“Nak Kama ... cucu kesayangan Oma,” sapa Oma Aneu seraya memeluk Kama yang sedang duduk di kursi meja makan di samping Daddy. Sengaja Oma melewati Arsha yang baru saja membawa satu menu sarapan pagi dari dapur ke ruang makan dan delikan sebal beliau berikan untuk cucunya itu. Kama tersenyum seraya
Tidak lupa Kama menceritakan kecelakaan nahas yang menipa Arsha beberapa waktu lalu. Semua begitu terkejut dan menuntut kenapa mereka tidak diberitau tapi Arsha pasang badan. Ia mengatakan jika luka yang dideritanya tidak parah karena menggunakan seatbelt dan airbag di kabin belakang juga menjalan
Waktu terasa begitu cepat berlalu saat berkumpul dengan keluarga, acara yang di mulai sebelum tengah hari belum berakhir meski malam telah menjemput. Beberapa keluarga seakan enggan untuk berpisah karena mereka hanya bisa berkumpul disaat-saat seperti ini saja. Papa Kenzi sampai meminta koki memas
Itu karena Kama masih menggantungkan harapan untuk mendapatkan anak secepatnya. Setelah menyemburkan benih diperut Arsha, Kama selalu berdoa meminta kepada Tuhan agar diberikan anak. Doa itu kerap kali ia gumamkan agar Arsha mendengar juga keinginannya. Selain fisik Arsha sudah tidak sanggup haru
Arsha menjerit histeris tatkala melihat bangunan apartemen yang beberapa bulan sudah ia tempati hangus terbakar beserta seluruh isinya. Gedung tersebut dijaga pihak kepolisian dan masih banyak mobil pemadam kebakaran juga unit terkait lainnya sedang sibuk menyelesaikan insiden kebakaran ini. Arsha
“Kita pulang, Ca.” “Pulang kemana?” Sebelum Kama menjawab pertanyaan sang istri, Fabian datang menghampiri sambil memberikan sebuah keycard. “Penthousenya udah bisa kalian tempati, untuk pakaian mungkin harus beli lagi karena tidak ada satupun yang bisa digunakan kembali.” Fabian memberitau. “
Apakah Arsha tidak boleh cemburu? Apakah Arsha tidak boleh membuktikan jika wanita yang berada di sekitar Kama sedang berusaha menjerat hatinya? Arsha pernah dikhianati sahabatnya sendiri, dicampakan kekasihnya setelah bertahun-tahun bersama. Itulah yang membuat Arsha menjadi seperti ini, tida
“Ca!” Suara seorang pria memanggil namanya membuat Arsha mengalihkan tatapan dari kanvas kemudian menoleh. “Fabian!!” Arsha berseru tampak bahagia. “Teropongnya udah ada, mau disimpen di mana?” Pria itu bertanya. “Di sini aja,” jawab Arsha cepat dengan raut wajah bahagia. Fabian mengangguk kemu