Arsha membiarkan Kama memeluk bahkan menyentuhnya padahal ingin sekali ia menenggelamkan suami menyebalkannya itu ke dasar Samudra Hindia. Sekuat tenaga Arsha memaksakan senyum saat pembawa acara mengatakan jika hidup Arsha merupakan impian setiap wanita. Lahir dari keluarga kaya, memiliki bakat h
Arsha melempar buket bunga yang tadi Kama berikan ketika pria itu hendak berbalik namun refleks Kama begitu tepat hingga dapat menangkap buket bunga dengan mudah. Pria itu melangkah mendekat membuat Arsha kalang kabut. Semua bantal sofa ia lempar ke arah Kama yang dengan mudah ditangkisnya. Kama
Ketika Kama menghindar dari Arsha selama berminggu-minggu dengan status mereka yang masih menjadi suami istri, Kama tidak merasa khawatir sedikitpun dan membiarkan egonya mengambil alih setiap keputusan yang ia ambil. Tapi setelah ia meminta Pengacara keluarganya untuk menggugat cerai Arsha, beber
Arsha mengerjap dan menyadari dirinya ternyata sempat terlelap. Tidak ada Kama di sampingnya, apa pria itu pulang? Padahal Arsha merasa nyaman ketika Kama memeluknya, memberi pijatan di punggung dan perutnya membuat ia terhindar dari morning sick. Suara bariton pria itu terdengar dari balkon, Ar
Arsha memandangi Kama yang sedang berkutat dengan Macbook di tangannya, siang tadi pria itu baru saja melakukan rapat melalui video online dengan beberapa para petinggi di perusahaan. Kharisma seorang Kama Gunadhya muncul, aura pemimpinnya mampu membuat para petinggi di perusahaan milik sang Kakek
Kama menarik selimut menutupi tubuh sang istri, memberikan sebuah kecupan terakhir di kening Arsha kemudian mengambil Macbooknya di meja sofa. Walau berat, Kama harus pergi sementara waktu menyelesaikan pekerjaannya di Vietnam untuk kemudian berkumpul kembali bersama keluarganya di Indonesia. Kama
Walau enggan karena ia baru saja terbebas dari morning sick yang menderanya setelah kepergian Kama ke kantor, tapi Arsha harus bertemu Vina. Ia ingin berterimakasih karena dengan bantuan Vina lah dirinya bisa menjadi sukses seperti sekarang. Meski awalnya mereka memiliki niat terselubung tapi pada
Vina meraihnya ikut mendekatkan hidungnya pada penganan yang diklaim Evan adalah menu recomended di cafe itu. Ia pun menggelengkan kepala. “Memang aroma keju dibakar mah gini,” ujar Vina kemudian. Dan kedatangan seorang pria yang berlari melewati mereka menuju toilet membuat Kakak beradik itu sali
“Kok malah dipelototin?” Pertanyaan Kejora itu membuat Zhafira berhenti berpikir. “Heu?” Zhafira menoleh. “Pake ini.” Zara memberikan sarung tangan plastik kepada Zhafira. “Pake ini makannya?” Dengan polosnya Zhafira bertanya. “Iya sayang, kamu pesen Fufu ... makanan khas Afrika, jadi makan kuah
“Kok kita baru bisa liburan bareng sekarang ya?” celetuk Arsha sambil memilih pakaian yang terpajang di butik di mana mereka berada saat ini. “Kak Caca ‘kan sibuk produksi anak terus.” Kejora yang menyahut terlebih dahulu. “Kak Zara sibuk jadi dokter.” Kejora menambahkan. “Zhafira sibuk kerja,” t
“Ca ... itu perut kamu kemana-mana!” tegur Kama, melirik perut istrinya. “Emang kenapa? Perut Caca enak diliat, kan? Walau udah punya anak empat tapi rata ... kenceng.” Sang istri berkilah, keras kepala. Kama mengembuskan napas, tidak baik berdebat di depan anak-anak mereka yang saat ini sedang d
“Mau kemana?” Kama yang duduk di kursi meja makan bertanya sambil memindai istrinya dari atas ke bawah. Sport-braa dipadankan legging panjang dengan motif senada kemudian hanya memakai cardigan hoodie tanpa sleting atau kancing di bagian depannya. “Perut kamu enggak akan masuk angin itu, sayang?”
“Biasanya kalau gue curhat sama cewek, pasti berakhir di atas ranjang ... dan gue paling pantang bawa cewek dari Nightclub ke atas ranjang gue ... enggak bersih.” Satu detik setelah Arkana berkata demikian, ia mendapat siraman minuman dari Lovely yang kemudian pergi meninggalkan meja para pria tampa
Kelima pria tampan melangkah beriringan memasuki sebuah Nightclub. Wajah rupawan, tubuh atletis dengan tinggi menjulang dan outfit dari brand terkenal dunia menjadikan mereka incaran para gadis. “Lo pada pernah nyesel enggak sih, kerena memutuskan menikah?” celetuk Arkana bertanya. Kini mereka su
“Bang ... keringetan ih, bau ... Caca udah mandi ... turunin.” Arsha meronta berharap Kama menurunkannya. “Kan bisa mandi lagi,” balas Kama santai. Jika Arsha tidak salah liat, pria itu sedang menyeringai pertanda tidak baik untuk kesehatan jantungnya. “Bang turunin dulu ... Caca mau kasih Asi bua
Setelah drama baby blues beberapa bulan lalu, kini Arsha bisa menikmati perannya sebagai Ibu dengan bantuan baby sitter. Tidak ada tangis maupun uring-uringan berganti dengan kebahagiaan yang membanjirinya setiap hari. Arsha memang harus dibimbing dan Kama adalah orang yang tepat untuk itu. Mungk
Mungkin saat ini pun Arsha menangis karena itu, perlahan Kama mendorong benda bercat putih dan menemukan istrinya sedang duduk di lantai memeluk kedua lutut dan menenggelamkan wajahnya di sana. Dari jauh Kama sudah bisa melihat jika ketiga anaknya sedang terlelap di box bayi masing-masing. “Sayang