Share

Bab 6 Cemburu

Penulis: A mum to be
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Dahinya sedikit berkerut saat melihat sang mantan begitu akrab dengan lelaki di hadapannya.

“Kalian?” Lelaki itu menunjuk ke arah Rena dan Bara secara bergantian.

Sang gadis mengangguk sementara Bara mengalihkan pandangannya.

“Sejak kapan kamu ganti sekretaris?” tanya lelaki itu penuh selidik.

Lagi-lagi Bara diam dan melenggang masuk ke ruangan rapat.

“Kak Tora kenal dia?” tanya Rena heran.

“Adik aku yang baru pulang dari London,” jawab lelaki yang bernama Tora itu.

Rena mengatup-ngatupkan bibirnya. Dia berpikir sejenak lalu mulai menatap layar ponsel yang berada di genggamannya. Suasana hening sesaat karena mereka menunggu kedatangan sang pemilik panti asuhan tempat mereka akan melakukan acara santunan.

Beberapa saat kemudian Rena menganggukkan kepala. Seolah paham dengan informasi yang baru saja didapatnya. Rossy Hotel dan Erlangga Hotel memiliki owner yang sama. Mendiang mama merupakan owner Rossy Hotel sesuai dengan nama depannya. Sementara tak perlu ditanyakan jika papa mereka merupakan owner di hotel tempat Rena bekerja sekarang. Kini gadis itu tak perlu penasaran lagi karena sudah merasa cukup dengan informasi yang ia peroleh.

“Selamat pagi, Bu Risa,” sapa Rena sambil mengulas senyumnya.

Acara pertemuan kedua kakak beradik lengkap dengan sekretaris dan sang pemilik panti tengah berjalan. Rena yang memang baru merasakan bagaimana jadi sekretaris tampak sedikit canggung awalnya. Namun selang setengah jam kemudian dia begitu cekatan mencatat segala sesuatu yang dibicarakan saat ini. Membuat Bara juga terheran dengan proses adaotasinya yang cukup cepat.

“Terima kasih atas undangannya, Pak. Semoga acaranya berjalan dengan lancar,” ucap sang pemilik panti seraya pamit undur diri.

“Masih sering ke markas, Ren?” tanya Tora tiba-tiba saat tamu mereka sudah menghilang dari ruangan.

“Umm, jarang. Terakhir tiga bulan yang lalu,” jawab Rena sambil tersenyum.

“Nanti kita cari waktu ke sana barengan ya,” tawar Tora yang segera diiyakan oleh gadis itu.

Melihat keakraban yang membuatnya jengah, Bara segera berdehem dan beranjak dari kursinya.

“Kita masih banyak urusan. Kamu tidak digaji untuk berbicara di luar pembahasan kerja,” serang sang GM dengan wajah yang sudah masam itu.

Rena tersenyum kecut lalu membungkukkan badan dan meninggalkan Tora begitu saja. Langkahnya semakin cepat mengiringi jalan sang atasan yang sudah lebih dulu berada di depannya.

Baru beberapa hari bekerja di bawah kekuasaan Bara, gadis berkulit putih itu sudah banyak tertekan. Malang sekali nasib Rena karena sang mantan bisa dengan mudah memperalatnya.

Ah seandainya waktu itu dia tak terkecoh dan mau membaca ulang kontrak kerja, pastilah takkan jadi serumit ini. Semua sudah terlambat dan tentu waktu takkan bisa diputar kembali. Begitu yang ada di benak Rena sekarang.

“Pantas kamu bisa masuk ke Erlangga. Godain Tora ternyata,” cibir Bara sambil membuang pandangannya ke kaca mobil.

Rena mengulum senyum sembari menegakkan wajahnya, “Aku bisa melakukan apa yang aku mau.”

“Berapa kamu dibayar untuk memuaskannya?”

Kekehan kecil lolos dari mulut Rena, “Kami melakukannya suka sama suka. Impas.”

Sang GM berdecak pelan, “Hati-hati. Calon kakak iparku menyeramkan.”

“Kita lihat aja nanti,” timpal Rena tak mau kalah.

Tak ada orang yang menatap Rena dengan bersahabat. Bahkan tak mungkin dia harus bertemu Amel yang departemennya berbeda lantai dari tempatnya sekarang. Jam istirahat makan siang bukannya membuat sekretaris itu terlihat senang. Cibiran datang silih berganti. Seolah semua memojokkan Rena dengan berita miring yang sepertinya semakin muncul ke permukaan. Rena si wanita murahan. Begitulah yang ada di grup gosip yang diketuai entah oleh siapa.

Beruntung otak Rena sadar diri. Dia sengaja membawa sebungkus biskuit untuk makan siangnya. Pun beberapa potong apel yang sudah disiapkan di paper bag bawaannya.

“Duh, capek banget kayaknya,” sapa lelaki berperawakan berbeda.

Tingkahnya bak cacing kepanasan dengan gaya feminim sebagai ciri khas intonasi suara bariton yang dibuat-buat. Siapa lagi kalau bukan Anton, staf dari departemen HRD yang letaknya tepat di samping departemen tempat Rena bekerja. Tentu Rena mengenalnya karena memang melalui bagian HRD-lah para karyawan hotel direkrut.

“Makan siang bareng, yuk ah,” tawar Anton sambil meliukkan tubuhnya.

“Thanks, Mas. Aku lagi nggak mood. Banyak mulut bawel soalnya. Next time aja kayaknya,” tolak Rena secara halus.

“Oke, entar kalo makan siang kita barengan ya,” kata Anton yang berjalan meninggalkan Rena.

Sebenarnya dia ingin sekali menerima tawaran tadi, namun sayang lagi-lagi beban kerjanya semakin tak bisa diajak kompromi. Rena mendesah pelan lalu menyandarkan kepalanya ke belakang kursi. Habis sudah persediaan makanannya. Pun buah-buahan potong yang ada di kotak bekalnya. Kalau begini sibuknya Rena akan terserang penyakit. Jelas itu akan menambah hari buruknya menjadi sekretaris di lain hari.

“Heh, biasanya kalo sekretaris eksekutif sekelas asisten GM itu dikagumi. Nah, nih cewek kok nggak ada harga dirinya ya,” cibir beberapa orang yang berjalan melewati meja kerjanya.

“Kenapa? Kalo aku bilang berapa hargaku, entar kamu merasa rendah,” serang Rena yang memang tak pernah ingin terlihat rapuh di mata siapapun.

“Jangan rusak citra buruk rupamu karena ada CCTV di sana,” gumam Rena seraya melambaikan tangan ke arah yang ia maksud.

Tangan yang tadinya hendak melayang ke udara perlahan turun. Seulas senyuman terlihat dari wajah Rena. Jelas saja itu pertanda kemenangan baginya.

Sementara itu usai jam makan siang, Jenny langsung berjalan menuju ruangan sang GM. Dia menyerahkan beberapa file dan data sesuai dengan titah sang atasan.

“Semua berkas udah kamu kasih tahu ke Rena?” tanya sang GM yang kini sedang memeriksa dokumen di hadapannya.

“Sudah, Pak,” jawab Jenny.

Bara mengangguk singkat, “Senin depan kamu boleh ambil cuti. Ajari dia sebaik mungkin. Jangan sampai kerjaan hancur di tangannya.”

“I-iya, Pak. Makasih, Pak,” sahut Jenny dengan wajah yang sudah ceria.

Bara hanya bergumam sembari mengembalikan dokumen yang sudah ditandatanganinya. Aji mumpung memang karena sudah sebulan Jenny mengajukan ijin cuti untuk mengurus persiapan pernikahannya. Jadilah membuat sang GM itu memutar otak hingga bisa menyiasati Rena untuk bekerja di bawah tekanannya.

Selang beberapa saat ponselnya berdenting.

[Bar, aku lupa save kontak Rena. Tolong kirim ya.]

Bara meremas benda keras nan pipih itu. Entah mengapa ada perasaan tak suka jika sang kakak mengirimkan pesan barusan. Alih-alih membalas, lelaki itu kini melihat punggung Rena yang sedang asyik menyimak penjelasan dari Jenny.

“Kamu nggak akan bisa lepas dari genggaman aku, Ren,” ucapnya bermonolog diri.

Sebelah alisnya terangkat dengan senyuman smirk seolah sedang merencanakan sesuatu. Sayangnya itu langsung dirusak karena pesan singkat dari orang yang sama pula.

[Nggak perlu repot-repot balas pesan aku. Ada tim HRD yang bisa bantu kasih tahu nomor Rena.]

Seketika sang GM menggertakkan giginya. Jelas terlihat dia benar-benar marah sekarang. Kini tangan kanannya menyambar telepon yang terletak di atas meja. Terdengar suara sahutan Jenny menyapa dari arah seberang.

Selang beberapa detik Jenny langsung melirik Rena, “Dipanggil pak GM ke ruangan.”

Rena menghela napas pelan. Dia mengetuk pintu lalu masuk saat mendengar sahutan dari sang GM.

“Berhenti godain kak Tora. Dia udah mau nikah,” ujar lelaki itu sembari menusukkan pandangannya ke arah Rena.

“Kalau aku nggak mau?”

Spontan Bara bertindak cepat dengan mencengkram kuat leher sang mantan. Tatapannya begitu nyalang. Ada perasaan sakit hati yang kembali ke permukaan saat melihat iris mata gadis itu. Apa dia tengah cemburu?

Bab terkait

  • Jodoh Untuk Wanita Tanpa Rahim   Bab 7 Jangan Dekati Kakakku!

    Kejadian kemarin benar-benar membuat Rena ketakutan. Tampaknya dia melihat sosok iblis saat sang mantan hampir membunuhnya dengan tangan kosong. Beruntung kemunculan David bisa mencegah adegan percobaan pembunuhan itu. Bara segera membebaskan leher jenjang sang sekretaris. Pagi ini dia kembali dibuat kebingungan. Rena menghentakkan kakinya ke lantai usai mendengar ucapan sang atasan yang seenak jidatnya saja. Gadis itu harus meninjau ulang panti asuhan sesuai dengan kesepakatan beberapa hari yang lalu. Kalau saja lokasinya mudah dijangkau Rena takkan keberatan sama sekali. Sayangnya dia harus melewati perjalanan yang tak biasa. Harus menggunakan perahu untuk menjangkau kawasan terpencil itu. Jadilah dia uring-uringan sembari mengetuk-ngetuk meja kerja di depannya. Pemandangan ini sukses membuat sang GM menerbitkan senyum devilnya. “Kak Tora?” gumam Rena saat melihat nama pengirim pesan di layar ponselnya. Dahinya sedikit berkerut saat membaca kalimat

  • Jodoh Untuk Wanita Tanpa Rahim   Bab 8 Nasib Sial

    Mata Rena memerah saat melihat benda pipih yang ada di genggamannya terjatuh. Senyum penuh kemenangan tercetak di wajah sang GM. Pria itu segera meninggalkan Rena yang membungkuk untuk menyambar ponselnya yang memang sengaja dijatuhkan Bara. “Kenapa harus gini?” isak Rena yang tak dapat membendung air matanya. Dia berjalan tertatih-tatih menuju toilet. Wajahnya masih mampu melengkungkan senyuman usai mendapat perlakuan buruk dari sang atasan. Ah, bukankah ini yang dia mau? Semenjak mengetahui kondisi tubuhnya yang mengidap sindrom MRKH, gadis itu menghapuskan kata pernikahan dalam kamus hidupnya. Sangat mustahil ada pria yang mau menikahi perempuan yang tak bisa melahirkan. Begitulah isi pikiran Rena. Usai membenarkan penampilannya yang sempat berantakan, Rena segera melangkah ke luar. Melakukan pemesanan taksi online dan menenangkan diri di rumah saja. **** “Kakak yakin kak Tita nggak bakalan curiga? Aku kesannya kayak pelakor jadi

  • Jodoh Untuk Wanita Tanpa Rahim   Bab 9 Tugas Tak Biasa

    Di dalam ruangannya, sang GM sedang bergelut dengan pikirannya sendiri. Terlebih lagi Tita yang terang-terangan memberitahu bahwa hubungannya terancam kandas. Apalagi kalau bukan stigma negatif yang ditujukan tentang kedekatan Tora dan Rena. Sebenarnya seorang Bara tak perlu ambil pusing dengan aduan Tita. Tetapi saat mendengar nama Rena entah mengapa hatinya berkecamuk. Seolah ingin membuat sang mantan benar-benar hancur. Hingga suara ketukan membuyarkan lamunan dirinya. “Pagi, Pak. Dua hari lagi acara di panti asuhan akan dilangsungkan. Ada yang perlu saya benahi atau hal lain?” tanya Rena tanpa membalas tatapan sinis sang atasan. “No,” jawab Bara yang kini sudah memalingkan wajahnya. Rena menghela napas pelan lalu mengambil kembali berkas yang sudah ditandatangani oleh sang GM. Bahkan hingga sekarang gadis itu tak tahu tugas mana sebenarnya yang merupakan pure dari seorang sekretaris. Dia selalu ditugaskan hal yang aneh hingga tak masuk akal sama sekal

  • Jodoh Untuk Wanita Tanpa Rahim   Bab 10 Klub Malam

    "Hah. Apa-apaan ini?" Rena yang baru tiba di depan mejanya sudah dikagetkan dengan hadiah yang jelas tak diharapkan. Sesosok wanita sudah menatap nyalang dirinya. Siapa lagi kalau bukan Tita.BYUR!! Benar kata Bara kalau calon kakak iparnya itu sangat menyeramkan. Pagi-pagi sekali Rena sudah dihadiahi dengan siraman rohani oleh Tita. Lebih tepatnya siraman air mineral yang ada di mejanya sendiri. “Puas kamu ngebuat anak aku enggak ada papanya?? Berapa kamu dibayar tidur sama dia??” tuduh Tita berapi-api. Rena menghela napas pelan. Berusaha mengumpulkan keberaniannya setelah mendapatkan perlakuan yang mengejutkan barusan. Di waktu yang bersamaan sang GM yang menyadari kekacauan di luar kantornya segera menghubungi sang kakak. Lelaki yang menjadi alasan mengapa Tita datang menghardik sekretaris luarannya itu. Semenjak munculnya Ami menggantikan Rena, Bara memanggilnya dengan seketaris luaran. “Lepas, Bar. Aku mau ngasih pelajaran sama jalang ini,” decak Tita saat Bara menghentik

  • Jodoh Untuk Wanita Tanpa Rahim   Bab 11 Nyaris Hancur

    “Sorry,” ucap Rena dengan maksud menolak ajakan pria di sampingnya. “Jalang. Jangan jual mahal kau,” hardik si pria. Dia menarik rambut Rena sembari merengkuh erat pinggangnya. Menghirup aroma parfum orange blossom gadis itu. Lalu mengenduskan wajahnya ke ceruk leher Rena. Menjijikkan. Itulah yang sedang dirasakan oleh seorang Rena. “Lepas atau kau akan mati di tanganku,” ancam Rena sembari menendang sepatu pantofel si pria dengan ujung high heels miliknya. “Kurang ajar.” Helaan napas berat kini sudah berembus dari indera pernapasan Rena. Sebelumnya dia tak pernah mendapatkan perlakuan gila semacam ini. Tampaknya ada yang mengamati gerak-gerik gadis itu sejak menemani banyak pria di club malam. Tentunya sang GM jugalah menjadi penyebab dari akar masalahnya sekarang. “Jangan main-main denganku,” bisik pria tadi yang masih tak mau kalah dengan ambisinya. “Lepas kataku,” ketus Rena sembari menjauhkannya dari wajah

  • Jodoh Untuk Wanita Tanpa Rahim   Bab 12 Mencemaskanmu

    Tangan Bara segera mengepal lalu meninju setir yang ada di hadapannya. “Di mana kamu, Ren? Jangan buat aku gila, shit,” umpat Bara seketika. Antara benci dan cinta memang begitu tipis bedanya. Pikiran Bara saat ini benar-benar kacau. Sementara di waktu yang bersamaan Rena sedang sibuk mencari tumpangan untuk membawa dirinya menuju panti asuhan. Dia sudah tahu kabar banjir bandang yang letaknya tak jauh dari tempat ini. Namun rasa takutnya akan kehilangan pekerjaaan mirisnya jauh lebih tinggi lagi. “Duh, ini gimana sih malah jadinya kacau gini,” keluh Rena usai meraup wajahnya dengan kesal. Gadis itu hampir menangis karena takut tak bisa datang ke sana tepat waktu. Segala perlengkapan dan kebutuhan lain terkait acara sudah berada di sana satu hari yang lalu. Beruntung sekalia dia karena tinggal membawa diri sendiri saja. Namun sayangnya kejadian ini sama sekali tak terbayangkan oleh Rena si gadis malang.

  • Jodoh Untuk Wanita Tanpa Rahim   Bab 13 Masih Peduli

    Rena memalingkan wajahnya seolah tak peduli dengan kehadiran Bara yang serasa muncul tiba-tiba. Dalam hati sebenarnya gadis itu bisa sedikit tenang karena ada teman di tempat yang asing seperti ini. “Hah, tambah satu lagi masalah. Sudahlah tak ada uang malah kedatangan tamu tak diundang. Enyah saja kalian,” hardik sang tuan rumah. “Hei, jaga ucapanmu!!” kecam Bara penuh amarah. “Ma-maaf, kami akan segera pergi. Maaf merepotkan kalian,” sergah Rena sembari menarik lengan sang GM. “Non, maaf ya. Saya nggak bisa bantu,” sesal istri pria asing tadi. Satu hal yang membuat Rena menggerutu sekarang. Perahu yang ditumpanginya tadi tak bisa membawanya ke panti. Jadilah sang lelaki itu berdalih dengan menepikan perahu tadi ke rumahnya. Alih-alih mendapatkan pertolongan, Rena malah menyaksikan pertengkaran sengit antar suami istri di hadapannya. Setelah menjauh dari kediaman sepasang suami istri itu, barulah Rena melepaskan tan

  • Jodoh Untuk Wanita Tanpa Rahim   Bab 14 Mimpi Buruk

    Sejak Dokter mengatakan bahwa luka Rena mengalami infeksi, Bara semakin gelisah karena jelas-jelas malam ini takkan bisa kembali pulang. Tak ada yang dapat dilakukan selain menunggu fajar terbit. Ada rasa khawatir yang tak pernah lekang saat melihat tubuh Rena sedang meringis kesakitan. BUGH!! Sontak indera pendengaran pria itu langsung mengenali dari mana sumber suara barusan. “Ren, Rena!! Kamu nggak pa-pa?” “Hei, katakan sesuatu. Buka pintunya atau aku dobrak nih!!” desak Bara sedikit khawatir. Tak ada suara yang menyahuti seruannya. Tanpa berpikir panjang pria berumur 30 tahun itu sukses membuka paksa pintu kamar yang ditempati Rena. Hah, pemandangan di dalamnya membuat Bara benar-benar terkejut. Sang mantan pingsan masih dengan tubuh yang masih berbalut handuk. “Ren, bangun!! Kamu nggak pa-pa??” ucap Bara dengan nada sedikit meninggi. Infeksi luka Rena tampaknya parah. Gadis itu mulai gemetar. Apalagi belum ada obat yang masuk ke dalam

Bab terbaru

  • Jodoh Untuk Wanita Tanpa Rahim   Bab 109 Tujuan Pernikahan (Tamat)

    Rena tampak begitu anggun mengenakan kebaya putih dengan desain yang terlihat elegan membungkus tubuhnya. Sang Mami menuntunnya berjalan menuruni gundukan anak tangga tanpa melepas tangannya sama sekali. Gugup. Itulah yang tengah dirasakan oleh gadis cantik tersebut. Dirinya didudukkan tak jauh dari sang pria yang sebentar lagi akan melaksanakan ijab kabul dalam hitungan menit. Tak ubahnya dengan Rena, Bara bahkan tak berani menatap sang calon istrinya itu karena sibuk mengingat lafal yang dikatakan Pak Penghulu tadi. Jelas dia tak mau mengulang kesalahan saat melangsungkan ikrar suci pernikahannya nanti. Jadilah sang GM Erlangga Hotel tersebut memilih untuk menundukkan pandangan.“Bagaimana? Apa ada lagi yang mau ditunggu?” tanya Pak Penghulu. Kedua pihak calon mempelai pengantin sepakat untuk memulai proses akad nikah. Karena tak ada keluarga dari pihak sang Papi yang tersisa, jadilah wali hakim ditunjuk untuk menjadi perantaranya.

  • Jodoh Untuk Wanita Tanpa Rahim   Bab 108 Harus Dipercepat

    Singkat, padat dan jelas. Itulah yang diutarakan Tita barusan. Istri Tora yang semula bersifat kasar dan egois itu menggenggam tangan Rena lalu membawanya menyentuh perut yang sedikit membuncit. “Kita besarkan anak ini sama-sama ya, Ren.” Rena masih bergeming. Kedua matanya berkaca-kaca karena tak tahu harus mengatakan apa untuk membalas permintaan sang calon Kakak Iparnya. “Kamu mau ‘kan? Anak ini akan punya dua orang ibu dan ayah. Dia pasti senang sekali,” gumam Tita. “I-iya, Kak,” jawab Rena akhirnya. Lantas keduanya saling berpelukan untuk menyalurkan perasaan kasih antar sesama wanita. Tak berapa lama Bara pun datang untuk memisahkan mereka. “Cepatlah, Sayang. Nanti kamu akan terlambat,” bisik Bara kemudian. Rena mengangguk pelan. Senyumnya mengembang sempurna ketika menuruni eskalator yang menjadi fasilitas menuju langkahnya ke arah gate maskapai penerbangan. Sang Mami mengusap pelan lengannya untuk memberikan ketenangan. *** [“Lihat nih! Kakak udah bisa main

  • Jodoh Untuk Wanita Tanpa Rahim   Bab 107 Mari Menabung Rindu

    “Aku percayakan semua sama Kakak aja ya.” “Enggak. Pokoknya Kakak mau kita yang urus sendiri untuk itu,” putus Bara yang sama sekali tak ingin mendengar adanya bantahan. “Please, Sayang!” Wajah puppy eyes dan penuh harap dari seorang Adibara Erlangga membuat Rena mengangguk sambil mengulum senyum. Tak pelak dia bergerak untuk melepaskan sabuk pengaman yang masih melekat di tubuh sang tunangan. CUP! “Makasih, Sayang,” gumam Bara tepat setelah gadisnya hendak beringsut mundur. “Enggak mau balas hemm?” “Enggak,” tolak Rena cepat. “Yang ada nanti kita enggak masuk-masuk. Tuh lihat Papa udah berdiri di balkon sana!” “Alasan saja,” cibir Bara. Rena seolah menulikan indera pendengarannya. Lantas membuka pintu mobilnya dengan segera. Pemandangan yang pertama kali dilihat membuatnya mengerling malas. Ada Tita yang tengah duduk bersantai di ruang tamu sembari menikmati susu hamilnya. “Jangan hiraukan dia. Ayo masuk!” “Enggak, Kak. Aku pulang saja ya.

  • Jodoh Untuk Wanita Tanpa Rahim   Bab 106 Hari Nostalgia

    Pemandangan hijau nan asri membuat senyum Rena merekah sempurna. Gadis itu memapah sang tunangan dengan tangan kiri yang menenteng sebuah keranjang berisi kotak bekal yang dibawanya dari rumah. Parfum dengan aroma citrus blossom yang menguar dari tubuh tunangan Bara tersebut seolah menyatu dengan alam. Segar dan membuat perasaan yang menghidunya jadi menumbuhkan kesan positif. “Anaknya Tante Cintya itu emang top kasih terapi ke Kakak. Buktinya bisa terapi,” gumam Rena sambil tersenyum. “Suaranya mirip nyamuk. Melengking dan menyebalkan. Makanya mau tak mau Kakak terpaksa menurut saja,” kekeh Bara yang kini sedang menaik-turunkan pergelangan tangan kanannya. “Kalau enggak kayak gitu aku yakin Kakak pasti sembuhnya lama. Entar kalau kita nikah mana bisa gendong aku untuk photo shoot,” kata Rena sambil menahan tawanya. “Bisa. Harus bisa dong,” kata Bara dengan penuh keyakinan tingkat tinggi. “Dalam waktu dua bulan ke depan kamu akan lihat Kakak bisa kembali seperti dulu

  • Jodoh Untuk Wanita Tanpa Rahim   Bab 105 Persiapan LDR

    Istri Tora yang merasa tersinggung itu hendak maju untuk menyerang Sandra, akan tetapi langkahnya terhenti ketika mengingat pengalaman pahit kehilangan bayinya beberapa bulan yang lalu.“Lebih baik Kakak fokus pada kehamilan saja. Sudah mau jadi ibu tetapi kelakuannya sama sekali tak berubah,” ketus Sandra yang segera menghilang dari pandangan Tita. Napasnya masih memburu hingga kembali menghampiri Jason yang masih tetap dalam posisi semula. Bahkan saking kesalnya dia merebut gelas pria itu dan menenggak isinya hingga tak bersisa.“Kenapa?” tanya sandra begitu melihat tatapan sinis Jason.“Kau mengambil gelasku,” cibir sang pria.Sandra langsung mengerjap cepat. Lantas memandang gelas kaca miliknya yang masih bersisi setengah. Jelas dia merasa malu bukan main. “Maaf. Aku akan gantikan gelasmu yang lain.”“Tak usah,” ketus Jason segera. Tak pelak dia menatap Sandra yang tampak seperti kehabisan tenaga. “Kau habis cakar-cakaran?” tanyanya kemudian. Sa

  • Jodoh Untuk Wanita Tanpa Rahim   Bab 104- Selangkah Lagi

    Rena segera menoleh ketika mendengar suara ketukan dari arah luar. Lantas dia pun mengangguk seolah memberikan kode pada tim penatas rias yang baru saja memperindah penampilannya.“Kau cantik,” gumam Jason sambil tersenyum. “Papi pasti senang kalau dia berada di sini sekarang.”“Ya. Mungkin saja dia akan menghentikan acara ini. Apalagi kalau Papi tahu akan menikah dengan anak musuh bebuyutannya.”Ucapan barusan membuat Jason terkekeh. “Kau memang sok tahu. Papi mana begitu. Dia akan melakukan apa saja untuk membuatmu bahagia. Bahkan ketika tahu bahwa kau pacaran dengan Bara waktu itu.”Alis Rena langsung naik sebelah. Merasa heran dengan penuturan Jason beberapa detik yang lalu. Lantas Abang angkatnya tersebut menarik kursi agar bisa berbicara lebih lama lagi. Tak pelak

  • Jodoh Untuk Wanita Tanpa Rahim   Bab 103- Mirip Tom and Jerry

    “Jangan membantah. Atau aku culik kamu sekarang,” gumam Bara dengan sorotan mata tajamnya. “Siapkan dirimu, Sayang. Lusa acara tunangan kita akan digelar di hotel Erlangga jam 7 malam.” Setelahnya pria itu mengecup singkat pipi Rena lalu bergerak ke luar dari mobil. Memanggil sopir Rena sebelum akhirnya melambaikan tangan sambil mengerdipkan mata. Baru saja menghempaskan diri atas ranjang, gadis itu kembali dikejutkan dengan panggilan video dari sang kekasih. Senyumnya mengembang sempurna usai membersihkan diri pulang dari acara tadi.[“Hai, Cantik. Sedang apa?”] Rena tak menjawab. Hanya menunjukkan deretan gigi putihnya yang bersih dan rapi.[“Kamu cosplay jadi iklan pasta gigi ya?”]

  • Jodoh Untuk Wanita Tanpa Rahim   Bab 102 Jangan Halangi Aku

    Acara utama syukuran tujuh bulanan untuk kehamilan Fina sudah berakhir. Para tamu dipersilakan berbaur dan mencicipi hidangan yang telah tersedia.“Selamat ya, Fin. Semoga kamu sehat sampai lahiran nanti,” gumam Rena sambil mengelus lembut perut buncit sahabat karibnya itu. Ada perasaan gembira bercampur iri yang sedang dipendamnya sendiri. Sedangkan Fina yang paham betul bagaimana perubahan raut wajah sendu tersebut segera menggenggam tangannya.“Anak aku akan jadi anak kamu juga. Dia akan manggil kamu Mama juga, Ren. Ini hanya perkara mengandung dan melahirkan. Kamu juga akan dianggap sebagai ibunya,” ucap Fina dengan air mata yang sudah menggenang. Keduanya saling berpelukan erat. Tak ada yang berbicara hingga suami Fina menghampiri mereka.“Cemburu nih aku sama kalian. Udah kayak Kakak Adik aja.”Buru-buru Fina menyeka air matanya, lalu menyikut pelan lengan sang suami. “Anak kita bakalan punya dua Mama. Iya ‘kan, Mas?”Suami Fina yang tahu bagaimana kondis

  • Jodoh Untuk Wanita Tanpa Rahim   Bab 101 Seperti Dulu Lagi

    CUP! Bukannya menjawab pertanyaan Rena, Bara malah mendaratkan kecupannya di bibir ranum mantan cantiknya itu. Jelas membuat sang empu terkejut bukan main.“Kau!!”CUP! CUP!! Sontak kedua manik mata kecokelatan milik gadis cantiknya sukses membelalak dengan sempurna. Bibirnya menganga hendak mengucapkan sesuatu, namun sayangnya lidah pun mendadak kelu.“Aku tak sabar menghabiskan sisa hidup denganmu. Makanya ayo cepat-cepat menikah,” gumam Bara kemudian. Sang gadis berubah manyun sambil mengubah posisi duduknya menjadi lurus ke depan. Tak lagi saling berhadapan dengan sang mantan yang akhir-akhir ini selalu bisa membuat jantungnya berdebar tidak karuan. Sementara Nyonya Adhisty yang hendak memanggil Putrinya turut menghentikan langkah di ambang pintu. Sadar bahwa keduanya sedang terlibat percakapan serius, dia pun kembali mengurungkan niat tadi. Bara mendekat, mengikis jarak di antara mereka. Tak lagi pedulikan bagian klaviku

DMCA.com Protection Status