Sean kembali pulang . Tadi dirinya, setelah makan malam bersama Dira, Pamit ada urusan kantor bersama teman. entahlah Dira percaya atau tidak. Sean tahu, Dira tidak gampang percaya begitu saja.
Sean mematikan lampu mobilnya. Baru saja turun dari mobilnya. Dira sudah berada di depan pintu."Baru pulang Mas?" tanyanya pelan."Iya, aku langsung pulang kok. ini saja belum jam mal—""Jam 12 malam bukan jam malam ya, Mas.""Sudahlah, maafkan aku, aku —""Sekarang Mas Sean sudah punya Istri, jadi kurangi waktu bermainnya.""Iya, aku tahu , ayo kita masuk. sudah malam.""Tadi, kau bilang belum jam mal—.""Stt, Ayo masuk, nggak enak ribut depan rumah, " Sean menggandeng Dira masuk rumah."Mas, " Dira menurut saja saat Sean menggandengnya masuk ."Kita sudah punya kesepakatan Dira. ""Tapi aku berhak peduli karena Mas Sean sudah mejadi suamiku, walaupun aku belum sepenuhnya menjadi istrimu."Oh, ayo kita lakukan saja kewajiban kita yang tertunda. " Dan Sean sudah bersiap membuka kancing kemejanya."Apa-an sih Mas, nggak ah." Dira meninggalkan Sean sendirian dan masuk kamar. Dira tersenyum."Makanya, jangan atur aku!" Setengah teriak Sean dari ruang tengah. Sean pun tersenyum dirinya sebenarnya tak akan melakukannya. Dia tahu Dira seperti apa."Dira ... aku sebenarnya sayang sama kamu, sebagai.sahabat, bukan —" Sean merebahkan diri di sofa depan telivisi.Malam berlalu, Sean ternyata tertidur di sofa hingga pagi menjelang."Mas, bangun Mas, mengapa tidur di sini sih." Dira menepuk kaki suaminya. Namun tak juga terbangun dari tidurnya., karena terlihat sangat nyenyak, akhirnya Dira membiarkan Sean meneruskan tidurnya.setengah jam , membiarkan suaminya terlelap, hingga saat Dira menyeduh kopinya. aroma kopi memenuhi ruangan. Sean terbangun, karena aroma seduhan kopi yang nikmat."Mengapa tak bangunkan aku?""Mas Sean , tidur nyenyak sekali. Aku bangunkan sejak subuh pun, tak bergeming sama sekali""Aku kok lapar?" Kemudian Sean bangkit dan hendak duduk di kursi makan."Eit —" Dira mendekat dan menarik lengan Sean untuk bangkit lagi, "Mandi dulu, biasakan mandi dulu baru makan atau minum. Bau naga tuh.""Apa iya, Dir?" Sean mengembuskan napasnya di tangannya sendiri dan membauinya."Tuh, kan? aku siapkan air hangatnya. " Dira segera masuk ke kamar mandi dan mengambil ember besar dan mengiisi air hangat untuk mandi suaminya.Sean memperhatikan semua pekerjaan Dira."Apa perlu asisten rumah tangga? nanti kau cape!""Nggak perlu, aku bisa atasi semua." Teriak Dira dari kamar mandi. "Iya, tuh sudah siap."Sean berjalan ke arah kamar mandi, dilihatnya kamar mandi rapi dan bersih, Sean tersenyum, dan masuk ke kamar mandi.Selesai mandi, ganti baju, dan sudah rapi. Sean kembali ke meja makannya. menyeruput segelas kopi hitam kesukaannya . Sepiring nasi goreng spesial sudah terhidang. Terlihat telur setengah matang .Sudah lama Sean tak makan telur setengah matang kesukaannya."Aku ijin dulu, mau aku bawakan bekal? dan tempat bekal kemarin mana? pasti ketinggalan nih, di kantor.""Iya, ... benar, ketinggalan." sahut Sean, menyadari kotak bekal kemarin masih terletak di meja kerjanya tanpa Sean makan. "Nggak usah bawakan aku bekal. ""Ya udah, aku —" Belum selesai Dira bicara, Sean menyondorkan piring kosongnya. "Apa?""Lagi, nasi gorengnya lagi, aku masih mau ." pinta Sean sambil mulut penuh nasi."Dasar, " Dira tersenyum dan menerima piring tersebut, serta menambahkan nasi goreng ke piring Sean. kembali Sean menikmati nasi goreng yang lezat."Dira, bisa-bisa, berat badanku naik nih.""Biarin, aku suka cowok gendut, seksi tahu." timpal Dira tertawa.Sean ngakak, "Oh , pantesan dulu kamu suka Edi, teman kita dulu kan?""Husf, sembarangan Mas Sean. nggak mungkinlah. " Dira tersenyum melihat tingkah suaminya."Jadi boleh aku gendut, Dir?""Boleh lah, asal kurangi keluar malam, dan jangan macam-macam, Mas Sean sudah menjadi suami ku.""Tapi aku belum dapat jatah.""ingat, kamu sendiri yang minta perjanjian pra nikah kan?"Sean terdiam, "Kalau perjanjian kita batalkan gimana Dir?""Nggak janji" Dira terbahak.Sebuah Awal yang bagus untuk memulai suatu hubungan.Hari ini, Sean berangkat kerja penuh senyum. Sebenarnya dirinya beruntung mendapatkan istri seperti Nadira. Sudah tahu sifat dari masing -masing. Apa lagi melihat Dira memakai Jilbab, rasanya itu yang Sean harapkan untuk menjadi seorang istri juga ibu dari anak-anaknya kelak.. Tidak seperti — Ah, kini Sean jadi membandingkan Sonia dengan Dira.Sonia cantik, seksi, intelektual. Bahkan Sonia terbilang bisa mengimbangi keinginan Sean sebagai karyawan di kantornya. Dulu sebagai PR Sonia sering membantu tiap tugas Sean, tapi akhir-akhir ini, Budi yang selalu melancarkan tiap tugasnya. Sonia hanya menemani saja saat waktu luang di kantornya. Ah ...kini Sean sudah ada di ruangannya. Yang pertama kali di carinya adalah kotak bekal istrinya yang kemarin masing nangkring di meja kantornya. tapi sekarang malah tidak ada. apa di bawa, Muklis . OB kantor. Ah, sebaiknya aku panggil Muklis"Kamu , mencari ini, sayang?" tanya Sonia, kini sudah ada di depan pintu."Iya, kembalikan kotak itu." pinta Sean."Muklis yang membawanya ke pentri, dan sudah membuang isinya yang sudah basi. Sejak kapan , kamu membawa bekal ke kantor?" tanya Sonia penuh selidik."Itu—" Sean tak bisa menjawabnya."Apa ada seseorang yang perhatian selain diriku?"Sean terdiam, mungkin ini saatnya aku memberitahukan Sonia tentang Dira."Iya, aku sudah menikah, dan istriku yang menyiapkan bekal itu. —"Brak!!! di lemparnya kotak bekal ini ke lantai hingga pecah. Sean kaget melihat reaksi Sonia."Aku tidak terima kau sudah menikah, Sean. selama ini, hubungan ini sebagai apa?" Suara Sonia mulai meninggi."Kau , buat aku kecewa dengan keputusanmu.""Tapi, aku tak ada janji mau menikahi kamu, Sonia.""Kau! aku —aku cinta kamu, Sean. Apa pun aku lakukan untukmu, terkadang, kamu sendiri yang tak mau menyentuhku." berang Sonia."Pelan kan suaramu., aku tak mau ada keributan di ruangan ku.""Sayang ...." Sonia mendekati Sean, " Aku jujur padamu, aku tak mau pergi dari mu, menjadi selingkuhan mu pun. aku mau." Sonia memeluk tubuh Sean.Sean hanya diam saja, "Tapi aku , sudah menikah. Aku —" Sean pun menjauhkan tubuh Sonia dari dirinya."Maafkan aku, bila selama ini , aku salah padamu. toh nyatanya aku tak merusak hidupmu, Sonia. ""Sayang, please ... biarkan aku selalu dekatmu. aku tak bisa jauh darimu." Sonia merengek, tak mau menjauh dari tubuh Sean."Maaf, Sonia aku sudah menikah. " Sean menjauh dari Sonia , dan duduk di kursi kerjanya. "Silakan kembali bekerja di tempatmu, Sonia.""Kau! Tega sekali. Pokoknya aku tak mau melepaskan mu sean!" Sonia pun pergi meninggalkan ruangan Sean dengan derai air mata kepalsuan."Sean terdiam dalam ruangannya, sebenarnya dalam hatinya sudah agak reda, sudah sedikit mengenyahkan Sonia dari sisinya. Dirinya merasa di khianati atas kedekatannya dengan David. Entah sejak kapan hal tak di sadarinya itu berlangsung di belakangnya.Terlihat, Sonia duduk di balik Meja PR nya. Air matanya di hapus dengan tisu. Dasar! Lelaki itu tak mungkin bisa aku lepaskan. Sean anak dari CEO, hanya Sonia yang tahu. karena memang Sean sudah menceritakan perihal keluarganya pada Sonia. wanita mana yang tidak silap mata. melihat lelaki tajir yang gampang sekali dibodohi Sonia. Bahkan Sean adalah tipe pria yang royal. gampang sekali memberikan sejumlah uang pada Sonia. Siapa perempuan yang sudah menikah dengan Sean? kau! ku buat kau! tak betah dekat kekasihku! batin Sonia.Sementara itu, Dira sedang mencoba resep baru, dan ini adalah menu makanan yang Sean paling suka, yaitu sushi. Dira sudah payah untuk membuatnya. Sean marah tidak ya? Kalau aku datang ke kantornya? dan memberikan kejuta
Sonia tak peduli, ancaman dari Budi. dirinya segera masuk dalam ruangan Sean tanpa permisi."Dia! wanita alim itu istrimu!" cecarnya tanpa basa-basi. Sean kaget dan hanya diam saja."Aku tidak akan diam saja. Dia sudah merebut kekasihku!""Aku sudah bukan kekasihmu lagi. sudah aku bilang aku tidak suka, kau dekat dengan David. " Sean keceplosan. saat ini yang di khawatirkan adalah adanya penyusup musuh dalam selimut."Aku tak ada hubungan dengan David. " Sonia teriak histeris.Sean tergugu, "Kau tak perlu marah besar. jangan pernah ganggu istriku. apa bila terjadi —""Kau mengancam ku!" potong Sania. Air mata kepalsuan meleleh kembali. sang ratu drama mulai beraksi."Keluarlah, jangan membuatku marah, dan akan bertindak kejam padamu." Sean menyuruh dengan tangannya, agar Sonia segera pergi dari ruangannya. "Sayang, aku terlalu sayang padamu, aku tak rela , kau bersama yang lain. " rengek Sonia hendak mendekati Sean."menjauhlah, Sonia. aku ingin menjadi suami yang baik untuk Istriku.
"Mas Sean, bangun Mas, sudah pagi." Dira membangunkan Sean di kamarnya. kini Sean tak mengunci pintu kamarnya."Uh ...." Sean menggeliatkan tubuhnya. Dilihatnya Dira berdiri di dekat ranjangnya. Tubuhnya terlihat sudah mandi. Sean segera menarik tangan Dira, masuk dalam pelukannya. Dira kaget, dan segera melepaskan pelukan itu."Kenapa, aku kan suamimu?" tanya Sean bingung."Iya— tapi aku kan malu." Pipi Dira bersemu merah.Sean tersenyum, "Iya, maaf ya, aku —""Sudahlah.," Dira bangkit dari samping Sean. "Bangunlah, dan shalat subuh. Aku mau membuatkan kopi untukmu, eh, pengin sarapan apa?" "Hem, kaya kemarin, nasi goreng itu tuh, sama telor ceplok setengah matang.""Oke, Mas, aku buatkan?" Dira melenggang, namun segera Sean menarik tangan istrinya."Apa nggak sewa asisten rumah tangga saja, aku nggak mau kau cape. ""Nggak usah, Mas kan tahu, aku masih bisa melakukanya dan sudah terbiasa. nanti saja kalau aku butuh." jawab Dira. walaupun tak menyukai dengan adanya asisten rumah tan
Brak!!!! suara pintu dilempar batu besar. Dira segera melihat siapa yang sudah berkali-kali melempari rumahnya dengan batu, berbagai pesan tertulis terikat di batu tersebut."Astagfirullah, siapa juga yang melakukan hal semacam ini?" Dira tak membuang kertas-kertas ancaman itu. Sedianya akan di tunjukkan pada suaminya.Waktu berlalu, Dira hari ini tak berani untuk keluar rumah. pasalnya kemarin ada sepeda motor yang sengaja menyerempetnya di jalan. entah siapa, orang itu berpostur sama dengan orang yang pernah membekap Dira.Hingga kaki kirinya terkilir, mendengar kabar menantunya mengalami hal seperti itu. beberapa orang di turunkan segera untuk melindungi Sean dan Dira.Namun, Sean menolak, tindakan Papanya."Jangan dulu, Pah, aku nggak mau mereka tahu siapa aku. biar Dira aku lindungi. biar kami cari rumah baru saja Pah." "Baiklah, Papa percayakan keselamatan Dira. ingat jangan terjadi sesuatu yang fatal pada Dira.""Baik , Pah. "Waktu berlalu, kejadian teror pelemparan batu memb
Meeting malam ini berakibat ricuh, benar dugaan Budi. Ada file yang di curi David. Budi yang membuat file tersebut tentu saja hapal. Hampir terjadi baku hantam antara mereka di tempat meeting.Sean hanya diam, melihat kemarahan David yang di permalukan di tempat meeting. semua maket milik Budi di hancurkan dan di injak-injak."Ini peringatan untuk mu David. bila kau tak menjaga sikapmu di kantor ini, kau aku keluarkan dari pekerjaanmu!" Bos besar semakin kalap.Setelah David dan beberapa rekannya sudah meninggalkan meeting. kini hanya tersisa beberapa kandidat saja."Maaf, keputusan saya tetap memakai maket dan file dari Bapak Sean dan rekannya, meeting saya tutup. untuk kejelasan selanjutnya, bisa hubungi , Pak Rahman. bagiamana?""Baik Pak, maafkan segala kekacauan ini." Pak Rahman pun angkat bicara."Baiklah, meeting saya tutup." dan bos besarpun langsung pergi meninggalkan tempat meeting.Kini tinggal beberapa orang yang mengobrol santai."Selamat , Sean, memang maket kamu yang ba
Sementara itu di sebuah ruang kerja Sean, terlihat David sedang memasang sebuah alat perekam pada dinding kantor Sean secara tersembunyi. Dirinya sudah dendam pada lelaki tampan itu. Di sampingnya terlihat Sonia duduk dengan gelisah, berkali-kali menggigiti bibirnya sendiri pelan. Sonia tersadar, sisa minuman Sean yang tak sengaja diminumnya sudah tercampur dengan obat perangsang. Yang sedianya Sonia ingin mengerjai Sean, malah kini dirinya yang terkena. "David, ayo pulang, tubuhku — rasanya nggak enak." Sonia merabai seluruh tubuhnya. Dari lengan, leher hingga pinggangnya.David, masih terus dengan pekerjaannya. Akhirnya sudah terpasang sebuah alat perekam kecil, sehingga setiap perbincangan yang ada di dalam ruangan ini akan bisa di dengarnya. Diliriknya Sonia, yang sedang duduk di sofa, sambil mendesah tak karuan, tubuhnya sudah setengah telanjang.Melihat keadaan Sonia. Membuat David, semakin tak karuan."Ayo, kita pergi dari sini." bisiknya, dan melemparkan sebagian baju Sonia
Sonia menatap foto Sean kekasihnya dulu, meraba setiap inci gambar tersebut. "Aku belum merasakan dekapan tubuh kekarmu, sayang. aku tergila-gila dengan lenganmu, bibirmu, pinggang kuatmu, juga uangmu. kini tak ada lagi sugar Deddy untukku." bisik Sonia pelan."Tapi sebentar lagi, kau akan berada dalam pelukanku, foto-foto kita dulu akan menjadi pemersatu kita lagi." Sonia tersenyum. saking rindunya pada lelaki pujaannya itu. Sonia meletakan salah satu foto tersebut di dadanya, di antara belahannya. menggesernya pelan. mata Sonia terpejam, membayangkan tangan Sean meraba dan meremas dadanya.Dira datang ke kantor Sean, membawa makan siang istimewa. kedatangan istrinya, menjadi semangat kerjanya. mereka tertawa bahagia, candaan dan kecupan mesra mengisi waktu jam makan siang."Aku pulang dulu Mas, Taksi jemputan sebentar lagi datang.""Baik, hati-hati ya sayang," Sean memeluk istrinya., "Nanti malam lagi yah, giliran kau di atas." bisik Sean di telinga Dira."Ih, apa an sih ..." Dira
"Sudah aku minta, jauhi istriku. bila kau membangkang kau akan tahu akibatnya. dan bilang pada pacarmu, aku tidak takut ancamannya!" bentak Sean pada Sonia. Sonia hanya terdiam sambil mengikir kuku-kuku tangannya yang berwarna hijau menyala."Sayang, sudah aku bilang , aku tidak mau ada wanita lain di sisimu, apa lagi istrimu, aku sudah terlalu sakit hati padamu. Aku percaya , suatu hari kau akan kembali padaku.""Sonia, aku tak tahu kalau kau begitu memprihatinkan. Aku tak mau berurusan denganmu lagi!" Sean segera meninggalkan ruang kerja Sonia, menutup pintunya dengan keras.Sonia terdiam dalam geram. "Gibran, sayang. aku butuh kamu ..." Sonia pun menutup ponselnya.***Tampak, Mbak Murni sedang membuat sesuatu di dapur, asyik dalam kerjaannya diselingi berdendang kecil. Tak menyadari ada orang masuk diam-diam dalam rumah .Keadan rumah sepi, majikan perempuannya sedang berada di kantor suaminya mengantarkan ransum makan siang.Brak! Terdengar suara keras dari arah luar, kali ini
Sean berlari di samping ranjang beroda milik sebuah Rumah sakit. Nampak, Dira terbaring, wajahnya pucat pasi. bibirnya membiru. Matanya terpejam rapat. Bila Aisyah tak menangis, mungkin Sean tak tahu, kalau Dira sudah pingsan di sudut nakas."Lebih baik, Bapak tunggu di sini, Pak. Silakan daftar pasien dahulu, percayalah, kami akan lakukan yang terbaik untuk pasien." ucap salah satu perawat yang mendorong, hingga ke ruangan gawat darurat.Dari jauh, Ilham dan Dewi berlari mengejar Sean."Pak, bagaimana Kak Dira?""Mereka sedang menanganinya," jawab Sean dalam kecemasan, "aku belum daftar pasien." sambungnya pada Ilham."Biar aku saja, Pak. " Dewi segera pergi ke bagian pendaftaran pasien.Sean terduduk, napasnya masih memburu. Dengan ditemani Ilham. Mereka menunggu kabar tentang Dira.Sepuluh menit kemudian, Dewi sudah datang kembali,. dengan membawa minuman, lalu menyerahkan pada Sean."Minumlah dulu, Pak. Tenangkan hati, Pak Sean.""Betul, Pak " Ilham pun menyerahkan minuman pada Se
"Boleh aku gabung dengan kalian?" tanya Dira, masih berdiri di depan Dewi.Segera wanita tomboy itu berdiri, dan memberikan kursi padanya. Dewi segera mengambil kursi yang lain, dan menjejeri kursi tadi."Bu Dira? apa yang dilakukan di sini?" tanya Ilham masih dalam kebingungan. Pasalnya Dira yang selama ada di Malang yang dia tahu selalu diam di rumah."Kalian ini kenapa sih? kok kaya lihat hantu saja. " Dira duduk pada kursi yang diberikan Dewi."Kak ..."Dira tersenyum pada mereka. " Mas Sean lagi ada di rumah sakit, menemani Tiara dan Papa yang sedang cek up."Ilham dan Dewi masih, terdiam sambil menatap Dira."Kalian ini? Mas Sean kesini pakai motor, aku bonceng saja. Nggak enak aku ikutan ke rumah sakit. biar Tiara saja yang mengantar Papa, toh, memang sudah terbiasa dengan Tiara 'kan?" jadi aku ... dan akhirnya, aku bisa menemukan kalian. tadinya aku ingin minum espresso dan sepiring roti." "Aku pesankan, Kak." Dewi segera bangkit dari duduknya dan menuju tempat pemesanan.Dir
Pagi ini, sinar matahari menyeruak dari sela dedaunan. Riaknya membuat bayangan pada lantai trotoar, hingga bayangan itu membuat bias cahaya.Seorang anak kecil, berlari bebas. Mendekati seseorang, berkerudung lebar dan bercadar."Subhanallah .... jangan berlarian, nanti kau jatuh!" teriak wanita itu, sambil mengejarnya. Bajunya melambai. warna hitam yang pekat. Di belakangnya, seorang lelaki berjenggot tebal, mengikutinya sambil menggendong seorang anak kecil sekitar berumur Lima tahunan."Umi, jangan berlari, nanti kau jatuh!" Seru lelaki tersebut pada wanita yang dipanggilnya Umi.Akhirnya gadis kecil yang berlari itu, sudah digandeng oleh wanita bercadar tersebut.Mereka adalah keluarga Gibran.Lelaki yang dulu pernah menjadi orang yang paling dekat dengan Sonia atau Miss Lola. Istri dari lelaki tersebut adalah adik kandung dari Dewi. Mereka dulu pernah berseteru dalam keluarga. Anak yang sudah dalam genggaman wanita itu adalah anak yang dulu pernah diiadopsi oleh Sonia. Tapi, k
"Mas, foto siapa ini?" tanya Dira pada suaminya, setelah dirinya naik lagi ke dalam truk.Sean memandang foto tersebut, dan mengerutkan dahinya."Foto, kekasih Firman, mungkin. kemarin firman yang bawa truk ini." "Oh, kupikir ...""Janganlah, berpikir yang aneh-aneh sayang, aku tak akan melakukan hal tersebut. Percayalah," ucap Sean menyakinkan istrinya.Dira, hanya tersenyum, lalu memandang Sean."Mas, tak bosen dengan aku?""Tidak, justru senyummu itu yang aku rindukan.""Tak inginkah Mas ... bercumbu?""Oh, pasti itu ada, tapi aku lebih suka mencumbui istriku, aku tipe setia, dulu sudah puas olehku berbuat don juan.""Benarkah?""Dengarlah Dira, saat ini yang aku impikan adalah membuatmu sehat, punya rumah, punya usaha, tinggal melihat anak-anak tumbuh dalam kebajikan. Kita menua bersama."Dira tersenyum dan menitikkan air matanya, segera diraihnya tangan suaminya, dikecupnya berulang kali punggung tangannya.Sean mengerti kesedihan Diri. diraihnya tubuh kurus itu, dan dipeluknya
"HAI! LEPASKAN ADIKKU!" teriak keras dari Dewi. Wanita gesit itu langsung berlari mendekati Tiara. Murni pun tergopoh-gopoh seraya membawa pentungan golf milik Papa Panji.Dua lelaki yang menarik tangan Tiara langsung melepaskan tangan Tiara. Mereka langsung berlari meninggalkan tempat tersebut."Kurang ajar! Wei! jangan lari." Murni sudah mengangkat tinggi-tinggi tongkat tersebut.Dewi, menatap tajam dua lelaki tanggung tersebut yang langsung hengkang dengan sepeda motornya. Namun, Dewi mengingat nomor plat itu dengan baik dalam ingatnya.Tiara , bersembunyi di belakang tubuh kakaknya. "Kau kenal mereka, Tiara?""Iya kak, salah satunya adalah Wawan, dia yang terus mengejarku, aku sudah menolaknya, tapi dia masih main paksa saja. Siapa yang mau pacaran sama preman, kak," jelas Tiara."Oh, naksir sama Non Tiara, ya? tapi preman? jangan Non! enak aja, gadis cantik dan shaleh gini, sama preman." Murni sudah mencicit sebal pada lelaki yang belum dikenalnya."Sudahlah, Mbak, Nggak usah k
"Hai, kurang ajar!" Sonia berteriak, karena rambutnya ditarik dengan keras oleh Murni, Sonia tak tinggal diam, dia membalas tindakan Murni yang tiba-tiba tersebut. Wanita yang sudah dalam keadaan emosi itu menarik lengan Murni, dan membuatnya mengaduh karena kuku-kuku itu menghujam dalam lengannya.Murni menarik tangan Sonia membantingnya hingga tubuh wanita itu tersungkur keras ke lantai toko mainan siang itu.Banyak mata yang melihatnya, namun Murni tak pedulikan lagi, diinjaknya jari jemari Sonia. Otomatis dia berteriak sekencang-kencangnya, seraya menarik betis kaki Murni.Wanita setengah abad itu hampir tersungkur, tapi kakinya segera menahan tubuhnya agar tidak terjerembab. Sonia kaget, melihat kuku tangannya sudah patah, terlihat merah karena bekas injakan keras kaki Murni.Semua yang melihat, tak ada yang melerai. Tiara, segera menyingkir, dan memanggil satpam di depan toko.Terjadi pertengkaran lagi, kali ini lebih ekstrem, mereka sudah bergumul, saling tarik-menarik rambut,
Pagi cerah, mengiringi langkah Murni menuju rumah keluarga Dira. Rumah besar berpagar tinggi itu membuatnya melongo.Kemudian, segera masuk. Rasa kangen pada Aisyah begitu menggebu."Mbak Murni." Panggilan itu membuat Murni menghentikan langkahnya. ternyata, Dewi. Senyum merekah menyambutnya. Mereka saling berpelukan, teringat dulu, saat mereka sama-sama sebagai asisten Bu Dira. Selalu ada perselisihan antara mereka, tak ayal merekapun sering berantem."Dewi, ah bahagianya aku bisa bertemu denganmu lagi." "Ha ha, tentu saja, tapi saat ini kau akan jarang menemukan aku, mampirlah nanti ke rumahku ya?""Hah, kau tak tinggal di sini juga! lalu ...""Aku tinggal bersama kedua adikku, Mbak. Cuma setengah jam saja kok.""Bagaimana keadaan Bu Dira dan yang lainnya?""Sehat. tapi saat ini jaga perasaan Bu Dira. agak tidak stabil.""Oh, Apakah?""Sudahlah, ayo masuk. mereka sedang berkumpul, ada Ilham juga.""Wah, ada cowok ganteng juga."Dewi tersenyum, inilah Mbak Murni yang masih saja suk
Sudah hampir satu Minggu Sean sekeluarga berada di Malang. Sean mencoba berdamai dengan situasi. Beberapa anak perusahan armada milik Papa Panji diurus oleh Sean. Kali ini, terlihat Sean memakai kaus dan jins belel, ada handuk kecil melingkar di lehernya.Nampak, Papa Panji tersenyum melihat penampilan menantunya. Lelaki yang dulu pernah diasuhnya terlalu gagah dalam kostumnya pagi ini."Gantilah, bajumu. Nggak pantas, masa bendahara PO pakai baju kaya gitu," protes Papa."He he, Sean kali ini, mau mencoba truk yang baru, Pah. Tadi pagi, Fadli sudah bilang ada lima truk pengangkut pasir datang, semuanya dalam keadaan baru. Semoga bisnis aku kali ini sukses, Pah." Sean bersemangat dengan bisnis barunya."Oke, Papa paham dirimu, jangan terlena. Dira lebih butuh perhatianmu. Jangan lupa besok, jemput Marni, biar gajiannya Papa yang urus.""Baik, Pah."Sean merasa kini harus membuka peluang bisnis yang baru dan menjanjikan.Tiba-tiba, ada uluk salam dari luar. Terlihat Tiara datang bersam
Malam ini adalah malam terakhir di kata Batam. Kota yang pernah membesarkan bisnis Sean, kota impian yang ingin ditaklukkan oleh pria ganteng itu. Namun, kini semua hilang sudah. Sejak pernikahan dalam perjodohan dengan Dira, teman masa kecilnya, menjadikan impian itu kini terkubur dalam-dalam. Setelah mengalami banyak bertubi-tubi ujian dari Allah.Dua buah hati, Raska dan Aisyah menjadikan rumah tangganya menjadi lebih dewasa lagi.Cobaan hidup Dira tak berhenti sampai di sini saja. Dirinya harus melawan emosi dan rasa percaya dirinya yang hilang.Untung, Sean adalah lelaki yang tahan bantingan. type yang setia ada pada dirinya. Akan tetapi, lagi-lagi krisis percaya diri istrinya mencuat, bila hal tersebut hadir, Dira langsung terdiam, mengunci dirinya dalam kamar, hanya menangis sepanjang hari. Di hadapan Sean, ada sepuluh koper lebih, semua akan dibawa ke kota Malang, Kota kelahirannya. Kota di mana ada kenangan tersendiri."Mbak Murni, apa semua sudah siap? punya dedek juga?" ta