Sean tak pedulikan lagi, Sonia sudah duduk dengan gelisah."Sebaiknya, kita tidak melakukan hal seperti ini lagi, Tidak boleh." Sonia terdiam, ih, sok suci amat sih, tadi aja napsu banget. Batin Sonia sewot. Karena keinginannya tak terpenuhi.Sean kembali, melajukan mobilnya pelan, keluar dari area parkir, dan melaju sedikit kencang, untuk mengantarkan Sonia pulang.Hampir setengah jam perjalanan. Akhirnya sampailah di tempat indekos Sonia."Turunlah, aku tidak usah mengantar sampai depan kamarmu yah, karena sudah malam, nggak enak dengan penghuni kost lainnya."Sonia mengangguk, dan meminta maaf atas tindakannya.Setelah say goodbye, mobil Sean pun pergi meninggalkan tempat tersebut.Sebenarnya Sonia agak kecewa juga, karena pria idamannya, menolak saat diajak bermesraan. Seakan dirinya tak dihargai.Hem, Sonia melenggang pergi menuju kamarnya.Pagi kembali hadir, Sean sudah berada di ruangan kerjanya. Sudah mengolah data -data kantor. Kinerja Sean yang bagus. Selalu mendapatkan bon
Sean sudah lama tinggal d sebuahi kota tempat dia bekerja yaitu kota Batam. Kota ini lah yang membawa dirinya dalam kesuksesan berkarier sebagai kepala bagian keuangan. Sarjana ekonomi dengan nilai IP lumayan tinggi menjadikan dirinya mendapat posisi basah dalam kantornya. Bahkan karena penampilannya yang elegan, ganteng dan mudah bergaul menjadikan seorang Sean bisa langsung memikat sang bos untuk menerima bekerja di perusahaan besar. "Pagi, sayang." sapa Sonia dalam ruangan kerja Sean. Karena tahu hari ini lelaki pujaannya sudah pulang dari kampung halamannya. Sean langsung berdiri dan menyambut Sonya. Kedekatan mereka sudah 70 persen. Seyogianya, Sean akan membawa Sonya untuk dikenalkan pada Papanya sebagai calon istrinya, tapi apa daya? Ah, peduli apa. Batin Sean. Dipeluknya tubuh Sonia. "Ih, jadi kangen," bisik Sonia, di dada Sean."Kangen apa nih, jangan ngeres, ,ya." ledek Sean dan melepas pelukannya. Sean pun masih punya unggah-ungguh pada wanita. "Hey, siapa juga yang ota
"Sepertinya, tuan Sean telah mempunyai pasangan lain, tuan." jelas salah satu ajudannya.Papa Sean tampak terdiam, "Semoga anakku serius menikah dengan Dira.""Jauhkan juragan tengik tersebut, pantau juga ayahnya Dira. dia banyak hutang hanya untuk berjudi. ""Baik tuan." dan ajudan tersebutpun meninggalkan Papa Sean dalam ruangan kerjanya.tak lama di teleponnya, seseorang ,"Siapkan salah satu kamar hotelmu, untukku."***Sean dan Sonia sudah meluncur menuju sebuah resto langganan mereka. Sonia sengaja melepas dua kancing atas bajunya agar belahan dadanya terlihat, sekadar untuk menggoda Sean sedikit, dengan alasan bajunya terasa sesak bagian atas. Lah iyalah, bagian itu yang membuat baju bagian atas terasa sesak dengan ukuran dada yang super lheb. Sean tampak sudah tergoda. Dirinya lelaki dewasa apalagi dia punya hasrat pada wanita cantik yang duduk di sebelahnya. Konsentrasinya menyetir jadi buyar. Karena setiap melewati tanjakan polisi tidur. Dada Sonia jadi ikutan bergetar. Rasa
Malam menjelang, janji Sean untuk mengantar Sonia dipenuhi juga untuk dinner, karena bagi Sean, pantang bagi dirinya untuk melanggar janjinya sendiri. Apa lagi pada Sonia. Sean sudah berada di teras depan indekos milik Sonia. Memang dirinya harus indekos karena jadwal pemotretannya yang terkadang hingga malam hari. Sebenarnya iklan apa ya? Sean tak pernah peduli dengan apa yang di lakukan Sonia. Asal masih sewajarnya ya, terserah saja. Setelah keduanya sudah berada di dalam mobil, Sonia tampak duduk menyilangkan kakinya, dalam pakaian mini dresnya berwarna hitam, kulitnya yang putih bersih terlihat kontras dengan warna baju yang di kenakan malam ini, justru lebih elegan di mata Sean. Pahanya yang mulus terpampang bebas di depannya.Sonia menunggu waktu yang tepat. Rasanya sudah tidak tahan melihat Sean. Nafsunya seakan sudah di ubun-ubun.Sean menghentikan mobilnya di sebuah studio. Yang biasa Sonia pakai untuk pemotretan iklan, baju dan lainnya. Kali ini Sonia mendapat iklan prod
Sean kembali pulang . Tadi dirinya, setelah makan malam bersama Dira, Pamit ada urusan kantor bersama teman. entahlah Dira percaya atau tidak. Sean tahu, Dira tidak gampang percaya begitu saja.Sean mematikan lampu mobilnya. Baru saja turun dari mobilnya. Dira sudah berada di depan pintu."Baru pulang Mas?" tanyanya pelan."Iya, aku langsung pulang kok. ini saja belum jam mal—""Jam 12 malam bukan jam malam ya, Mas." "Sudahlah, maafkan aku, aku —""Sekarang Mas Sean sudah punya Istri, jadi kurangi waktu bermainnya.""Iya, aku tahu , ayo kita masuk. sudah malam.""Tadi, kau bilang belum jam mal—.""Stt, Ayo masuk, nggak enak ribut depan rumah, " Sean menggandeng Dira masuk rumah."Mas, " Dira menurut saja saat Sean menggandengnya masuk ."Kita sudah punya kesepakatan Dira. ""Tapi aku berhak peduli karena Mas Sean sudah mejadi suamiku, walaupun aku belum sepenuhnya menjadi istrimu. "Oh, ayo kita lakukan saja kewajiban kita yang tertunda. " Dan Sean sudah bersiap membuka kancing kemej
Sean terdiam dalam ruangannya, sebenarnya dalam hatinya sudah agak reda, sudah sedikit mengenyahkan Sonia dari sisinya. Dirinya merasa di khianati atas kedekatannya dengan David. Entah sejak kapan hal tak di sadarinya itu berlangsung di belakangnya.Terlihat, Sonia duduk di balik Meja PR nya. Air matanya di hapus dengan tisu. Dasar! Lelaki itu tak mungkin bisa aku lepaskan. Sean anak dari CEO, hanya Sonia yang tahu. karena memang Sean sudah menceritakan perihal keluarganya pada Sonia. wanita mana yang tidak silap mata. melihat lelaki tajir yang gampang sekali dibodohi Sonia. Bahkan Sean adalah tipe pria yang royal. gampang sekali memberikan sejumlah uang pada Sonia. Siapa perempuan yang sudah menikah dengan Sean? kau! ku buat kau! tak betah dekat kekasihku! batin Sonia.Sementara itu, Dira sedang mencoba resep baru, dan ini adalah menu makanan yang Sean paling suka, yaitu sushi. Dira sudah payah untuk membuatnya. Sean marah tidak ya? Kalau aku datang ke kantornya? dan memberikan kejuta
Sonia tak peduli, ancaman dari Budi. dirinya segera masuk dalam ruangan Sean tanpa permisi."Dia! wanita alim itu istrimu!" cecarnya tanpa basa-basi. Sean kaget dan hanya diam saja."Aku tidak akan diam saja. Dia sudah merebut kekasihku!""Aku sudah bukan kekasihmu lagi. sudah aku bilang aku tidak suka, kau dekat dengan David. " Sean keceplosan. saat ini yang di khawatirkan adalah adanya penyusup musuh dalam selimut."Aku tak ada hubungan dengan David. " Sonia teriak histeris.Sean tergugu, "Kau tak perlu marah besar. jangan pernah ganggu istriku. apa bila terjadi —""Kau mengancam ku!" potong Sania. Air mata kepalsuan meleleh kembali. sang ratu drama mulai beraksi."Keluarlah, jangan membuatku marah, dan akan bertindak kejam padamu." Sean menyuruh dengan tangannya, agar Sonia segera pergi dari ruangannya. "Sayang, aku terlalu sayang padamu, aku tak rela , kau bersama yang lain. " rengek Sonia hendak mendekati Sean."menjauhlah, Sonia. aku ingin menjadi suami yang baik untuk Istriku.
"Mas Sean, bangun Mas, sudah pagi." Dira membangunkan Sean di kamarnya. kini Sean tak mengunci pintu kamarnya."Uh ...." Sean menggeliatkan tubuhnya. Dilihatnya Dira berdiri di dekat ranjangnya. Tubuhnya terlihat sudah mandi. Sean segera menarik tangan Dira, masuk dalam pelukannya. Dira kaget, dan segera melepaskan pelukan itu."Kenapa, aku kan suamimu?" tanya Sean bingung."Iya— tapi aku kan malu." Pipi Dira bersemu merah.Sean tersenyum, "Iya, maaf ya, aku —""Sudahlah.," Dira bangkit dari samping Sean. "Bangunlah, dan shalat subuh. Aku mau membuatkan kopi untukmu, eh, pengin sarapan apa?" "Hem, kaya kemarin, nasi goreng itu tuh, sama telor ceplok setengah matang.""Oke, Mas, aku buatkan?" Dira melenggang, namun segera Sean menarik tangan istrinya."Apa nggak sewa asisten rumah tangga saja, aku nggak mau kau cape. ""Nggak usah, Mas kan tahu, aku masih bisa melakukanya dan sudah terbiasa. nanti saja kalau aku butuh." jawab Dira. walaupun tak menyukai dengan adanya asisten rumah tan
Sean berlari di samping ranjang beroda milik sebuah Rumah sakit. Nampak, Dira terbaring, wajahnya pucat pasi. bibirnya membiru. Matanya terpejam rapat. Bila Aisyah tak menangis, mungkin Sean tak tahu, kalau Dira sudah pingsan di sudut nakas."Lebih baik, Bapak tunggu di sini, Pak. Silakan daftar pasien dahulu, percayalah, kami akan lakukan yang terbaik untuk pasien." ucap salah satu perawat yang mendorong, hingga ke ruangan gawat darurat.Dari jauh, Ilham dan Dewi berlari mengejar Sean."Pak, bagaimana Kak Dira?""Mereka sedang menanganinya," jawab Sean dalam kecemasan, "aku belum daftar pasien." sambungnya pada Ilham."Biar aku saja, Pak. " Dewi segera pergi ke bagian pendaftaran pasien.Sean terduduk, napasnya masih memburu. Dengan ditemani Ilham. Mereka menunggu kabar tentang Dira.Sepuluh menit kemudian, Dewi sudah datang kembali,. dengan membawa minuman, lalu menyerahkan pada Sean."Minumlah dulu, Pak. Tenangkan hati, Pak Sean.""Betul, Pak " Ilham pun menyerahkan minuman pada Se
"Boleh aku gabung dengan kalian?" tanya Dira, masih berdiri di depan Dewi.Segera wanita tomboy itu berdiri, dan memberikan kursi padanya. Dewi segera mengambil kursi yang lain, dan menjejeri kursi tadi."Bu Dira? apa yang dilakukan di sini?" tanya Ilham masih dalam kebingungan. Pasalnya Dira yang selama ada di Malang yang dia tahu selalu diam di rumah."Kalian ini kenapa sih? kok kaya lihat hantu saja. " Dira duduk pada kursi yang diberikan Dewi."Kak ..."Dira tersenyum pada mereka. " Mas Sean lagi ada di rumah sakit, menemani Tiara dan Papa yang sedang cek up."Ilham dan Dewi masih, terdiam sambil menatap Dira."Kalian ini? Mas Sean kesini pakai motor, aku bonceng saja. Nggak enak aku ikutan ke rumah sakit. biar Tiara saja yang mengantar Papa, toh, memang sudah terbiasa dengan Tiara 'kan?" jadi aku ... dan akhirnya, aku bisa menemukan kalian. tadinya aku ingin minum espresso dan sepiring roti." "Aku pesankan, Kak." Dewi segera bangkit dari duduknya dan menuju tempat pemesanan.Dir
Pagi ini, sinar matahari menyeruak dari sela dedaunan. Riaknya membuat bayangan pada lantai trotoar, hingga bayangan itu membuat bias cahaya.Seorang anak kecil, berlari bebas. Mendekati seseorang, berkerudung lebar dan bercadar."Subhanallah .... jangan berlarian, nanti kau jatuh!" teriak wanita itu, sambil mengejarnya. Bajunya melambai. warna hitam yang pekat. Di belakangnya, seorang lelaki berjenggot tebal, mengikutinya sambil menggendong seorang anak kecil sekitar berumur Lima tahunan."Umi, jangan berlari, nanti kau jatuh!" Seru lelaki tersebut pada wanita yang dipanggilnya Umi.Akhirnya gadis kecil yang berlari itu, sudah digandeng oleh wanita bercadar tersebut.Mereka adalah keluarga Gibran.Lelaki yang dulu pernah menjadi orang yang paling dekat dengan Sonia atau Miss Lola. Istri dari lelaki tersebut adalah adik kandung dari Dewi. Mereka dulu pernah berseteru dalam keluarga. Anak yang sudah dalam genggaman wanita itu adalah anak yang dulu pernah diiadopsi oleh Sonia. Tapi, k
"Mas, foto siapa ini?" tanya Dira pada suaminya, setelah dirinya naik lagi ke dalam truk.Sean memandang foto tersebut, dan mengerutkan dahinya."Foto, kekasih Firman, mungkin. kemarin firman yang bawa truk ini." "Oh, kupikir ...""Janganlah, berpikir yang aneh-aneh sayang, aku tak akan melakukan hal tersebut. Percayalah," ucap Sean menyakinkan istrinya.Dira, hanya tersenyum, lalu memandang Sean."Mas, tak bosen dengan aku?""Tidak, justru senyummu itu yang aku rindukan.""Tak inginkah Mas ... bercumbu?""Oh, pasti itu ada, tapi aku lebih suka mencumbui istriku, aku tipe setia, dulu sudah puas olehku berbuat don juan.""Benarkah?""Dengarlah Dira, saat ini yang aku impikan adalah membuatmu sehat, punya rumah, punya usaha, tinggal melihat anak-anak tumbuh dalam kebajikan. Kita menua bersama."Dira tersenyum dan menitikkan air matanya, segera diraihnya tangan suaminya, dikecupnya berulang kali punggung tangannya.Sean mengerti kesedihan Diri. diraihnya tubuh kurus itu, dan dipeluknya
"HAI! LEPASKAN ADIKKU!" teriak keras dari Dewi. Wanita gesit itu langsung berlari mendekati Tiara. Murni pun tergopoh-gopoh seraya membawa pentungan golf milik Papa Panji.Dua lelaki yang menarik tangan Tiara langsung melepaskan tangan Tiara. Mereka langsung berlari meninggalkan tempat tersebut."Kurang ajar! Wei! jangan lari." Murni sudah mengangkat tinggi-tinggi tongkat tersebut.Dewi, menatap tajam dua lelaki tanggung tersebut yang langsung hengkang dengan sepeda motornya. Namun, Dewi mengingat nomor plat itu dengan baik dalam ingatnya.Tiara , bersembunyi di belakang tubuh kakaknya. "Kau kenal mereka, Tiara?""Iya kak, salah satunya adalah Wawan, dia yang terus mengejarku, aku sudah menolaknya, tapi dia masih main paksa saja. Siapa yang mau pacaran sama preman, kak," jelas Tiara."Oh, naksir sama Non Tiara, ya? tapi preman? jangan Non! enak aja, gadis cantik dan shaleh gini, sama preman." Murni sudah mencicit sebal pada lelaki yang belum dikenalnya."Sudahlah, Mbak, Nggak usah k
"Hai, kurang ajar!" Sonia berteriak, karena rambutnya ditarik dengan keras oleh Murni, Sonia tak tinggal diam, dia membalas tindakan Murni yang tiba-tiba tersebut. Wanita yang sudah dalam keadaan emosi itu menarik lengan Murni, dan membuatnya mengaduh karena kuku-kuku itu menghujam dalam lengannya.Murni menarik tangan Sonia membantingnya hingga tubuh wanita itu tersungkur keras ke lantai toko mainan siang itu.Banyak mata yang melihatnya, namun Murni tak pedulikan lagi, diinjaknya jari jemari Sonia. Otomatis dia berteriak sekencang-kencangnya, seraya menarik betis kaki Murni.Wanita setengah abad itu hampir tersungkur, tapi kakinya segera menahan tubuhnya agar tidak terjerembab. Sonia kaget, melihat kuku tangannya sudah patah, terlihat merah karena bekas injakan keras kaki Murni.Semua yang melihat, tak ada yang melerai. Tiara, segera menyingkir, dan memanggil satpam di depan toko.Terjadi pertengkaran lagi, kali ini lebih ekstrem, mereka sudah bergumul, saling tarik-menarik rambut,
Pagi cerah, mengiringi langkah Murni menuju rumah keluarga Dira. Rumah besar berpagar tinggi itu membuatnya melongo.Kemudian, segera masuk. Rasa kangen pada Aisyah begitu menggebu."Mbak Murni." Panggilan itu membuat Murni menghentikan langkahnya. ternyata, Dewi. Senyum merekah menyambutnya. Mereka saling berpelukan, teringat dulu, saat mereka sama-sama sebagai asisten Bu Dira. Selalu ada perselisihan antara mereka, tak ayal merekapun sering berantem."Dewi, ah bahagianya aku bisa bertemu denganmu lagi." "Ha ha, tentu saja, tapi saat ini kau akan jarang menemukan aku, mampirlah nanti ke rumahku ya?""Hah, kau tak tinggal di sini juga! lalu ...""Aku tinggal bersama kedua adikku, Mbak. Cuma setengah jam saja kok.""Bagaimana keadaan Bu Dira dan yang lainnya?""Sehat. tapi saat ini jaga perasaan Bu Dira. agak tidak stabil.""Oh, Apakah?""Sudahlah, ayo masuk. mereka sedang berkumpul, ada Ilham juga.""Wah, ada cowok ganteng juga."Dewi tersenyum, inilah Mbak Murni yang masih saja suk
Sudah hampir satu Minggu Sean sekeluarga berada di Malang. Sean mencoba berdamai dengan situasi. Beberapa anak perusahan armada milik Papa Panji diurus oleh Sean. Kali ini, terlihat Sean memakai kaus dan jins belel, ada handuk kecil melingkar di lehernya.Nampak, Papa Panji tersenyum melihat penampilan menantunya. Lelaki yang dulu pernah diasuhnya terlalu gagah dalam kostumnya pagi ini."Gantilah, bajumu. Nggak pantas, masa bendahara PO pakai baju kaya gitu," protes Papa."He he, Sean kali ini, mau mencoba truk yang baru, Pah. Tadi pagi, Fadli sudah bilang ada lima truk pengangkut pasir datang, semuanya dalam keadaan baru. Semoga bisnis aku kali ini sukses, Pah." Sean bersemangat dengan bisnis barunya."Oke, Papa paham dirimu, jangan terlena. Dira lebih butuh perhatianmu. Jangan lupa besok, jemput Marni, biar gajiannya Papa yang urus.""Baik, Pah."Sean merasa kini harus membuka peluang bisnis yang baru dan menjanjikan.Tiba-tiba, ada uluk salam dari luar. Terlihat Tiara datang bersam
Malam ini adalah malam terakhir di kata Batam. Kota yang pernah membesarkan bisnis Sean, kota impian yang ingin ditaklukkan oleh pria ganteng itu. Namun, kini semua hilang sudah. Sejak pernikahan dalam perjodohan dengan Dira, teman masa kecilnya, menjadikan impian itu kini terkubur dalam-dalam. Setelah mengalami banyak bertubi-tubi ujian dari Allah.Dua buah hati, Raska dan Aisyah menjadikan rumah tangganya menjadi lebih dewasa lagi.Cobaan hidup Dira tak berhenti sampai di sini saja. Dirinya harus melawan emosi dan rasa percaya dirinya yang hilang.Untung, Sean adalah lelaki yang tahan bantingan. type yang setia ada pada dirinya. Akan tetapi, lagi-lagi krisis percaya diri istrinya mencuat, bila hal tersebut hadir, Dira langsung terdiam, mengunci dirinya dalam kamar, hanya menangis sepanjang hari. Di hadapan Sean, ada sepuluh koper lebih, semua akan dibawa ke kota Malang, Kota kelahirannya. Kota di mana ada kenangan tersendiri."Mbak Murni, apa semua sudah siap? punya dedek juga?" ta