya. Dewi datang tepat waktu. dimana saya amat sangat membutuhkan tenaga. Sekarang Dewi yang mengurus Ibu. juga menjaga Ibu , Pak. Dewi juga riwa-riwi, urus Raska. lagian Raska langsung lengket sama Dewi, Pak."wajah Sean terlihat, agak tenang. mungkin bila Sea
Sean berlari di samping ranjang beroda milik sebuah Rumah sakit. Nampak, Dira terbaring, wajahnya pucat pasi. bibirnya membiru. Matanya terpejam rapat. Bila Aisyah tak menangis, mungkin Sean tak tahu, kalau Dira sudah pingsan di sudut nakas."Lebih baik, Bapak tunggu di sini, Pak. Silakan daftar pasien dahulu, percayalah, kami akan lakukan yang terbaik untuk pasien." ucap salah satu perawat yang mendorong, hingga ke ruangan gawat darurat.Dari jauh, Ilham dan Dewi berlari mengejar Sean."Pak, bagaimana Kak Dira?""Mereka sedang menanganinya," jawab Sean dalam kecemasan, "aku belum daftar pasien." sambungnya pada Ilham."Biar aku saja, Pak. " Dewi segera pergi ke bagian pendaftaran pasien.Sean terduduk, napasnya masih memburu. Dengan ditemani Ilham. Mereka menunggu kabar tentang Dira.Sepuluh menit kemudian, Dewi sudah datang kembali,. dengan membawa minuman, lalu menyerahkan pada Sean."Minumlah dulu, Pak. Tenangkan hati, Pak Sean.""Betul, Pak " Ilham pun menyerahkan minuman pada Se
"Boleh aku gabung dengan kalian?" tanya Dira, masih berdiri di depan Dewi.Segera wanita tomboy itu berdiri, dan memberikan kursi padanya. Dewi segera mengambil kursi yang lain, dan menjejeri kursi tadi."Bu Dira? apa yang dilakukan di sini?" tanya Ilham masih dalam kebingungan. Pasalnya Dira yang selama ada di Malang yang dia tahu selalu diam di rumah."Kalian ini kenapa sih? kok kaya lihat hantu saja. " Dira duduk pada kursi yang diberikan Dewi."Kak ..."Dira tersenyum pada mereka. " Mas Sean lagi ada di rumah sakit, menemani Tiara dan Papa yang sedang cek up."Ilham dan Dewi masih, terdiam sambil menatap Dira."Kalian ini? Mas Sean kesini pakai motor, aku bonceng saja. Nggak enak aku ikutan ke rumah sakit. biar Tiara saja yang mengantar Papa, toh, memang sudah terbiasa dengan Tiara 'kan?" jadi aku ... dan akhirnya, aku bisa menemukan kalian. tadinya aku ingin minum espresso dan sepiring roti." "Aku pesankan, Kak." Dewi segera bangkit dari duduknya dan menuju tempat pemesanan.Dir
Pagi ini, sinar matahari menyeruak dari sela dedaunan. Riaknya membuat bayangan pada lantai trotoar, hingga bayangan itu membuat bias cahaya.Seorang anak kecil, berlari bebas. Mendekati seseorang, berkerudung lebar dan bercadar."Subhanallah .... jangan berlarian, nanti kau jatuh!" teriak wanita itu, sambil mengejarnya. Bajunya melambai. warna hitam yang pekat. Di belakangnya, seorang lelaki berjenggot tebal, mengikutinya sambil menggendong seorang anak kecil sekitar berumur Lima tahunan."Umi, jangan berlari, nanti kau jatuh!" Seru lelaki tersebut pada wanita yang dipanggilnya Umi.Akhirnya gadis kecil yang berlari itu, sudah digandeng oleh wanita bercadar tersebut.Mereka adalah keluarga Gibran.Lelaki yang dulu pernah menjadi orang yang paling dekat dengan Sonia atau Miss Lola. Istri dari lelaki tersebut adalah adik kandung dari Dewi. Mereka dulu pernah berseteru dalam keluarga. Anak yang sudah dalam genggaman wanita itu adalah anak yang dulu pernah diiadopsi oleh Sonia. Tapi, k
"Mas, foto siapa ini?" tanya Dira pada suaminya, setelah dirinya naik lagi ke dalam truk.Sean memandang foto tersebut, dan mengerutkan dahinya."Foto, kekasih Firman, mungkin. kemarin firman yang bawa truk ini." "Oh, kupikir ...""Janganlah, berpikir yang aneh-aneh sayang, aku tak akan melakukan hal tersebut. Percayalah," ucap Sean menyakinkan istrinya.Dira, hanya tersenyum, lalu memandang Sean."Mas, tak bosen dengan aku?""Tidak, justru senyummu itu yang aku rindukan.""Tak inginkah Mas ... bercumbu?""Oh, pasti itu ada, tapi aku lebih suka mencumbui istriku, aku tipe setia, dulu sudah puas olehku berbuat don juan.""Benarkah?""Dengarlah Dira, saat ini yang aku impikan adalah membuatmu sehat, punya rumah, punya usaha, tinggal melihat anak-anak tumbuh dalam kebajikan. Kita menua bersama."Dira tersenyum dan menitikkan air matanya, segera diraihnya tangan suaminya, dikecupnya berulang kali punggung tangannya.Sean mengerti kesedihan Diri. diraihnya tubuh kurus itu, dan dipeluknya
"HAI! LEPASKAN ADIKKU!" teriak keras dari Dewi. Wanita gesit itu langsung berlari mendekati Tiara. Murni pun tergopoh-gopoh seraya membawa pentungan golf milik Papa Panji.Dua lelaki yang menarik tangan Tiara langsung melepaskan tangan Tiara. Mereka langsung berlari meninggalkan tempat tersebut."Kurang ajar! Wei! jangan lari." Murni sudah mengangkat tinggi-tinggi tongkat tersebut.Dewi, menatap tajam dua lelaki tanggung tersebut yang langsung hengkang dengan sepeda motornya. Namun, Dewi mengingat nomor plat itu dengan baik dalam ingatnya.Tiara , bersembunyi di belakang tubuh kakaknya. "Kau kenal mereka, Tiara?""Iya kak, salah satunya adalah Wawan, dia yang terus mengejarku, aku sudah menolaknya, tapi dia masih main paksa saja. Siapa yang mau pacaran sama preman, kak," jelas Tiara."Oh, naksir sama Non Tiara, ya? tapi preman? jangan Non! enak aja, gadis cantik dan shaleh gini, sama preman." Murni sudah mencicit sebal pada lelaki yang belum dikenalnya."Sudahlah, Mbak, Nggak usah k
"Hai, kurang ajar!" Sonia berteriak, karena rambutnya ditarik dengan keras oleh Murni, Sonia tak tinggal diam, dia membalas tindakan Murni yang tiba-tiba tersebut. Wanita yang sudah dalam keadaan emosi itu menarik lengan Murni, dan membuatnya mengaduh karena kuku-kuku itu menghujam dalam lengannya.Murni menarik tangan Sonia membantingnya hingga tubuh wanita itu tersungkur keras ke lantai toko mainan siang itu.Banyak mata yang melihatnya, namun Murni tak pedulikan lagi, diinjaknya jari jemari Sonia. Otomatis dia berteriak sekencang-kencangnya, seraya menarik betis kaki Murni.Wanita setengah abad itu hampir tersungkur, tapi kakinya segera menahan tubuhnya agar tidak terjerembab. Sonia kaget, melihat kuku tangannya sudah patah, terlihat merah karena bekas injakan keras kaki Murni.Semua yang melihat, tak ada yang melerai. Tiara, segera menyingkir, dan memanggil satpam di depan toko.Terjadi pertengkaran lagi, kali ini lebih ekstrem, mereka sudah bergumul, saling tarik-menarik rambut,
Pagi cerah, mengiringi langkah Murni menuju rumah keluarga Dira. Rumah besar berpagar tinggi itu membuatnya melongo.Kemudian, segera masuk. Rasa kangen pada Aisyah begitu menggebu."Mbak Murni." Panggilan itu membuat Murni menghentikan langkahnya. ternyata, Dewi. Senyum merekah menyambutnya. Mereka saling berpelukan, teringat dulu, saat mereka sama-sama sebagai asisten Bu Dira. Selalu ada perselisihan antara mereka, tak ayal merekapun sering berantem."Dewi, ah bahagianya aku bisa bertemu denganmu lagi." "Ha ha, tentu saja, tapi saat ini kau akan jarang menemukan aku, mampirlah nanti ke rumahku ya?""Hah, kau tak tinggal di sini juga! lalu ...""Aku tinggal bersama kedua adikku, Mbak. Cuma setengah jam saja kok.""Bagaimana keadaan Bu Dira dan yang lainnya?""Sehat. tapi saat ini jaga perasaan Bu Dira. agak tidak stabil.""Oh, Apakah?""Sudahlah, ayo masuk. mereka sedang berkumpul, ada Ilham juga.""Wah, ada cowok ganteng juga."Dewi tersenyum, inilah Mbak Murni yang masih saja suk
Sudah hampir satu Minggu Sean sekeluarga berada di Malang. Sean mencoba berdamai dengan situasi. Beberapa anak perusahan armada milik Papa Panji diurus oleh Sean. Kali ini, terlihat Sean memakai kaus dan jins belel, ada handuk kecil melingkar di lehernya.Nampak, Papa Panji tersenyum melihat penampilan menantunya. Lelaki yang dulu pernah diasuhnya terlalu gagah dalam kostumnya pagi ini."Gantilah, bajumu. Nggak pantas, masa bendahara PO pakai baju kaya gitu," protes Papa."He he, Sean kali ini, mau mencoba truk yang baru, Pah. Tadi pagi, Fadli sudah bilang ada lima truk pengangkut pasir datang, semuanya dalam keadaan baru. Semoga bisnis aku kali ini sukses, Pah." Sean bersemangat dengan bisnis barunya."Oke, Papa paham dirimu, jangan terlena. Dira lebih butuh perhatianmu. Jangan lupa besok, jemput Marni, biar gajiannya Papa yang urus.""Baik, Pah."Sean merasa kini harus membuka peluang bisnis yang baru dan menjanjikan.Tiba-tiba, ada uluk salam dari luar. Terlihat Tiara datang bersam
Malam ini adalah malam terakhir di kata Batam. Kota yang pernah membesarkan bisnis Sean, kota impian yang ingin ditaklukkan oleh pria ganteng itu. Namun, kini semua hilang sudah. Sejak pernikahan dalam perjodohan dengan Dira, teman masa kecilnya, menjadikan impian itu kini terkubur dalam-dalam. Setelah mengalami banyak bertubi-tubi ujian dari Allah.Dua buah hati, Raska dan Aisyah menjadikan rumah tangganya menjadi lebih dewasa lagi.Cobaan hidup Dira tak berhenti sampai di sini saja. Dirinya harus melawan emosi dan rasa percaya dirinya yang hilang.Untung, Sean adalah lelaki yang tahan bantingan. type yang setia ada pada dirinya. Akan tetapi, lagi-lagi krisis percaya diri istrinya mencuat, bila hal tersebut hadir, Dira langsung terdiam, mengunci dirinya dalam kamar, hanya menangis sepanjang hari. Di hadapan Sean, ada sepuluh koper lebih, semua akan dibawa ke kota Malang, Kota kelahirannya. Kota di mana ada kenangan tersendiri."Mbak Murni, apa semua sudah siap? punya dedek juga?" ta